Anda di halaman 1dari 11

PROPOSAL

Optimalisasi Pengelolaan Sumber Daya Lahan Agraria Melalui Reforma Agraria untuk
Kesejahteraan Masyarakat Pedesaan

1.1. Latar Belakang


Pembangunan masyarakat Indonesia memiliki tujuan yang jelas, sebagaimana
diuraikan dalam alinea ke-IV Pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia
Tahun 1945. Selanjutnya, Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia
Tahun 1945 menegaskan pentingnya pemerintah menguasai sumber daya alam seperti
bumi, air, dan kekayaan alam, dan menggunakannya untuk kepentingan sebesar-besar
kemakmuran rakyat. Dengan kata lain, tujuan utama dari pembangunan masyarakat
Indonesia adalah melindungi dan meningkatkan kesejahteraan seluruh bangsa Indonesia
serta memastikan pemanfaatan yang adil dan berkelanjutan dari sumber daya alam negara
demi kesejahteraan masyarakat.1
Keberhasilan pembangunan memiliki sejumlah indikator yang menggambarkan
kesejahteraan masyarakat dan keberlanjutan negara. Pertama, pembangunan sukses jika
mampu mengentaskan kemiskinan dan memberikan rakyat akses kepada kehidupan yang
layak. Kedua, penghapusan kebodohan merupakan langkah penting, di mana pendidikan
dan peningkatan kapasitas individu menjadi prioritas untuk mencapai kemandirian
finansial. Ketiga, angka pengangguran yang rendah mencerminkan keberhasilan
pembangunan ekonomi yang menciptakan lapangan kerja. Keempat, kemandirian negara
dari utang dan produk luar negeri menunjukkan ketahanan ekonomi yang kuat. Kelima,
surplus devisa akibat ekspor yang melampaui impor mengindikasikan keseimbangan
perdagangan yang baik. Keenam, upaya pelestarian lingkungan yang berhasil mencapai
target pembangunan adalah tanda bahwa pembangunan berlangsung secara
berkelanjutan.2 Meskipun demikian, dalam praktiknya, penegakan hukum agraria
terutama terkait dengan batas maksimum kepemilikan tanah masih menghadapi
tantangan. Hal ini tidak hanya terkait dengan kurangnya kesadaran hukum masyarakat,
melainkan juga menjadi masalah sosial, ekonomi, dan politik yang kompleks. Dalam era
reformasi, tuntutan untuk keadilan politik dan ekonomi menjadi isu penting, dan upaya
untuk mengatasi ketidakpuasan tersebut adalah kunci dalam memastikan kesuksesan
pembangunan di Indonesia.
1
H. Mohammad Hatta, Hukum Tanah Nasional Dalam Perspektif Negara Kesatuan, Hukum Tanah Antara Teori
dan Kenyataan Berkaitan dengan Kesejahteraan dan Persatuan Bangsa, (Media Abadi, 2005), hlm. 1.
2
Berharnhard Limbong, Reforma Agraria, (MP Pustaka Margaritha, 2012), hlm. 1.
Selama lebih dari lima puluh tahun sejak diberlakukannya Undang-Undang Pokok
Agraria Nomor 5 pada tanggal 24 September 1960, penegakan hukum terkait kepemilikan
tanah masih jauh dari harapan. Contohnya, masih banyak kasus penguasaan tanah yang
melewati batas maksimal yang diatur di berbagai wilayah, dan seringkali ini disebabkan
oleh minimnya pemahaman hukum di masyarakat, yang membuat sanksi-sanksi sulit
untuk diterapkan. Namun, permasalahan ini tidak hanya berkaitan dengan kurangnya
kesadaran hukum semata. Pada dasarnya, ini adalah masalah yang memiliki akar sosial,
ekonomi, dan bahkan politik yang kompleks. Tanpa mengatasi permasalahan-
permasalahan mendasar tersebut, upaya penegakan hukum agraria, seperti mengenai
batasan maksimum kepemilikan tanah, akan sulit untuk berhasil. Di era reformasi yang
dimulai pada tahun 1998, yang ditandai dengan mundurnya Presiden Soeharto dari
jabatannya, tuntutan reformasi muncul sebagai respons terhadap ketidakadilan dalam
politik dan ekonomi yang dirasakan oleh masyarakat di berbagai daerah. Kurangnya
keadilan ini dianggap sebagai salah satu penyebab utama munculnya ketidakpuasan yang
pada akhirnya membawa konsep negara federasi dan bahkan pemisahan diri dari Negara
Kesatuan Republik Indonesia menjadi isu yang relevan di beberapa daerah.
