Anda di halaman 1dari 18

TUGAS PAPER

HUKUM AGRARIA

Disusun Oleh:

Andi Maurellea Nugraha

H1A120007

Kelas A

FAKULTAS HUKUM
ILMU HUKUM
UNIVERSITAS HALU OLEO
2021
ANALISIS SENGKETA LAHAN GOLF ANTARA AHLI WARIS
KELUARGA SANGGA KALENGGO DENGAN PEMPROV
SULAWESI TENGGARA

ANALYSIS OF A GOLF LAND DISPUTE BETWEEN SANGGA


KALENGGO FAMILY HEISTS AND SOUTHEAST SULAWESI
GOVERNMENT

Andi Maurellea Nugraha

Fakultas Hukum Universitas Halu Oleo

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan analisa terkait kasus sangketa lahan
lapangan golf antara ahli waris keluarga Sangga Kalenggo dengan pemprov
Sulawesi Tenggara. Untuk diketahui berdasarkan putusan Mahkamah Agung
Republik Indonesia nomor 196/PK/Pdt/2015 tentang pihak ahli waris Sangga
Kalenggo memenangkan gugatan atas tanah seluas 10,5 hektare yang
disengketakan dengan Pemprov Sultra.
Kata kunci: Analisa sengketa lahan golf antara ahli waris keluarga
sanggakalenggo dengan pemprov sultra.

ABSTRACT
This study aims to explain the analysis related to the case of a golf course land
dispute between the heirs of the Sangga Kalenggo family and the Southeast
Sulawesi provincial government. To note, based on the decision of the Supreme
Court of the Republic of Indonesia number 196/PK/Pdt/2015 concerning the
heirs of Sangga Kalenggo, he won the lawsuit over a land area of 10.5 hectares
which was disputed with the Southeast Sulawesi Provincial Government.
Keywords: Analysis of the relationship between termination of employment and
the concept of coercion.
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Hal yang mendasari hak atas tanah di Indonesia adalah Pasal 33 ayat (3)
Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa bumi dan air dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Berdasarkan inilah
kemudian pemerintah menerbitkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Istilah Agraria sendiri berasal
dari kata akker (bahasa belanda) atau agger (bahasa latin) yang artinya tanah
atau sebidang tanah atau tanah untuk pertanian.

Hak menguasai dari negara ini maksudnya adalah memberikan kewenangan


bagi negara untuk (Pasal 2 ayat (2) UU No.5 Tahun 1960):

1. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan,


dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa.
2. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-
orang dengan bumi, air, dan ruang angkasa.
3. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-
orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan
ruang angkasa.

Berdasarkan hak mengusai dari negara inilah ditetapkan adanya macam-macam


hak atas permukaan bumi yaitu tanah, yang dapat diberikan kepada dan
dipunyai oleh orang perorangan maupun kelompok dengan orang lain serta
badan hukum. Sebagaimana diatur dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria menyebutkan
bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Fungsi soial yang
dimaksud adalah:
1. Untuk kepentingan negara.
2. Untuk keperluan peribadatan dan keperluan-keperluan suci lainnya,
sesuai dengan dasar Ketuhanan Yang Maha Esa.
3. Untuk keperluan pusat-pusat kehidupan masyarakat, sosial, kebudayaan
dan kesejahteraan lainnya.
4. Untuk keperluan mengembangkan produksi pertanian, peternakan, dan
perikanan serta hal-hal yang berkenaan dengan hal tersebut.
5. Untuk keperluan mengembangkan industri, transmigrasi, dan
pertambangan.

Adapun hak-hak atas tanah tersebut adalah :

a. Hak Milik
b. Hak Guna Usaha
c. Hak Guna Bangunan
d. Hak Pakai
e. Hak Sewa Untuk Bangunan
f. Hak Membuka Tanah
g. Hak Memungut Hasil Hutan
h. Hak lainnya.1

Tanah yang merupaka permukaan bumi (pasal 1 ayat 1 (4) dan pasal 4 ayat (1)
UUPA) adalah tempat manusia hidup dan berkembang, serta sebagai sumber
bagi segala kepentingan hidupnya. Oleh karena itu, pentingnya fungsi tanah ini
tidak mengherankan manakal setiap pribadi berkeinginan untuk menguasai dan
memilikinya yang berakibat timbul berbagai masalah tanah.

