Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

I. KONDISI HUKUM AGRARIA DAN FUNGSI POKOK KEAGRARIAAN

A. Hukum Pertanahan Sebelum Dan Selama UUPA

Keadaan hukum pertanahan sebelum berlakunya UUPA

mempunyai sifat dualistis, bahkan dapat dikatakan pluralistis

karena di samping berlaku kaidah-kaidah hukum adat yang

sebagian besar tidak tertulis juga berlaku kaidah hukum barat

yang masing-masing mengatur dan menetapkan hubungan-

hubungan hukum antara orang dan tanah. Hukum agraria barat

yang tertulis itu bersifat administratif dan berdasarkan pada asas

dan tujuan serta sendi-sendi Pemerintahan Penjajah yang

tercermin di dalam Agrarische Wet tahun 1870. Agrarische Wet ini

memberi kemungkinan dan jaminan kepada modal besar asing

untuk dapat berkembang di Indonesia, hal itu membuka

kemungkinan untuk memperoleh tanah-tanah luas yang

diperlukan untuk perkebunan-perkebunan besar dengan hak

erfpacht, kemungkinan menyewa tanah dari rakyat, mengatur

larangan pengasingan tanah rakyat dan sebagainya.

Sebagai tindak lanjut dari Agrarische Wet, Pemerintah

Penjajah dalam pelaksanaannya mengeluarkan Agrarische Besluit

(Stb. 1870 — 118), dimana pasal 1-nya memuat suatu pernyataan

yang terkenal sebagai "Algemene Domeinverklaring. "yang pada

pokoknya" menyatakan bahwa semua tanah yang pihak lain tidak


dapat membuktikan, bahwa tanah itu adalah tanahnya (eigendom)

adalah domein negara" (tanah milik negara).

Berhubung dengan itu maka tanah-tanah yang dipunyai

oleh rakyat dengan hak milik, hak usaha, tanah-tanah yang dihaki

oleh masyarakat-masyarakat hukum adat, semuanya menjadi

tanah negara. Maka hak-hak rakyat yang paling kuatpun seperti

hak milik disebut dengan "hak pakai" saja, dan pengertian-

pengertian yang demikian itu tidak dapat dimengerti oleh rakyat.

Dengan demikian azas domein adalah bertentangan dengan

kesadaran hukum rakyat Indonesia dan azas dari Negara merdeka

dan modern. Di samping itu keadaan hukum pertanahan yang

dualistis menimbulkan pelbagai masalah antar golongan, tidak

adanya jaminan kepastian hukum bagi rakyat asli.

Keadaan dualisme hukum keagrariaan itu telah diakhiri

oleh UUPA dengan meletakkan dasar-dasar pokok :

1. Bagi penyusunan hukum agraria nasional, yang akan

merupakan alat untuk membawakan tercapainya masyarakat

adil dan makmur ;

2. Untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam hukum

pertanahan ;

3. Untuk memberikan kepastian hukum hak-hak atas tanah.

B. Fungsi dan Tugas-tugas Pokok Keagrariaan

Berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia

No. 44 dan No. 45 tahun 1974 tugas keagrariaan/pertanahan

termasuk sebagai salah satu tugas pokok/fungsi Departemen


Dalam Negeri dimana Direktorat Jenderal Agraria merupakan

komponen Pelaksana Utama dalam tugas-tugas pokoknya.

Direktoral Jenderal Agraria menyelenggarakan fungsi-fungsi;

1. Tata Guna Tanah (Land Use) ;

2. Landreform ;

3. Pengurusan Hak-hak Tanah ;

4. Pendaftaran Tanah ;

5. Administrasi.

Adapun pembidangan dan tugasnya dapat diuraikan

secara singkat sebagai berikut :

1. Tata Guna Tanah

Fungsi ini memberikan pedoman dan pengarahan dalam

rangka meningkatkan efisiensi penggunaan tanah sesuai dengan

persediaan dan kemampuan tanah untuk keperluan masyarakat.

