Anda di halaman 1dari 13

PERTANIAN DAN KETAHANAN

PANGAN
DI INDONESIA PADA MASA
PEMERINTAHAN 2014-2019

Ai Nurmayanti
Niki Andana
Pitri Nuraeni
Reva Aulia Rachman
Siti Ira Arsiyah
Tita Hawa Grahayani
Sektor pertanian merupakan sektor yang
mendapatkan perhatian cukup besar dari
pemerintah dikarenakan peranannya yang sangat
penting dalam rangka pembangunan ekonomi jangka
panjang maupun dalam rangka pemulihan ekonomi
bangsa. Peranan sektor pertanian adalah sebagai
sumber penghasil bahan kebutuhan pokok, sandang
dan papan, menyediakan lapangan kerja bagi sebagian
besar penduduk, memberikan sumbangan terhadap
pendapatan nasional yang tinggi, memberikan devisa
bagi negara dan mempunyai efek pengganda
ekonomi yang tinggi dengan rendahnya
ketergantungan terhadap impor (multiplier effect),
yaitu keterkaitan input-output antar industri,
konsumsi dan investasi.
Pengaruh Sektor Pertanian dalam
Kondisi Perekonomian
 Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan strategis
dalam stuktur permbangunan perekonomian nasional. Peranan sektor
pertanian adalam sebagai sumber penghasil bahan kebutuhan pokok,
sandang dan papan, menyediakan lapangan kerja bagi sebagian besar
penduduk, memberikan sumbangan terhadap pendapatan nasional yang
tinggi dan memberikan devisa bagi negara.
 Pertanian adalah kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang dilakukan
oleh manusia untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku industri atau
sumber energi serta untuk mengelola lingkungan hidupnya.
 Pertanian dalam arti luas meliputi sektor pertanian, perikanan, peternakan
dan perkebunan. Pembangunan sektor pertanian bertujuan untuk
pemenuhan pangan dan gizi serta menambah pendapatan (kesejahteraan)
masyarakat. Hal ini dapat diwujudkan dengan menggalakkan pembangunan
sektor pertanian dengan sistem agribisnis dimana pembangunan dengan
sistem agribisnis ini diharapkan dapat meningkatkan kuantitas produktivitas,
kualitas, pemasaran dan efisiensi usaha pertanian baik yang dikelola secara
mandiri maupun secara kemitraan.
Visi, Misi dan Tujuan Kementerian
Pertanian tahun 2015-2019
1.Visi Kementerian Pertanian
Kabinet Kerja telah menetapkan visi yang harus diacu oleh Kementerian/Lembaga, yaitu
“Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong
Royong”.
2. Misi Kementerian Pertanian
Dalam rangka mewujudkan visi diatas, maka misi Kementerian Pertanian adalah :
 Mewujudkan kedaulatan pangan.
 Mewujudkan sistem pertanian bioindustri berkelanjutan.
 Mewujudkan kesejahteraan petani.
 Mewujudkan reformasi birokrasi.
3. Tujuan
 Sebagai penjabaran dari Visi dan Misi Kementerian Pertanian, maka tujuan pembangunan
pertanian perioder 2015-2019 yang ingin dicapai yaitu:
 Meningkatkan ketersediaan dan diversifikasi untuk mewujudkan kedaulatan pangan.
 Meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk pangan dan pertanian.
 Meningkatkan ketersediaan bahan baku bioindustri dan bioenergi.
 Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani.
 Meningkatkan kualitas kinerja aparatur pemerintah bidang pertanian yang amanah dan
profesional.
4. Sasaran Strategi Kementerian Pertnaian
Sasaran strategi merupakan indikator kinerja
Kementerian Pertanian dalam pencapaian tujuan yang
telah diteteapkan. Sasaran yang ingin dicapai dalam
periode 2015-2019 adalah :
 Swasembada padi, jagung dan kedelai serta
peningkatan produksi daging dan gula.
 Peningkatan diversifikasi pangan.
 Peningkatan komoditas bernilai tambah, berdaya saing
dalam memenuhi pasar ekspor dan substitusi impor.
 Penyedia bahan baku bioindustri dan bioenergi.
 Peningkatan pendapatan keluarga petani.
 Akuntabilitas kinerja aparatur pemerintah yang baik.
Strategi Kementerian Pertanian
Dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran, maka
Kementerian Pertanian menyusun dan melaksanakan
Tujuh Strategi Utama Penguatan Pembangunan
Pertanian untuk Kedaulatan Pangan (P3KP) sebagai
berikut :
 Peningkatan ketersediaan dan pemanfaatan lahan.
 Peningkatan infrastruktur dan sarana pertanian.
 Pengembangan dan perluasan logistik benih/bibit.
 Penguatan kelembagaan petani.
 Pengembangan dan penguatan pembiayaan
pertanian.
 Pengembangan dan penguatan bioindustri dan
bioenergi.
 Penguatan jaringan pasar produk pertanian.
Definisi Ketahanan Pangan
Menurut Undang-Undang RI Nomor 7 tahun 1996 tentang pangan, Ketahanan
Pangan didefinisikan sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga
yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup dalam jumlah maupun
mutu, aman, merata dan terjangkau. Menurut definisi tersebut maka ketahanan
pangan sebagai pemenuhan kondisi-kondisi sebagai berikut :
 Terpenuhinya pangan dengan kondisi ketersediaan yang cukup, diartikan
kertersediaan pangan dalam arti luas, mencakup pangan yang berasal dari
tanaman, ternak dan ikan untuk memenuhi kebutuhan atas karbohidrat,
protein, lemak, vitamin dan mineral serta turunannya, yang bermanfaat bagi
pertumbuhan kesehatan manusia.
 Terpemuhinya pangan dengan kondisi yang aman, diartikan bebas dari
gangguan biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan
dan membahayakan kesehatan manusia, serta aman dari kaidah agama.
 Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang merata, diartikan pangan yang
harus tersedia setiap saat dan merata di seluruh tanah air.
 Terpenuhinya pangan dengan kondisi terjangkau, diartikan pangan mudah
diperoleh rumah tangga dengan harga yang terjangkau.
Indeks Ketahanan Pangan
Ketahanan pangan merupakan suatu kondisi
terpenuhinya pangan bagi negara sampai
dengan perseorangan, yang tercermin dari
tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah
maupun mutunya, aman, beragam, bergizi,
merata dan terjangkau serta tidak
bertentangan dengan agama, keyakinan, dan
budaya masyarakat untuk dapat hidup sehat,
aktif dan produktif secara berkelanjutan.
Untuk mengetahui tingkat ketahanan pangan
suatu wilayah beserta faktor-faktor
pendukungnya,
Untuk mengetahui tingkat ketahanan pangan suatu wilayah beserta
faktor-faktor pendukungnya, telah dikembangkan suatu sistem penilaian
dalam bentuk IKP yang mengacu pada definisi ketahanan pangan dan
subsistem yang membentuk sistem ketahahan pangan.
Di indonesia sendiri, pada akhir tahun 2014 lalu, indeks Ketahanan
Indonesia berada di peringkat ke-72 dunia. Kemudian di akhir tahun
2018, nilai indeksnya naik tujuh poin hingga mencapai peringkat ke-65
dunia.

