Anda di halaman 1dari 8

Kelaparan Berkelanjutan di Tengah Kekayaan Sumber Daya Alam

Sustainable Development Goals atau sering disingkat SDGs merupakan 17


tujuan global dengan agenda yang disepakati oleh negara-negara yang memuat
upaya pembangunan untuk perdamaian dan kemakmuran manusia di masa sekarang
dan yang akan datang. Ketujuh belas tujuan dari SDGs memiliki keterkaiatan antara
satu tujuan denagn tujuan lainya. Satu tujuan dapat dilaksanakan dengan baik maka
akan memepengruhi pelaksanaan-pelaksanaan dari tujuan lainnya begitu pula
sebalikknya. Merujuk akan hal tersebut, maka perlu adanya keseimbangan dalam
pelaksaaan aksi nyata.
Aksi-aksi nyata diwujudkan untuk mengatasi permasalahan-permasalahan
kompleks sehingga tercapainya tujuan dari SDGs. Salah satu agenda dari tujuan
SDGS ialah mengatasi kelaparan yang melanda tidak sedikit wilayah di dunia.
Sekitar 735,1 juta orang yang mengalami kelaparan di berbagai belahan dunia,
setara dengan 9,2% dari total populasi global (food and Agriculture Organization,
2022).
Kelaparan juga menjadi salah satu isu yang masih menghantui Indonesia.
Hal tersebut tentu bukan suatu permasalahan yang bisa dipandang sebelah mata.
Indonesia dinilai memiliki masalah kelaparan tingkat serius yang memerlukan
perhatian lebih (Global Hunger Index, 2018). Dalam laporan tersebut, lembaga
nirlaba Welthungerhilfe dan Concern Worldwide menghitung indeks global
kelaparan berdasarkan empat indikator. Di antaranya adalah kasus kurang gizi dari
populasi penduduk, stunting pada anak usia di bawah 5 tahun, kematian anak di
bawah usia 5 tahun, dan anak usia di bawah 5 tahun yang tidak dirawat dengan baik.
Adapun indeks kelaparan di Indonesia mendapat skor 21,9 dan berada pada tingkat
serius untuk ditangani (Katadata, 2023)
Tragedi kelaparan masih sering terjadi di Indonesia terutama Indonesia
belahan timur. Program pembangunan dan pemberdayaan serta dampak
pembangunan infrastruktur di Indonesia yang masih belum merata menimbulkan
gap pembangunan Indonesia Barat dan Timur masih nampak sangat lebar. Hal
tersebut dapat tergambar pada kasus kelaparan yang terjadi pada 21 Oktober hingga
1 November di Distrik Amuma, Yahukio, Provinsi Papua Pegunungan. Dalam kasus
kelaparan in, setidaknya terdapat 23 korban meninggal dunia akibat kelaparan
(BBC News Indonesia, 2023).
Ibarat ayam yang mati di lumbung padi, warga Papua harus berada pada
situasi yang berkekurangan ditengah melimpahnya kekayaan sumber daya alam.
Faktanya, hingga saat ini tambang yang dikelola Freeport sudah menghasilkan Rp
140,84 triliun (CNBC Indonesia, 7 Februari 2023). Papua merupakan daerah
penghasil sumber daya alam berupa bahan tambang seperti emas, perak, tembaga,
dan nikel. Tidak hanya hasil tambang, berjuta-juta tanah yang dipenuhi oleh hutan,
laut dan keanekaragaman biotanya juga dimiliki oleh Papua.
Lebih miris lagi, kasus kelaparan bukan hanya sekali dua kali terjadi di
Indonesia terutama Indonesia bagian timur. Kasus kelaparan sudah terekam di
Papua sejak 1982, 1984, 1986, 1992, dan 1997. Kasus kelaparan paling mengerikan
terjadi pada 1997, kemarau panjang menyebabkan 421 orang meninggal karena
kelaparan ( Kompas, 2023)
Pascapemberlakuan Otsus, yang disertai penggelontoran dana dari
pemerintah Pusat, kasus kelaparan masih terus terjadi di Papua: 2005, 2006, 2009,
2015, 2022, dan 2023. Kasus yang juga menjadi sorotan penting sekaligus kasus
mengerikan yang terjadi pada 2009, dengan jumlah korban meninggal sebanyak 92
orang (KataData, 27 Oktober 2023).

Mengapa hal tersebut bisa terjadi?


