Anda di halaman 1dari 15

PENYELASAIAN KASUS SENGKETA LAHAN LAPANGAN GOLF

SANGGOLEO KENDARI OLEH WARGA PEMILIK TANAH DAN

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA

LEO JOSE HANTA

H1A120165

KELAS D

HUKUM AGRARIA

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS HALUOLEO

2021

1
Abstrak

Hak atas tanah adalah hak atas sebagian tertentu permukaan bumi yang

berbatas, karenanya hak atas tanah bukan saja memberikan wewenang untuk

mempergunakan sebagian tertentu permukaan bumi yang disebut tanah. Di

Indonesia fungsi tanah semakin meningkat, karena meningkatnya kebutuhan

manusia akan tanah membawa akibat terhadap meningkatnya masalah

pertanahan. Sehingga masalah sengketa tanah kerap kali kita dapati di

lingkungan masyarakat. Di wilayah Sulawesi Tenggara , sengketa lahan yang

terjadi melibatkan antara sekelompok warga dengan Pemerintah Provinsi

Sulawesi Tenggara berkaitan dengan lahan Lapangan Golf Sanggoleo.

Rumusan masalah dalam paper ini yaitu apa penyebab terjadinya sengketa

lahan lapangan golf sanggoleo kendari milik sekelompok warga oleh

pemerintah provinsi sulawesi tenggara? dan bagaimana upaya penyelesaian

yang telah dilakukan oleh pihak-pihak terkait terhadap masalah senketa lahan

lapangan golf sanggoleo kendari milik sekelompok warga oleh pemerintah

provinsi sulawesi tenggara ? Metode yang di gunakan dalam paper ini yaitu

menggunakan metode penelitian normatif dengan pendekatan melalui putusan

pengadilan.

2
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan

kekayaan nasional. Hubungan antara bangsa Indonesia dengan tanah adalah

bersifat abadi. Untuk itu, tanah harus dikelola secara cermat pada masa

sekarang maupun masa akan datang. Pengelolaan tanah di Indonesia mengacu

pada Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (3) yang menyatakan bahwa

bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, dikuasai oleh

negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Penjabaran atas ketentuan tersebut, dijadikan landasan bagi pemerintah

yang bertindak mewakili negara dalam mengatur hak-hak penguasaan atas

tanah, yang dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang

Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA). UUPA tidak mengatur

tentang hak pengelolaan secara eksplisit. Namun, UUPA menjelaskan hak

pengelolaan berasal dari hak menguasai Negara atas tanah. Negara sebagai

pihak yang menguasai tanah (sebagai organisasi kekuasaan dari seluruh

rakyat/bangsa) dapat memberikan tanah kepada seseorang atau badan hukum

dengan sesuatuhak menurut peruntukan dan keperluannya, misalnya hak

milik,hak guna-usaha,hak guna bangunan atau  hak  pakai  atau

memberikannya  dalam  pengelolaan  kepada sesuatu Badan Penguasa

(Departemen, Jawatan atau Daerah Swatantra) untuk dipergunakan bagi

pelaksanaantugasnya masing-masing.

3
Di dalam Pasal 2 ayat (2) UUPA, berdasar Hak Menguasai Negara

memberi wewenang kepada negara untuk:

(1). Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan

dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut;

(2). Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-

orang dengan bumi, air dan ruang angkasa;

(3). Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukumantara orang-orang

dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang

angkasa.

Ketentuan tersebut dipakai sebagai dasar bagi negara dalam mengatur dan

menentukan hak-hak atas tanah yang dapat diberikan kepada dan dipunyai

oleh badan-badan hukum dan orang-orang atau warga negara Indonesia baik

sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain dengan tetap memperhatikan

batas-batas yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang

berlaku. Hak-hak atas tanah yang terdapat dalam Pasal 16 UUPA meliputi

(a) Hak milik;

(b) Hak guna usaha;

(c) Hak Guna Bangunan;

(d) Hak Pakai;

(e) Hak Sewa;

4
(f) Hak Membuka Tanah;

(g) Hak memungut hasil hutan;

(h) Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut diatas yang

akan ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak yang bersifat sementara

sebagai yang disebutkan dalam pasal 53.

Hak atas tanah adalah hak atas sebagian tertentu permukaan bumi yang

berbatas, karenanya hak atas tanah bukan saja memberikan wewenang untuk

mempergunakan sebagian tertentu permukaan bumi yang disebut tanah.

