Anda di halaman 1dari 6

1.

PENGERTIAN KRISIS PANGAN


A. Pengertian Krisis Pangan Menurut Undang-Undang
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012
tentang Pangan, Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama
dan pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin di
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai
komponen dasar untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas.
Sedangkan krisis adalah setiap peristiwa yang sedang terjadi (atau diperkirakan)
mengarah pada situasi tidak stabil dan berbahaya yang memengaruhi individu,
kelompok, komunitas, atau seluruh masyarakat.
Pasal 1 ayat 29 menyatakan bahwa Krisis Pangan adalah kondisi
kelangkaan pangan yang dialami sebagian besar masyarakat di suatu wilayah
yang disebabkan oleh, antara lain, kesulitan distribusi pangan, dampak perubahan
iklim, bencana alam dan lingkungan, dan konflik sosial, termasuk akibat perang.
Krisis Pangan menurut Henry Saragih (2008) adalah masalah klasik bangsa
ini, sebuah ironi bagi negara agraris yang tanahnya subur dan gemah ripah loh
jinawi. Krisis pangan saat ini terjadi dimana kebutuhan pangan Indonesia telah
tergantung kepada impor, dan harganya naik tak terkendali.
Krisis pangan juga dimaknai sebagai high and volatile food prices have
become the new normal. Tanda-tanda krisis pangan sudah semakin terlihat.
Negara-negara yang semula bisa memberi makan kepada penduduk dunia, kini
harus mengimpor pangan untuk mengisi sebagian kebutuhan yang tidak bisa
dipasok dari dalam negeri. Salah satu contoh negara yang dimaksud adalah
Indonesia.
Untuk menilai bahwa suatu daerah atau sebagian wilayah di Indonesia
mengalami krisis pangan adalah berdasarkan Pasal 42 Peraturan Pemerintah
Nomor 17 Tahun 2015 Tentang Ketahanan Pangan Dan Gizi, yang pada intinya
menyatakan bahwa kriteria krisis pangan adalah sebagai berikut:
1) Penurunan ketersediaan pangan pokok bagi sebagian besar masyarakat
dalam jangka waktu tertentu.
2) Lonjakan harga pangan pokok dalam jangka waktu tertentu.
3) Penurunan konsumsi pangan pokok sebagian besar masyarakat untuk
memenuhi kebutuhan pangan sesuai norma gizi.
B. Penyebab Ancaman Krisis Pangan di Indonesia
Ancaman krisis pangan tidak secara tiba-tiba akan datang menimpa bangsa
Indonesia, melainkan ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya
krisis pangan di Indonesia. Salah seorang pakar bidang mengelolaan sumber daya
perairan di Indonesia mengatakan bahwa krisis pangan ditentukan oleh tiga faktor
utama.
Faktor pertama terkait pelaku. Pelaku yang memanfaatkan kawasan
perairan tawar, pesisir dan laut untuk melakukan eksploitasi sumber daya
perikanan yang merugikan sumber daya dan lingkungan. Faktor kedua adalah
suplai sumber daya perikanan terkait sekali dengan kemampuan alam untuk
menyediakan stok populasi sumber daya secara maksimal. Faktor kebijakan
pemerintah menjadi alasan yang ketiga. Kebijakan sektor perikanan cenderung
berorientasi ekonomi yang menguntungkan komoditi perikanan komersial dan
bernilai ekonomi tinggi. Kebijakan ini sering mengabaikan keseimbangan tatanan
sistem ekologi yang dapat merugikan komoditi perikanan lainnya.
Kepala Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan (PSP3) Institut
Pertanian Bogor, Sofyan Sjaf menyayangkan selama ini Indonesia gagal
menciptakan kedaulatan pangan bagi rakyatnya. Sehingga saat pandemi yang
terjadi seperti sekarang ini, pemerintah seolah baru tersadar bahwa krisis pangan
merupakan ancaman nyata. Menurut Sofyan, ada tujuh fakta miris kenapa
Indonesia gagal dalam kedaulatan pangan.
1) Fakta pertama, desa sebagai tempat atau fokus produksi dan reproduksi
pangan, serta pertanian sebagai basis ekonomi rumah tangga tidak
pernah dikelola dengan baik oleh pemerintah. Padahal 73,14 persen
masyarakat desa bergantung pada pertanian dan 15,11 persen lainnya
adalah wilayah pesisir atau nelayan.
2) Fakta kedua, banyak tenaga kerja muda (produktif) di pedesaan tidak
tertarik mengurus pertanian. Mereka memilih untuk bermigrasi ke kota.
Fenomena ini biasanya disebut sebagai loss generation. Sofyan
mengatakan, berdasarkan data BPS, 61,8 persen petani berusia di atas
45 tahun dan hanya 12,2 persen petani yang berusia di bawah 35 tahun.
3) Fakta ketiga, terjadi pelemahan objek maupun subjek pangan (reforma
agraria).
4) Fakta keempat, mandeknya kebaruan pendekatan dalam pembangunan
pertanian di pedesaan.
5) Fakta kelima, yang tak kalah miris menurut Sofyan adalah alokasi
penggunaan Dana Desa tidak tepat sasaran untuk mengembangkan
potensi desa. Sofyan menilai beberapa program yang diselenggarakan
dari dana desa justru tidak memiki daya ungkit untuk membangkitkan
ekonomi pedesaan. Padahal menurutnya, Dana Desa bisa dialokasikan
untuk program ketahanan pangan.
6) Fakta keenam, kehadiran lembaga ekonomi rakyat seperti BUMDES,
tidak diorientasikan sebagai kelembagaan yang berfungsi untuk
mengkonsolidasikan kekuatan ekonomi pedesaan baik dari produksi,
konsumsi hingga distribusi. Sofyan menilai harusnya lembaga ekonomi
rakyat bisa berfungsi sebagai konsolidasi kekuatan ekonomi desa.
7) Fakta ketujuh, tidak adanya data desa yang presisi. Tak heran jika
penyaluran bansos terkesan berantakan dan kerap terjadi konflik
kepentingan elit sebab desa-desa tidak mempunyai data-data akurat
soal kependudukan.