Dalam kenyataannya, ketidakadilan ini paling dirasakan oleh kelompok masyarakat
pedesaan di Indonesia, khususnya masyarakat miskin yang tidak memiliki tanah atau
memiliki tanah yang tidak dapat dimanfaatkan secara optimal karena luas lahan yang
dimiliki sangat terbatas. Hal ini menjadi dilema karena Undang-Undang Pokok Agraria
menyatakan bahwa tanah memiliki peran yang sangat penting dalam pembangunan
masyarakat yang adil dan sejahtera. Reforma Agraria, atau yang sering disebut sebagai
reformasi agraria, adalah salah satu instrumen yang sangat efektif untuk mencapai
keberhasilan dalam pembangunan. Hal ini disebabkan oleh pentingnya akses terhadap
tanah sebagai fondasi utama dalam pembangunan sosial ekonomi, pengurangan
kemiskinan, dan menjaga kelestarian lingkungan yang berkelanjutan. Tanah bukan hanya
menjadi faktor produksi, tetapi juga simbol kekayaan, prestise, dan kekuasaan. Dalam
perspektif ini, redistribusi tanah tidak hanya menghasilkan peningkatan aset ekonomi
petani miskin, tetapi juga memberikan mereka kekuatan politik dan partisipasi sosial yang
lebih besar. Oleh karena itu, reforma agraria tidak hanya bertujuan untuk mengatasi
kemiskinan dan pengangguran, tetapi juga untuk menghapus kesenjangan, terutama
dalam ranah politik dan sosial.3

3
Berharnhard Limbong, Reforma Agraria, (MP Pustaka Margaritha, 2012) , hlm. 1.
Menurut definisi Krishna Ghimire, reforma agraria adalah perubahan besar dalam
struktur agraria yang bertujuan untuk memberikan akses yang lebih baik kepada petani
miskin terhadap tanah, serta memberikan kepastian hukum terkait penguasaan lahan yang
mereka garap4. Hal ini juga mencakup akses kepada input pertanian, pasar, layanan, dan
berbagai kebutuhan lainnya. Dengan kata lain, reforma agraria adalah langkah penting
dalam mengubah struktur agraria dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan kaum tani
miskin dan memastikan bahwa mereka memiliki akses yang lebih baik terhadap sumber
daya yang diperlukan untuk mencapai keberhasilan dalam pertanian dan pembangunan.
Pembangunan yang ideal bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang adil,
makmur, dan merata. Dengan kata lain, tujuannya adalah untuk kesejahteraan masyarakat.
Bagi banyak warga, aspek penting dalam pembangunan bukan hanya terkait dengan siapa
yang memegang kekuasaan atau siapa yang menjadi pemimpin dan yang dipimpin,
melainkan lebih kepada bagaimana proses tersebut dijalankan dengan memperhatikan
nilai-nilai keadilan yang diinginkan oleh rakyat serta bagaimana itu dapat menjadi
cerminan dari cita-cita dan tujuan nasional. Indonesia dikenal sebagai salah satu negara
agraris terbesar di dunia. Pertanian dan kegiatan berbasis lahan agraria lainnya
mempekerjakan sebagian besar penduduk Indonesia, terutama di wilayah pedesaan. Pola
adaptasi ekologis yang mendasari masyarakat Indonesia memiliki dampak signifikan pada
situasi saat ini. Kehidupan sosial-ekonomi yang mayoritas masyarakat pedesaan berfokus
pada sektor pertanian sebagai negara agraris memunculkan tantangan tersendiri. Idealnya,
sebagai negara agraris, Indonesia seharusnya tidak menghadapi krisis pangan yang masih
menjadi masalah yang perlu diselesaikan saat ini. Meskipun terdapat tanda-tanda
perbaikan, tantangan ini belum sepenuhnya teratasi.