Kasus kelaparan tidak hanya melanda beberapa daerah di Indonesia, tetapi
juga masyarakat dunia. Hal tersebut mendorong kasus kelaparan menjadi salah satu
topik dalam tujuan SDGs. Akan tetapi, dalam pelaksanaannya kasus-kasus
kelaparan sulit untuk ditangani. Sulitnya dan lambatnya penanganan dari kasus
kelaparan ini didasari karena penyebab permasalahan ini sangat kompleks.
Faktor utama penyebab terjadinya kelaparan ialah kemiskinan. Masih
banyak penduduk Indonesia yang tidak mampu memenuhi kebutuhan pangan
mereka, khususnya di wilayah bagian timur Indonesia, seperti Papua, NTT dan
Maluku. Jumlah kemiskinan yang terjadi di Indonesia adalah 26,36 juta orang.
Jumlah ini menunjukkan peningkatan tipis apabila dibandingkan data Maret 2022
yaitu 26,16 juta orang (Badan Pusat Statistik, 2023)
Negara miskin maupun negara berkembang memiki yang tidak jauh berbeda
yakni permasalahan pada kurang efektifnya sistem pertimbuhan dan distribusi
pendapatan. Permasalahan tersebut tergambar jelas pada situasi dimana gap
pembangunan fasilitas umum di wilayah barat Indonesia dan wilayah timur
Indonesia. Lambatnya pertumbuhan ekonomi di Papua diperparah dengan
pembangunan infrastruktur yang tertinggal. Infrastruktur yang kurang memadahi
berdampak pada sulitnya akses gerak produktifitas untuk meningkatkan
pertumbuhan ekonomi.
Dalam hal ini, pemerintah harus mengambil peran paling besar dalam
percepatan pertumbuhan ekonomi guna mencapai nol kelaparan di wilayah
Indonesia timur, khusunya Papua. Faktanya, ada banyak fenomena yang cenderung
keluar dari jalur menuju tujuan dari agenda nol kelaparan tersebut. Dana yang
digelontorkan pemerintaah pusat nyatanya hanya menghasilkan angin lalu. Dalam
salinan laporan keuangan yang diserahkan ke Kementerian Dalam Negeri, tertera
distribusi anggaran mulai dari Rp11 miliar, Rp10 miliar hingga Rp7 miliar hingga
nominal lebih kecil. Kendati demikian, kelompok-kelompok sasaran merasa tidak
pernah menerima uang sebagaimana tercantum dalam laporan (Kompas, 2021).
Para kapitalis hanya mementingkan kepentingan dan kebutuhan pribadi
tanpa memikirkan dampak yang berkelanjutan. Papua sebagai daerah yang
menerima dana otonomi khusus seharusnya dapat memanfaatkan dana tersebut
untuk mempercepat pemerataan infrastruktur. Lagi-lagi, kapitalis mengambil andil
besar dalam fenomena ini. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada tahun 2011
menemukan dugaan penyalahgunaan dana otonomi khusus Papua dan Papua Barat
senilai Rp4,281 triliun. Salah satu yang paling baru, penyelewengan pengelolaan
dana dengan kerugian negara ditaksir Rp1,8 triliun. Namun kasus-kasus itu tidak
sampai diproses secara hukum (Kompas, 2021).
Tentu hal tersebut sangat berbanding terbalik dengan fakta bahwa rakyat
Papua masih dalam tinggkat kelaparan yang tinggi. Rakyat tersebut masih sama
dengan rakyat yang dengan kepercayaan penuh memberikan hak suaranya untuk
memberikan akses bagi kapitalis-kapitalis untuk mengubah nasib kesejahtraan
manusia ditanah yang kaya akan sumber daya tersebut.
Kebijakan-kebijakan yang diluncurkan untuk mengatasi permasalahan
kemiskiran dan kelaparan hingga kini belum menampakkan hasil yang memuaskan.
Rakyat kecil Papua harus terus berjibaku dengan permasalahan infrastruktur yang
kurang memadahi di berbagai bidang. Hingga akhir tahun 2023, pemerintah belum
memahami dan magatasi akar dari permasalahan kemiskinan hingga di akhir tahun
2023 tragedi kelaparan masih terjadi di Papua. Pemerintah akan mengambil andil
dalam permasalahan ini apabila sudah terdapat korban dalam tragedi tersebut.
Namun nyatanya solusi dan penanganan tidak memberikan dampak berkelanjutan.
Melihat fenomena ini, bukan hal yang tabu apabila hal tersebut menjadi latar
belakang penyebab kemiskian dan kelaparan di tanah Papua.
Pengeksploitasian sumber daya alam di Papua belum memberikan dampak
bagi kesejahteraan rakyat. Belum ada kebijakan-kebijakan dari pemerintah yang
dapat melindungi sumber daya alam di Papua secara intensif. Banyaknya sumber
daya alam yang diambil oleh bangsa lain menimbulkan pertanyaan apakah
Indonesia sudah benar-benar merdeka. Pengeksploitasian kekayaan sumber daya
alam secara aktif justru berbanding terbalik dengan kurve kenaikan pertumbuhan
ekonomi di Indonesia. Dengan kekayaan sumber daya alam seharusnya dapat
dijadikan modal utama pemberantasan fenomena kelaparan di Papua.
Selain faktor kemiskinan, regenerasi petani muda dan perkembangan
inovasi dibidang pertanian juga memberikan pengaruh yang cukup besar bagi
ketersediaan sumber pangan guna mencukupi kebutuhan primer manusia. Memang
pada dasarnya setiap negara punya karakteristik dan tantangan tersendiri,
jika di Inggris persoalannya adalah cuaca hingga gejolak mahalnya
pupuk, Indonesia justru punya masalah lain yang kiranya harus diantisipasi agar
produk pertanian dapat terus ada secara berkelanjutan (CNBS Indonesia, daring).
Menurunnya eksistensi regenerasi petani menjadi permasalahan yang sulit
ditangani. Berkurangnya jumlah petani dan petani yang mulai menua akan
berdampak pada kuantitas dan kualitas hasil panen. Fenomena krisis petani muda
di negara bergelar agraris, kini tengah hangat dibicarakan. Generasi muda saat ini
memiliki paradigma tersendiri tentang kehidupannya di masa depan. Pekerjaan
sebagai petani menjadi pilihan yang kurang menjadi prioritas generasi muda.
Pemerosotan tingkat ketertarikan terhadap pekerjaan ini juga perlahan menjajah