C. Dampak Krisis Pangan di Indonesia


Peristiwa yang terjadi pada tahun 1997 merupakan awal dari perubahan
pemerintahan di Indonesia yang sekian lama dibelenggu oleh kepemimpinan
Presiden Soeharto. Di sisi lain perubahan yang dinanti oleh masyarakat ini tidak
sesuai keinginan masyarakat itu sendiri. Mengapa tidak, beberapa harga
kebutuhan bahan pokok mulai tidak stabil termasuk harga 9 bahan pokok
melonjak naik. Kenaikan harga ini kemudian memicu ketidakstabilan politik di
Indonesia yang akhirnya mengeluarkan berbagai kebijakan oleh pemerintah.
Salah satu kebijakan pemerintah termasuk pengadaan impor gula, daging, beras,
dan beberapa pangan lainnya dirasa kurang menggembirakan bagi masyarakat
Indonesia hingga saat ini.
Pada tahun 2007-2008, harga pangan di pasar internasional kembali
melonjak. Saat itu yang menjadi pemicu adalah melonjaknya harga minyak
mentah dunia. Hal ini menjadi perhatian bagi banyak negara di dunia khususnya
negara-negara berkembang untuk memberi perhatian lebih pada aspek
ketersediaan pangan. Menipisnya ketersediaan pangan atau terjadinya krisis
pangan akan mempengaruhi roda perekonomian Indonesia. Ketika terjadi krisis
pangan, pangan akan langka, kelangkaan ini menyebabkan harga terus melonjak.
melonjaknya harga ini akan memicu terjadinya konflik sehingga mempengaruhi
roda perpolitikan. Dampak lain yang terjadi di Indonesia akibat terjadinya krisis
pangan adalah kelaparan. Tidak hanya di Indonesia, melainkan kelaparan juga
terjadi di berbagai belahan dunia.
Selain kelaparan, dampak lain dari krisis pangan yang terjadi di Indonesia
adalah ketergantungan akan impor. Saat ini Indonesia termasuk pengimpor beras
terbesar dengan jumlah 2,5 juta ton beras per tahun. Selain beras juga mengimpor
2 juta ton gula dan 1,2 juta ton kedelai. Jika ini tidak secepatnya diantisipasi oleh
pemerintah, maka tidak mustahil Indonesia akan mengalami seperti yang terjadi
di negara Haiti yang menjadi salah satu negara krisis pangan dengan penghasil
beras produksi 170.000 ton beras per tahun masih mengalami krisis pangan.

