Indonesia
Bagas Pamungkas
Bagas Pamungkas, Universitas Muhammadiyah Surakarta
Email: Bagaspamungkas980@gmail.com
ABSTRAK
Semua manusia membutuhkan tanah bagi kehidupannya. Hal itu
karena tanah mempunyai pengaruh yang sangat penting dalam hidup
seperti itu. Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 Pasal 33 ayat 3 termasuk tanah, air dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Karena itu
Orang-orang harus menyerahkan tanah mereka agar tanah itu
ditinggalkan. Terdapat 4 metode untuk menguasai tanah , termasuk
inventarisasi hak dasar atau tanah mengontrol lahan yang dilaporkan
sebagai lahan bera, mengidentifikasi dan mencari dilaporkan sebagai
terlantar, memperingatkan pemilik hak dan mengidentifikasi tanah
terlantar Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional
Republik Indonesia No. 4 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penguasaan
Tanah Terbengkalai tersebut dapat diperoleh lagi. Maka dari itu, dapat
dikatakan bahwa penguasaan bumi lalai dalam menghargai yang
berhak terabaikan tanah adalah perbuatan yang tidak adil, yang dapat
menimbulkan kerugian kemampuan untuk mewujudkan potensi
ekonomi wilayahnya
ABSTRACT
Everyone needs land for their life because land has a very important
function for such a strategy. Based on the 1945 Constitution of the
Republic of Indonesia Article 33 paragraph 3, including land, water
and natural resources contained therein, controlled by the state and
used for the greatest prosperity of the people. Therefore the People
had to give up their land so that it would be abandoned. There are four
ways to control land , including inventory of basic rights or land
control over land that is reported as fallow land, identifying and
seeking reported as abandoned, alerting right holders and identifying
abandoned land. 4 of 2010 concerning Procedures for Tenure of
Abandoned Land, these lands can be reclaimed. Therefore, we can say
that land tenure is negligent in respecting those who have the right to
ignore land, which is an unfair act, which can result in a loss of ability
to realize the economic potential of its territory.
Masalah tanah terlantar sangat rumit dari segi luas dan skala urgensi penggunaannya
terdapat sejumlah kendala seperti ketimpangan Kepemilikan lahan di Indonesia sekarang.
Kepemilikan lahan yang tidak setara menjadi contoh tantangan strategis sektor agraris,
ketimpangan kepemilikan, penguasaan serta penggunaan tanah dicirikan oleh segelintir orang
yang memiliki mayoritas tanah juga sebaliknya, kebanyakan orang sekedar memiliki lahan
yang luasnya cenderung sempit. Di lain kondisi, keadaan seseorang ketika memiliki aset yang
cenderung besar bukan berarti dia mampu mengelolanya, karena seluruh wewenang atas
tanah yang dimiliki dimanajemen dengan bagus oleh pemiliknya dan telah mengakibatkan
terbengkalainya banyak lahan. Ada juga beberapa konflik yang masih ada di daerah-daerah
yang memiliki ditetapkan sebagai lahan kosong. Konsentrasi tanah adalah penyebab utama
kelahiran ketimpangan pertanian. Berdasarkan data 0,2% mengendalikan 56% kekayaan
nasional, konsentrasi kekayaan 62 untuk dengan 87% lahan yang dijadikan tambak, tambang,
properti dan kebun (Winoto, 2010). Data juga menjelaskan bahwa 1,00% penduduk
menguasai 49,30% sumber daya ekonomi Indonesia, rasio Gini keseluruhan untuk Maret
2016 adalah 0,39%, perusahaan berkuasa di hampir 60% wilayah hutan kelapa sawit di
Indonesia. Tingkat kepemilikan tanah Rasio Gini mencapai 0,59% (Budi, 2017) .
Ketimpangan yang serupa juga terjadi di sektor kehutanan. Diperkirakan 17,38 juta
hektar telah dialokasikan untuk 248 koorporasi perusahaan berupa izin mendirikan usaha
berupa izin pengusahaan hasil hutan Kayu (IUPHHK) dan 8,8 juta hektar hutan tanaman
industri (HTI). Sekitar 15 juta hektar untuk Hak Guna Usaha (HGU) tanaman (Arsyad,2018).
Ketimpangan pertanian tersebut digambarkan oleh 35 persen wilayah daratan di negeri ini
dimiliki oleh 1.194 franchisee pertambangan, 341 Kontrak kerja pertambangan dan 257
kontrak pertambangan batubara. Yang menjadi sorotan terdapat kenaikan banyaknya petani
kecil, dari total 28 juta rumah Tangga Petani (KK) di Indonesia, ada 6,1 juta RTP di Jawa,
sama sekali tidak menguasai tanah sedikitipun dan 5 juta rumah tangga yang tidak
mempunyai tanah di luar Jawa. Sedangkan yang mempunyai kekuasaan atas lahan tanah,
kisaran asetnya hanya 0,36 ha.