tanah cenderawasih itu “Mereka sedikit demi sedikit meninggalkan pola bertani
mereka yang diturunkan oleh orang tua mereka”(Mulyadi, 2023).
Adanya stigma dan anggapan bahwa menjadi seorang petani bukan
merupakan indikator seseorang dapat dikatakan sukses juga anggapan bahwa
menjadi seorang petani merupakan pekerjaan yang ketinggalan zaman juga menjadi
penyebab bergesernya pola pikir generasi muda atau sering disebut kaum milenial.
Hal tersebut tentu akan memengaruhi pemenuhan kebutuhan pangan nasional. Saat
ini, Indonesia masih melakukan impor untuk memenuhi kebutuhan primer.
Kedelai adalah komoditas pangan dengan volume impor terbesar. Indonesia
juga impor beras seberat 407,74 ribu ton dengan nilai US$183,8 juta (Badan Pusat
Statistik, 2022). Pemenuhan kebutuhan dengan cara impor tersebut tentu akan
memengaruhi harga jual komoditas impor. Hal ini tentu akan menjadi permasalahan
mendasar bagi ketersedian pangan di waktu mendatang.
.
Srategi Penanganan Berkelanjutan
Kasus kelaparan berkelanjutan yang terjadi di Indonesia khususnya di Papua
seharusnya sudah dapat dijadiakan sebagai tamparan keras bagi pengelolaan serta
pemberdayaan pangan dan tanggap bencana di wilayah tersebut. Pihak berwenang
sudah seharusnya mengambil langkah cepat dan tepat dalam menangani kasus-
kasus kelaparan. Bukan hanya solusi jangka pendek seperti pemberian bantuan
logistik saja. Akan tetapi, penanggulangan permasalahan jangka panjang dan
berkelajutan.
Merujuk dari beberapa penyebab yang telah dijabarkan di atas, tentu harus
ada penanganan secara cepat dan berkelanjutan. Indonesia merupakan negara yang
kaya akan sember daya alam. Miris apabila permasalahan tersebut tidak dapat
terselesaikan dengan baik. Papua merupakan daerah yang memiliki sumber daya
alam yang melimpah, namun data dan fakta menunjukkan angka stuntingnya
mencapai 34,6 persen pada 2022. Artinya, 1 dari 3 anak Papua menderita stunting
(Kompas, 2023)
Pemerintah perlu mengantisipasi lebih dini permasalahan kelaparan yang
berulang, khusunya di daerah daerah-daerah rawan kekeringan seperti di
pegunungan Papua Tengah (Mulyadi, 2023). Gap yang cukup besar antara
Indonesia barat dan timur harus segera ditiadakan. Mempercepat pemerataan
infrastruktur di wilayah-wilayah timur Indonesia harus gencar untuk dilakukan. Hal
tersebut, guna menurunkan angka kemiskinan yang cukup signifikan. Infrastruktur
yang semakin berkembang akan menciptakan lapangan-lapangan kerja baru yang
akan mempercepat pemberdayaan masyarakat juga akan menurukan tingkat
pengangguran.
Pemerataan infrastruktur utamanya harus gencar dilakukan dibidang
Pendidikan yang berkualitas. Dengan fasilitas yang berkualitas tentu akan
meningkatkan kualitas SDM daerah Papua itu sendiri. Adanya SDM yang mumpuni
bertujuan guna memperbaiki sistem tatanan pemegang kebijakan khsusnya
pengeksploitasian dan pengolahan sumber daya alam.
Tersedianya sumber daya yang melimpah harus diimbangi dengan srategi
eksploitasi yang mumpuni. Tidak hanya mengambil sebanyak-banyaknya, tetapi
juga harus dipersiapkan perencanaan yang matang agar hasil pengolahan sumber
daya alam dapat mencapai sasaran yang tepat dan masalah masalah sosial terutama
kelaparan dapat terselesaikan. Pengeksploitasian sumber daya alam yang tepat
sasaran akan mendorong pemenuhan kebutuhan primer manusia. Dengan demikian,
pihak-pihak yang turut menyelewengkan dan menghambat pengeksploitasian yang
tepat sasaran perlu ditindak secara tegas. Keleluasaan para kapitalis untuk
menguasai dan mengambil keutungan pribadi harus segera ditiadakan. Dalam hal
ini, perlu adanya hukuman yang setimpal bagi pelaku-pelaku penyelewengan hasil
kekayaan sumber daya alam. Lebih lanjut, dalam hal tersebut perlu adanya
pencegahan dengan penguatan karakter.
Di era yang semakin modern ini, hal utama yang harus dilakukan agar
permasalahan kelaparan cepat tertangani ialah dengan memperluas partisipasi dan
peran generasi muda dalam mengelola pangan di Indonesia. Peran generasi muda
sangat penting dalam mencapai target SDGs nol kelaparan dan memastikan
ketahanan pangan yang berkelanjutan.
Keterlibatan dalam setiap proses yang ada dibidang agraris tentu akan
mendorong penguatan ketahanan pangan nasional. Adanya regenerasi petani yang
berkelanjutan akan melahirkan budaya-budaya baru dibidang pertanian untuk
menghadapi permasalahn yang lebih kompleks di zaman ini. Dengan buah-buah
pemikiran kritis dari generasi muda, tentu akan memberikan solusi permasalahan
dari sudut pandang yang lebih modern khususnya di bidang teknologi.
Pengembangan teknologi guna memperkuat pertahan pangan nasional perlu
mendapat perhatiaan khusus. Teknologi yang semakin berkembang diharapkan
dapat mengatasi permasalaahan dibidang pertanian seperti cuaca yang ekstrem dan
ketersediaan lahan. Dengan demikian, wilayah-wilayah timur yang hasil panennya
masih bergantung pada jatah pergantian musim diharapkan dapat mengalami
peningkatan dan kesetabilan hasil panen.
Pemaanfaatan teknologi yang semakin maju, tentu akan membantu
pengeksploitasian sumber daya alam yang tepat sasaran. Semakin dekat dengan
capaian sasaran yang tepat, maka semakin kecil pula tingkat kelaparan yang ada di
wilayah Indonesia timur. Selain itu, dengan adanya teknologi yang membantu
pemenuhan kebutuhan pangan, maka bukan hal yang mustahil bagi bangsa ini untuk
semakin dekat dengan tujuan SDGs nol kelaparan.