Menyadari akan fungsi tanah tersebut, maka bagi pemerintah tidak ada alternatif
lain kecuali meningkatkan pengelolaan, pengaturan, dan pengurusan pertanahan
yang menjadi sumber kesejahteraan dan kemakmuran sesuai dengan ketentuan
1
Rendra Topan, https://rendratopan.com/2019/02/24/hak-hak-atas-tanah/, diakses pada
tanggal 23 Desember 2021 Pukul 21.32
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jadi bukan menjadi sumber
keresahan.

Tidak sedikit lahan pertanahan, baik yang lokasinya didalam maupun diluar
kota-kota besar dipakai atau digunakan dan atau diduduki oleh orang-orang atau
badan hukum tanpa izin yang berhak atau kuasanya.

Keadaan yang tidak sewajarnya tersebut, tentunya dapat dimaklumi karena


sangat terbatasnya lahan pertanahan baik untuk perumahan maupun untuk
kepentingan masyarakat lainnya sedangkan dilain pihak jumlah penduduk
bukannya berkurang , melainkan terus menerus meningkat jumlahnya.

Disamping hal-hal seperti tersebut diatas, terjadinya urbanisasi yang sulit


dikendalikan juga merupakan kendala yang harus diupayakan pemecahan atau
jalan keluar dan diselesaikan secara tuntas.

Dalam hal itu, berbagai peraturan perundang-undangan tetang penggunaan


tanah mengharuskan pelaksanaan dalam masyarakat agar pemanfaatan,
penguasaan dan pemilikian tanah dengan cara yang teratur dan tertib.
Pemakaian tanah yang melanggar norma-norma hukum yang berlaku harus
dicegah untuk menjaga ketentraman dan keamanan masyarakat. Tetapi juga
tidak dibenarkan orang atau badan hukum mempunyai hak atas tanah
membiarkan tanahnya dalam keadaan terlantar. Bahkan menurut ketentuan yang
tercantum dalam pasal 27, 34, dan 40 undang-undang nomor 5 tahun 1960,
lembaran negara tahun 1960 nomor 104, tetang peraturan dasar pokok-pokok
Agraria atau lebih dikenal dengan UUPA, hak milik, hak guna bangunan, dan
hak guna usaha, menjadi hapus jika tanah ditelantarkan.

Sengketa tanah merupakan sengketa yang sudah lama ada, dari era ordelama,
orde baru, era reformasi dan hingga saat ini. Sengketa tanah secara
kualitasmaupun kuantitas merupakan masalah yang selalu ada dalam tatanan
kehidupan masyarakat.
Sengketa atau konflik pertanahan menjadi persoalan yang kronis dan bersifat
klasik serta berlangsung dalam kurun waktu tahunan bahkan puluhan tahun dan
selalu ada dimana-mana. Sengketa dan konflik pertanahan merupakan bentuk
permasalahan yang sifatnya komplek dan multi dimensi. 2

Sudah merupakan fenomena yang inheren dalam sejarah kebudayaan dan


peradaban manusia, terutama sejak masa agraris dimana sumber daya berupa
tanah mulai memegang peranan penting sebagai faktor produksi untuk
memenuhi kebutuhan manusia.

Berkaitan dengan pengertian Sengketa Pertanahan dapat dilihat dari dua bentuk
pengertian yaitu pengertian yang diberikan para ahli hukum dan yang
ditegaskan oleh peraturan perundang-undangan.3

Menurut Rusmadi Murad sengketa hak atas tanah, yaitu, timbulnya sengketa
hukum adalah bermula dari pengaduan sesuatu pihak (orang/badan) yang berisi
keberatan-keberatan dan tuntutan hak atas tanah, baik terhadap status tanah,
prioritas, maupun kepemilikannya dengan harapan dapat memperoleh
penyelesaian secara administrasi sesuai dengan ketentuan peraturan yang
berlaku.

Lebih lanjut menurut Rusmadi Murad, sifat permasalahan sengketa tanah ada
beberapa macam, yaitu :

1. Masalah atau persoalan yang menyangkut prioritas untuk dapat


diterapkan sebagai pemegang hak yang sah atas tanah yang berstatus hak,
atau atas tanah yang belum ada haknya.