Data BPS (2019) menunjukkan pada 2013 di Indonesia terdapat 14,25 juta petani
gurem, yaitu petani yang menguasai lahan (baik milik, sewa atau bagi hasil) kurang dari
0,5 hektar. Pada 2018 bertambah 1,56 juta petani menjadi 15,81 juta petani gurem, atau
naik 10,95 persen. Ini sangat mengkhawatirkan karena secara nyata menunjukkan bahwa
pertanian kita semakin gurem. Yang lebih mencemaskan, jumlah petani gurem itu 57,12
persen dari total jumlah petani yang pada 2018 mencapai 27,68 juta rumah tangga. Jika
dirinci lebih lanjut, data BPS yang sama menunjukkan provinsi dengan peningkatan
jumlah petani gurem secara absolut terbesar adalah Jawa Tengah, bertambah 269.000
petani (8,14 persen); Jawa Timur 252.000 (6,73 persen); Jawa Barat 200.000 (8,75
persen); Lampung 131.000 (36,13 persen); dan Sumatera Utara 128.000 (22,62 persen).
4
Berharnhard Limbong, Reforma Agraria, (MP Pustaka Margaritha, 2012) , hlm. 27.
Sedangkan provinsi dengan pertambahan petani gurem relatif terbanyak adalah
Kalimantan Timur bertambah 85,77 persen, Kalimantan Tengah 77,40 persen, Riau 72,28
persen, Bangka Belitung 52,97 persen, Kalimantan Utara 47,96 persen, dan Papua Barat
42,49 persen. Hanya Provinsi Maluku Utara dan Papua yang jumlah petani guremnya
berkurang, masing-masing 0,68 dan 6,01 persen. Diduga, pengurangan itu bukan berarti
lahan petani bertambah luas, tetapi menggambarkan fenomena petani yang sebelumnya
sudah gurem tidak bertani lagi atau menjadi bukan petani.5 Menurut data Badan Pusat
Statistik (BPS), pada tahun 2022, sekitar 40 juta penduduk Indonesia, bekerja di sektor
pertanian. Ini mencerminkan pentingnya sektor ini dalam perekonomian nasional.
Data pada 2019 menunjukkan penurunan luas lahan pertanian di Indonesia sebesar
0,34% per tahun (Kementerian Pertanian 2021). Penurunan terbesar tercatat pada tahun
2018, yaitu mencapai 6,57%. Penyebab utama dari penurunan ini adalah alih fungsi lahan
sawah untuk kepentingan penggunaan non-pertanian sebagai akibat dari perkembangan
perekonomian daerah. Sektor pertanian bersaing dengan sektor non-pertanian dalam
penggunaan lahan. Selain itu, degradasi sumber daya lahan terus berlangsung karena
aktivitas deforestasi, industri, pertambangan, perumahan, dan pertanian. Sementara itu,
jumlah penduduk Indonesia terus bertambah sebesar 1,25% per tahun selama periode
2010–2020 (Badan Pusat Statistik 2021). Melihat kedua data ini, terjadi penurunan rasio
lahan pertanian per penduduk. Di hadapan tantangan ini, salah satu isu krusial adalah
bagaimana merancang kebijakan sumber daya lahan yang dapat memastikan bahwa
penurunan rasio ini tidak menghambat pembangunan pertanian, terutama dalam mencapai
ketahanan pangan. Untuk menjaga ketahanan pangan, diperlukan upaya meningkatkan
produktivitas lahan yang sudah ada, memperluas areal pertanian yang tepat sasaran, dan
mengadopsi inovasi teknologi yang unggul.