Hal tersebut tentu bukanlah hasil yang memuaskan, karena tantangan


yang dihadapi Indonesia cukup beragam. Mulai dari lonjakan harga,
tingginya korupsi, minimnya pengembangan pertanian, sampai kualitas
makanan yang masih di bawah rata-rata dunia.
Hal itu tercatat dalam Global Food Security Index 2018,
laporan kondisi ketahanan pangan dunia yang dirilis
Economist Intelligence Unit (EIU). EIU adalah unit
penelitian khusus dari The Economist Group, perusahaan
media asal Inggris yang berfokus membuat analisa bisnis
internasional. Sejak tahun 2012 EIU melakukan studi
terkait ketahanan pangan di 113 negara termasuk
Indonesia.
EIU menyusun indeks penilaian berdasarkan tiga
factor yaitu :

1. Harga Pangan : Bersiap Hadapi Perubahan Iklim

Meski telah menunjukkan perbaikan peringkat, ketahanan pangan


Indonesia masih berada di kisaran rata-rata dunia. Global Food Security
Index 2018 menyebut bhawa tingkat affordability pangan Indonesia
mendapat skor sebesar 55,2 dari 100. Ukuran affordability meliputi
kemampuan masyarakat dalam membeli makanan, kesiapan menghadapi
lonjakan harga, serta kebijakan negara yang terkait pemenuhan pangan
nasional. Berdasarkan data EIU, tingkat affordability Indonesia masih
perlu diperbaiki melalui peningkatan Pendapatan Domestik Bruto
(PDB) per kapita. Hal itu diperlukan agar masyarakat siap menghadapi
lonjakan harga pangan akibat perubahan iklim.
2. Stok Pangan : Stop Korupsi, Kembangkan
Penelitian

Dalam hal availability atau ketersediaan bahan pangan,


Indonesia mendapat skor 58,2 dari 100. Artinya, tingkat
ketersediaan pangan Indonesia masih tergolong rata-rata
dan masih memiliki berbagai tantangan.
Dalam laporan EIU, tantangan pertama adalah korupsi.
EIU menilai bahwa korupsi bisa mengakibatkan
inefisiensi dalam pengelolaan sumber daya alam dan
mengganggu ketersediaan bahan pangan.
EIU menilai bahwa korupsi di Indonesia memiliki risiko
tinggi untuk mengganggu besaran stok dan distribusi
bahan pangan, dengan skor risiko sebesar 3 dari total 4
poin. Minimnya perhatian pemerintah untuk riset
pertanian juga menjadi tantangan mendesak.
3. Kualitas Pangan : Protein Masih di Bawah
Rata-Rata

Dalam hal quality and safety, Indonesia mendapat skor yang


cukup rendah yakmi 44,5 dari 100. EIU mencatat bahwa
pemerintah Indonesia sudah sangat baik dalam beberapa hal,
seperti dalam pembuatan standar nutrisi nasional, publikasi
panduan menu sehat serta pemantauan kondisi gizi masyarakat.
Namun demikian, kualitas protein yang dikonsumsi masyarakat
Indonesia masih berada di bawah rata-rata dunia. EIU
menggunakan metodologi Protein Digestibility Corrected
Amino Acid Score (PDCAAS) untuk mengukur kualitas protein
dalam bahan pangan.
Dan hasilnya, Indonesia baru mencapai skor 39,3 dari 100.
Padahal negara lain rata-rata sudah mampu mencapai skor
PDCAAS sebesar 58 poin. Di samping protein, kualitas vitamin
A serta keragaman menu pangan Indonesia juga masih di bawah
rata-rata.

Anda mungkin juga menyukai