2
Sumarto, “Penanganan dan Penyelesaian Konflik Pertanahan dengan Prinsip Win-Win
Solution oleh Badan Pertanahan nasional RI” Disampaikan pada Diklat Direktorat Konflik
Pertanahan Kemendagri RI tanggal 19 September, 2012. Hlm 2.
3
Hadimulyo, “Mempertimbangkan ADR, Kajian Alternatif Penyelesaian Sengketa di Luar
Pengadilan” ELSAM : Jakarta. 1997. Hlm 13.
2. Bantahan terhadap suatu alas hak/bukti perolehan yang digunakan
sebagai dasar pemberian hak (perdata).
3. Kekeliruan atau kesalahan pemberian hak yang disebabkan penerapan
peraturan yang kurang atau tidak benar.
4. Sengketa atau masalah lain yang mengandung aspek-aspek sosial
praktis/bersifat strategis.4

Dalam memberi pengertian sengketa pertanahan ada dua istilah yang saling
berkaitan yaitu sengketa pertanahan dan konflik pertanahan. Walaupun kedua
istilah ini merupakan kasus pertanahan, namun dalam Peraturan Kepala BPN
Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus
Pertanahan, jelas membedakan pengertian kedua istilah tersebut. Dalam Pasal 1
butir 2 diterangkan bahwa Sengketa pertanahan yang disingkat dengan
sengketa adalah perselisihan pertanahan antara orang perseorangan, badan
hukum, atau lembaga yang tidak berdampak luas secara sosio-politis.
Sedangkan Konflik pertanahan yang disingkat konflik adalah perselisihan
pertanahan antara orang perseorangan, kelompok, golongan, oeganisasi, badan
hukum, atau lembaga yang mempunyai kecenderungan atau sudah berdampak
luas secara sosio-politis. 5

Masyarakat mengenai status penguasaan dan atau status kepemilikan dan atau
status pengguanaan atau pemanfaatan atas bidang tanah tertentu oleh pihak
tertentu, atau status penggunaan atau pemanfaatan atas bidang tanah tertentu
serta mengandung aspek politik, ekonomi dan sosial budaya.

Kasus sengketa hak atas tanah yang terjadi di kendari yaitu kasus sengketa
lahan lapangan golf milik ahli waris Sangga Kalenggo yang dikuasai oleh
pemprov Sultra. Sengketa lahan ini diselesaikan melalui pengadilan yang

4
Rusmadi Murad, “Penyelesaian Sengketa Hukum Atas Tanah” Bandung : Alumni, 1999.
Hlm 22-23.
5
Lihat Pasal 1 butir 2 Peraturan Kepala BPN Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan
Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan
dimana pihak ahli waris Sangga Kalenggo memenangkan perkara ini di
Mahkamah Agung. 6

Berdasarkan putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia nomor


196/PK/Pdt/2015, pihak ahli waris Sangga Kalenggo memenangkan gugatan
7
atas tanah seluas 10,5 hektare yang disengketakan dengan Pemerintah Provinsi
Sulawesi Tenggara.

Lahan yang disengketakan itu merupakan bagian seperempat dari total sekitar
40 hektare lahan lapangan golf Sanggoleo Kendari.

Terkait putusan itu, Pengadilan Negeri Kendari telah menerbitkan Anmanning


dengan nomor 20/Pen.Pdt.Anm/2009/PNKdi tanggal 17 Juni 2021.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan masalah yang
akan dibahas dalam penelitian adalah:

1. Apa pokok permasalahan dari kasus sengketa lahan lapangan golf


kepemilikan ahli waris Sangga Kalenggo dengan pemprov Sultra?
2. Bagaimana penyelesaian yang dilakukan untuk menyelesaikan
permasalahan tersebut?
C. TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk menguji pokok masalah dari kasus sengketa lahan lapangan golf
kepemilikan ahli waris Sangga Kalenggo dengan pemprov Sultra.
2. Untuk menguji penyelesaian yang dilakukan untuk menyelesaikan
permasalahan sengketa lahan tersebut.

6
Haluan Rakyat, https://haluanrakyat.com/kalah-sengketa-di-ma-lapangan-golf-pemprov-
sultra-kini-dipasangi-plang, diakses pada tanggal 24 Desember 2021 Pukul 15.06.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pokok Masalah Sengketa Lahan Lapangan Golf Milik Ahli


Waris Sangga Kalenggo dengan Pemprov Sultra.

