A. PENDAHULUAN
Pangan merupakan kebutuhan pokok yang sangat mendasar bagi manusia
dan menjadi salah satu hak asasi manusia yang harus terpenuhi. Dalam hal
pemenuhan kebutuhan pangan, UUD 1945 telah mengamanatkan kewajiban
negara untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat yang tertuang dalam
pasal 28I ayat 4.
Untuk itu, pemerintah mencanangkan sejumlah program dan langkah untuk
pemenuhan pangan. Namun, seringkali langkah yang diambil dinilai kurang
tepat sehingga tidak mampu memenuhi ketahanan pangan. Pasalnya nestapa
kelaparan masih melekat dan menghantui masyarakat.
Selain itu, permasalahan di bidang pertanian sebagai pemenuhan pangan
juga belum bisa menemui titik terang. Misalnya, pemenuhan bahan pangan.
Institute For Development of Economies merilis bahwa 60% pemenuhan
kebutuhan pangan Indonesia masih ditopang impor dari luar negeri. Tentu, ini
menjadi ironis, mengingat Indonesia selalu digaungkan sebagai negara agraris
yang kaya akan sumber daya alam. Namun, ternyata belum mampu memenuhi
kebutuhan dasar masyarakatnya.
Dalam hal pemenuhan bahan pangan melalui impor akan mengakibatkan
terjadinya persaingan antara produk lokal dan impor. Meskipun tujuan
pemerintah untuk memenuhi kebutuhan pangan Indonesia, tetapi seringkali
impor tak terkendali sering terjadi. Hal ini senada dengan Wiguna (2014),
apabila produksi barang dan jasa luar negeri memiliki kualitas baik dengan
harga yang lebih murah maka kecenderungan mengimpor barang atau jasa dari
negara lain akan terjadi. Kebijakan impor yang tidak efisien akan berimbas pada
menurunnya kesejahteraan petani akibat beras lokal kalah saing. Oleh karena
itu, pemerintah dan masyarakat perlu bijak dalam mengambil keputusan dan
mengawal kebijakan impor.
B. TINJAUAN LITERATUR
1. Konsep Ketahanan Pangan
World Food Summit 1996 telah menjelaskan konsep ketahanan
pangan sebagai kondisi ketika seluruh masyarakat memiliki akses fisik dan
ekonomi untuk memenuhi kebutuhan pangan dan nutrisinya untuk
kehidupan yang aktif dan sehat. Lebih lanjut, Nuhfil Hanani (2008)
menjelaskan bahwa untuk mencapai kebutuhan pangan terdapat lima unsur
yang harus terpenuhi, antara lain (i) berorientasi pada rumah tangga dan
individu, (ii) dimensi waktu setiap saat pangan tersedia dan dapat diakses;
(iii) menekankan pada akses pangan rumah tangga dan individu, baik fisik,
ekonomi dan sosial; (iv) berorientasi pada pemenuhan gizi; dan (v)
ditujukan untuk hidup sehat dan produktif.
Melihat keempat dimensi tersebut, dapat disimpulkan bahwa
paradigma ketahanan pangan ini bersifat kompleks dan memiliki
keterkaitan dengan berbagai aspek. Salah aspek utamanya ialah aspek sosial
ekonomi yang melihat bagaimana ketahanan pangan terwujud melalui
penguatan perekonomian, penurunan angka kemiskinan, dan kemampuan
masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pangannya sendiri, serta sejumlah
variabel makro ekonomi lainnya.
Disamping itu, faktor ketersediaan bahan pangan juga menjadi kunci
utama. Hal ini erat kaitannya dengan jumlah lahan pertanian yang kemudian
memengaruhi hasil produksi bahan pangan. Lebih lanjut, aspek ini juga
berkaitan dengan jumlah penduduk suatu negara.
Dengan luasnya cakupan ketahanan pangan, sehingga ketahanan
pangan ini menjadi suatu konsep yang bersifat multidimensional. Oleh
sebab itu, diperlukan Indeks Ketahanan Pangan (IKP) yang mengukur
ketahanan pangan secara komprehensif dengan menggabungkan sejumlah
indikator terkait, sehingga dapat menggambarkan kondisi ketahanan
pangan. Dalam praktiknya, IKP ini biasanya menilai kondisi ketahanan
pangan pada daerah tertentu yang kemudian dibandingkan dan dianalisis
untuk menjadi bahan pertimbangan dalam mengambil kebijakan.
Secara yuridis, Undang - undang Republik Indonesia No 18 tahun
2012 tentang pangan, menjelaskan bahwa negara berkewajiban
mewujudkan ketahanan pangan secara berkelanjutan. Lebih lanjut,
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 Tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah
Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, telah diatur bahwa
ketahanan pangan merupakan urusan wajib dilaksanakan oleh Pemerintah
Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Artinya,
pemerintah daerah memiliki kewenangan dan tanggung jawab dalam
mewujudmakan ketahanan pangan di daerahnya.
