Anda di halaman 1dari 13

Kajian Permasalahan Pertanian

Dari Dulu Hingga Sekarang

A. Pendahuluan

Indonesia adalah negara agraris dan sebagian besar penduduknya bermata


pencaharian di bidang pertanian. Sebenarnya negara ini spesial karena dikarunia
kondisi alam yang mendukung, hamparan lahan yang luas, keragaman hayati yang
berlimpah, serta beriklim tropis dimana sinar matahari terjadi sepanjang tahun
sehingga bisa menanam sepanjang tahun. Kenyataan sumber daya dalam seperti
ini seharusnya bisa membangkitkan indonesia menjadi negara yang makmur,
tecukupi kebutuhan pangan seluruh warganya. Meskipun hingga saat ini nyatanya
belum terpenuhi , pertanian menjadi salah satu sektor riil yang memiliki peran
sangat penting dalam membantu penghasilan devisa negara.

Berdasarkan data yang diperoleh dari BPS (Badan Pusat Statistik) Tahun
2020 sekitar 268 juta jiwa pemduduk indonesia. Sebagai negara agraris,
mayoritas penduduk indonesia telah memanfaatkan sumber daya alam yang
menjadi kebutuhan hidupnya dan salah satunya ialah menggantungkan hidup
pada sektor pertanian.

Sangat disayangkan, sebagai negara agraris Indonesia masih bergantung


pada impor, petani masih saja miskin dan banyak usia produktif meninggalkan
pertanian. Kondisi tersebut disebabkan karena beberapa faktor yang terjadi yaitu
secara geografi, Indonesia berpotensi terkena dampak bencana alam. Kebijakan
pemerintah, dimana kebijakan pemerintah kurang pro-petani, ditambah adanya
pandemi virus covid-19, sangat mempengaruhi kehidupan manusia di semua
sektor, pertanian termasuk sektor yang terdampak pandemi ini. Kebijakan-
kebijakan akibat pandemi sangat mempengaruhi sektor pertanian. Berikut
merupakan permasalahan pertanian dari dulu hingga hilir :
1. Permasalahan pertanian sebelum adanya pandemi covid-19

Petani masih miskin

Berdasarkan data BPS, 29 juta jiwa penduduk indonesia masih berada di


bawah garis kemiskinan dimana 18 juta jiwa tersebut berada di pedesaan.
Selain itu, Nilai Tukar Petani sekitar 100-105 sejak 2010, dibandingkan dengan
target batas bawah RPJMN, yaitu 115-120,6 Hal ini menunjukkan petani
(nelayan, peternak, perkebun) Indonesia belum sejahtera. Penyebab lemahnya
NTP dapat dilihat dari IT atau IB. Dari segi IT, sulitnya diversifikasi konsumsi
pangan karena budaya masyarakat Indonesia yang memiliki kebutuhan pokok
tertentu yang sulit berubah atau dengan kata lain, ketergantungan konsumsi
pangan masih tinggi. Dari segi IB, keterlambatan bantuan input usaha pertanian
seperti benih dan pupuk sering terjadi. Biasanya anggaran belum bisa dicairkan
dengan mudah pada awalawal tahun, padahal petani harus segera memulai
penanaman di awal tahun.

Nilai Tukar Petani

Sumber : BPS

Petani tetap hidup miskin karena petani tidak punya hak untuk menetapkan
kebijakan pertanian pada semua level. Asosiasi pertanian yang ada di Indonesia
tidak memihak petani. Di India sudah diberlakukan Farmer Jury. Ini
berdampak pada gerakan kedaulatan pangan di India.
Dengan 1,2 miliar penduduk masih bisa ekspor 4,5 juta ton beras, 2,2 juta ton
jagung, dan 4,2 juta ton tepung kedelai tahun 2011. 8 Bandingkan dengan
Indonesia yang penduduknya hanya 240 juta tapi banyak impor berbagai
komoditas.

Ketergantungan Impor

Impor tanaman pangan menempati 74% dari total impor yang dilakukan
pemerintah. Sedangkan impor peternakan, holtikultura, dan perkebunan sebesar
8 – 9%. Pada Desember 2013, ekspor perkebunan meliputi minyak sawit,
kelapa, karet dan gula tebu sebesar 96%. Namun produk perkebunan yang
diekspor merupakan bahan mentah dan sebagian impor merupakan bahan jadi.
Impor dilakukan sebagian besar untuk konsumsi, bukan untuk proses produksi.
Hal ini menunjukkan sangat tergantungnya pemenuhan konsumsi domestik
terhadap impor.