Dalam kehidupan manusia bahwa tanah tidak akan terlepas dari segala tindak
tanduk manusia itu sendiri sebab tanah merupakan tempat bagi manusia untuk
menjalani dan kelanjutan kehidupannya. Oleh karena itu tanah sangat
dibutuhkan oleh setiap anggota masyarakat sehingga sering terjadi sengketa
diantara sesamanya, terutama yang menyangkut tanah.8

Konflik pertanahan sudah mengakar dari zaman dulu hingga sekarang, akar
konflik pertanahan merupakan faktor yang mendasar yang menyebabkan
timbulnya konflik pertanahan. Akar permasalahan konflik pertanahan penting
untuk diidentifikasi dan diinventarisasi guna mencari jalan keluar atau bentuk
penyelesaian yang akan dilakukan.9

Salah satu bidang yang mengatur tata kehidupan warga Negara yang juga
tunduk pada hukum yaitu bidang pertanahan. Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 dan
dijabarkan dalam UUPA yang telah mengatur masalah keagrariaan/pertanahan
di Indonesia sebagai suatu peraturan yang harus dipatuhi. Salah satu tujuan
pembentukan UUPA adalah meletakkan dasar-dasar untuk memberikan
kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya.10

Jika dilihat secara faktual landasan yuridis yang mengatur masalah


keagrariaan/pertanahan tidak sepenuhnya dilaksanakan dengan konsekuen

8
Syaiful Azam, “Eksistensi Hukum Tanah dalam mewujudkan tertib Hukum Agraria”
Makalah Fakultas Hukum USU – Digitized by USU Digital Library, 2003. Hlm 1.
9
Sumarto, Op. Cit. Hlm 4.
10
Elfachri Budiman, “Peradilan Agraria (Solusi Alternatif penuntasan Sengketa Agraria)”
Jurnal Hukum USU Vol. 01. No.1, Tahun 2005. Hlm 74.
dengan berbagai alasan yang sehingga menimbulkan masalah. Sumber
masalah/konflik pertanahan yang ada sekarang antara lain :

1. Pemilikan/penguasaan tanah yang tidak seimbang dan tidak merata


2. Ketidakserasian penggunaan tanah pertanian dan tanah nonpertanian.
3. Kurangnya keberpihakan kepada masyarakat yang golongan
4. ekonominya lemah.
5. Kurangnya pengakuan terhadap hak-hak masyarakat hukum adat atas
6. tanah seperti hak ulayat.
7. Lemahnya posisi tawar masyarakat pemegang hak atas tanah dalam
8. pembebasan tanah.11

Secara garis besar, Maria S.W. Sumardjono menyebutkan beberapa akar


permasalahan konflik pertanahan yaitu sebagai berikut:

1. Konflik kepentingan yang disebabkan karena adanya persaingan


kepentingan yang terkait dengan kepentingan substantif (contoh : hak
atas sumber daya agraria termasuk tanah) kepentingan prosedural,
maupun kepentingan psikologis.
2. Konflik struktural yang disebabkan pola perilaku atau destruktif,
kontrol kepemilikan atau pembagian sumber daya yang tidak
seimbang, kekuasaan kewenangan yang tidak seimbang, serta faktor
geografis, fisik atau lingkungan yang menghambat kerjasama.
3. Konflik nilai yang disebabkan karena perbedaan kriteria yang
dipergunakan mengevaluasi gagasan atau perilaku, perbedaan gaya
hidup, idiologi atau agama/kepercayaan.

11
Elfachri Budiman, Ibid. Hlm 75. Bandingkan dengan Noer Fauzi Rachman, “Rantai
Penjelas Konflik-Konflik Agraria yang Kronis, Sistematik, dan Meluas di Indonesia”. Bhumi,
Jurnal Ilmiah Pertanahan PPPM – STPN, Nomor 37 Tahun 12, April 2013.Hlm 5.
4. Konflik hubungan yang disebabkan karena emosi yang berlebihan,
persepsi yang keliru, komunikasi buruk atau salah, dan pengulangan
perilaku negatif.
5. Konflik data yang disebabkan karena informasi yang tidak lengkap,
informasi yang keliru, pendapat yang berbeda tentang hal-hal yang
relevan, interpretasi data yang berbeda, dan perbedaan prosedur
penilaian12

Hasim Purba dalam tulisan jurnalnya secara umum mengklarifikasikan tipologi


sengketa pertanahan kedalam tiga bentuk yaitu :

