Anda di halaman 1dari 19

MODAL KETERSEDIAAN PANGAN RUMAHTANGGA

PADA TIPE AGROSISTEM PERSAWAHAN

OLEH :
NURMALASARI
08320200101

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2023
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pangan merupakan hal penting yang harus dipenuhi oleh setiap manusia untuk

keberlangsungan hidupnya. Tercukupinya asupan gizi yang terkandung dalam pangan

dan diserap oleh tubuh dapat menghasilkan sumberdaya manusia yang berkualitas.

Mengingat pentingnya memenuhi kecukupan pangan, maka setiap negara

mendahulukan akan mendahulukan pembangunan ketahanan pangannya sebagai

fondasi bagi pembangunan sektor-sektor lainnya. Oleh karena itu, Indonesia

berkomitmen untuk mewujudkan ketahanan pangan dan hal tersebut dituangkan dalam

Undang-undang No.7 tahun 1996 tentang pangan. Undang-undang tersebut

mendefinisikan ketahanan pangan sebagai suatu kondisi terpenuhinya pangan bagi

rumahtangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup dalam jumlah

maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau. Berdasarkan defenisi tersebut,

ketahanan pangan yang dimaksud tidak hanya di tingkat global, nasional, dan regional,

tapi juga sampai pada tingkat rumahtangga. Ketersediaan pangan nasional dan

regional tidak menjamin adanya ketahanan pangan rumahtangga atau individu, karena

ketersediaan pangan dan ketahanan pangan ditentukan oleh akses untuk mendapatkan

pangan (Saliem et al, 2005). Dampak dari ketiadaan akses terhadap pangan salah

satunya adalah ada beberapa daerah di Indonesia yang mengalamai krisis pangan yang

mengakibatkan terjadinya kasus kelaparan besar-besaran.

Padi merupakan salah satu komoditi terbesar yang berada di Jawa Tengah. Pada

seluruh provinsi di Indonesia padi digunakan sebagai makanan pokok utama yang
dikonsumsi oleh masyarakat. Pentingnya beras untuk dikonsumsi masyarakat

Indonesia, sehingga pemerintah tetap berupaya dalam menjaga dan meningkatkan

kualitas pada ketahanan pangan yang paling diutamakan yaitu dari sumber produksi

dalam negeri (Murdiyanto, 2018). Dalam memenuhi kebutuhan pangan

masyarakatnya, Indonesia sangat membutuhkan ketersediaan pangan dalam kisaran

jumlah yang cukup atau memadai serta dapat tersebar . Kebutuhan pangan sangat

diperlukan untuk menjamin terciptanya kesejahteraan bagi setiap warga negara.

Dengan tercapainya pemenuhan kebutuhan pangan tidak hanya terlihat dari kualitas

pangan yang mencukupi, akan tetapi harus memperhatikan dari kualitas, keamanan,

keragaman dari pangan tersebut (Ulul Karima, 2014). Pangan rumah tangga memiliki

kecukupan ketersediaan yang dapat dilihat dari makanan pokok yang dihasilkan

sendiri. Dengan cara membandingkan proporsi pada makanan pokok, merupakan

perhitungan dari kebutuhan pokok keluarga (Widyareni, 2011). Faktor dari

pendapatan menjadi sangat penting untuk penentuan pengeluaran rumah tangga, serta

dari pola konsumsi pangan keluarga. Jika pendapatan semakin meningkat maka hasil

dari konsumsi pangan akan menjadi lebih beragam-ragam dan menghasilkan pangan

yang bernilai gizi tinggi ini akan semakin meningkat (Arvianti et al., 2019).

Ketahanan pangan merupakan salah satu isu paling strategis dalam pembangunan

nasional, terlebih bagi negara berkembang seperti Indonesia. Menurut Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan menyatakan

bahwa “Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai

dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik
jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak

bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup

sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan”. Salah satu aspek penting dalam

membangun ketahanan pangan adalah ketersediaan pangan. Ketersediaan pangan

dapat diperoleh dari hasil produksi dalam negeri dan cadangan pangan Nasional serta

impor apabila kedua sumber utama tidak dapat memenuhi kebutuhan

Ketersediaan pangan merupakan salah satu pilar ketahanan pangan suatu rumah

tangga dalam mencukupi kebutuhan hidup. Ketersediaan pangan mencakup aspek

produksi sehingga dalam hal ini petani berperan penting dalam kegiatan usahatani

untuk meningkatkan ketersediaan pangan rumah tangga karena tanpa petani maka

lahan – lahan pertanianpun takan ada manfaatnya.

