Indonesia API (Aktif, Produktif dan Inovatif) : Gerakan Mengoptimalkan
Pengelolaan Pangan Lokal Untuk Merealisasikan Indonesia Sejahtera
Indonesia terkenal sebagai Negara kepulauan dengan jumlah pulau tak
kurang dari 17.000. Sekitar 34 persen di antaranya dihuni oleh penduduk dan 1,5% dari pulau yang berpenghuni tersebut termasuk dalam kategori pulau-pulau kecil terluar yang berbatasan dengan sekitar 10 negara lain. Menurut UU 27 Tahun 2007, pulau kecil luasnya lebih kecil atau sama dengan 2,000 km2 beserta keseluruhan ekosistemnya. Sedangkan wilayah perbatasan meliputi kawasan perbatasan darat, lokasinya termasuk pulau-pulau kecil terluar. Khusus untuk wilayah perbatasan darat, lokasinya tersebar di tiga pulau, empat provinsi dan 15 kabupaten/kota dengan tingkat keragaman wilayah, baik sosial, ekonomi, budaya, dan politik yang berbeda-beda. Secara umum, kondisi riil di pulau-pulau kecil dan wilayah perbatasan menunjukkan kondisi yang hampir serupa, yaitu jauh dari perhatian pemerintah (khususnya pemerintah pusat) sehingga menjadi kawasan yang sering terabaikan dan tidak dioptimalkan. Wilayah-wilayah tersebut belum menjadi prioritas utama, padahal pembangunan di pulau-pulau dan kawasan perbatasan tidak bisa dilepaskan dari rencana pembangunan nasional. Faktanya, pembangunan nasional masih mengandalkan pertumbuhan sektor pertanian sebagai penggerak utama, sehingga pertumbuhan perekonomian di wilayah ini juga tidak bisa dipisahkan dari upaya pembangunan sektor pertanian. Pulau-pulau kecil dan wilayah perbatasan memiliki potensi sumber daya alam yang banyak, namun hingga sekarang, proses pembangunan di kawasan tersebut relatif masih tertinggal dibandingkan wilayah lain termasuk dalam urusan pemenuhan pangan. Hal ini dicerminkan oleh adanya kerawanan pangan yang diindikasikan dari jumlah penduduk miskin. Data per September 2012 menunjukkan tingakat kemiskinan di kawasan perbatasan sekitar 11,91% dari total penduduk miskin di Indonesia yang meliputi penduduk miskin kota (471 jiwa) dan penduduk miskin desa (2.935 jiwa) (BPS 2013). Hasil penelitian Ariani, et al. (2006) juga menunjukkan, beberapa kabupaten di wilayah terpencil dan perbatasan Papua, Maluku, daa Nusa Tenggara Timur termasuk dalam kategori rawan pangan dan gizi kronis berat. Hal tersebut pada akhirnya menyebabkan tantangan mewujudkan kemandirian pangan semakin berat. Pulau-pulau kecil dan kawasan perbatasan menyimpan potensi pangan (lokal) yang cukup besar yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber pangan. Sebagai gambaran, pada komoditas padi, pada tahun 2008 – 2012, produksi padi di bebarapa kawasan perbatasan sekitar 2,73 juta ton/tahun atau apabila dibandingkan terhadap total produksi nasional sekitar 4%. Capaian yang hampir sama juga berlaku pada komoditas jagung, dengan share terhadap produksi jagung nasional sekitar 4,8% (rata-rata 829 ribu ton). Fakta menarik justru terlihat dari prosuksi non padi dan jagung, yaitu umbi-umbian khususnya ubi jalar. Potensi produksi ubi jalar di kawasan perbatasan cukup tinggi, yaitu mencapai setengah juta ton per tahun atau berkontribusi sekitar 28% terhadap produksi nasional. Sedangkan untuk ubi kayu, meskipun produksinya tidak sebesar ubi jalar, namun masih lebih baik dibandingkan padi dan jagung yaitu 1,4 juta ton/tahun atau 6% dari total produksi nasional.