Untuk itu, terdapat Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang
Ketahanan Pangan yang diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor
65 tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Ketahanan
Pangan Provinsi dan Kabupaten/Kota. Standar Pelayanan Minimal (SPM)
bidang ketahanan pangan merupakan ketentuan tentang jenis dan mutu
pelayanan dasar dalam bidang ketahanan pangan yang menjadi tolak ukur
prestasi baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
Dalam SPM Bidang Ketahanan Pangan, terdapat empat jenis
pelayanan dasar, seperti ketersediaan dan cadangan pangan, distribusi dan
akses pangan, penganekaragaman dan keamanan pangan, dan penanganan
kerawanan pangan. Untuk itu, pemerintah daerah wajib memastikan
ketersediaan pangan dengan menyusun Neraca Bahan Makanan (NBM).
NBM ini menggambarkan penyediaan/pengadaan (supply) dan penggunaan
pangan (demand) pada periode tertentu. Selain itu, pemerintah juga harus
memperhatikan kondisi cadangan pangan untuk memastikan ketersediaan
pangan bagi masyarakat.
Namun, dalam praktiknya terdapat sejumlah permasalahan yang
mengakibatkan jumlah ketersediaan pangan tidak dapat memenuhi
kebutuhan masyarakat. Untuk itu, pemerintah melakukan impor kebutuhan
pangan. Serta, dalam hal kelimpahan bahan pangan pemerintah dapat
melakukan ekspor bahan pangan. Dengan demikian, secara hukum ketika
pemerintah mampu melakukan ekspor bahan pangan seharusnya
pemerintah tidak perlu melakukan impor beras.
2. Kebijakan Ekspor/Impor
Dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri,
pemerintah senantiasa memantau dan memastikan kondisi cadangan pangan
dalam negeri dengan melihat kondisi nasional maupun global.
Kebijakan impor beras seringkali menjadi polemik tersendiri.
Misalnya pada awal 2021, pemerintah berencana mengimpor beras melalui
kesepakatan bersama dengan Thailand dan Vietnam. Hal ini berdasarkan
adanya peringatan dari Food and Agriculture Organization (FAO), bahwa
kondisi pandemi dapat berpotensi menjadi krisis pangan akibat terbatasnya
tenaga kerja di sektor pertanian. Pemerintah bermaksud memastikan
ketersediaan beras sepanjang 2021 dan menjaga kestabilan harga beras.
Kebijakan ini pun mengundang pro dan kontra. Pasalnya data BPS
memproyeksikan produksi gabah akan meningkat 26.88 % selama Januari
– April 2021. Selain itu, adanya proyeksi surplus 4.8 juta ton beras karena
prediksi panen raya yang akan berlangsung sepanjang bulan Januari - April.
Kedua data tersebut menunjukkan kondisi cadangan beras Indonesia masih
lebih dari cukup, sehingga tidak perlu melakukan impor.
Lebih lanjut, peneliti Indef, Enny Sri Hartati menilai pemerintah
terlalu reaktif dalam mengambil keputusan impor yang justru dapat
mengurangi daya saing produk pertanian dalam negeri. Padahal seharusnya,
Indonesia berpotensi untuk memenuhi swasembada pangan.
Kebijakan impor yang diambil pemerintah sejatinya memiliki
pengaruh besar bagi masyarakat pada umumnya dan petani pada khususnya.
Seperti yang sudah dijelaskan di atas, petani dihadapkan pada sejumlah
masalah yang mengakar. Belum lagi, kebijakan impor yang justru
menjatuhkan harga gabah petani dan menurunkan pendapatan petani.
D. PENUTUP
Pemerintah memiliki tanggung jawab penuh untuk memenuhi kebutuhan
pangan masyarakat. Untuk itu, pemerintah dapat mengeluarkan kebijakan untuk
memenuhi kebutuhan pangan, baik melalui penguatan produktivitas petani lokal
maupun impor.
Kebijakan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan pangan melalui impor
merupakan kebijakan yang cukup wajar. Dengan catatan, pemerintah telah
mempertimbangkan sejumlah indikator terkait dengan seksama. Serta melihat
kondisi pertanian nasional.
Dalam praktiknya, pemenuhan kebutuhan pangan juga harus didorong
dengan kekuatan produksi petani lokal dan tidak hanya bertumpu pada kekuatan
impor luar negeri. Dalam hal ini, pemerintah dan masyarakat harus percaya dan
mendorong kekuatan produksi beras lokal.