Ketersediaan pangan rumah tangga dapat dilihat dari ketersediaan pangan bahan

pokok yaitu (beras) yang dihasilkan sendiri terhadap kebutuhan pokok keluarga

kebutuhan yang dapat dihitung dengan cara membandingkan proporsi pangan pokok

yang dihasilkan sendiri terhadap kebutuhan pangan pokok keluarga serta Aksesibilitas

rumah tangga terhadap pangan dilihat dari kemudahan rumah tangga dalam

mendapatkan pangan yang diukur melalui daya beli rumah tangga, semakin tinggi

daya beli petani menjadikan tingkat ketahanan pangan menjadi lebih baik (Rahmawati

et al., 2020).

Masalah ketahanan pangan di Indonesia memiliki dua dimensi kepentingan,

yakni bagaimana agar masyarakat dapat mengakses pangan dengan harga terjangkau

dan di sisi lain bagaimana kesejahteraan petani dapat terlindungi. Hampir setiap
tahun, kita disibukkan dengan pro-kontra impor bahan pangan, mulai dari beras,

daging sapi, kedelai, hingga bawang merah. Menurut Hendiawan (2012) Ada banyak

persoalan yang menyebabkan hal itu terjadi. Salah satunya, data yang digunakan untuk

membuat kebijakan yang bersumber dari instansi resmi negara seringkali tidak

sinkron satu sama lain. Apalagi pada tataran perumusan dan eksekusi kebijakannya

di lapangan.

Masalah-masalah dalam ketahanan pangan sebenarnya tidak lagi sepenuhnya

hanya bersumber dari masalah ketersediaan dan akses pasar, tetapi juga termasuk

akibat kurangnya kesadaran masyarakat terhadap konsumsi pangan yang sehat. Oleh

karena itu masalah penyediaan pangan bisa melalui pendekatan program swasembada

pangan, akan tetapi secara empiris masih menimbulkan masalah yaitu sulitnya

mempertahankan secara konsisten kebijakan swasembada yang telah ditetapkan oleh

pemerintah. Disamping itu sampai tahap tertentu program swasembada pangan dapat

menyebabkan terabaikannya prinsip keunggulan komparatif dan kompetitif dari suatu

komoditi tertentu. Oleh karena itu program swasembada pangan dengan cara substitusi

impor akan tetap memerlukan biaya yang besar.

Kondisi ketahanan pangan Provinsi Sulawesi Selatan terlihat bahwa

pertumbuhan produksi pangan sumber pangan nabati mengalami peningkatan, kecuali

ubi kayu mengalami penurunan 7,86 persen, kacang tanah 9,80 persen , kacang hijau

14,88 persen dan buah-buahan 0,99 persen. Komoditas yang mengalami kenaikan

adalah padi 9.11 persen, jagung 20,00 persen, ubi jalar 7,94 persen, kedelai 47,62

persen dan sayur-sayuran 16,08 persen. Sementara itu, pangan sumber hewani yang
mengalami kenaikan cukup tinggi yakni ikan sebesar 51.59 persen, telur 24,44 persen

dan daging unggas 24,44 persen. Sedangkan daging ruminansia mengalami penurunan

sebesar 10,69 persen.

Sulawesi Selatan merupakan wilayah yang memiliki beragam tipe

agroekosistem, sehingga permasalahan ketahanan pangan pada setiap agroekosistem

tersebut juga menunjukkan permasalahan yang berbeda. Untuk tipe agroekosistem

pesisir permasalahan utama yang ada yaitu ketersediaan pangan yang kurang stabil,

tingkat upah dan pendapatan rumahtangga juga sangat rendah. Untuk tipe

agroekosistem persawahan permasalahan yang muncul yaitu penyerapan pangan yang

rendah, dan status gizi rumahtangga masih rendah, serta upah dan keragaan pekerjaan

sangat rendah. Untuk tipe agroekosistem pegunungan permasalahan yang muncul

adalah akses dan ketersediaan pangan yang rendah serta pendapatan rumahtangga yang

rendah.

