Anda di halaman 1dari 2

Kondisi Ketahanan Pangan kabupaten Tana Tidung

Ditengah Gempuran Masalah Dunia


Isu pangan adalah topik hangat yang mencuak(mencuat) akhir-akhir ini. Perang antara Rusia-
Ukraina, dampak pandemi Covid-19, hingga perubahan iklim memaksa(mendorong) para pemimpin
negara untuk memikirkan ketersediaan pangan untuk hari ini hingga tahun-tahun mendatang.
Dampaknya akan sangat(hapus) jelas dirasakan oleh petani, ketika terjadi cuaca buruk dan gagal
panen. Seandainya itu terjadi ataupun sudah terjadi, secara makro, solusi yang dapat diterapkan
negara yaitu mengimpor bahan pangan dari wilayah atau negara lain, kebijakan pembatasan ekspor,
hingga penampungan cadangan beras di perusahaan milik negara seperti BULOG. Tetapi, akan
berbeda jika ditanya solusinya (solusi) dalam lingkup mikro.

Selain Topik ini tidak hanya berada dilevel negara, bahkan turun hingga ke level bawah
Kabupaten/kota. Dalam perjalanan sejarah, telah dicatat berbagai peristiwa kelaparan lokal yang
merebak menjadi kelaparan nasional. Misalnya kelaparan di China tahun 1959 dan 1961, yang di
sebabkan oleh kebijakan-kebijakan pemimpin negara tersebut dalam menangani kasus pangan.
Kebijakan industrialisasi yang memaksa petani menjadi pekerja industri besi dan baja dan serta
kewajiban bagi petani China untuk menyerahkan hasil panen mereka dalam persentase tertentu
kepada negara. Hal tersebut membawa negara tersebut(hapus) kedalam bencana kelaparan besar
yang merenggut 10 hingga 30 juta korban jiwa. Selain itu, kelaparan di Benggala tahun 1943 yang
disebabkan oleh aktivitas pertanian yang terhenti, lajunya inflasi, dan kurangnya bantuan pangan
oleh negara penjajah kepada masyarakat. Korban meninggal dari bencana kelaparan ini di perkirakan
2 - 3 juta jiwa.

Dari Dapat diamati, dari dua contoh negara tersebut, sudah semestinya menjadi pelajaran
penting untuk menangani permasalahan pangan bagi suatu negara hingga ke level Kabupaten/Kota.
Negara Indonesia menganut sistem otonomi daerah, yang memberi kewenangan daerah untuk
mengembangkan daerah serta isi di dalam daerah tersebut. Sehingga menelaah kondisi di level
kabupaten/kota adalah pendekatan yang presisi dari akar permasalahannya.

Kabupaten Tana Tidung (KTT) adalah satu dari empat kabupaten yang ada di Kalimantan
Utara. Secara geografi wilayahnya terbagi atas wilayah tertutup daratan dan wilayah pesisir
kepulauan yang terpisah dari daratan utama. Terdapat lima kecamatan administratif, terdiri dari tiga
puluh dua desa dan termasuk kabupaten termuda yang resmi berdiri tahun 2007. Meskipun
merupakan kabupaten yang terbilang muda, pemerintahan Kabupaten Tana Tidung dari misinya
hingga tahun 2021 di butir ke sembilan berkomitmen untuk mengembangkan agroindustri
pertanian. Hal ini juga bisa menjadi tolok ukur keseriusan pemerintah dalam pesoalan pangan.

Pangan adalah kebutuhan dasar untuk semua manusia yang terdiri dari padi-padian dan
sejenisnya. Meskipun di beberapa daerah tanaman pangan terdiri dari palawija seperti umbi-umbian
dan jagung tetapi secara umum masyarakat lebih dominan mengkonsumsi beras. Selama ini, belum
ada keluhan dari masyarakat terkait kekurangan bahan pangan. Apapun jenisnya, pasti tersedia di
pasar atau pertokoan. Justru yang menjadi masalah adalah daya beli masyarakat untuk memperoleh
bahan pangan tersebut. Hal inilah yang semestinya di analisis lebih mendalam. Meskipun berlum
pernah terjadi, menyediakan payung sebelum hujan adalah Langkah preventif yang perlu di lakukan.

Dalam Undang-undang No.18 Tahun 2012 tentang Pangan, ketahanan pangan adalah kondisi
terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya
pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau
serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup
sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, rata-rata konsumsi kalori per kapita untuk konsumsi
padi-padian di Kabupaten Tana Tidung adalah sebesar 799,57 kalori/hari, jika di konversi nilainya
sama dengan 0,22kg beras per hari untuk satu orang. Dengan jumlah penduduk sebanyak 26,447
jiwa pada tahun 2021, maka konsumsi padi-padian seluruh penduduk Tana Tidung selama satu
tahun adalah sebanyak 2071 ton beras. Dengan hasil pertanian yang diproduksi sendiri, KTT
menyuplai 639,4 ton beras. Jika dipersentasekan KTT hanya mampu menyuplai beras 30,88 persen
dari kebutuhan total beras kabupaten. Sisanya 69,12 persen di pasok dari daerah lain. Apakah ini
menunjukan KTT rentan ketahanan pangannya ?

Menurut Badan Ketahanan Pangan (2005) ada empat aspek yang membentuk ketahanan
pangan yaitu: 1) ketersediaan pangan, yakni tersedianya pangan dari domestik, impor ataupun
bantuan pangan tapi ketersediaanya lebih diutamakan dari produksi domestik; 2) Akses pangan; 3)
penyerapan pangan dan; 4) Status gizi.

Wilayah Kabupaten Tana Tidung tidak seluruhnya diperuntukkan untuk lahan pertanian,
seperti daerah pesisir yang kurang cocok untuk di tanami tanaman pangan karena kandungan air dan
tanah yang tidak mendukung tumbuh tanaman tersebut. Selain itu, sebagian besar masyarakat yang
ada di KTT lebih terbiasa untuk menanam padi ladang ketimbang padi sawah karena kebudayaan
dan kebiasaan yang diturunkan dari para leluhur. Secara penghitungan produktivitas padi ladang
lebih rendah dibandingkan padi sawah sehingga meskipun ada banyak lahan yang di tanami padi
ladang di KTT, tidak bisa mencukupi kebutuhan beras kabupaten.

Kesimpulannya, meskipun di tahun 2021 KTT baru mampu menyuplai 30,88 persen beras
dari kebutuhan beras kabupaten, sisanya masih dapat di penuhi dari impor beras. Sehingga tidak
terjadi kelangkaan pasokan pangan. Jalur distribusi pangan juga masih bisa diakses melaui jalur darat
ataupun air. Sedangkan untuk penyerapan pangan berdasarkan data BPS masih di taraf normal
dilihat dari rata-rata konsumsi kalori perkapita komoditi padi-padian tahun 2021 naik sebesar 0,57
Kalori/hari dibandingkan tahun 2020 dengan jumlah konsumsi 799 kalori/hari.

Anda mungkin juga menyukai