Pemerintah menjalankan kebijakan sumber daya lahan dalam format reformasi agraria
dengan tujuan utama meningkatkan produktivitas, mengatasi kemiskinan, dan
meningkatkan kesejahteraan petani. Reformasi agraria, adalah upaya untuk menyusun
ulang struktur kepemilikan, penguasaan, dan penggunaan lahan untuk kepentingan
masyarakat luas. Ini mencakup berbagai komponen, seperti jaminan hukum, ketersediaan
kredit, akses informasi dan teknologi terbaru, penyuluhan pertanian, fasilitas produksi,
dan dukungan pemasaran. Salah satu aspek penting dalam kebijakan reformasi agraria
adalah akuisisi lahan oleh pemerintah dari pemilik lahan berskala besar dengan

5
Bayu Krisnamurti, Semakin Gurem, diakses dari https://www.kompas.id/baca/opini/2020/08/29/semakin-
gurem pada 10 September 2023.
memberikan kompensasi yang layak dan mendistribusikan lahan tersebut untuk
memberikan manfaat yang lebih merata kepada masyarakat . Dengan cara ini, diharapkan
ketimpangan dalam kepemilikan lahan di pedesaan dapat dikurangi, yang pada gilirannya
dapat membantu mengurangi tingkat kemiskinan di wilayah tersebut.
Sumber daya lahan agraria merupakan salah satu aset paling penting bagi negara-
negara agraris seperti Indonesia. Lahan pertanian, perkebunan, dan pemukiman pedesaan
menjadi pondasi ekonomi dan sosial bagi masyarakat pedesaan. Mereka bukan hanya
mengandalkan lahan tersebut untuk mata pencaharian, tetapi juga untuk pemenuhan
kebutuhan sehari-hari mereka. Namun, selama beberapa dekade terakhir, pengelolaan
sumber daya lahan agraria di Indonesia telah menghadapi berbagai tantangan yang
mengancam kesejahteraan masyarakat pedesaan.
Namun, meskipun sektor pertanian dan sumber daya lahan agraria memiliki potensi
besar, banyak tantangan yang harus diatasi. Salah satu tantangan utama adalah distribusi
tanah yang tidak merata. Sejumlah besar petani kecil hanya memiliki lahan yang sangat
terbatas, sementara beberapa perusahaan besar atau individu memiliki lahan yang sangat
luas. Hal ini mengakibatkan ketidaksetaraan yang signifikan dalam akses dan
kepemilikan lahan, yang pada gilirannya memengaruhi kesejahteraan masyarakat
pedesaan.
Pemanfaatan sumber daya agraria di Indonesia memiliki tujuan utama, yakni
meningkatkan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu, salah satu agenda penting yang
berkaitan dengan kebijakan agraria adalah reforma agraria (RA). RA sebagai agenda
nasional mencakup proses pembaruan dalam kepemilikan dan penguasaan lahan serta
institusi sosial yang terkait. Reforma Agraria menjadi prasyarat yang sangat penting
sebelum upaya revitalisasi dalam sektor pertanian dapat berhasil dilakukan. Tujuan
tersebut menekankan pentingnya peran politik dan kebijakan dalam pengelolaan sumber-
sumber agraria dalam rangka mewujudkan prinsip "keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia" sebagaimana yang termaktub dalam Pancasila atau "mewujudkan sebesar-
besar kemakmuran rakyat" sebagaimana yang diamanatkan oleh Pasal 33 ayat 3 UUD
1945. Keselarasan dengan UUD 1945 tersebut diperkuat oleh Undang-Undang Pokok
Agraria tahun 1960, yang secara tegas mengindikasikan perlunya pembaruan agraria
untuk mencapai tujuan tersebut. Komitmen pemerintah, untuk menjadikan pembaruan
agraria sebagai bagian integral dari visi, misi, dan program pemerintah, sejalan dengan
agenda perbaikan lapangan kerja dan revitalisasi sektor pertanian serta kehidupan
pedesaan dalam kerangka program pembangunan nasional.
Selain itu, masalah pengelolaan lahan yang berkelanjutan dan perlindungan
lingkungan juga menjadi perhatian utama. Praktik-praktik pertanian yang tidak
berkelanjutan, seperti deforestasi dan penggunaan pestisida berlebihan, telah
mengakibatkan kerusakan lingkungan yang serius, termasuk erosi tanah, penurunan
kesuburan tanah, dan perubahan iklim. Oleh karena itu, penting untuk mencari solusi
yang dapat mengoptimalkan pengelolaan sumber daya lahan agraria untuk kesejahteraan
masyarakat pedesaan sekaligus menjaga kelestarian lingkungan. Salah satu pendekatan
yang dapat digunakan untuk mengatasi tantangan-tantangan tersebut adalah melalui
reforma agraria. Reforma agraria adalah proses pembaruan dalam kepemilikan dan
penguasaan lahan, serta pembaharuan institusi sosial yang terkait. Ini bertujuan untuk
menciptakan distribusi tanah yang lebih adil, meningkatkan akses masyarakat pedesaan
terhadap lahan, dan memastikan penggunaan lahan yang berkelanjutan. Reforma agraria
tidak hanya mencakup aspek kepemilikan lahan, tetapi juga perubahan dalam sistem
pertanian, akses ke sumber daya, dan dukungan kepada masyarakat pedesaan.
