Anda di halaman 1dari 15

Hak-hak atas tanah dalam hukum agraria

Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Agraria

Dosen pengampu :

Hj. Siti Rahmah, S.H., MKn.

Disusun oleh :

Zaki Mulana (210101078)

Rima Afrida ()

Muhammad Hafis ()

PRODI HUKUM KELUARGA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY

ACEH 2023/2024
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji serta syukur kepada Allah Swt atas segala rahmat dan
karunianya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah kami yang berjudul “ Hak-
hak atas tanah dalam hkum agraria” ini hingga selesai. Tidak lupa pula kami ucapkan
terimakasih banyak kepada pihak yang telah berkontribusi dalam menyelesaikan
makalah ini.

Hormat dan patuh kepada guru sangatlah ditekankan dalam agama Islam. Guru
adalah orang yang mengajarkan kita dengan berbagai macam ilmu pengetahuan dan
mendidik kita sehingga menjadi orang yang mengerti dan dewasa. Walau
bagaimanapun tingginya pangkat atau kedudukan seseorang, dia adalah bekas
seorang pelajar yang tetap berhutang budi kepada gurunya yang pernah mendidik
pada masa dahulu.

Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi nilai tugas kelompok Hukum
Agraria. Penulis berharap semoga dengan tersusunnya makalah ini dapat menambah
wawasan bagi pembaca dan dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah ini serta keterbatasan materi dan pengalaman kami. Oleh karena itu, saran
dan kritik yang membangun di harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada tanggal 24 September 1960 disahkan Undang-Undang No.5 Tahun 1960 tentang

Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, LNRI Tahun 1960 No.104-TLNRI No.2043.

Undang-Undang ini lebih dikenal dengan sebutan Undang-Undang Agaria (UUPA).

Sejak diundangkan UUPA, berlakulah Hukum Agraria Nasional yang mencabut peraturan

dn keputusan yang dibuat pada masa Pemerintahan Hindia Belanda, antara lain

Agrarische Wet Stb. 1870 No.55 dan Agrarische Besluit Stb.187 No.118.1

Tanah merupakan salah satu sumber penghidupan dan mata pencaharian bagi manusia

dan masyarakat sehingga menjadi kebutuhan manusia yang paling mendasar dengan

keyakinan betapa sangat dihargai dan bermanfaat tanah untuk kehidupan manusia, bahkan

tanah dan manusia tidak dapat dipisahkan. Manusia hidup dan berkembang serta

melakukan aktivitas diatas tanah sehingga setiap saat berhubungan dengan tanah.2

Dalam UUPA tidak ditemukan secara jelas pengertian hukum pertanahan. Hukum

tanah menurut Boedi Harsono, merupakan bagian dari bidang hukum agraria yang

masing-masing mengatur hak-hak penguasaan atas sumber-sumber daya alam tertentu,

1
Urip Santoso, Pendaftaran dan Peralihan Hak atas Tanah,(Jakarta : KENCANA PRENADA MEDIA
GROUP, 2011),Cet. Kedua, hlm. 1
2
M.P. Siahan, 2003, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Teori Praktek, Raja Grafindo
Persada, Jakarta, hal.1.
seperti: hukum air, hukum pertambangan, hukum perikanan, hukum penguasaan atas

tenaga dan unsur-unsur dalam ruang angkasa.3

Hukum tanah sebagai suatu sistem bukan mengatur tanah dalam segala aspeknya. Ia

hanya mengatur salah satu aspek yuridisnya yang disebut hak-hak penguasaan atas tanah,

bukan sebagai lembaga hukum maupun hubungan hukum kongkret.4

Dalam sejarah perkembangan hukum agraria, masih banyak hal-hal yang belum diatur

dalam UUPA. UUPA hanya mengatur sebagian besar masalah tentang pertanahan. Untuk

masalah yang lebih mengkhusus UUPA belum menjelaskan lebih rinci lagi. Misal tentang

kasus sengketa penguasaan hak atas tanah yang secara rinci belum di atur dalam UUPA.

Karena belum adanya Undang-Undang yang mengatur secara rinci tentang kasus

penguasaan atas tanah maka masih banyak juga kasus seperti ini yang belum

terselesaikan, dan juga tidak adanya sanksi bagi pelaku atau tergugat dalam kasus seperti

ini. Maka dari itu, penulis tertarik untuk membuat makalah yang berjudul hak-hak atas

tanah.