Catatan
Dilihat dari fakta yang ada, Indonesia merupakan negara yang kaya akan
sumber daya alam, sehingga seyogyanya untuk menyelesaikan permasalahan ini
bukan persoalan yang rumit untuk ditangani. Melalui Sustainable Development
Goals (SDGs) diharapkan masalah kelaparan dan ketahanan pangan akan
terselesaikan seiring dengan strategi pengekspoitasian sumber daya alam yang
memberikan penanggulangan keberkelanjutan. Dengan hal ini, perlu adanya
partisipasi dan jiwa sportifitas dari semua pihak.
Pemerintah sebagai sebagai wakil rakyat dan pemegang kebijakan harus
mulai berbenah untuk menanggulangi permasalahan sejak dini. Kasus-kasus yang
yang mendapat perhatian dan bantuan setelah banyaknya korban yang berjatuhan
masih sering terjadi. Hal tersebut menunjukkan ketidaksiapan bangsa ini
menghadapai persoalan mendasar.
Dengan kekayaan sumber daya yang melimpah akan menjadi tonggak awal
pemberantasan kasus kelaparan di wilayah Indonesia timur. Pengeksploitasian
sumber daya yang tepat sasaran sangat menentukan hasil di masa yang akan datang.
Tujuan SDGs yang mentargetkan 2030 sebagai titik pencapaian ketujuh belas
agendanya tentu memberikan semangat ambisius untuk mencapai target dengan
waktu yang singkat.
Target-target tersebut sangat berkaitan dan berkesinambungan antara satu
dengan lainnya. Karena ketika target-target lain seperti pemerataan infrastuktur,
pendidikan berkualitas, distribusi lapangan kerja yang merata, dan pertumbuhan
ekonomi, tercapai, maka akan terselesaikan pula masalah kelaparan dan ketahanan
pangan.