Meskipun reforma agraria memiliki potensi untuk memberikan manfaat besar bagi
masyarakat pedesaan, implementasinya seringkali dihadapkan pada berbagai tantangan.
Salah satunya adalah resistensi dari pihak-pihak yang memiliki kepentingan dalam status
quo. Beberapa pemilik lahan besar atau perusahaan pertanian mungkin tidak bersedia
untuk melepaskan lahan mereka, sementara pemerintah perlu memastikan bahwa
implementasi reforma agraria berlangsung adil dan berkeadilan. Selain itu, masalah
administratif dan hukum seringkali menjadi hambatan. Proses redistribusi lahan dan
pembaruan peraturan-peraturan agraria memerlukan waktu dan sumber daya yang
signifikan. Selain itu, koordinasi yang baik antara berbagai lembaga pemerintah dan
pemangku kepentingan juga sangat penting untuk memastikan kelancaran pelaksanaan
reforma agraria.
Optimalisasi pengelolaan sumber daya lahan agraria melalui reforma agraria memiliki
potensi untuk memberikan berbagai manfaat signifikan bagi masyarakat pedesaan dan
negara secara keseluruhan. Salah satu manfaat utama dari reforma agraria adalah
peningkatan akses masyarakat pedesaan terhadap lahan. Dengan redistribusi lahan yang
lebih adil, petani kecil memiliki kesempatan lebih besar untuk memiliki dan menggarap
lahan, yang pada gilirannya dapat meningkatkan produktivitas pertanian dan pendapatan
mereka. Dengan peningkatan akses terhadap lahan dan pendapatan yang lebih baik,
reforma agraria dapat mengurangi tingkat kemiskinan di pedesaan. Ini berdampak positif
pada kesejahteraan masyarakat pedesaan, termasuk akses terhadap pendidikan, kesehatan,
dan infrastruktur yang lebih baik. Dengan pengelolaan lahan yang lebih berkelanjutan dan
peningkatan produktivitas pertanian, reforma agraria dapat membantu meningkatkan
ketahanan pangan negara. Hal ini menjadi sangat penting mengingat tantangan global
seperti perubahan iklim dan fluktuasi harga pangan. Reforma agraria juga dapat
membantu menjaga kelestarian lingkungan. Dengan mengadopsi praktik-praktik pertanian
yang berkelanjutan, seperti agroforestri dan pengelolaan sumber daya alam yang
bijaksana, reforma agraria dapat membantu mengurangi dampak negatif pertanian
terhadap lingkungan.
Dalam konteks permasalahan yang telah diuraikan di atas, perlu dirumuskan
pertanyaan-pertanyaan kunci yang akan menjadi fokus penelitian. Pertanyaan-pertanyaan
tersebut mencakup bagaimana pelaksanaan reforma agraria berlangsung dalam era
reformasi di Indonesia, bagaimana reforma agraria dapat meningkatkan akses kaum tani
miskin terhadap penguasaan tanah, dan strategi apa yang dapat digunakan dalam
implementasi reforma agraria untuk meningkatkan akses tersebut. Penelitian ini akan
menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Karena penelitian ini lebih
menekankan pada analisis data sekunder, data sekunder yang akan digunakan dalam
penelitian hukum normatif.
