Anda di halaman 1dari 5

ASPEK SOSIAL DAN BUDAYA DALAM KETAHANAN PANGAN

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah ketahanan pangan


Dosen Pengampu : Dr. Iing Dwi Lestari, S.Si., M.Si.

Oleh :

Nama : Riska Prameswari Putri


Nim : 2280190030
Kelas :A

JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2020

SOAL DAN JAWABAN


1. Jelaskan contoh aspek sosial budaya dari segi konsumsi yang dapat meningkatkan
ketahanan pangan!
Jawab :
Contoh aspek sosial budaya berdasarkan segi konsumsi yang dapat
meningkatkan ketahanan pangan adalah variasi pangan pokok yang dikonsumsi dan pola
konsumsi pangan masyarakat. Dalam segi konsumsi, diversifikasi pangan merupakan
suatu hal yang penting dalam menciptakan ketahanan pangan karena mampu mengurangi
ketergantungan terhadap satu jenis bahan pokok pangan. Indonesia merupakan negara
majemuk yang terdiri dari berbagai pulau, ras, suku,dsb. Dimana setiap wilayah ini
memiliki pemilihan jenis bahan pangan untuk dikonsumsi berdasarkan situasi, kondisi
serta adat istiadatnya. Misalnya, sagu merupakan salah satu makanan pokok bagi orang-
orang Ambon sementara itu jagung merupakan salah satu makanan pokok yang penting
bagi orang-orang NTT, sedangkan bagi orang-orang Jawa salah satu jenis makanan
pokoknya adalah singkong dan umbi-umbian merupakan salah satu makanan pokok bagi
orang Papua. Hal ini menunjukan bahwa beberapa wilayah di Indonesia sudah
menetapkan diversifikasi pangan. dengan bervariasinya makanan pokok yang dikonsumsi
oleh masyarakat Indonesia, maka ketahanan pangan dibeberapa daerah dapat tercapai.
Selain itu juga, pola konsumsi masyarakat pedesaan berbeda dengan pola konsumsi
masyarakat perkotaan. Masyarakat pedesaan cenderung memiliki pola konsumsi pangan
yang lebih beragam, misalnya umbi-umbian.

2. Jelaskan contoh aspek sosial budaya dari segi pengelolaan sumber daya yang dapat
meningkatkan ketahanan pangan!
Jawab :
Contohnya adalah penerapan Sistem Subak di Bali yang dapat meningkatkan
produktivitas padi. Subak adalah sistem pengelolaan air untuk mengairi sawah yang
dilakukan secara merata dan adil. Selain pembagian air yang merata, waktu tanma dan
penentuan jenis padi yang akan ditanam juga ditentukan secara bersama oleh masyarakat
apabila hal tersebut dilanggar, maka ada sanksi yang akan dimusyawarahkan secara
bersama-sama melalui upacara yang dilakukan di pura. Budaya lokal seperti Subak masih
terus lestari sampai saat ini karna Subak tidak semata mengatur teknis pengaturan dan
pembagian air pada sawah saja, tetapi juga sangat berpengaruh terhadap aspek sosial dan
religius masyarakat. Sistem Subak dapat meningkatkan ketahanan pangan di Bali, karna
adanya peraturan yang ketat maka kualitas dan kuantitas beras yang dihasilkan pun akan
unggul.
Selain itu bisa juga dengan pemakaian benih bersertifikat dimana benih
merupakan salah input penting dalam budidaya padi. Benih bersertifikat adalah benih
yang sudah teruji kualitasnya dan terjamin untuk dapat menghasilkan produksi padi
dengan kualitas yang baik. Adapun faktor penting dalam kebutuhan benih adalah
ketersediannya dalam kuantitas dan kualitas cukup, dan tersedia di waktu yang tepat pada
saat awal musim tanam. Dari penggunaan benih bersertifikat ini juga bisa untuk
meningkatkan ketahanan pangan yang ada di Indonesia. Hal ini bisa dilakukan secara
kombinasi dengan faktor-faktor iklim dan input lainnya, sehingga bisa dicapai kedaan
dimana mampu menghasilkan produktivitas dan hasil panen mendekati atau bahkan lebih
baik dari kondisi potensialnya.
Bisa juga dari penggunaan alat dan mesin pertanian. Dimana alat dan mesin
pertanian ini sangat mempermudah manusia dalam pekerjaannya untuk mengelola
sumber daya yang ada di Indonesia seperti bisa mempercepat kerja para petani untuk
memproduksi padi dan lainnya mempertahankan mutu hasil pertanian, meningkatkan
kapasitas kerja, meningkatkan efisiensi dan waktu, menurunkan biaya operasional
terutama pada biaya tenaga kerja.meningkatkan produktivitas tenaga kerja, dan juga
berperan mentransformasikan pertanian tradisional ke pertanian modern yang lebih
efisien dan efektif sehingga terjadi perubahan kultur bisnis. Hal ini membuktikan bahwa
dengan adanya peralatan dan mesin pertanian mampu meningkatkan ketahanan pangan di
Indonesia.
Dan terakhir menurut saya adalah dari peningkatan luas lahan. Yang juga sangat
berpengaruh untuk meningkatkan ketahanan pangan yang ada di Indonesia. Masalah
lahan mempunyai implikasi yang serius pada produksi pangan, lingkungan fisik, serta
kesejahteraan masyarakat pertanian dan wilayah daerahnya yang kehidupannya
bergantung pada lahannya. Semakin besar lahan maka akan semakin besar juga
produktivitas yang dihasilkan. Sehingga sangat dibutuhkan lahan yang subur dan
strategis. Dan penting juga dalam hal perluasan lahan pertanian (ekstensifikasi) sehingga
produksi pangan secara nasional dapat ditingkatkan. Ekstensifikasi dilakukan terutama
untuk kedelai, gula dan garam karena rasio impor terhadap produksi besar (30-70%).
Lahan yang diperluas diperuntukkan bagi petani miskin dan tunakisma (< 0.1 Ha), tetapi
mereka memiliki keahlian/pengalaman bertani. Untuk lahan kering yang potensial seluas
31 juta Ha dapat dimanfaatkan menjadi lahan usaha tani.