1. Sengketa Horizontal yaitu : antara masyarakat dengan masyarakat


lainnya.
2. Sengketa Vertikal yaitu : antara masyarakat dengan pemerintah, dan
3. Sengketa Horizontal – Vertikal yaitu : antara masyarakat dengan
pengusaha (investor) yang di back up pemerintah (oknum pejabat) dan
preman.13

Sengketa lahan lapangan golf termasuk kedalam sengketa Vertikal yaitu dimana
permasalahan tersebut merupakan permasalahan antara masyarakat yaitu ahli
waris Sangga Kalenggo dengan pemerintah yaitu pemprov Sultra.

Meski sudah ada putsan inkracht dari Mahkamah Agung (MA) soal
permasalahan lapangan golf Sanggoleo Kendari, Pemprov Sultra masih enggan
membayar. Pasalnya, objek gugatan yang diklaim oleh Ahli waris Sangga
Kalenggo tidak jelas. Bahkan diduga masih tanah negara. Dalam putusan MA,
Pemprov diminta membayar ganti rugi sebesar 4,2 milliar.

12
Maria S.W. Sumardjono, “Tanah dalam Perspektif Hak Ekonomi Sosial Budaya” Jakarta :
Kompas, 2008. Hlm 112-113. Lihat juga yang dikutip Sumarto, Op. Cit. Hlm 4.
13
Hasim Purba, “Reformasi Agraria dan Tanah untuk Rakyat : Sengketa Petani VS
Perkebunan” Jurnal Law Review, V. X No 2. UPH, 2010. Hal 167. Bandingkan dengan
Widiyanto, “Potret Konflik Agraria di Indonesia” Bhumi, Jurnal Ilmiah Pertanahan PPPM –
STPN, Nomor 37 Tahun 12, April 2013. Hlm 23-34.
Menurut kepala badan pengelolaan keuangan daerah (BPKAD) Sultra Basiran
mengatakan penundaan pembayaran ganti rugi lahan sejak tahun 2015 lalu
(pasca putusan MA nomor 196/PK/Pdt/2015) dikarenakan objek gugatan tanah
seluas 105.000 m2 (10,5 Hektar) tidak memilik batas yang jelas. Sehingga
timbul keraguan jika tanah yang dimaksud masih bagian dari tanah milik
pemerintah seluas 46,95 hektar.

Putusan pengadilan yang bekekuatan hukum tetap wajib dilaksanakan.


Pemerintah tetap akan membayarkan kepada penggugat. Tapi itu bisa
direalisasikan jika tanah seluas 10,5 hektar itu bukan dari tanah yang sudah
dibebaskan oleh pemerintah seluas 46,5 hektar.

Pihak badan pertanahan kota kendari dengan pengadilan akan melakukan


pengukuran ulang untuk mengetahui titik (batas) lahan yang disengketakan.
Pengukuran dimaksudkan untuk mengembalikan fungsi lapangan sebagai salah
satu sarana olahraga dan mencegah adanya klaim sepihak.14

Alasan yang mendasari terjadinya sengketa tanah seperti kasus tersebut adalah
dikarenakan masih banyaknya warga yang kurang memahami aspek hukum
pertanahan seperti pentingnya kepemilikan tanah yang bersertifikat. Sebagian
masyarakat masih berpikir bahwa dengan kepemilikan akta seperti akta jual beli
(AJB) atau bukti pajak SPPT dan STTS PBB saja sudah cukup sebagai bukti
kepemilikan tanah. Padahal sertifikat tanah merupakan produk akhir dari
pendaftaran kepemilikan tanah. Oleh karena itu, pentingnya melakukan
pendaftaran tanah sehingga pemilik tanah mendapatkan kepemilikan tanah yang
bersertifikat. Berikut beberapa landasan hukum yang telah ditetapkan oleh
pemerintah dalam melakukan pendaftaran tanah:

Heerly, https://kendaripos.co.id/2021/08/polemik-lapangan-golf-sanggoleo-kendari-objek-
14

gugatan-enjel-pemprov-ogah-bayar/, diakses pada tanggal 24 Desember Pukul 16.19


a. Undang-Undang Dasar Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria (UUPA).
b. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
c. Peraturan Menteri Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3
Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
d. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang / Kepala Badan Pertanahan
Nasional Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2017 tentang Perubahan
Atas Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang / Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 35 Tahun 2016 tentang Percepatan
Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap.