Tetapi juga sebagian tubuh bumi yang dibawahnya dan air serta ruang yang

ada diatasnya dengan pembatasan. Tetapi tubuh bumi dibawah tanah dan

ruang angkasa yang ada di atasnya sendiri bukan merupakan obyek hak atas

tanah. Bukan termasuk obyek yang dipunyai pemegang hak atas tanah. Hak

atas tanah yang berlaku di Indonesia saat ini merupakan salah satu hal yang

diatur dalam Hukum Agraria dan didasarkan pada keberadaan hukum adat.

Di Indonesia fungsi tanah semakin meningkat, karena meningkatnya

kebutuhan manusia akan tanah membawa akibat terhadap meningkatnya

masalah pertanahan. Tanah juga merupakan sumber penghidupan bagi

masyarakat yang mencari nafkah melalui sumber pertanian, perkebunan dan

pertambangan. Menurut Koentjaraningrat, Konflik atau sengketa terjadi juga

karena adanya perbedaan persepsi yang merupakan gambaran lingkungan

yang dilakukan secara sadar yang didasari pengetahuan yang dimiliki

5
seseorang, lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan fisik maupun

lingkungan sosial.

Sengketa adalah perbedaan nilai, kepentingan, pendapat, dan atau persepsi

antara orang per orang atau badan hukum (privat atau publik) mengenai status

penguasaan dan atau status kepemilikan dan atau status penggunaan atau

pemanfaatan atas bidang tanah tertentu oleh pihak tertentu atau status

keputusan tata usaha negara menyangkut penguasaan, pemilikan, dan

penggunaan atau pemanfaatan atas bidang tanah tertentu. Sengketa dapat

terjadi antar individu, antar individu dengan kelompok, dan antar kelompok

dengan kelompok.

Secara sederhana konflik adalah pertentangan yang ditandai oleh

pergerakan dari beberapa pihak sehingga terjadi persinggungan. Konflik bisa

muncul pada skala yang berbeda seperti konflik antar orang per orang

(interpersonal conflict), konflik antar kelompok (intergroup conflict), konflik

antar kelompok dengan negara (vertical conflict), konflik antar negara

(interstate conflict).

Di wilayah Sulawesi Tenggara , sengketa lahan yang terjadi melibatkan

antara sekelompok warga dengan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara

berkaitan dengan lahan Lapangan Golf Sanggoleo. Hal inilah yang akan

menjadi pembahasan secara khusus dalam paper ini.

(https://id.berita.yahoo.com/klaim-tanah-warga-untuk-bangun-

080034116.html ).

6
B. Rumusan Masalah.

Berdasarkan uraian diatas, penulis merumuskan permasalahan sebagai

berikut:

1. Apa penyebab terjadinya sengketa lahan Lapangan Golf Sanggoleo

Kendari milik sekelompok warga oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi

Tenggara?

2. Bagaimana upaya penyelesaian yang telah dilakukan oleh pihak-pihak

terkait terhadap masalah senketa lahan Lapangan Golf Sanggoleo Kendari

milik sekelompok warga oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara ?

C.Tujuan Masalah

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, paper ini bertujuan untuk

mengetahui:

1. Penyebab terjadinya sengketa lahan Lapangan Golf Sanggoleo Kendari

milik sekelompok warga oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara.

2. Upaya penyelesaian yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait terhadap

masalah sengketa lahan Lapangan Golf Sanggoleo Kendari milik

sekelompok warga oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara.

7
METODOLOGI

Metode yang digunakan dalam paper ini yaitu menggunakan metode

penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif atau penelitian

kepustakaan ini merupakan penelitian yang mengkaji studi dokumen. Pendekatan

penelitian ini menggunakan Pеndеkatan melalui keputusan pengadilan. Penelitian

normatif ini menggunakan analisis kualitatif yakni dengan menjelaskan data-data

yang ada.

8
PEMBAHASAN

1. Penyebab Terjadinya Sengketa Lahan Lapangan Golf Sanggoleo Kendari

Milik Sekelompok Warga Oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara.

Pada awalnya perwakilan keluarga penggugat Pemprov Sulawesi

Tenggara, Ramli Rahim menyatakan, awal gugatan mulai bergulir sejak 2009.

Saat itu, keluarganya kaget karena tanah milik ayah mereka, S Kalenggo sudah

diklaim Pemprov Sultra.