Ekspor dan Impor Sektor Pertanian Desember 2013

Sumber: BPS, diolah


Banyak Usia Produktif Meninggalkan Pertanian

Grafik berikut menunjukkan penurunan jumlah rumah tangga usaha


pertanian dari 2015 ke 2019. Hal ini dapat disimpulkan bahwa usia produktif di
Indonesia berkurang, mereka lebih tertarik bekerja pada non pertanian
dikarenakan kurangnya dukungan pemerintah pada sektor pertanian. jika sektor
pertanian menjadi kurang menarik bagi usia produktif, kemungkinan terbesar
10 tahun lagi, sektor pertanian Indonesia akan makin terpuruk.

Sumber: BPS
2. Faktor yang mempengaruhi permasalahan pertanian

Faktor Geografis

Penyebab penurunan produktivitas pertanian bisa disebabkan diluar


kendali manusia seperti seperti bencana alam dll. Indonesia terletak di cincin
api pasifik, sehingga Indonesia akan lebih sering terkena dampak bencana
alam.

Statistik Bencana Alam

Sumber: Annual Disaster Statistical Review 2012, CRED

Menurut Annual Dissaster Statistical Review 2012, yang dilakukan oleh


CRED (Centre for Research on the Epidemiology of Disaster), Indonesia
menempati posisi ke-4 untuk negara-negara yang sering mengalami bencana
alam. Pada 2012, Indonesia mengalami 4 kejadian Geophysical (gempa bumi,
gunung meletus, kekeringan), 9 kejadian hydrological (banjir) dan 2 kejadian
meteorological (badai).

Upaya yang dapat dilakukan pemerintah adalah bekerja sama dengan


lembaga lain seperti BNPB, BMKG dll untuk memitigasi potensi kerugian
yang harus ditanggung petani akibat terjadinya bencana alam dan anomali
cuaca. Selain itu, pemerintah dapat mendorong penelitian dan pengembangan
benih yang berpotensi yang lebih adaptif dan lebih berumur pendek yang
disesuaikan dengan perubahan iklim.

Faktor Kebijakan Pemerintah

Selama ini, Pemerintah berupaya membuat berbagai kebijakan Pertanian


namun program dan kebijakan yang telah digulirkan masih belum sepenuhnya
berjalan secara terpadu, efisien dan efektif. Hal ini dapat terlihat dari tidak
pernah tercapainya target di sektor pertanian di Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014.

Salah satu kebijakan yang tidak pro-petani adalah Keputusan MA No.70


Tahun 2014 yang membatalkan Perpres No 31/2007. Aturan yang mulai
berlaku 22 Juli 2014, menyatakan semua produk pertanian segar yang
dihasilkan petani dikenai PPN sebesar 10% untuk produk segar pertanian,
perkebunan, hortikultura dan hasil hutan. Selain berlaku bagi barang impor,
aturan itu juga berlaku bagi barang lokal. Barang-barang yang dikenai PPN dari
Pengusaha Kena Pajak meliputi produk perkebunan, yakni kakao, kopi, kelapa
sawit, biji ,daun teh, daun tembakau, biji tanaman perkebunan dan sejenisnya.
Komoditas hotrikultura yakni pisang, jeruk, mangga, salak, dan sejenisnya.
Tanpa PPN saja, produk pertanian Indonesia sudah kalah bersaing dengan
produk impor apalagi ditambah kewajiban PPN.

Menurut Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Winarno Thohir


mengakui secara umum kebijakan pemerintah belum bisa mengangkat nasib
petani, apalagi nelayan. Menurutnya, petani Indonesia belum menerima
perlindungan yang layak, apalagi terhadap beberapa serbuan produk-produk
pertanian impor.