Kabupaten Luwu merupakan salah satu wilayah di Sulawesi Selatan yang

termasuk wilayah lumbung pangan, terutama pangan strategis, seperti padi, jagung, dan

umbi-umbian. Namun demikian wilayah Kabupaten Luwu yang pada tipe agrosistem

persawahan masih tergolong wilayah rawan pangan akibat dari ketersediaan pangan

yang masih kurang.


1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka dapat

dirumuskan rumusan masalah dalam penelitian adalah sebagai berikut:

a. Bagaimana Kondisi Ketersediaan Pangan rumahtangga petani pada tipe

agroekosistem persawahan di Kabupaten Luwu.

b. Bagaimana tingkat ketersediaan pangan rumahtangga petani pada tipe

agroekosistem persawahan di Kabupaten Luwu

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah maka tujuan penelitian ini

adalah:

a. Mengetahui kondisi Akses Pangan rumahtangga petani yang terdiri dari pendapatan

kepala keluarga, pendapatan istri, pendapatan anggota keluarga, alokasi untuk

pangan, alokasi untuk non pangan pada tipe agroekosistem persawahan di

Kabupaten Luwu

b. Menganalisis tingkat akses pangan rumahtangga petani pada tipe agroekosistem

persawahan di Kabupaten Luwu

1.4. Kegunaan Penelitian


Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah :

a. Bagi peneliti, menambah wawasan dan pengetahuan terutama yang berkaitan

dengan topik penelitian dan merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar

sarjana pertanian di Universitas Muslim Indonesia.


b. Bagi pemerintah Kabupaten Luwu, penelitian ini berguna sebagai sumbangan

pemikiran dan bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan khususnya yang

berkaitan dengan Analisis Tingkat Ketersediaan Pangan Rumahtangga Petani

berdasarkan Skala Usahatani pada Tipe Agroekosistem Persawahan di Kabupaten

Luwu.

c. Bagi pembaca, penelitian ini berguna sebagai wacana dalam menambah

pengetahuan mengenai Analisis Tingkat Ketersediaan Pangan Rumahtangga

Petani berdasarkan Skala Usahatani pada Tipe Agroekosistem Persawahan di

Kabupaten Luwu.

d. Bagi peneliti lain, sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya.


II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teoritis


Ketahanan pangan bagi suatu negara merupakan hal yang sangat krusial,

terutama bagi Negara-negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat banyak

seperti Indonesia, dimana pada Tahun 2020 jumlah penduduk sebesar 220 juta jiwa

(Saragih, 1998) dan diperkirakan sebanyak 270 juta jiwa pada Tahun 2025 (Wibowo,

2000). Selanjutnya dikatakan bahwa dalam sejarah pembangaunan di Indonesia

memberikan indikasi bahwa masalah ketahanan pangan sangat erat kaitannya dengan

stabilitas perekonomi Negara (khususnya inflasi), biaya produksi ekonomi agregat

(biaya hidup) dan stabilitas politik nasional. Olehnya itu, ketahanan pangan menjadi

syarat mutlak dalam penyelenggaraan pembangunan nasional.

Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi ketahanan pangan regional/desa

maupun rumahtangga, dapat dirinci menjadi 3 faktor yaitu; (1) faktor ketersediaan

pangan rumahtangga, (2) faktor daya beli masyarakat, (3) pengetahuan pangan dan gizi

oleh masyarakat.

Dalam perkembangannya, ketersediaan pangan bermakna dua, yaitu terdapat

barangnya dan dapat dibeli dengan harga murah. Dengan demikian dalam hal pangan

diletakkan dalam konteks politik adalah pemerintah akan berusaha mempertahankan

ketersediaan pangan dalam jumlah cukup (bahkan kalau perlu melimpah) dan dengan

harga yang murah (bukan sekedar terjangkau).