Dalam penelitian hukum, penggunaan berbagai jenis bahan hukum menjadi krusial
untuk mendukung analisis dan argumentasi. Bahan hukum primer, seperti peraturan
perundang-undangan yang mengikat, seperti Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP), Undang-Undang Perlindungan Anak, Undang-Undang Pornografi, serta bahan
hukum primer lain yang relevan dengan objek penelitian, memberikan landasan hukum
yang penting dalam pembahasan. Sementara itu, bahan hukum sekunder berperan dalam
memberikan penjelasan lebih lanjut tentang bahan hukum primer, seperti hasil-hasil
penelitian, literatur hukum pidana, dan bahan hukum sekunder lainnya yang berkaitan
dengan subjek penelitian. Terakhir, bahan hukum tertier, seperti kamus, ensiklopedia, dan
sumber daya elektronik, dapat digunakan untuk memberikan klarifikasi dan pemahaman
lebih dalam terhadap bahan hukum primer dan sekunder yang menjadi dasar penelitian.
Kombinasi ketiga jenis bahan hukum ini membantu membangun dasar hukum yang kuat
untuk analisis dan kesimpulan dalam penelitian hukum.
1.2. Identifikasi Masalah
Penelitian ini mengangkat dan mendeskripsikan tentang Optimalisasi Pengelolaan
Sumber Daya Lahan Agraria Melalui Reforma Agraria untuk Kesejahteraan Masyarakat
Pedesaan, dengan itu identifikasi masalah sebagai berikut :
1. Permasalahan pertama adalah ketidaksetaraan dalam akses terhadap lahan agraria
di Indonesia. Bagaimana distribusi lahan saat ini dan sejauh mana ketidaksetaraan
ini memengaruhi kesejahteraan masyarakat pedesaan?
2. Pengelolaan lahan agraria yang tidak berkelanjutan dapat mengakibatkan dampak
negatif pada lingkungan, seperti deforestasi, erosi tanah, dan penurunan kesuburan
tanah. Bagaimana pengelolaan lahan yang tidak berkelanjutan memengaruhi
kesejahteraan masyarakat pedesaan dan bagaimana reforma agraria dapat
mengatasi masalah lingkungan ini?
3. Implementasi reforma agraria seringkali menghadapi tantangan administratif dan
hukum yang kompleks. Bagaimana tantangan-tantangan ini mempengaruhi
keberhasilan reforma agraria dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat
pedesaan?
4. Bagaimana peran pemerintah, pemilik lahan besar, masyarakat pedesaan, dan
pemangku kepentingan lainnya dalam pelaksanaan reforma agraria? Apakah ada
resistensi atau dukungan dari pihak-pihak tersebut?
5. Bagaimana reforma agraria dapat berkontribusi pada peningkatan ketahanan
pangan dan ekonomi masyarakat pedesaan? Apakah peningkatan akses terhadap
lahan agraria dapat membantu mengatasi masalah pangan dan kemiskinan?
6. Sejauh mana masyarakat pedesaan terlibat dalam proses reforma agraria? Apakah
partisipasi mereka dalam pengambilan keputusan terkait reforma agraria
diberdayakan?
7. Bagaimana efektivitas kebijakan dan strategi reforma agraria yang telah
diterapkan sejauh ini? Apakah ada perubahan yang signifikan dalam akses
terhadap lahan agraria dan kesejahteraan masyarakat pedesaan sebagai akibat dari
reforma agraria?
8. Bagaimana reforma agraria berkontribusi pada pencapaian prinsip "keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia" sebagaimana yang dicontohkan oleh Pancasila?
Apakah ada upaya konkret untuk mengurangi ketidaksetaraan dalam kepemilikan
lahan?
9. Apakah ada pelajaran yang dapat dipetik dari pengalaman reforma agraria di
negara-negara lain yang dapat diterapkan di Indonesia? Bagaimana hasil dan
dampak reforma agraria di negara-negara tersebut?
10. Bagaimana reforma agraria berkontribusi pada pencapaian tujuan nasional yang
tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945, terutama dalam hal "mewujudkan
sebesar-besar kemakmuran rakyat"?
Identifikasi masalah ini menjadi dasar untuk merumuskan kerangka penelitian,
metode penelitian, dan tujuan akhir dari penelitian yang akan dilakukan untuk mengkaji
dampak dan efektivitas reforma agraria dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat
pedesaan di Indonesia.