Pengukuran dan pendaftaran tanah merupakan pelaksanaan dari Pasal 19 UUPA


sebagai upaya untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah. Dalam kaitan
ini, pemerintah mengadakan pendaftaran tanah di seluruh Indonesia dengan
kegiatan

a. Pengukuran, pemetaan, dan pembukuan tanah;


b. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut;
c. Pemberian surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat bukti
yang kuat.

Hal ini juga selaras dengan tujuan dari administrasi pertanahan, yaitu :

a. Meningkatkan jaminan kepastian hukum hak atas tanah;


b. Meningkatkan kelancaran pelayanan kepada masyarakat;
c. Meningkatkan daya hasil guna tanah lebih bermanfaat bagi kehidupan
masyarakat.

Untuk merealisasikan hal tersebut serta dalam rangka peningkatan pelayanan


kepada masyarakat di bidang pertanahan, dibuatlah Keputusan Presiden Nomor
7 Tahun 1979 tentang Catur Tertib Pertanahan, yaitu tertib hukum pertanahan;
tertib administrasi pertanahan; tertib penggunaan tanah; dan tertib pemeliharaan
tanah lingkungan hidup.

Keempat tertib tersebut merupakan pedoman bagi penyelenggaraan tugas-tugas


pengelolaan dan pengembangan administrasi pertanahan yang sekaligus
merupakan gambaran tentang kondisi atau sasaran antara yang ingin dicapai
dalam pembangunan bidang pertanahan yang pelaksanaannya dilakukan secara
bertahap. Jika masyarakat sudah mensertifikatkan tanahnya, maka akan
tercapailah salah satu tujuan UUPA yaitu terjadinya kepastian hukum hak-hak
atas tanah bagi rakyat seluruhnya.

B. Penyelesaian Sengketa Lahan Lapangan Golf Antara Ahli Waris


Sangga Kalenggo Dengan Pemprov Sultra.

Kasus-kasus yang menyangkut sengketa dibidang pertanahan dapat dikatakan


tidak pernah surut, bahkan mempunyai kecenderungan meningkat dalam
kompleksitas maupun kuantitas permasalahannya, seiring dengan dinamika
ekonomi, sosial dan politik Indonesia.Bagi hakim dalam menyelesaikan
sengketa juga berhadapan dengan kepastian hukum.Kepastian hukum menurut
kaum utilitarian harus menjadi tujuan primer hukum baru kemudian diikuti
kemanfaatan sebagai tujuan sekundernya.15

Ketentuan UUD 1945 Pasal 33 Ayat 3 bahwa : “Bahwa bumi dan air dan
kekayaanalam yang terkandung didalamnyadikuasaioleh Negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat’, merupakan
landasan konstitusional yang semestinya menjadi sumber hukum tertinggi
hukum pertanahan di Indonesia.

Timbulnya sengketa hukum yang bermula dari pengaduan suatu pihak (orang/
badan hukum) yang berisi keberatan-keberatan dan tuntutan hak atas tanah, baik

Sudjito, Prona Pensertifikatan Tanah Secara Massal dan Penyelesaian Sengketa Tanah yang
15

bersifat Strategis, Yogyakarta, Liberty, 2007, hal. 205


terhadap status tanah, prioritas, maupun kepemilikannya dengan harapan dapat
memperoleh penyelesaian secara administrasi sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.Mencuatnya kasus-kasus sengketa tanah di Indonesia beberapa waktu
terakhir seakan kembali menegaskan kenyataan bahwa selama kemerdekaan
Indonesia negara masih belum bisa memberikan jaminan hak atas tanah kepada
rakyatnya, UUPA baru sebatas menandai dimulainya era baru kepemilikan
tanah yang awalnya bersifat komunal berkembang menjadi kepemilikan
individual.

Tanah sebagai hak ekonomi setiap orang / badan hukum dapat memunculkan
konflik maupun sengketa.Berbagai sengketa pertanahan itu telah mendatangkan
berbagai dampak baik secara ekonomi, sosial dan lingkungan.Secara ekonomis
sengketa itu telah memaksa pihak yang terlibat untuk mengeluarkan biaya yang
dikeluarkan. Dalam hal ini dampak lanjutan yang potensial terjadi adalah
penurunan produktivitas kerja tata usaha karena selama sengketa berlangsung,
pihakpihak yang terlibat harus mencurahkan tenaga dan pikirannya, serta
meluangkan waktu secara khusus terhadap sengketa sehingga mengurangi hal
yang sama terhadap kerja atau usahanya.