Adapun sejumlah saran yang diajukan, antara lain :
• Membenahi permasalahan pertanian dalam negeri melalui pembiayaan
pengembangan teknologi pertanian
• Mendorong sosialisasi dan penyuluhan pertanian untuk meningkatkan
kualitas sumber daya manusia bidang pertanian
• Mendorong usaha perluasan lahan pertanian secara efisien dan efektif
• Melakukan kebijakan impor secara bijaksana tanpa merugikan petani
• Pemerataan hasil produksi pertanian secara menyeluruh
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Regulasi
Peraturan Menteri Perdagangan No.1 tahun 2018
Peraturan Menteri Pertanian No.65 tahun 2010
Sumber Jurnal
Kumala Sari, Ratih. (2014). Analisis Impor Beras di Indonesia. Economics
Development Analysis Journal. Vol. 3
Daulay, Murni. (2015). Analisis Keterkaitan Produktivitas Pertanian dan Impor
Beras di Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Keouangan. Vol 8
Pakpahan, Agus. Pergeseran Dalam Indeks Kelaparan Global (Global Hunger
Index) 2002 – 2017 : Implikasi Terhadap Kebijakan Pertanian, Pangan, dan
Kualitas Sumber Daya Manusia Indonesia. Forum Penelitian Agro Ekonomi.
Vol. 35
Dewan Ketahanan Pangan. (2006). Kebijakan Umum Ketahanan Pangan. Jurnal
Gizi dan Pangan.
Suharyanto, Heri. (2011). Ketahanan Pangan. Jurnal Sosial Humaniora. Vol 4.
Ariani, Mewa. 2002. Ketahanan Pangan : Konsep, Pengukuran, dan Strategi. Jurnal
FAE. Volume 20.
Endang Rahayu, Sri. (2019). Analisis Perkembangan Produksi Beras dan Impor
Beras di Indonesia. Hasil Penelirian dan Pengabdian Masyarakat.
Fikri Alan, Muhammad. (2019). Kebijakan Impor Beras di Indonesia : Suatu
Pendekatan Ekonomika dan Hukum. Jurnal Yuridis
Amir Husry, Andi. (2020). Peran Pemerintah Daerah dalam Mendukung Ketahanan
Pangan Nasional. Jurnal Ilmiah WIDYA Non-Eksakta. Vol. 1
M. Fagi, Achmad. (2013). Ketahanan Pangan Indonesia dalam Ancaman : Strategi
dan Kebijakan Pemantapan dan Pengembangan. Jurnal Analisis Kebijakan
Pertanian. Vol. 11
Sumber Website
Kemendag. (2021, Oktober 31). Ketentuan Ekspor dan Impor Beras Retrieved from
Ketentuan Ekspor dan Impor Beras.pdf (kemendag.go.id)
Seogiono, Kevin. (2021, Oktober 28). Akibat Pandemi, Indeks Ketahanan Pangan Indonesia
Kembali Melorot. Retrieved from https://lokadata.id/artikel/akibat-pandemi-
indeks-ketahanan-pangan-indonesia-kembali-melorot
Reily, Michael. (2021, Oktober 29). Indef : Impor Pangan Tidak Efektif Menstabilkan Harga.
Retrieved from https://katadata.co.id/ekarina/berita/5e9a55fbe7c60/indef-
impor-pangan-tidak-efektif-menstabilkan-harga
Info Alumni IPB. (2021, Oktober 30). Indef : Sektor Pertanian Belum Tumbuhkan Ekonomi.
Retrieved from https://haipb.ipb.ac.id/berita/indef-sektor-pertanian-belum-
tumbuhkan-ekonomi
Rachmawan, Dicky. (2021, Oktober 31). Indonesia Krisis Padi atau Krisis Petani?. Retrieved
from https://pmb.brin.go.id/indonesia-krisis-padi-atau-krisis-petani/
Utama, Ahadian. (2021, Oktober 27). Penelitian FAO : 19.4 Juta Penduduk Indonesia
Masih Alami Kelaparan. Retrieved from
https://www.voaindonesia.com/a/pemelitian-fao-sembilan-belas-koma-empat-
juta-penduduk-indonesia-masih-mengalami-kelaparan/2817021.html
Portal Informasi Indonesia. (2021, Oktober 29). Mengawal Ketersediaan Pangan Nasional.
Retrieved from https://www.indonesia.go.id/narasi/indonesia-dalam-
angka/ekonomi/mengawal-ketersediaan-pangan-nasional
Ayu, Ipak. (2021, Oktober 28). Teknologi Rendah Jadi Masalah Produktivitas Pertanian.
Retrieved from :
https://ekonomi.bisnis.com/read/20201130/99/1324365/teknologi-rendah-
jadi-masalah-produktivitas-pertanian.