Daftar Pustaka

Ahdiat, A. 2023. "Angka Kelaparan Global Masih Tinggi pada 2022, Target SDGs
Sulit Tercapai", Katadata, 2 Januari 2023, dapat diakses
<https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2023/08/02/angka-
kelaparan-global-masih-tinggi-pada-2022-target-sdgs-sulit-tercapai>
diakses pada 13 November 2023.

Badan Pusat Statistik, 2023. "Persentase Penduduk Miskin September 2022 naik
menjadi 9,57 persen", bps.go.id, 16 Januari 2023, dapat diakses
https://www.bps.go.id/pressrelease/2023/01/16/2015/persentase-
penduduk-miskin-september-2022-naik-menjadi-9-57-persen.html,
diakses pada 14 November 2023.

BBC News Indonesia, 2022. "Otsus Papua: Polemik dana Rp1000 T‘ di tengah
kasus korupsi Gubernur Lukas Enembe - 'Dana yang gagal dikonversi
untuk capaian yang lebih signifikan'", BBC News Indonesia, 26
September 2022, dapat diakses
https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-63034289, 15 November
2023.
BBC News Indonesia, 2023. "Mengaburkan makna 'bencana kelaparan’ di Papua,
peneliti sebut 'upaya pemerintah menyelamatkan muka’", BBC News
Indonesia, 4 November 2023, dapat diakses
https://www.bbc.com/indonesia/articles/cgepjye828zo, diakses pada 14
November 2023.

Bonasir, R. 2021. "Kelola dana triliunan rupiah tapi belum capai sasaran, elite
Papua disebut kapitalisasi isu kemerdekaan", BBC News Indonesia, 02
Desember 2023, dapat diakses
https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-59243056, diakses pada 15
November 2023.

Hartono, R. 2023. “Tragedi Kelaparan di Tanah Kaya Sumber Daya”, Kompas.com,


7 November 2023, terakses dari
https://nasional.kompas.com/read/2023/11/07/10145451/tragedi-
kelaparan-di-tanah-kaya-sumber-daya?page=all > diakses pada 14
November 2023.
Nandini, W. 2019. "Kelaparan di Indonesia Perlu Perhatian", katadata, 23 Januari
2019, dapat diakses
<https://katadata.co.id/anshar/infografik/5e9a55521b2c5/kelaparan-di-
indonesia-perlu> 15 November 2023.

Putri, A, M, H, 2023. "Pangan & Regenerasi Petani Jadi Tantangan Tak Berujung",
CNBC Indonesia, 27 Februari 2023, dapat diakses
https://www.cnbcindonesia.com/research/20230227085321-128-
417154/pangan-regenerasi-petani-jadi-tantangan-tak-berujung, dias,
diakses pada 15 November 2023.

Sandria, F. 2023. "Pendapatan Freeport Tembus Rp 141 T, Bayar Pajak Berapa?",


CNBC Indonesian, 07 Februari 2023, dapat diakses
https://www.cnbcindonesia.com/market/20230207050331-17-
411559/pendapatan-freeport-tembus-rp-141-t-bayar-pajak-berapa,
diakses pada 14 November 2023.
Utama, A. 2016. ” Penelitian FAO: 19,4 Juta Penduduk Indonesia Masih Alami
Kelaparan”, VAO Indonesia, 11 Juni 2015, terakses dari
<https://www.voaindonesia.com/a/pemelitian-fao-sembilan-belas-
koma-empat-juta-penduduk-indonesia-masih-mengalami-
kelaparan/2817021.html > diakses pada 14 November 2023.

Kusnandar, V, B. 2022. “Indonesia Masih Impor Komoditas Pangan, Ini


Daftarnya!”, Katadata, 20 Oktober 2023, dapat diakses
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/10/20/indonesia-
masih-impor-komoditas-pangan-ini-daftarnya, diakses pada 15
November 2023.

Anda mungkin juga menyukai