Dampak sosial dari konflik adalah dapat terjadinya ketidakharmonisan/


kerenggangan sosial diantara warga masyarakat, termasuk hambatan bagi
terciptanya kerjasama diantara mereka.Dalam hal ini konflik dapat terjadi
dengan instansi pemerintah dan warga masyarakat di sekitar lokasi tanah
sengketa, sehingga menimbulkan penurunan tingkat kepercayaan masyarakat
terhadap pemerintah berkenaan ketidakpastian hukum.

Disamping itu, selama konflik berlangsung ruang atas suatu wilayah dan atas
tanah yang menjadi objek konflik/ sengketa biasanya berada dalam keadaan
status quo sehingga ruang atas tanah yang bersangkutan tidak dapat
dimanfaatkan akibatnya adalah terjadinya penurunan kualitas sumber daya
lingkungan yang dapat merugikan kepentingan semua pihak.

Ada dua cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi sengketa tanah.
Pertama, sengketa tanah bisa diselesaikan lewat pengadilan. Kedua, sengketa
tanah dapat diselesaikan tanpa melalui pengadilan atau dengan cara
kekeluargaan.

Penyelesaian yang dilakukan oleh Ahli waris Sangga Kalenggo yaitu melalui
Pengadilan Negeri Kendari. Berdasarkan putusan Mahkamah Agung Republik
Indonesia nomor 196/PK/Pdt/2015, pihak ahli waris Sangga Kalenggo
memenangkan gugatan atas tanah seluas 10,5 hektare yang disengketakan
dengan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara.

Lahan yang disengketakan itu merupakan bagian seperempat dari total sekitar
40 hektare lahan lapangan golf Sanggoleo Kendari.

Terkait putusan itu, Pengadilan Negeri Kendari telah menerbitkan Anmanning


dengan nomor 20/Pen.Pdt.Anm/2009/PNKdi tanggal 17 Juni 2021. 16

16
Hukrim, https://haluanrakyat.com/ahli-waris-pemilik-lahan-lapangan-golf-sanggoleo-
ngamuk-di-pn-kendari, diakses pada tanggal 24 Desember 2021 Pukul 16.35
BAB III

KESIMPULAN

Alasan yang mendasari terjadinya sengketa tanah seperti kasus tersebut adalah
dikarenakan masih banyaknya warga yang kurang memahami aspek hukum
pertanahan seperti pentingnya kepemilikan tanah yang bersertifikat. Sebagian
masyarakat masih berpikir bahwa dengan kepemilikan akta seperti akta jual beli
(AJB) atau bukti pajak SPPT dan STTS PBB saja sudah cukup sebagai bukti
kepemilikan tanah. Padahal sertifikat tanah merupakan produk akhir dari
pendaftaran kepemilikan tanah. Oleh karena itu, pentingnya melakukan
pendaftaran tanah sehingga pemilik tanah mendapatkan kepemilikan tanah yang
bersertifikat. Ada dua cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi sengketa
tanah. Pertama, sengketa tanah bisa diselesaikan lewat pengadilan.
Kedua, sengketa tanah dapat diselesaikan tanpa melalui pengadilan atau dengan
cara kekeluargaan.
DAFTAR PUSTAKA

file:///C:/Users/37%20computer/Downloads/Documents/121803008_file%205.p
df

file:///C:/Users/37%20computer/Downloads/Documents/Jurnal%20Manan%202
017_2.pdf

https://haluanrakyat.com/ahli-waris-pemilik-lahan-lapangan-golf-sanggoleo-
ngamuk-di-pn-kendari

https://telisik.id/news/pengadilan-negeri-kendari-didemo-terkait-sengketa-
tanah-lapangan-golf

https://brainly.co.id/tugas/29268472

https://www.dekoruma.com/artikel/122338/cara-menyelesaikan-sengketa-tanah

https://kendaripos.co.id/2021/08/polemik-lapangan-golf-sanggoleo-kendari-
objek-gugatan-enjel-pemprov-ogah-bayar/

Anda mungkin juga menyukai