Ketersediaan pangan (food availability) merupakan subsistem ketahanan pangan

yang terkait dengan sistem produksi baik produksi sendiri atau hasil yang diproduksi
daerah setempat maupun pasokan dari luar wilayah atau impor. Selain itu ketersediaan

pangan suatu wilayah juga dapat dihasilkan dari cadangan pangan rumahtangga dan

bantuan dari pihak tertentu dalam bantuan pangan.

Ketersediaan pangan adalah bagian daripada kasus ketersediaan pangan dalam

jumlah yang cukup aman dan bergizi untuk semua orang baik yang berasal dari

produksi sendiri, impor, cadangan pangan maupun bantuan pangan .ketersediaan

pangan merupakan upaya yang dilakukan guna mampu mencukupi pangan yang

didefenisikan sebagai jumlah kalori yang dibutuhkan untuk kehidupan yang aktif dan

sehat (Hanani, 2012)

Ketersediaan pangan. Menurut Suhardjo (1989) bila kebutuhan akan pangan

dipenuhi dari produksi sendiri, maka penghasilan dalam bentuk uang tidak begitu

menentukan. Kapasitas penyediaan bahan pangan dapat dipertinggi dengan

meningkatkan produksi pangan sendiri. Daerah yang memiliki perbedaan kondisi

agroekologi, akan memiliki potensi produksi pangan yang berbeda. Namun sebaliknya

jika kebutuhan pangan banyak tergantung pada apa yang akan dibelinya, maka

penghasilam (daya beli) harus sanggup membeli bahan makanan yang dapat

mencukupi baik kuantitas maupun kualitasnya.

Daya beli. Kemampuan membeli atau “daya beli” merupakan indikator dari

tingkat sosial ekonomi seseorang atau keluarga. Pembelian merupakan fungsi dari

faktor kemampuan dan kemauan membeli yang saling mempengaruhi (Hardhana,

1994). Menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi ke VII (LIPI, 1998) kurangnya

ketersediaan pangan untuk keluarga mempunyai signifikansi dengan; (1) income


keluarga, (2) jumlah anggota rumahtangga dalam keluarga dan (3) potensi desa.

Rendahnya pendapatan yang diterima merupakan suatu hambatan yang menyebabkan

orang tidak mampu membeli pangan dalam jumlah yang diperlukan (Sajogyo, 1996).

Untuk keluarga dan masyarakat yang mempunyai penghasilan rendah,

mempergunakan sebagian besar dari pendapatannya untuk membeli makanan,

(Suhardjo, 1989).

Pengetahuan Pangan dan gizi. Secara umum perilaku konsumsi makanan

seseorang atau keluarga sangat erat dengan wawasan atau pengetahuan yang dimiliki

dan terhadap (sistem) nilai tindakan yang dilakukan. Jika ditelusuri lebih lanjut, sistem

nilai tindakan itu dipengaruhi oleh pengalaman pada masa lalu yang berkaitan dengan

pelayanan gizi/kesehatan/KB; (1) ciri-ciri sosial yang dimiliki (umur, jenis/golongan

etnik, pendidikan, pekerjaan dan sebagainya, (2) informasi pangan, gizi dan kesehatan

yang pernah diterimanya dari berbagai sumber (Susanto, 1994).

2.1.1. Aspek Ketersediaan Pangan


Aspek Ketersediaan (Food Availability) yaitu ketersediaan pangan dalam

jumlah yang cukup aman dan bergizi untuk semua orang dalam suatu negara baik yang

berasal dari produksi sendiri, impor, cadangan pangan maupun bantuan pangan.

Ketersediaan pangan ini diharapkan mampu mencukupi pangan yang didefinisikan

sebagi jumlah kalori yang dibutuhkan untuk kehidupan yang aktif dan sehat.

Ketersediaan pangan per kapita yaitu ketersediaan jenis pangan yang tersedia untuk di

konsumsi oleh rumah tangga, pedagang eceran, perusahaan/industri makanan jadi,


rumah makan dan sejenisnya pada periode tertentu. Ketersediaan pangan

mengisyaratkan adannya rata-rata pasokan pangan yang cukup tersedia setiap saat.