3. Jelaskan contoh aspek sosial budaya dari segi produksi yang dapat menghambat
ketahanan pangan!
Jawab :
Aspek sosial budaya dari segi produksi yang dapat menghambat ketahanan
pangan, khususnya beras adalah proses konversi lahan pertanian subur. Pada proses
konversi lahan pertanian subur terdapat masalah kepentingan (interest) dari berbagai
kelompok serta kontestasi kekuasaan antara kelas “kapitalis besar”, penguasa dan petani.
Dalam relasi kekuasaan itu kita berjumpa antara lain dengan masalah marginalisasi
pertanian dan kaum tani melalui sikap dan kebijakan pemerintah, baik disadari ataupun
tidak. Kebijakan tentang pupuk, reforma agraria, serta masalah irigasi merupakan contoh
mutakhir dalam konteks ini. Selain itu, ada pula nilai-nilai budaya, khususnya gelombang
materialisme, konsumerisme dan pragmatisme yang melanda masyarakat hingga ke
pelosok tanah air. Kekuatan gelombang materilisme, konsumerisme dan pragmatisme
dengan “kekuasaan” (power) penguasa dan penguasa, memudahkan para petani menjual
lahan mereka. Ada lagi masalah konstruksi sosial yang memandang bahwa usaha
pertanian itu identik dengan keterbelakangan dan kemiskinan. Itulah sebabnya cukup
banyak generasi muda yang tidak lagi tertarik untuk melanjutkan usaha pertanian orang
tuanya .
Adapun upaya yang bisa dilakukan untuk mendukung ketahanan pangan
pemerintah hendaknya mengubah kebijakan yang ada menjadi kebijakan yang
mendukung atau lebih berorientasi kepada petani, dan mengadakan moratorium alih
fungsi lahan di beberapa daerah. Selain itu, pemerintah juga seharusnya meningkatkan
sosialisasi kepada masyarakat bahwa bekerja di sektor pertanian tidak semuram dan
serumit yang mereka bayangkan.

4. Jelaskan contoh aspek sosial budaya dari segi konsumsi yang dapat menghambat
ketahanan pangan!
Jawab :
a. Pola konsumsi masyarakat yang bergantung pada salah satu jenis pangan sebagai
pangan pokok dapat menjadi penghambat dalam mewujudkan ketahanan pangan.
Masyarakat Indonesia sangat bergantung terhadap beras sebagai pangan pokok.
Ketergantungan yang sangat tinggi terhadap satu jenis pangan pokok akan
menyebabkan ketahanan pangan yang rapuh.
b. Produksi beras di Indonesia sering kali tidak mampu untuk memenuhi permintaan
beras masyarakat Indonesia yang sangat tinggi, sehingga pemerintah harus mengimpor
beras dengan sangat banyak setiap tahunnya. Ketergantungan terhadap impor beras
menyebabkan perekonomian Indonesia begitu terdampak ketika terjadi kenaikan harga
beras dunia yang menyebabkan ketahanan pangan sangat terancam.
c. Adanya pandangan bahwa nasi memiliki status sosial yang tinggi dibandingkan sumber
karbohidrat lainnya. Contohnya adalah beberapa masyarakat Nusa Tenggara Timur
yang sehari-harinya mengonsumsi jagung dan ubi, tetapi ketika ada tamu yang
berkunjung, maka mereka menghidangkan nasi sebagai tanda menghormati tamu
tersebut. Mereka tidak akan menghidangkan jagung dan ubi kepada tamu karena
dianggap status sosialnya lebih rendah. Konstruksi sosial ini turut menaikan
ketergantungan yang sangat tinggi terhadap beras. Kemudian, masyarakat dengan
status menengah keatas banyak yang memandang bahwa pangan impor lebih bergengsi
dibandingkan pangan lokal. Contohnya mereka lebih rela membeli roti yang berasal
dari tepung terigu dibandingkan panganan lokal seperti umbi-umbian.

