Anda di halaman 1dari 4

OPTIMALISASI PERAN KODIM DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN

GUNA MENGIMPLEMENTASIKAN TUGAS POKOK TNI AD

Kurangnya lahan pertanian akibat terjadinya konversi lahan pertanian ke non


pertanian

Berdasarkan data dari Badan Pertanahan Nasional bulan Mei 2021 menyebutkan
bahwa terjadi pengurangan luasan lahan pertanian yang cukup besar. Lahan
pertanian di Indonesia berkurang hingga 287 ribu hektar selama tujuh tahun terakhir
sehingga menjadi kendala dalam mencukupi kebutuhan pangan nasional. Adapun
fakta yang terjadi adalah pada tahun 1984 Kawasan Pantura dikenal sebagai lumbung
padi nasional, yang memberikan andil tercapainya prestasi swasembada beras.
Namun kini lahan pertanian sawah telah menunjukkan fenomena konversi lahan yaitu
alih fungsi lahan pertanian ke lahan non pertanian. Sensus Pertanian (1993)
menyatakan dalam kurun waktu 1983-1993 telah terjadi pengurangan lahan sawah di
Pantura Jabar seluas 39.830 hektar.

Dari data dan fakta diatas maka harapan dari penulis terkait permasalahan diatas
adalah tersedianya lahan pertanian yang memadai guna meningkatkan jumlah
ketersediaan pangan bagi masyarakat Indonesia pada umumnya. Ketersediaan
pangan merupakan jaminan pokok bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia imbas
dari berbagai bencana yang terjadi di Indonesia terlebih pada masa pandemic covid
19.

Melihat permasalahan akan kurangnya lahan pertanian maka dalam Pasal 26 pada
PP no 17 tahun 2015 tentang ketahanan pangan disebutkan bahwa pengoptimalan
pemanfaatan lahan, termasuk lahan pekarangan menjadi salah satu
penganekaragaman pangan yang berbasis potensi sumber daya local, sehingga hal
ini dapat menjadi salah satu alternatif ditengah kurangnya lahan pertanian. Selain itu
dalam Perintah harian Kasad point ke 5 yaitu TNI AD harus hadir ditengah kesulitan
masyarakat dan senantiasa menjadi solusi, pernyataan ini menghadirkan sebuah
solusi bagi masyarakat bahwa prajurit TNI senentiasa akan membantu masyarakat
ditengah kesulitannya termasuk dalam hal ini mengatasi akan kurangnya lahan
pertanian.

Sehubungan hal tersebut, masih terdapat beberapa kendala dan kelemahan dalam
mengantisipasi akan kurangnya lahan pertanian ini, kendala yang dihadapi dapat kita
lihat bahwa perkembangan zaman yang semakin canggih serta dinamika kebutuhan
manusia yang semakin kompleks membuat lahan-lahan pertanian justru dimanfaatkan
untuk pemukiman dan bangunan-bangunan hiburan seperti mall, restaurant, dll. Hal
tersebut sejalan dengan kelemahan dari aparatur satkowil dan pemerintah dimana
kurangnya ketegasan dalam menentukan kebijakan terkait pemanfaatan ruang dan
lahan sebagai lahan pertanian guna memanfaatkan sumber daya pangan.
RAHASIA

Untuk mengatasi hal tersebut maka diperlukan upaya-upaya yang berkesinambungan


yaitu : pertama, meningkatkan partisipasi atau kesadaran masyarakat terhadap
pentingnya ketahanan pangan dan meningkatkan kontrol masyarakat dalam menjaga
alih fungsi lahan. Kedua, Kodim Bersama Pemda melakukan inventarisasi lahan
produktif secara menyeluruh, untuk mempertahankan lahan produktif yang telah ada
dan untuk menemukan lahan produktif yang baru. Selanjutnya yang ketiga, Kodim
mendorong Pemda menyusun regulasi tentang alih fungsi lahan atau konversi lahan
dengan tujuan program ketahan pangan di masa yang akan datang. Keempat,
memberikan reward kepada masyarakat yang tetap mempertahankan lahan
produktifnya berupa keringanan dalam hal membayar pajak.

Ketersediaan pangan yang semakin menurun imbas dari jumlah penduduk yang
lebih besar dibandingkan kemampuan produksi

Adapun data dan fakta yang dapat penulis sajikan sebagai berikut, berdasarkan Hasil
Survey Global Food Security (GFS) Tahun 2019 Indonesia masuk peringkat 12 dari
23 negara Asia Pasifik dengan indikator Global Food Security Index, diantaranya
keterbatasan ketersediaan pangan, aksesbilitas pangan dan kualitas serta keamanan
pangan. Dari data tersebut mengindikasikan bahwa Indonesia masih berada di
golongan yang cukup rendah dalam menyediakan ketersediaan pangan. Fakta yang
disajikan adalah Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia mengimpor beras
senilai US$183,80 juta dengan volume sebanyak 407.741,4 ton pada 2021 padahal
Indonesia merupakan salah satu komoditi besar dalam penghasil beras di Dunia. Hal
ini menjadi sebuah dilematis yang sangat besar karena Indonesia terkenal dengan
negara penghasil beras namun masih mengimpor beras ke negara luar.

Berdasarkan data dan Fakta diatas maka keinginan penulis dihadapkan pada
permasalahan diatas adalah meningkatnya ketersediaan pangan yang memadai,
berkualitas dan mendukung komoditi ekspor Indonesia. Harapan dari seluruh
masyarakat Indonesia bahwasanya Indonesia harus mempu menjadi negara
penghasil beras dan dapat menjadi komoditi ekspor di seluruh dunia sehingga hal
tersebut dapat memacu pertumbuhan perekonomian Indonesia khusunya lewat
perdangan ekspor beras.