Ketersediaan dan aksesibilitas masyarakat terhadap pangan sangat dipengaruhi

oleh aspek fisik dan aspek ekonomi.Aspek fisik yang ditentukan oleh indikator

distribusi bahan pangan sampai ke tingkat rumah tangga di pedesaan yang tentunya

mencakup fungsi tempat, ruang dan waktu.Sedangkan aspek ekonomi ditentukan oleh

kemampuan daya beli masyarakat terhadap pangan tersebut.Oleh karena ketersediaan

pangan tersebut sangat berpengaruh terhadap keberlanjutan hidup manusia maka aspek

pengelolaan dan akses terhadap pangan menjadi hal yang sangat penting.Faktor yang

dapat menjadi tantangan bagi keberlangsungan hidup manusia adalah ancaman rawan

pangan.

2.1.2. faktor-faktor ketersedian pangan

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan pangan, yaitu :

1. Produksi : peningkatan produksi pangan dan kualitas pangan dapat dilakukan

dengan program intensifikasi budidaya dan diversifikasi pangan antara lain dengan

usaha pengolahan bahan pangan menjadi produk pangan yang menpunyai nilai

tambah.

2. Pasokan pangan dari luar (impor)

3. Cadangan pangan merupakan salah satu sumber penyediaan pangan penting bagi

pemantapan ketahan pangan. Pengelolaan cadangan yang baik akan dapat

menanggulangi masalah pangan seperti adanya gejolak harga yang tidak wajar,
atau keadaan darurat karena adanya bencana atau paceklik yang berkepanjangan,

sehingga membatasi aksesibilitas pangan masyarakat.

4. Bantuan pangan

5. Jumlah penduduk (Nuhfil Hanani AR, 2009)

Dalam aspek ketersediaan pangan, masalah pokok adalah semakin terbatas dan

menurunnya kapasitas produksi dan daya saing pangan nasional. Hal ini disebabkan

oleh faktor faktor teknis dan sosial – ekonomi, yaitu :

1. Teknis

a. Berkurangnya areal lahan pertanian karena derasnya alih lahan pertanian ke non

pertanian seperti industri dan perumahan (laju 1%/tahun).

b. Produktifitas pertanian yang relatif rendah dan tidak meningkat.

c. Teknologi produksi yang belum efektif dan efisien.

d. Infrastruktur pertanian (irigasi) yang tidak bertambah selama krisis dan

kemampuannya semakin menurun.

e. Masih tingginya proporsi kehilangan hasil pada penanganan pasca panen (10-

15%).

f. Kegagalan produksi karena faktor iklim seperti El-Nino yang berdampak pada

musim kering yang panjang di wilayah Indonesia dan banjir .

2. Sosial- ekonomi

a. Penyediaan sarana produksi yang belum sepenuhnya terjamin oleh pemerintah.


b. Sulitnya mencapai tingkat efisiensi yang tinggi dalam produksi pangan karena

besarnya jumlah petani (21 juta rumah tangga petani) dengan lahan produksi yang

semakin sempit dan terfragmentasi (laju 0,5%/tahun).

c. Tidak adanya jaminan dan pengaturan harga produk pangan yang wajar dari

pemerintah kecuali beras.

d. Tata niaga produk pangan yang belum pro petani termasuk kebijakan tarif impor

yang melindungi kepentingan petani.

e. Terbatasnya devisa untuk impor pangan sebagai alternatif terakhir bagi penyediaan

pangan.
2.2. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu adalah upaya peneliti untuk mencari perbandingan dan

selanjutnya untuk menemukan inspirasi baru untuk penelitian.

Tabe 1. Peneitian Terdahulu

Nama,
No Tujuan Hasil Penelitian
Tahun Judul
1 Wiwit, R. Untuk mengetahui pola Hasil penelitian menunjukkan
(2014) pengadaan pangan bahwa pangan pokok yang
“Ketersediaan pokok beras. tersedia di rumah tangga
Pangan
petani padi baik sawah irigasi
Pokok Pada
Rumah maupun sawah tadah hujan
Tangga berasal dari produksi sendiri
Petani Padi dan ada yang berasal dari
Sawah Irigasi pembelian.
Tadah Hujan
Di Kabupaten
Karanganyer”