D. Berita Terbaru mengenai Krisis Pangan

Indef: Krisis Pangan Global yang Dikhawatirkan Jokowi akan Terjadi

Tim gabungan Satgas Pangan memeriksa harga komoditas pangan yang dijual di salah satu pasar
swalayan di Surabaya, Jawa Timur, Rabu (18/12/2019). ANTARA FOTO/Didik Suhartono/pd.

tirto.id - Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance


(Indef) Bustanul Arifin mengatakan ancaman krisis pangan semakin berpotensi
terjadi di tahun 2021. Bustanul mengatakan sejumlah indikator mulai menunjukan
krisis pangan agaknya semakin dekat dari yang diperkirakan.
“Krisis pangan yang dikhawatirkan presiden tahun lalu itu akan muncul sekarang
karena tanda-tanda sudah makin kenceng di global,” ucap Bustanul dalam diskusi
virtual bertajuk ‘Harga Jagung Melambung’, Selasa (20/4/2021).

Bustanul Arifin yang juga merupakan Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas
Lampung (Unila) merujuk pada data Food and Agricultural Organization (FAO)
food price index terkini. Angkanya terus naik dari 95,1 poin pada Maret 2020
menjadi 108,5 poin pada akhir Desember 2020. Per Januari 2021 menjadi 113,3
poin dan menjadi 118,6 poin pada Maret 2021.

“Coba lihat mulai Oktober 2020 ke sini (Maret 2021). Food price index global
udah makin tinggi,” ucap Bustanul.

Ia mengatakan ada kenaikan tren berbagai harga komoditas pangan internasional


yang terjadi dalam 10 bulan terakhir. Misalnya indeks harga produk susu atau
dairy dari 101,5 poin Maret 2020 menjadi 117,4 poin Maret 2021.

Cereal naik dari 97,7 poin Maret 2020 ke 123,6 poin Maret 2021. Minyak sayur
dari 85,5 poin di Maret 2020 ke 159,2 poin di Maret 2021. Gula juga sama dari
73,9 poin Maret 2020 ke 96,2 poin Maret 2021. Kecuali daging yang turun dari
99,4 poin di Maret 2020 ke 98,9 poin Maret 2021.

Bustanul mengaku sempat mengira ancaman krisis pangan masih relatif jauh.
Pasalnya ia mendapati produksi pangan dunia masih cukup baik dan harga di
sejumlah negara masih terjaga baik bahkan hingga akhir tahun 2020. Sayangnya
tren saat ini menunjukan sebaliknya.

“Tahun ini (2021) perlu persiapan ekstra,” ucap Bustanul.

Reporter: Vincent Fabian Thomas


Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Restu Diantina Putri

https://tirto.id/indef-krisis-pangan-global-yang-dikhawatirkan-jokowi-akan-
terjadi-gc7e
Daftar Pustaka:
https://tirto.id/indef-krisis-pangan-global-yang-dikhawatirkan-jokowi-akan-terjadi-gc7e
dan beberapa PDF

Anda mungkin juga menyukai