Tak hanya itu, ia menilai dari segi anggaran, dan permodalan, pemerintah
masih belum memberikan harapan yang sesuai. Buktinya, anggaran yang
dialokasikan untuk pertanian masih 5%. Sangat jauh dibandingkan alokasi
untuk pendidikan yang mencapai 20 persen dari RAPBN.
Dari data data diatas terlihat sudah banyak permasalahan yang terjadi.
Pandemi covid -19 merupakan kejadian luar biasa yang terjadi hampir di seluruh
bagian dunia dan menjadi ancaman secara global. Pandemi covid-19 tidak hanya
berdampak pada sektor kesehatan saja, namun pandemi covid-19 juga memberikan
dampak tidak langsung kepada hampir seluruh sektor kehidupan. Dengan adanya
pandemi ini menyebabkan kewaspadaan kepada masyarakat sehingga merubah
perilaku dalam beraktivitas dan konsumsi. Hal ini menyebabkan dampak yang
besar terhadap keadaan ekonomi. Pandemi covid-19 mempengaruhi kehidupan
manusia di semua sektor, pertanian termasuk sektor yang terdampak pandemi ini.

Menurut Anggota Komisi IV DPR RI Charles Meikyansah menilai salah


satu sektor yang sangat terdampak pandemi Covid-19 dan perlu mendapatkan
perhatian pemerintah adalah sektor pertanian. Di mana, sektor ini merupakan yang
terbesar dan berpengaruh terhadap hajat hidup masyarakat. “Pada masa Pandemi
Covid-19 terjadi penurunan kesejahteraan petani, yang dapat dilihat berdasarkan
data Nilai Tukar Petani (NTP) dan Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian
(NTUP) yang mengalami penurunan. Penurunan NTP sebesar 102,09 atau turun
1,22% dibandingkan dengan NTP bulan sebelumnya,” jelas Charles. Ditambahkan
Charles, penurunan NTP terjadi karena adanya penurunan Indeks Harga yang
Diterima Petani (lt) yaitu sebesar 1,08%, sedangkan Indeks Harga yang Dibayar
Petani (Ib) naik sebesar 0,14%. Data NTUP pada Maret 2020 menunjukkan
adanya penurunan sebesar 102,90 atau turun 1,18% dibandingkan dengan NTUP
bulan sebelumnya.

Berkaca pada data tersebut, Pemerintah harus memperhatikan


kesejahteraan petani dengan cara melakukan intervensi kebijakan yang berpihak
kepada petani. Penurunan NTP dan NTUP berdampak tidak baik terhadap petani,
khususnya di tengah perlambatan ekonomi di tengah pandemi saat ini.
2. Permasalahan pertanian disaat adanya pandemi covid-19

Petani Merugi

Dilansir dari Kompas.com (7/8/2020), Jono, seorang petani cabai di lereng


Gunung Merapi, Boyolali, Jawa Tengah, mengatakan bahwa harga jual cabai
anjlok. Harga jual cabai rawit turun drastis menjadi Rp 7.000 per kilogram.
Padahal harga normal cabai awalnya bisa mencapai Rp 20.000 per kilogram.
Dengan harga yang turun drastis, Jono mengungkapkan bahwa petani jelas
kesulitan.

Penurunan harga jual ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu,

1. Pembatasan transportasi dan ekonomi akan menggangu sistem pangan yang


berjalan di Indonesia. Diperkirakan 80 persen konsumen di negara
berkembang terutama perkotaan mengandalkan pasar atau dari tempat lain
untuk sumber pangan mereka, sehingga dengan diterapkannya pembatasan
sosial dan transportasi akan mengganggu proses pendistribusian pangan
tersebut (CSIS, 2020). Hal ini tentu saja dapat semakin meningkat dengan
dikeluarkannya beberapa kebijakan untuk mengurangi penyebaran COVID-
19, seperti Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di berbagai wilayah di
Indonesia. Penutupan perbatasan yang berimbas pada lambatnya proses
distribusi pangan juga mempengaruhi kualitas kesegaran produk pertanian
yang berakibat pada penurunan harga komoditas pertanian di sejumlah
wilayah di Indonesia.