Parahnya, Pemprov menjadikan lahan ini sebagai lapangan golf tanpa

sepengetahuan pemilik tanah. Setelah pihak keluarga pemilik lahan

mengumpulkan informasi, ternyata Pemprov membeli tanah ini dari orang yang

bukan pemiliknya.

Menurut Ramli Rahim, Pemprov mengklaim tanah ini berdasarkan

kepemilikan alas hak. Sedangkan tanah ini, masih milik orangtua mereka . Dia

menyebut, pihaknya kemudian menggugat dan menang. Bahkan, kemenangan

warga di pengadilan, sampai pada tingkatan Mahkamah Agung.

Yang menjadi permasalahan lebih lanjut yaitu di mana keluarga merasa

kecewa atas sikap dari Pemprov yang tidak menunjukkan sikap itikad baik,

untuk datang menemui mereka,setelah mereka menang di pengadian.

Menurut Ramliu, meskipun Pemprov sudah kalah, namun tetap bersikukuh

memakai lapangan golf. Sehingga, pihaknya memutuskan untuk meneruskan ke

ranah hukum.

9
Sebelumnya, keluarga pemilik lahan mengakui pernah diundang Pemprov

untuk melakukan pengukuran lahan. Namun, mereka merasa keberatan karena

seharusnya keluarga pemilik lahan yang mengundang. Jadi menurut Ramli

karna mereka menang, seharusnya mereka yang mengundang Pemprov

tersebut.

2. Upaya Penyelesaian Yang Dilakukan Oleh Pihak-Pihak Terkait

Terhadap Masalah Sengketa Lahan Lapangan Golf Sanggoleo

Kendari Milik Sekelompok Warga Oleh Pemerintah Provinsi

Sulawesi Tenggara.

Dalam kasus tersebut, Sekelompok warga pemilik lahan lapangan golf

Sanggoleo Kendari, memenangkan gugatan lahan seluas 10,5 hektare di

Pengadilan Tinggi Sulawesi Tenggara. Dalam kasus ini, Pemerintah Provinsi

Sulawesi Tenggara menjadi pihak tergugat pada kasus yang bergulir di

Pengadilan Negeri (PN) sejak 2009 silam.

Keputusan Mahkamah Agung menyatakan, Pengadilan Negeri Kendari

harus melakukan sita eksekusi terhadap lahan seluas 15 hektare yang

sebelumnya diklaim milik Pemprov Sultra. Isi keputusan lainnya, Pemprov

harus membayar Rp 4,2 miliar kepada warga penggugat sebagai ganti sewa.

10
Humas Pengadilan Negeri Kendari, Ahmad Yani menyatakan, poin

lainnya, Pemprov wajib membayar uang sum per hari Rp100 ribu sejak

keputusan inkrah/akhir.

Ahmad Yani pun menegaskan, bahwa mereka akan meminta Pemprov

Sulawesi Tenggara, memberikan hak warga berdasarkan hasil keputusan ini,

tentunya mereka akan memberitahukan hal ini sebagai bentuk pelaksanaan

keputusan pengadilan.

Diketahui, gugatan warga terhadap Gubernur Sulawesi Tenggara di lahan

lapangan Golf Sanggoleo, mulai bergulir sejak 2009. Pada 2015, warga

dinyatakan pengadilan menang dan Pemprov melakukan peninjauan kembali

ke Mahkamah Agung.

Namun, PK Pemprov Sulawesi Tenggara ditolak Mahkamah Agung.

Kemudian turunlah sejumlah isi putusan MA yang meminta Pemprov

membayar sejumlah ganti rugi kepada warga sebagai pihak penggugat. Hingga

hari ini, Pemprov Sultra belum membayar ganti rugi yang ditetapkan

pengadilan.

Tidak sampai di situ, setelah diputuskan Pemprov harus membayar Rp4,2

miliar kepada warga penggugat sebagai ganti sewa, permasalahan yang

tadinya telah selesai kembali berlanjut. Keluarga penggugat, mengamuk di

Pengadilan Negeri Kendari, pada Rabu 29/9/2021. Penyebabnya, pengadilan

menunda sita eksekusi yang harusnya dilakukan pada hari yang sama.

11
Namun, hingga menjelang sore, juru sita yang dimaksud warga belum juga

hadir. Padahal, warga sudah menunggu sejak pagi. Menurut warga, Sekda

Sulawesi Tenggara diduga mengintervensi pengadilan untuk membatalkan sita

eksekusi. sehingga, pengadilan urung datang ke lokasi melakukan eksekusi.