1.3. Pembatasan Masalah
Mengacu pada konteks latar belakang dan identifikasi masalah yang telah disajikan,
penulis harus mengatur batasan masalah agar tidak ada deviasi dari permasalahan yang
sedang dibahas. Dengan demikian, penulis dapat lebih fokus dan tidak teralihkan dari inti
permasalahan yang ingin dipecahkan, sehingga upaya penelitian menjadi lebih terarah
menuju pencapaian tujuan yang diharapkan. Hal ini juga mempertimbangkan keterbatasan
waktu dan anggaran yang tersedia bagi penulis, maka pembatasan masalah dalam
penelitian ini yaitu :
1. Implementasi reforma agraria di Indonesia sehingga dapat berkontribusi pada
peningkatan akses terhadap lahan agraria bagi masyarakat pedesaan dan pada
akhirnya meningkatkan kesejahteraan mereka.
2. Strategi-strategi yang dapat diusulkan untuk mengatasi hambatan-hambatan
dalam pelaksanaan reforma agraria sehingga dapat mencapai optimalisasi
pengelolaan sumber daya lahan agraria dan mewujudkan kesejahteraan yang
lebih baik bagi masyarakat pedesaan.
1.4. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan batasan masalah yang telah dipaparkan, maka
permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana implementasi reforma agraria di Indonesia dapat berkontribusi pada
peningkatan akses terhadap lahan agraria bagi masyarakat pedesaan dan pada
akhirnya meningkatkan kesejahteraan mereka?
2. Bagaimana strategi yang dapat diusulkan untuk mengatasi hambatan-hambatan dalam
pelaksanaan reforma agraria sehingga dapat mencapai optimalisasi pengelolaan
sumber daya lahan agraria dan mewujudkan kesejahteraan yang lebih baik bagi
masyarakat pedesaan?
1.5. Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian rumusan masalah, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk menganalisis implementasi reforma agraria di Indonesia yang dapat
berkontribusi pada peningkatan akses terhadap lahan agraria bagi masyarakat
pedesaan dan pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa.
3. Untuk menganalisis strategi yang dapat diusulkan untuk mengatasi hambatan-
hambatan dalam pelaksanaan reforma agraria sehingga dapat mencapai optimalisasi
pengelolaan sumber daya lahan agraria dan mewujudkan kesejahteraan yang lebih
baik bagi masyarakat pedesaan.
1.6. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
1. Penelitian ini akan memberikan kontribusi signifikan pada pengetahuan akademik
di bidang reforma agraria, pengelolaan sumber daya lahan agraria, dan
kesejahteraan masyarakat pedesaan. Hasil penelitian ini dapat menjadi referensi
penting bagi peneliti, akademisi, dan mahasiswa yang tertarik pada topik ini.
2. Penelitian ini dapat membantu dalam pengembangan teori dan konsep terkait
optimalisasi pengelolaan sumber daya lahan agraria dalam konteks reforma
agraria. Hal ini akan memperkaya kerangka pemikiran dalam studi-studi sejenis di
masa depan.
3. Penelitian ini dapat mengintegrasikan pendekatan interdisipliner antara ilmu
pertanian, ilmu sosial, dan ilmu lingkungan. Ini akan memperluas pemahaman kita
tentang kompleksitas isu-isu yang terkait dengan pengelolaan sumber daya lahan
agraria.
b. Manfaat Praktis
1. Bagi Penulis
Dengan melakukan penelitian ini, peneliti dapat menemukan berbagai persoalan
dalam pelaksanaan reforma agraria, serta dapat menambah pengetahuan peneliti
dalam bidang ilmu Hukum Agraria khususnya dalam hal implementasi reforma
agraria untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pedesaan.
2. Bagi Masyarakat
Dapat memberikan pandangan dan pengetahuan bagi masyarakat mengenai
optimalisasi reforma agraria untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
pedesaan.
3. Pemerintah
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan bahan
pertimbangan bagi pemerintah atau pihak pemegang kepentingan dalam
mengambil keputusan-keputusan dan kebijakan-kebijakan berkaitan reforma
agraria. Hasil penelitian ini dapat memberikan wawasan berharga bagi pengambil
kebijakan dalam perumusan kebijakan agraria dan pertanian. Hal ini dapat
membantu mereka merancang kebijakan yang lebih efektif dalam mendukung
kesejahteraan masyarakat pedesaan.

Anda mungkin juga menyukai