Tujuan yang hendak dicapai adalah penggunaan bumi, air dan

kekayaan alam yang terkandung di dalamnya secara efisien

seimbang dan serasi agar diperoleh kemanfaatan yang optimal.

Adapun kegiatan yang ditempuh adalah melakukan survey Tata

Guna Tanah, baik survey mengenai keadaan penggunaan tanah

pada waktu sekarang maupun survey mengenai kwalitas dan

kemampuan tanahnya.

2. Landreform

Membatasi penguasaan dan pemilikan tanah baik untuk

keperluan Badan Hukum atau perorangan/keluarga agar


diperoleh pemerataan pendapatan dan hasil yang sama serta

adil. Adapun kegiatan-kegiatan Landreform meliputi usaha-

usaha :

a. Menghapuskan sistim pemilikan dan penguasaan tanah luas

dengan menyelenggarakan batas maximum dan minimum

untuk tiap keluarga ;

b. Larangan pemilikan tanah pertanian secara guntai (absentee)

dan larangan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang

mengakibatkan pemecahan pemilikan tanah-tanah pertanian

menjadi bagian-bagian yang terlampau kecil ;

c. Memperbaiki sistim penguasaan tanah tradisionil dalam

bentuk bagi hasil dan gadai tanah ;

d. Menyelenggarakan redistribusi tanah-tanah selebihnya dari

batas maksimum tanah-tanah yang terkena larangan absentee

dan tanah- tanah negara lainnya ;

e. Melaksanakan pembayaian ganti rugi kepada bekas pemilik-

pemilik tanah yang terkena ketentuan Landreform ;

f. Melaksanakan usaha pengembangan dan tindak lanjut berupa

pembinaan petani Landreform.

Ciri pokok dari pelaksanaan Landreform di Indonesia ialah :

a. Tidak menghapus hak milik perorangan atas tanah, bahkan

secara kwantitatif menambah jumlah pemilik-pemilik tanah ;

b. Adanya jaminan pembayaran ganti rugi bagi para bekas

pemilik tanah-tanah pertanian kelebihan dan absentee yang

dikuasai oleh Pemerintah.


3. Pengurusan Hak-hak Tanah

Bidang tugas ini pada pokoknya bersifat pelayanan umum

terhadap anggota masyarakat, badan-badan hukum, instansi-

instansi pemerintah yang memerlukan tanah untuk kegiatan-

kegiatan usahanya, pencabutan hak dan pengawasan terhadap

pemindahan hak atas tanah.

4. Pendaftaran Tanah

Pelaksanaan untuk tercapainya jaminan dan kepastian

hukum hak-hak atas tanah diselenggarakan pendaftaran tanah

di seluruh wilayah Negara, dengan mengadakan pengukuran,

pemetaan tanah serta menyelenggarakan tata usaha pendaftaran

hak-hak serta peralihannya dan pemberian surat tanda bukti

hak berupa sertipikat sebagai alat pembuktian yang kuat.

Pendaftaran tanah di Indonesia dilakukan dengan sistim negatip

dengan dilakukan secara bertahap dan didasarkan pada azas :

a. Azas publisitas yakni, bahwa nama pemilik bidang tanah,

status hak atas tanah, serta adanya beban-beban di atas

tanah seperti adanya hipotik, sitaan-sitaan dan sebagainya

harus terdaftar dalam daftar umum, artinya bahwa daftar

data-data ini terbuka bagi umum ;

b. Azas spesialitas yakni, bahwa letak tanah, lokasinya, luasnya

serta tanda-tanda batasnya harus tampak jelas, oleh karena

itu bidang tanah haruslah diukur, dipetakan, dihitung luasnya

serta jelas macam tanda batas (situasi) bidang tanah itu.


Azas publisitas lebih menekankan segi-segi legalitas yakni

segi-segi hukum atas tanah, sedang azas spesialitas lebih-lebih

menekankan segi-segi tekhnis pengukuran dan pemetaan yakni

dalam bidang ilmu geodesi.