2. COVID-19 ini menyebakan terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)


massal atau kehilangan pekerjaan secara bersama-sama banyak penduduk
Indonesia. Menurut Suryani Motik, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan
Industri Indonesia bidang UMKM, korban pemutusan hubungan kerja
(PHK) akibat pandemi COVID-19 bisa mencapai 15 juta jiwa (CNN
Indonesia, 1 Mei 2020). Fenomena kehilangan pekerjaan secara masal
mengakibatkan menurunnya daya beli masyarakat serta permintaan pasar
yang dapat berimbas pada komoditas pertanian yang semakin tertekan.
3. Berbagai aktifitas sosial masyarakat yang berdampak ekonomi terhenti
seperti hajatan, kumpul-kumpul, serta silaturahmi yang biasanya hampir
setiap akhir pekan dilakukan oleh masyarakat dan pada umumnya
membutuhkan logistik yang cukup besar dalam penyelenggaraannya.
Terlebih pada bulan Ramadan, hampir seluruh masjid di Indonesia yang
biasanya mengadakan buka puasa bersama saat ini tidak dapat dilakukan,
sehingga permintaan akan bahan makanan semakin menurun.

4. Turunnya minat konsumen yang lebih banyak membeli lewat online shop,
sehingga menyebabkan permintaan pasar menjadi kurang sehingga harga
pun menurun agar produk dapat terjual

5. Pemerintah masih belum berkontribusi membeli produk pertanian untuk


sebarkan sebagai bantuan pemerintah, agar sektor pertanian bisa tetap
berjalan.

Berikut adalah data perkembangan harga pangan di seluruh pasar, di


seluruh kabupaten/kota pada awal masa pandemi per tanggal 28 Februari 2020 – 4
Maret 2020 dan tanggal 15 September – 18 Septenber berdasarkan data dari Pusat
Informasi Harga Pangan Strategis Nasional

[Terlampir]

Dari kedua tabel dapat dilihat bahwa beberapa komoditi mengalami


penurunan harga seperti pada bawang-bawangan dan cabai-cabaian, hal ini
dipengaruhi oleh minat beli konsumen yang menurun pula.
Rekomendasi

Kebijakan dan program pangan dari masing-masing instansi harus


dipersatukan menjadi kebijakan dan program nasional yang sistematis, konsisten
dan terpadu.

Upaya-upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah adalah melalui kebijakan dan
program:
 Pemerintah harus menetapkan harga minimum untuk hasil produksi
pertanian dalam negeri untuk menjamin kestabilan harga jual komoditas
pertanian.
 Pemerintah harus memberikan subsidi pupuk, alat pertanian, kapal, bibit,
obat hewan peliharaan dan memberikan pengawasan terhadap mekanisme
pemberian subsidi-subsidi tersebut.
 Pemerintah harus menjamin irigasi, jalan dan jembatan serta angkutan
gratis/murah untuk distribusi produksi pertanian.
 Pemerintah harus menjembatani kerja sama dengan lembaga lain seperti
BNPB, BMKG dll untuk memitigasi potensi kerugian yang harus
ditanggung petani akibat terjadinya bencana alam dan anomali iklim.
 Pemerintah harus memberikan keringanan pajak untuk setiap hektar
tanah/jumlah peliharaan yang dimiliki
 Pemerintah harus memberikan kredit murah (subsidi bunga) untuk petani
khususnya petani kecil.
Daftar Pusataka

Wahyuningsih, Sri.,” Diversifikasi Pertanian Menuju Pertanian Tangguh Dalam


Upaya Memantapkan Struktur Ekonomi Pedesaan,” Jurnal Mediagro,  VOL.4.
No.1 (2008): 1-11.
Wijayanti, Diana.,” Dampak Politik Pangan Terhadap Sektor Pertanian,” Jurnal
Ekonomi Pembangunan, Volume 8: 49-52.
Bank Dunia,” Prioritas Masalah Pertanian di Indonesia,” Agriculture Sector
Review Indonesia, August 2003, Carana Corporation for USAID: 1-2.
Sri Wahyuningsih,” Diversifikasi Pertanian Menuju Pertanian Tangguh Dalam
Upaya Memantapkan Struktur Ekonomi Pedesaan,” Jurnal Mediagro,  VOL.4.
No.1(2008):4-6.
Diana Wijayanti,” Dampak Politik Pangan Terhadap Sektor Pertanian,” Jurnal
Ekonomi Pembangunan, Volume 8: 49-50.