Ketimpangan dalam penggunaan lahan seringkali dimulai dengan perizinan/hak
penggunaan pejabat publik yang dikecualikan dari sekelompok masyrakat. Konflik pertanian
yang disebutkan dimulai dengan mengeluarkan kebijakan nasional, meliputi Menteri
Kementerian Kehutanan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kepala BPN
(Badan Pertanahan Nasional), Gubernur dan Bupati, memberikan lisensi atau izin kepada
organisasi komersial atau lembaga pemerintah daerah tertentu untuk menguasai sebidang
tanah atau di atas sebidang tanah dengan hak atas lahan atau hak akses masyarakat setempat
dari beberapa sumber daya alam, yang sebagian besar ditemukan di daerah pedesaan .
Sedangkan, masalah kemiskinan juga bersumber dari konsentrasi atau mengakumulasi
kepemilikan tanah dan penggunaan tanah dan sumber daya alamnya yang dibiarkan
berkembang dengan sengaja.
Untuk memecahkan masalah konsentrasi aset dan memecahkan masalah poin utama apa
yang telah dijabarkan, misalnya dengan menertibkan tanah yang dihilangkan, demi membuat
perubahan besar besaran struktur yang lunak, khususnya dari segi kepemilikan dan
penguasaan kekayaan alam berupa tanah sehingga dapat digunakan. Jadi harus digencarkan
kembali penataan demi menjadikan tanah sumber kemakmuran manusia, untuk menciptakan
hidup yang lebih adil, untuk memastikan keberlangsungan sistem sosial serta nasional, dan
juga penguatan harmoni sosial. Di sisi lain, pengoptimalan pengoperasian dan pemanfaatan
lahan dibutuhkan demi meningkatkan taraf lingkungan mata pencaharian, pengentasan
kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja, dan menumbuhkan ketahanan pangan dan energi.
Maka dari itu, tindakan yang cenderung apatis terhadap permasalahan tanah tidak boleh
terjadi dan dikendalikan untuk mengurangi atau menghilangkan pengaruh negatif sebagai
syarat penting untuk meningkatkan pembangunan nasional.
METODE PENELITIAN
Studi ini termasuk penelitian analitik, dengan metode observasi. Sebuah studi analitik di
mana kami menemukan relasi antara variabel dan menganalisis hasil olahan data yang
terkumpul serta besarnya pengaruh antar variabel yang ada.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam tujuan awal pemerintah menyerahkan hak atas tanah atau hak untuk mengelola
kepada pemilik hak dalam mengusahakan, menggunakan, dan menggunakan serta
memeliharanya secara rasional di samping kesejahteraan pemegang hak untuk
kepentingan masyarakat dan negara. Pemberian hak tersebut disertai dengan kewajiban
dalam SK pemberiannya. Sehingga pemilik hak tidak boleh menyerahkan lahannya, dan
apabila ia menyerahkan tanahnya, timbul akibat hukum, yaitu batalnya hak-hak yang
bersangkutan dan pemutusan hubungan dikendalikan oleh pemerintah. Terdapat
sejumlah faktor yang menyebabkan terlantarnya tanah, akibatnya dalam menerapkan
faktor yang disengaja bahwa tanah terlantar tidak mudah dikendalikan. Sejumlah
kendala penguasaan lahan , Entah bersifat teknis ataupun tidak. Hambatan atau kendala
teknis operasional adalah segala hambatan terkait pelaksanaan Perpres yang akan
dilakukan mulai dari identifikasi hingga penetapan lahan bera. Diharapkan dengan
adanya RPP Tanah Terlantar yang terkini, bisa mengatasi hambatan dalam penguasaan
dan penggunaan Tanah Terlantar, baik untuk menyempurnakan substansi maupun tata
cara, sehingga tidak lebih dari Penguasa Tanah Terlantar akibat ATR/Kementerian BPN
digugat dan kalah.
DAFTAR PUSTAKA
Lutffi, Farhan Mahfuzhi, Anik Iftiah, Ahmad Nashih. (2013). Menerjemahkan Secara
Teknis: Kendala Penertiban Tanag Terlantar di Kabupatem Blitar. STPN Press.
(43)
Orde Lama Orde Baru dan Orde Refromasi. Jurnal Tunas Agraria. (1) : (1)
Ali Imron .(2014). Analisis Kritis Terhadap Dimensi Ideologis Reformasi Agraria dan
Capaian Pragmatisnya. Jurnal Cakrawal Hukum. No. 2 (5) : (16)
Dian Aries, Mujiburohman, Westi Utami . (2015). Penertiban dan Pendayagunaan Tanah
Terlantar Eks PT. Perkebunan Tratak Batang. Penelitian Stategis STPN. STPN
Press. Yogyakarta
Shohibuddin, Moh, dan M. Nazir Salim (2013). Pembentukan Kebijakan Reforma Agraria,
2006–2007: Bunga Rampai Perdebatan. Edisi Revisi, Yogyakarta: STPN Press dan
Sajogyo Institute hal 737
M. Nazir Salim dan Shohibuddin . (2013) Pembentukan Kebijakan Reformasi Agraria,
2006-2007: Bunga Ramoai Perdebatan. STPN Press. Edisi Revisi dan Sayogya
Institute. (737)