5. Administrasi

Guna memperlancar setiap urusan yang menyangkut

tanah sehingga menunjang lancarnya pembangunan perlu

peningkatan tertib administrasi pertanahan. Dalam

menanggulangi usaha-usaha meningkatkan tertib administrasi

pertanahan, diusahakan pola kebijaksanaan yang menyeluruh

baik mengenai organisasi/tata kerja, personalia, keuangan

maupun prasarana demi tercapainya tertib tersebut.

II.SASARAN PEMBANGUNAN BIDANG PERTANAHAN

Program Kerja Departemen Dalam Negeri Bidang Agraria dalam

Pelita III dan Program Operasionil Tahun 1979/1980, bertujuan untuk

meletakkan bagi terciptanya suatu tata kehidupan dalam masyarakat

dimana penguasaan tanah dapat memberikan nilai ekonomis secara

maksimal dan jaminan hukum bagi yang mempunyainya.

Untuk mencapai tujuan tersebut ditentukan sasaran pokoknya

baik Program Kerja itu bersifat Nasional maupun Regional. Sasaran pokok

tersebut dikenal dengan Catur Tertib yakni :

1. Tertib Hukum Pertanahan;

2. Tertib Administrasi Tanah;

3. Tertib Penggunaan Tanah;


4. Tertib Pemeliharaan Tanah dan Lingkungan Hidup.

1. Tertib Hukum Pertanahan

Sebagai dasar hukum utama peraturan perundangan dibidang

Agraria adalah Undang-undang No. 5 Tahun 1960/Undang-undang

Pokok Agraria (UUPA). Undang-undang ini dilengkapi dengan berbagai

peraturan pelaksana. Dengan pesatnya pembangunan dewasa ini perlu

peraturan-peraturan pelaksananya lebih ditingkatkan dan dilengkapi

serta disempurnakan. Sampai saat ini Departemen Dalam Negeri

sudah banyak mengeluarkan peraturan-peraturan yang kesemuanya

ditujukan guna melengkapi dan melaksanakan Undang-undang Pokok

Agraria.

2. Tertib Administrasi Pertanahan

Guna memperlancar setiap urusan yang menyangkut tanah

sehingga menunjang lancarnya pembangunan perlu peningkatan

tertib administrasi pertanahan. Dalam menanggulangi usaha-usaha

meningkatkan tertib administrasi pertanahan, diusahakan pola

kebijaksanaan yang menyeluruh baik mengenai organisasi/tata kerja,

personalia, keuangan maupun prasarana demi tercapainya tertib

tersebut.

3. Tertib Penggunaan Tanah

Tertib penggunaan tanah harus sejalan dengan semangat dan

jiwa pasal 33 ayat 3 Undang-undang Dasar 1945. Ini berarti bahwa

tanah harus dipergunakan sesuai dengan kemampuannya untuk


sebesar-besarnya kemakmuran rakyat banyak secara adil, merata dan

langgeng.

4. Tertib Pemeliharaan Tanah dan Lingkungan Hidup

Karena kebutuhan yang mendesak atau keinginan untuk

mencapai keuntungan sebesar-besarnya banyak kalangan masyarakat

yang kurang menyadari pentingnya menjaga lingkungan hidup agar

supaya tidak rusak dan terganggu keseimbangannya. Akibatnya akan

mempersulit kalangan yang lebih luas atau menimbulkan bencana

pada waktu-waktu yang akan datang. Pasal 15 Undang-Undang Pokok

Agraria menyebutkan setiap orang/badan hukum yang mempunyai

hubungan dengan tanah yaitu menguasai/memiliki/ mengusahakan

tanah, wajib memelihara kesuburan dan mencegah kerusakan tanah.

TUGAS !

1. Apakah Agrarische Wet dan/atau Agrarische Besluit sampai

sekarang masih tetap diberlakukan ? Berikan Penjelasan !

2. Tertib Administrasi yang bagaimana yang diterapkan dimasa

sekarang ? Jelaskan !

Anda mungkin juga menyukai