Akibatnya, sejumlah warga mulai melakukan aksi demonstrasi di

Pengadilan Negeri Kendari. Mereka menuntut, kepala pengadilan keluar

menemui mereka. Aksi ini, dilakukan hingga ke ruang resespionis oleh

sejumlah perwakilan keluarga penggugat Pemprov.

Untuk menenangkan aksi tersebut pihak pengadilan yang menemui

mereka, Ahmad Yani menyatakan, Pengadilan Negeri Kendari bukan

pengadilan jalanan karena ada aturan yang harus dipenuhi. Melanjutkan

perkataannya itu bahwa mereka akan maksimal, tidak ada main-main di

eksekusi tersebut. Hanya, mereka patut berhati-hati, memeriksa semua

kelengkapan agar tak terburu-buru, sehingga nantinya saat pelaksanaan tidak

menimbulkan masalah baru.

Dilihat dari cara penyelesaiannya maka sengketa dapat dibedakan menjadi

dua, yaitu penyelesaian melalui jalur non peradilan musyawarah/ negotiation,

Konsiliasi/consilitation, Mediasi/mediation, Arbitrase/arbitran dan Peradilan/

Ligitasi). Dalam suatu sengketa, pihak-pihak sudah teridentifikasi berhadapan

langsung atau berkelanjutan dan tidak dicapai jalan keluar yang memuaskan

kedua belah pihak (deadlock).

12
Berdasarkan kasus diatas jenis penyelesaian sengketa yang digunakan

yaitu penyelasaian melalui jalur Peradilan/Litigasi. Di mana permasalahan

antar kedua belah pihak di selesaikan melalui pengadilan. Hanya saja dalam

penyelasaian sengketa lahan tersebut, kedua belah pihak yang berhadapan

langsung tidak memperoleh jalan keluar yang memuaskan.

13
PENUTUP

A. Kesimpulan

Di Indonesia fungsi tanah semakin meningkat, karena meningkatnya

kebutuhan manusia akan tanah membawa akibat terhadap meningkatnya

masalah pertanahan.Sehingga seringkali terjadi sengketa lahan di lingkungan

masyarakat.

Di wilayah Sulawesi Tenggara, sengketa lahan yang terjadi

melibatkan antara sekelompok warga dengan Pemerintah Provinsi Sulawesi

Tenggara berkaitan dengan lahan Lapangan Golf Sanggoleo. Penyebabnya

karena Pemprov menjadikan lahan tersebut sebagai lapangan golf tanpa

sepengetahuan pemilik tanah. Penyelesaian sengketa yang digunakan yaitu

penyelasaian melalui jalur Peradilan/Litigasi. Di mana dalam putusan

pengadilan Pemerintah Provinsi harus membayar Rp 4,2 miliar kepada warga

penggugat sebagai ganti sewa. Hanya saja Pemprov enggan membayar ganti

rugi tersebut. Sehingga, menimbulkan kemarahan dari pihak penggugat.

B. SARAN

Seharusnya pihak Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara bisa lebih

bersikap dewasa atas putusan pengadilan yang menyatakan Pemprov telah

bersalah atas sengketa lahan tersebut dan harus segera membayar biaya ganti

rugi para penggugat sesuai yang di putuskan agar tidak menimbulkan

permasalahan yang baru.

14
DAFTAR PUSTAKA

Koentjaraningrat, 1982, Metode-metode Penelitian Masyarakat, Jakarta:

PT Gramedia Pustaka Utama,

Limbong, Bernhard. 2012. Konflik pertanahan. Margaretha Pustaka.

Jakarta.

MariaSumardjono, 2009, Tanah dalam Perspektif Hak Ekonomi Sosial dan

Budaya, Jakarta:Kompas,

Sarjita, 2005, Teknik dan Strategi Penyelesaian Sengketa Konflik,

Yogyakarta: Tugu Jogja Pustaka,

Susan Novri. 2010. Pengantar Sosiologi Konflik dan isu-isu Kontemporer.

Kencana: Jakarta.

Liputan6, 2021, Klaim Tanah Warga untuk Bangun Lapangan Golf,

Pemprov Sultra Enggan Bayar Ganti Rugi Rp4,2 Miliar,

https://id.berita.yahoo.com/klaim-tanah-warga-untuk-bangun-

080034116.html, diakses pada 23 Desember 2021.

15

Anda mungkin juga menyukai