5. Jelaskan contoh aspek sosial budaya dari segi pertambahan penduduk yang dapat
menghambat ketahanan pangan!
Jawab :
Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk yang sangat banyak dan akan
terus meningkat tiap tahunnya. Peningkatan jumlah penduduk yang akan terus meniingkat
ini akan sangat berpengaruh terhadap pemenuhan kedaulatan pangan. Hal ini terjdi karena
aloh fungsi laa pertanian untuk menjad lahan pemukiman dan industri juga akan terus
meningkat. Alih fungsi lahan menyebabkan penurunan produktivitas hasil pertanian
dikarenaan semkain sedkitnya lahan yang bisa digunakan untuk bercocok tanam. Selain
itu, jumlah petani yang bekerja juga akan terus berkurang karena petani lebih memilih
mata pencaharian yang lain. Petani berpindah mata pencaharian karena sudah jarangnya
lahan pertanian. Dengan semakin menyempitnya luas lahan pertanian dan semakin
bertambah pesatnya jumlah penduduk di Indonesia maka ketahanan pangan pun akan
semakin sulit dicapai.
Selain menyebabkan alih fungsi lahan, peningkatan jumlah penduduk juga akan
menyebabkan meningkatnya pencemaran ligkungan sekitar. Peningkatan jumlah industry
dan berbagai jenis kendaraan terutama kendaraan bermotor akanterus meningkat
sebanding dengan pertambahan penduduk yang ada. Hal ini tentu meningkatkan polusi
udara yang terjadi. Selain itu, limbah rumah tangga dan limbah industry juga akan
semakin banyak dan menumpuk yang dihasilkan lalu dialirkan ke sungai atau laut
sehingga pencemaran air pun akan semakin tinggi. Oleh sebab itu, peningkatan jumlah
penduduk sangat berpengaruh terhadap terhambatnya upaya untuk mencapai ketahanan
pangan.
Seiring dengan terus meningkatnya jumlah penduduk dan menurunnya produksi
pertanian, kemandirian pangan di Indonesia pun bisa dilihat memiliki potensi menurun.
Jika dianalogikan rata-rata pertumbuhan penduduk dan konsumsi beras per kapita tidak
berubah maka ini juga akan berpengaruh pada tingkat konsumsi kebutuhan masyarakat.
Saat tingkat konsumsi masyarakat Indonesia meningkat tajam begitupun jug dengan
pertumbuhan penduduk maka akan terjadi ketidakseimbangan yang akan menghambat
ketahanan pangan itu sendiri. Seperti tidak tercapainya semua kebutuhan pangan
masyarakat dengan gizi baik dan seimbang.
DAFTAR PUSTAKA

Fitrah Gunadia, R. S. (2018). Analisis Faktor-Faktor Teknologi dan Sosial Budaya yang
Mengancam Keberlanjutan Kemandirian Pangan Pokok di Provinsi Jawa Barat,
Indonesia. Journal of Natural Resources and Environmental Management, 9 (3): 658-
670.

Purwaningsih, Y. (2008). Ketahanan Pangan: Situasi, Permasalahan, Kebijakan, dan


Pemberdayaan Masyarakat. Jurnal Ekonomi Pembangunan, 9 (1): 1-26.

Rilus, K. A. (2009). Aspek Sosial Budaya Dalam Peningkatan Ketahanan Pangan. Bogor: Institut
Pertanian Bogor.

Rochaida, E. (2016). Dampak Pertumbuhan Penduduk Terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan


Keluarga Sejahtera di Provinsi Kalimantan Timur. Jurnal Ekonomi Pembangunan, 18
(1): 14-24.

Tim Penyusun . (2019). Modul Ketahanan Pangan. Serang: Tim Penyusun.

Anda mungkin juga menyukai