Keinginan dan harapan tersebut sejalan dengan UU Pangan No.7 Tahun 1996
menyatakan kondisi terpenuhinya kebutuhan pangan bagi rumah tangga yang
tercermin dari tersedianya pangan secara cukup, baik dari jumlah maupun mutunya,
aman, merata dan terjangkau. Selain itu, pada Pasal 12 pada UU No 18 tahun 2012
tentang Pangan menyebutkan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah
bertanggung jawab atas Ketersediaan Pangan, sehingga hal ini semakin memperjelas
RAHASIA

bahwa pemerintah mempunyai tanggung jawab yang besar dalam memenuhi


ketersedian pangan.

Mencermati kondisi diatas, terdapat kendala yakni bertambahnya populasi penduduk


Indonesia yang mengakibatkan bertambahnya kebutuhan pangan bagi masyarakat.
Hal ini berpengaruh sangat besar karena setiap manusia tentu membutuhkan
makanan untuk bertahan hidup sehingga kebutuhan pangan pun akan semakin besar.
Sementara itu sisi kelemahannya adalah tidak pekanya aparatur satkowil bersama
pemerintah dengan membuat adanya langkah konkret terhadap perkembangan
dinamika kelangkaan ketersediaan pangan.

Berangkat dari analisa terhadap permasalahan yang ada dan kendala serta
kelemahan yang ditemukan, maka upaya yang dapat dilakukan adalah pertama,
memanfaatkan lahan yang masih produktif dengan maksimal. Kedua, memberikan
edukasi kepada masyarakat untuk dapatnya membantu menjaga keseimbangan
permintaan dan suplai bahan pangan dengan tidak melakukan panic buying. Ketiga,
pemanfaatan lahan pekarangan dan strategi urban farming. Keempat,
pendayagunaan tanah terlantar dapat diarahkan untuk mendukung program aksi
ketahanan pangan melalui pengembangan lahan. Terakhir kelima, meningkatkan
peran serta stake holder dan masyarakat dalam upaya mencegah dan penanggulangi
kerawanan pangan

Menurunnya kualitas kesuburan lahan akibat kerusakan lingkungan

Tanah merupakan media utama dalam pertanian, kesuburan tanah tentu akan
menunjang keberhasilan dari hasil bumi. Namun seiring dengan berjalannya waktu
kualitas kesuburan tanah kian menurun hal tersebut juga yang mempengaruhi
minimnya hasil bumi masyarakat. Menurut data Organisasi pangan dan pertanian
dunia (FAO) tahun 2021 sekitar 828 juta orang menghadapi kelaparan dan 3,1 miliar
orang tidak mampu memenuhi pangan yang sehat. Jumlah itu diperkirakan angkat
meningkat pada tahun 2030. Adapun fakta yang terjadi adalah tanaman padi seluas 3
hektare di wilayah Desa Bedoro, Kecamatan Sambungmacan, Sragen, terancam
gagal panen. Kondisi tanaman padi di sana tidak berbunga dan cenderung kerdil. Dari
uji sampel tanah ternyata kandungan PH hanya 4,5-5,2. Sementara sampel tanah
yang bagus, kandungan PH normal, yakni 6,2 dan 6,3.

Berdasarkan data dan fakta diatas maka harapan dan keinginan penulis adalah
terciptanya lahan dengan tingkat kesuburan tanah yang tinggi sehingga mendukung
program ketahanan pangan.

Dalam UU nomor 23 tahun 1997, tentang Lingkungan Hidup mengamanatkan tentang


perlunya menjaga kelestarian lingkungan hidup. Hal ini tentu tersirat bahwa
RAHASIA

pentingnya menjaga kelestarian lingkungan hidup seperti tanah, air dan udara tentu
akan membawa dampak yang positif bagi kesuburan tanah. Demikian pula yang
tertuang pada Pasal 15 UU Agraria No. 5 Tahun 1960 yang menyebutkan bahwa,
memelihara tanah, termasuk menambah kesuburannya serta mencegah
kerusakannya adalah kewajiban tiap-tiap orang, badan hukum atau instansi yang
mempunyai hubungan hukum dengan tanah itu, dengan memperhatikan pihak yang
ekonomi lemah

Atas dasar tersebut maka menurunnya kualitas kesuburan lahan akibat kerusakan
lingkungan terjadi karena terdapat kendala yakni Kebiasaan masyarakat akibat dari
aktivitas yang dilakukan tanpa memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah.
Sementara kelemahan yang terjadi adalah tidak pahamnya aparatur satkowil dalam
memahami tentang tingkat kesuburan tanah.

Berangkat dari kendala dan kelemahan tersebut maka perlu dilakukan beberapa
upaya yang dilandasi peluang dan kekuatan yaitu pertama, mencegah kerusakan
lingkungan dengan menerapkan regulasi dengan benar. Kedua, bekerjasama dengan
instansi terkait dalam upaya-upaya pencegahan kerusakan lingkungan. Ketiga,
melaksanakan pengelolaan tanah dengan penggemburan dan pemberian pupuk
organic untuk mengembalikan kesuburan tanah. Keempat, melaksanakan rotasi
tanaman dan tumpangsari untuk mengembalikan unsur hara pada tanah.

Anda mungkin juga menyukai