Persoalan Pangan di Indonesia
Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling hakiki bagi penduduk suatu Negara. Karena itu, sejak berdirinya Negara Republik Indonesia, UUD 1945 telah mengamanatkan bahwa Negara wajib menjalankan kedaulatan pangan (hak rakyat atas pangan) dan mengupayakan terpenuhinya kebutuhan pangan bagi penduduk. Kewajiban dimaksud mencakup kewajiban menjamin ketersediaan, keterjangkauan, dan pemenuhan konsumsi pangan yang cukup, aman, bermutu, dan bergizi seimbang. Untuk bisa melaksanakan kewajiban tersebut secara efektif, maka Negara wajib menguasai sumber daya alam untuk digunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat (UUD 1945 pasal 33 ayat 3). Menyikapi pertumbuhan pangan yang bagaikan deret hitung yang belum bisa mengikuti pertumbuhan penduduk selalu meningkat bagai deret ukur, sehingga komoditi pangan harus di impor yang artinya menambah beban devisa Negara. Ketergantungan masyarakat Indonesia yang sangat tinggi terhadap beras akan menjadi masalah jika ketersediaan beras sudah tidak dapat tercukupi. Hal ini yang akan menggangu ketahanan pangan nasional. Berapa banyak sebenarnya Indonesia mengimpor bahan pangan selama tahun 2016? Apakah janji Presiden Jokowi untuk mengurangi impor pangan sudah mulai terealisasi? Dari penelusuran AP, terlihat data-data berita yang bermunculan sekitar bulan Oktober hingga Desember 2016 menampilkan data yang tidak konsisten. Pada 20 Oktober, ekonom dari Institute for Development of Economic and Finance (Indef), Ahmad Heri Firdaus, mengatakan bahwa impor pangan meningkat semakin signifikan selama tahun 2015 – 2016. Buktinya, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), impor beras selama Januari – Juli 2016 sebesar 447 juta dollar AS, sedangkan pada tahun 2015, impor beras hanya sebesar 351 juta dollar AS. Selanjutnya, pada 29 Desember, Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan bahwa impor beras Indonesia adalah sebesar 1,2 juta ton selama periode Januari – November 2016. Artinya, ada kenaikan sebesar 110,66% atau 630,38 ribu ton jika dibandingkan dengan tahun lalu yang hanya 569,62 ribu ton. Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Sasmito Hadi Wibowo menyatakan, sebagian impor yang terjadi pada tahun ini merupakan sisa kontrak impor di 2015. Hal ini berbeda dengan pernyataan Menteri Pertanian, Amran Sulaiman dalam acara penghargaan Adhikarya Pangan Nusantara (APN) di Istana Negara Jakarta, Rabu (30/11). Ia mengungkapkan, tahun 2016 Indonesia tidak impor beras, tidak impor bawang dan cabai. Menghadapi persoalan pangan saat ini dan ke depan diperlukan pemikiran dan rencana aksi bersama melalui pendekatan institusi/keahlian untuk terwujudnya ketahanan dan kemandirian pangan nasional. Dampak dan resiko krisis pangan di Indonesia apabila tidak segera dilakukan penanganan yang serius akan menyebabkan kemiskinan dan kesengjangan yang semakin lebar, ketimpangan dalam ketersediaan/stok pangan yang mengancam perekonomian, meningkatnya daerah rawan pangan dan kelaparan serta meningkatnya konversi lahan pertanian untuk kepentingan lain.
Solusi : Indonesia API (Aktif, Produktif dan Inovatif)
Pemaparan di atas menggambarkan secara jelas bagaimana kondisi pangan di Indonesia. Kerawanan pangan terjadi bukan karena SDA maupun SDM Indonesia yang lemah namun karena kurangnya penanganan pemerintah secara serius terhadap kondisi yang ada. Terlebih untuk wilayah-wilayah kecil dan wilayah perbatasan yang jauh sekali dari perhatian pemerintah. Hal ini juga disebabkan oleh besarnya ekspor pangan ke berbagai negara sehingga menyebabkan ketersediaan pangan yang ada berkurang. Seharusnya yang menjadi perhatian pertama pemerintah ialah kesejahteraan rakyat. Bagaimana ketersediaan pangan mampu mencukupi kebutuhan rakyat Indonesia. Sehingga Indonesia yang kaya akan sumber daya pangan berpotensi mampu sejahtera tanpa ketergantungan pada impor pangan. Keliru menentukan langkah dalam menyikapi permasalahan ini hanya akan menyebabkan deretan permasalahan lain bermunculan. Data-data