Kompas. Petani Merugi Saat Sektor Pertanian Tumbuh di Tengah Pandemi


Corona, Apa
Masalahnya?.https://www.kompas.com/tren/read/2020/09/12/160500965/petani-
merugi-saat-sektor-pertanian-tumbuh-di-tengah-pandemi-corona-apa?page=all.
Diakses pada 20 september 2020
https://mediaindonesia.com/read/detail/321306-pertanian-jadi-sektor-terbesar-
yang-terdampak-pandemi. Diakses pada 20 september 2020
Utami, Dian wahyu. Ketahanan Pangan dan Ironi Petani ditengah pandemi covid-
19. https://kependudukan.lipi.go.id/id/berita/53-mencatatcovid19/879-ketahanan-
pangan-dan-ironi-petani-di-tengah-pandemi-covid-19. Diakses pada 20 september
2020
Pusat informasi harga Pangan Strategis Nasional, 2020.
http://hargapangan.id/tabel-harga/pasar-tradisional/daerah. Diakses pada 21
september 2020
Sibuea, posman. "Darurat Pangan Saat Pandemi Covid-19''. 2020.
https://analisis.kontan.co.id/news/darurat-pangan-saat-pandemi-covid-19. Diakses
pada 21 September 2020
Lampiran
No. Komoditas(Rp) 28/02/2020 02/03/2020 03/03/2020 04/03/2020

I Beras Rp 11,850 Rp 11,850 Rp 11,850 Rp 11,850


1 Beras Kualitas Bawah I (kg) Rp 10,850 Rp 10,800 Rp 10,850 Rp 10,850
2 Beras Kualitas Bawah II Rp 10,450 Rp 10,450 Rp 10,500 Rp 10,450
(kg)
3 Beras Kualitas Medium I Rp 11,900 Rp 11,900 Rp 11,950 Rp 11,900
(kg)
4 Beras Kualitas Medium II Rp 11,700 Rp 11,700 Rp 11,750 Rp 11,700
(kg)
5 Beras Kualitas Super I (kg) Rp 13,150 Rp 13,150 Rp 13,150 Rp 13,150
6 Beras Kualitas Super II (kg) Rp 12,700 Rp 12,650 Rp 12,700 Rp 12,650
II Daging Ayam Rp 33,400 Rp 33,100 Rp 32,950 Rp 33,000
1 Daging Ayam Ras Segar Rp 33,400 Rp 33,100 Rp 32,950 Rp 33,000
(kg)
III Daging Sapi Rp 118,050 Rp 117,800 Rp 117,950 Rp 117,850
1 Daging Sapi Kualitas 1 (kg) Rp 121,600 Rp 121,300 Rp 121,450 Rp 121,300
2 Daging Sapi Kualitas 2 (kg) Rp 112,750 Rp 112,600 Rp 112,750 Rp 112,750
IV Telur Ayam Rp 25,650 Rp 25,550 Rp 25,600 Rp 25,550
1 Telur Ayam Ras Segar Rp 25,650 Rp 25,550 Rp 25,600 Rp 25,550
(kg)