2 Siti, M. untuk mengetahui Ketersediaan pangan


(2017) ketersediaan pangan pokok rumah tangga dapat
“Ketersediaan rumah tangga petani digunakan sebagai acuan
Pangan dan padi anggota lumbung banyaknya jumlah pangan
Fktor-Faktor pangan dan faktor- yang tersedia untuk
yang faktor yang memenuhi kebutuhan
mempengaruh mempengaruhi konsumsi rumah tangga.
i ketersediaan ketersediaan pangan Faktor-faktor yang
pangan rumah tangga di mempengaruhi
rumah. Kecamatan ketersediaan pangan
Ambarawa. rumah tangga petani
Nama,
No Tujuan Hasil Penelitian
Tahun Judul
tangga petani anggota lumbung pangan di
padi anggota Kecamatan Ambarawa
lumbung adalah luas lahan, pendapatan
pangan
rumah tangga, tingkat
dikecamatan
ambarawa pendidikan dan umur petani,
kabupaten dimana variabel luas lahan
pringsewu. dan umur petani berpengaruh
positif, sedangkan variabel
tingkat pendidikan dan
pendapatan rumah tangga
berpengaruh negatif terhadap
ketersediaan pangan rumah
tangga petani padi anggota
lumbung pangan
3 Lapeti, S. untuk mendapatkan Ketersediaan pangan
(2010) gambaran tentang adalah satu hal yang
“Ketersediaan ketersediaan pangan penting, meskipun faktor
Pangan Di bagi seluruh wilayaJi ini saja tidak cukup untuk
Kabupaten Kecamatan di menggambarkan
Rokan Hulu” Kabupaten Rokan ketahanan pangan di suatu
Hulu. wilayah. Ketersediaan
pangan tidak hanya
diperoleh dari produksi
pangan serealia di suatu
wilayah, tetapi juga
berasal dari kondisi netto
ekspor dan impor yang
diperoleh melalui berbagai
jalur. Meskipun demikian,
pada tingkat mikro,
misalnya tingkat
Kabupaten dan tingkat
yang lebih rendah, sangat
sukar sekali untuk
mengetahui arus
pemasukan dan
pengeluaran pangan
serealia tersebut.
2.3. Kerangka Pikir Penelitian

Kabupaten Luwu Sulawesi Selatan terdapat berbagai desa yang mampu

menghasilkan pangan padi dengan jumlah yang besar. Pada kondisi ini apakah

Kabupaten Luwu mampu menyediakan pangan, sehingga masyarakat mampu

mengakses pangan dengan mudah. Pada dasarnya masyarakat tani di Kabupaten Luwu

mampu mengakses pangan dari hasil bertani dan bantuan pemerintah. Sehingga tingkat

ketersediaan pangan masyarakat tani tidak begitu jelas, maka dalam penelitian ini,

mencoba menganalisis tingkat Ketersediaan pangan rumah tangga diKabupaten

Luwu, Berdasarkan skala usahatani pada tipe agroekosistem persawahan.


Sistem Ketahanan
Pangan

Ketahanan Pangan
Rumahtangga

Agrosistem
Persawahan

Lahan luas Lahan sedang Lahan sempit

Pangan Utama

Pendapatan Pendapatan Pendapatan Alokasi Alokasi


Kepala Istri Anggota Pendapatan Pendapatan Untuk
Rumahtangga Rumahtangga Untuk Pangan Non Pangan

Peningkatan
Ketersediaan Pangan
Rumahtangga

Peningkatan
Ketahanan Pangan

Gambar 1 : Kerangka Pemikiran Model Ketersediaan Pangan Rumahtangga


Petani Pada Agrosistem Persawahan di Kabupaten Luwu.
2.4. Hipotesis
Berdasarkan uraian pada latar belakang dan rumusan masalah maka hipotesis

dalam penilitian ini adalah:

a. Komponen sosial ekonomi rumahtangga petani yang menentukan Ketersediaan

pangan berdasarkan tipe agrosistem persawahan di Kabupaten Luwu memenuhi

kecukupan Pangan.

b. Meningkatnya Ketersediaan pangan rumah tangga petani pada tipe agroekosistem

persawahan di Kabupaten Luwu

Anda mungkin juga menyukai