telah membuktikan secara jelas bahwa tingkat kemiskinan dan kelaparan yang melanda Indonesia masih sangat tinggi. Hal ini menunjukkan kelirunya tindakan yang diambil untuk menyikapi krisis pangan di Indonesia. Seperti program one day one rice, program ini akhirnya hanya akan menunjukkan bahwa pemerintah tidak mampu menjalankan target swasembada pangan yang dicanangkan pemerintah selama ini. Karena swasembada pangan harusnya dijalankan dengan serius dengan program-program yang tentunya lebih bermutu. Sehingga masyarakat tidak mempertanyakan target swasembada pangan yang selama ini selalu dicanangkan pemerintah. Perihal ini harus adanya upaya yang efektif dan efisien dalam menentukan langkah. Sebab di tahun-tahun mendatang Indonesia diprediksikan akan mendapatkan bonus demografi. Artinya, harus ada upaya yang komprehensif untuk menyelesaikan masalah ini sehingga di masa mendatang krisis pangan tidak menjadi polemik besar yang menyebabkan kemiskinan dan kesenjangan semakin lebar. Hal demikian tentu menjadi ancaman besar bagi bangsa Indonesia di tahun- tahun mendatang. Karena tidak hanya kemiskinan dan kesenjangan yang semakin lebar namun berbagai permasalahan lain juga akan bermuculan sebagai akibat dari krisis pangan yang ada. Untuk itu pemerintah harusnya dapat mengupayakan program-program berbasis kerja nyata. Seperti program Indonesia API (Aktif, Produktif dan Inovatif). Aktif, pemerintah diminta untuk aktif serta serius dalam menangangi keterbutuhan pangan masyarakat. Dalam hal ini salah satunya yang harus gencar dilakukan adalah pemberian bibit unggul gratis serta sosialisasi mengenai bagaimana pengelolaan pangan yang dapat memberikan hasil yang dapat mencukupi kebutuhan masyarakat. Hal ini tentunya akan menjadi kerjasama yang nyata antara masyarakat dan juga pemerintah dalam program ini yang dituntut untuk saling berperan aktif. Sehingga target swasembada yang selama ini dicanangkan oleh pemerintah dapat terwujud. Dalam hal ini pemerintah tentunya perlu mengurangi ekspor pangan ke berbagi negara. Dengan terlebih dahulu memperhatikan kebutuhan pangan bagi rakyat Indonesia. Produktif, dalam hal ini pemerintah diminta untuk produktif dalam membina masyarakat dalam kerjasama untuk dapat memenuhi kebutuhan pangan di Indonesia. Hal ini dilakukan dalam jangka panjang agar masyarakat benar- benar telah mampu mandiri dari pembinaan yang dilakukan. Sehingga mampu untuk mencukupi ketersediaan pangan dengan sistem produksi yang efektif dan efisien. Masyarakat dituntut untuk dapat berkerjasama dengan produktif untuk pengolahan pangan yang ada. Dalam hal ini produksi terbesar yang harus diperhatikan ialah prduksi beras yang menjadi makanan pokok rakyat Indonesia. Serta produksi jagung sebagai makan pokok pengganti. Dan berbagai tanaman lainnya yang diproduksi dalam skala besar demi tercukupinya kebutuhan masyarakat Indonesia. Hal ini juga akan dapat membantu perekonomian bahkan mampu memajukan perekonomian Indonesia. Inovatif, pemerintah dituntut untuk inovatif dalam menyusun program- program pendekatan pada masyarakat untuk berkerjasama dalam memenuhi kebutuhan pangan di Indonesia. Pemerintah juga dituntut untuk mampu inovatif dalam mendistribusikan pangan keseluruh rakyat Indonesia sehingga mampu meniadakan pendistribusian yang tidak rata. Memang tidak mudah, namun dengan kerjasama yang erat antara pemerintah dan rakyat akan mampu membuat program besar untuk memajukan perekonomian Indonesia berhasil. Tentunya pemerintah harus mampu amanah dalam setiap tugas yang dijalankan agar kredibilitasnya terjaga sebagai pemimpin rakyat. Sehingga kerjasama pemerintah dan rakyat akan semakin erat untuk mewujudkan Indonesia sejahtera.
Daftar Pustaka Syahrir Ika. 2014. Kedaulatan Pangan dan Kecukupan Pangan.
Yovita Anggita dkk. Potensi Penyediaan Pangan Berbasis Pemanfaatan Pangan
Lokal Di Pulau-pulau Kecil dan Kawasan Perbatasan.
Gusti Setiavani dan Nurliana Harahap. Analisis Ketersediaan Pangan Lokal dalam Mendukung Diversifikasi Pangan Di Provinsi Sumatera Utara.