V Bawang Merah Rp 37,150 Rp 36,850 Rp 36,900 Rp 36,750


1 Bawang Merah Ukuran Rp 37,150 Rp 36,850 Rp 36,900 Rp 36,750
Sedang (kg)
VI Bawang Putih Rp 46,500 Rp 46,100 Rp 46,050 Rp 45,750
1 Bawang Putih Ukuran Rp 46,500 Rp 46,100 Rp 46,050 Rp 45,750
Sedang (kg)
VII Cabai Merah Rp 45,000 Rp 44,050 Rp 43,150 Rp 43,050
1 Cabai Merah Besar (kg) Rp 51,500 Rp 50,050 Rp 49,150 Rp 49,250
2 Cabai Merah Keriting (kg) Rp 42,500 Rp 41,750 Rp 40,700 Rp 40,400
VIII Cabai Rawit Rp 38,550 Rp 38,300 Rp 38,450 Rp 38,400
1 Cabai Rawit Hijau (kg) Rp 36,200 Rp 36,250 Rp 36,050 Rp 36,100
2 Cabai Rawit Merah (kg) Rp 40,550 Rp 39,750 Rp 40,050 Rp 39,850
IX Minyak Goreng Rp 13,750 Rp 14,000 Rp 13,750 Rp 13,750
1 Minyak Goreng Curah (kg) Rp 12,450 Rp 14,200 Rp 12,400 Rp 12,400
2 Minyak Goreng Kemasan Rp 14,650 Rp 14,650 Rp 14,650 Rp 14,650
Bermerk 1 (kg)
3 Minyak Goreng Kemasan Rp 13,900 Rp 13,900 Rp 13,900 Rp 13,900
Bermerk 2 (kg)
X Gula Pasir Rp 14,850 Rp 15,000 Rp 15,200 Rp 15,350
1 Gula Pasir Kualitas Rp 15,400 Rp 15,450 Rp 15,600 Rp 15,750
Premium (kg)
2 Gula Pasir Lokal (kg) Rp 14,500 Rp 14,700 Rp 14,950 Rp 15,200
No. Komoditas(Rp) 15/09/2020 16/09/2020 17/09/2020 18/09/2020
I Beras Rp 11,800 Rp 11,800 Rp 11,800 Rp 11,800
1 Beras Kualitas Bawah I Rp 10,750 Rp 10,750 Rp 10,750 Rp 10,750
(kg)
2 Beras Kualitas Bawah II Rp 10,400 Rp 10,400 Rp 10,400 Rp 10,400
(kg)
3 Beras Kualitas Medium I Rp 11,850 Rp 11,850 Rp 11,850 Rp 11,850
(kg)
4 Beras Kualitas Medium Rp 11,650 Rp 11,650 Rp 11,650 Rp 11,650
II (kg)
5 Beras Kualitas Super I Rp 13,100 Rp 13,100 Rp 13,100 Rp 13,100
(kg)
6 Beras Kualitas Super II Rp 12,700 Rp 12,700 Rp 12,700 Rp 12,700
(kg)
II Daging Ayam Rp 31,250 Rp 31,400 Rp 31,550 Rp 31,550
1 Daging Ayam Ras Segar Rp 31,250 Rp 31,400 Rp 31,550 Rp 31,550
(kg)
III Daging Sapi Rp 117,950 Rp 118,100 Rp 118,100 Rp 118,100
1 Daging Sapi Kualitas 1 Rp 121,850 Rp 121,800 Rp 121,800 Rp 121,800
(kg)
2 Daging Sapi Kualitas 2 Rp 112,450 Rp 112,750 Rp 112,750 Rp 112,750
(kg)
IV Telur Ayam Rp 24,800 Rp 24,800 Rp 24,750 Rp 24,700
1 Telur Ayam Ras Segar Rp 24,800 Rp 24,800 Rp 24,750 Rp 24,700
(kg)

V Bawang Merah Rp 31,100 Rp 31,050 Rp 31,050 Rp 30,950


1 Bawang Merah Ukuran Rp 31,100 Rp 31,050 Rp 31,050 Rp 30,950
Sedang (kg)
VI Bawang Putih Rp 26,800 Rp 26,800 Rp 26,850 Rp 26,800
1 Bawang Putih Ukuran Rp 26,800 Rp 26,800 Rp 26,850 Rp 26,800
Sedang (kg)
VII Cabai Merah Rp 33,000 Rp 33,250 Rp 33,300 Rp 33,000
1 Cabai Merah Besar (kg) Rp 34,900 Rp 35,050 Rp 35,050 Rp 35,200
2 Cabai Merah Keriting Rp 31,450 Rp 31,750 Rp 31,750 Rp 31,400
(kg)
VIII Cabai Rawit Rp 31,850 Rp 32,050 Rp 32,000 Rp 31,550
1 Cabai Rawit Hijau (kg) Rp 30,650 Rp 30,900 Rp 30,850 Rp 30,750
2 Cabai Rawit Merah (kg) Rp 32,850 Rp 33,000 Rp 32,900 Rp 32,400
IX Minyak Goreng Rp 14,000 Rp 14,000 Rp 14,000 Rp 14,050
1 Minyak Goreng Curah Rp 12,850 Rp 12,900 Rp 12,900 Rp 12,900
(kg)
2 Minyak Goreng Rp 14,750 Rp 14,800 Rp 14,800 Rp 14,800
Kemasan Bermerk 1 (kg)
3 Minyak Goreng Rp 14,100 Rp 14,150 Rp 14,150 Rp 14,150
Kemasan Bermerk 2 (kg)
X Gula Pasir Rp 14,500 Rp 14,500 Rp 14,500 Rp 14,500
1 Gula Pasir Kualitas Rp 16,100 Rp 16,100 Rp 16,050 Rp 16,050
Premium (kg)
2 Gula Pasir Lokal (kg) Rp 13,600 Rp 13,550 Rp 13,550 Rp 13,550

Anda mungkin juga menyukai