B. Rumusan Masalah

1. Apa saja hak-hak atas tanah?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui hak-hak atas tanah.

3
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, jilid 1 Hukum Tanah Nasional, Penertbit Djambatan,
Edisi Revisi 1999, hlm.5, 8, 17, 23, dan 26
4
Rusmadi Murad, Menyingkap Tabir Masalah Pertanian, (Bandung: CV.Mandar Maju, 2017),
Cet.Kesatu, hlm. 1
BAB II

PEMBAHASAN

A. HAK-HAK ATAS TANAH

Yang dimaksud dengan hak atas tanah adalah hak yang member wewenang kepada

pemegang haknya untuk menggunakan dan/atau mengambil manfaat dari tanah yang

dihakinya. Perkataan “menggunakan” mengandung pengertian bahwa hak atas tanah itu

digunakan untuk kepentingan mendirikan bangunan, sedangkan perkataan “mengambil

manfaat” mengandung pengertian bahwa hak atas tanah itu digunakan untuk kepentingan

bukan mendirikan bangunan, misalnya pertanian, perikatan, peternakan, dn perkebunan.

Atas dasar ketentuan Pasal 4 ayat (2) UUPA, kepada pemegang hak atas tanah diberi

wewenang untuk menggunakan tanah yang bersangkutan, demikian pula tubuh bumi dan

air serta ruang yang diatasnya sekadar diperlukan untuk kepentingan langsung yang

berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut UUPA dan

peraturan-peraturan hukum lain yang lebih tinggi.

Penguasaan yang di atur dalam UUPA adalah penguasaan oleh Negara. Dalam Pasal 2

UUPA menjelaskan tentang apa saja hak-hak yang diperoleh oleh Negara. Adapun bunyi

Pasal 2 UUPA yaitu :

1. Atas dasar ketentuan dalam pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar dan hal-hal

sebagai yang dimaksud dalam pasal 1, bumi, air dan ruang angkasa, termasuk

kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai

oleh Negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat.


2. Hak menguasai dari Negara termaksud dalam ayat (1) pasal ini

memberi wewenang untuk:

a. mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan

pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut;

b. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang

dengan bumi, air dan ruang angkasa,

c. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan

perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.

3. Wewenang yang bersumber pada hak menguasai dari Negara tersebut pada ayat

(2) pasal ini digunakan untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat, dalam

arti kebahagiaan, kesejahteraan dan kemerdekaan dalam masyarakat dan Negara

hukum Indonesia yang merdeka berdaulat, adil dan makmur.

4. Hak menguasai dari Negara tersebut diatas pelaksanaannya dapat dikuasakan

kepada daerah-daerah Swatantra dan masyarakat-masyarakat hukum adat, sekedar

diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional, menurut

ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah.5

Selanjutnya di jelaskan pula dalam Pasal 4 UUPA, yang berbunyi:

1. Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam pasal 2

ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah,

yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun

bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan-badan hukum.

2. Hak-hak atas tanah yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini memberi wewenang

untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan, demikian pula tubuh bumi dan

air

5
Pasal 2 Undang-Undang Pokok Agraria
serta ruang yang ada diatasnya, sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung

berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut Undang-

undang ini dan peraturan-peraturan hukum lain yang lebih tinggi.

3. Selain hak-hak atas tanah sebagai yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini

ditentukan pula hak-hak atas air dan ruang angkasa.6

Dalam uraian isi pasal tersebut menjelaskan tentang wewenang apa saja yang

diperoleh oleh Negara dalam menguasai bumi, air dan bangunan sesuai dengan batas-

batas yang telah di tentukan dalam Undang-Undang.

Dalam hal ini UUPA tidak menjelaskan apabila suatu tanah atau bangunan yang

dikuasai oleh orang perorangan. Padahal dalam kenyataannya banyak sekali kasus

tentang penguasaan atas tanah atau objek sengketa. Pengertian penguasaan dan

menguasai dapat diperoleh dalam arti fisik dan yuridis, juga beraspek perdata dan

beraspek publik.

Di Indonesia sebutan agraria dilingkungan administrasi Pemerintah dipakai dalam

arti tanah, baik tanah pertanian maupun non pertanian.7

Penguasaan dan pemanfaatan tanah yang diatur dalam Undang-Undang Pokok

Agraria (UUPA) merupakan arah dari politik hukum pertanahan Indonesia yang

bertujuan untuk menjamin terwujudnya kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia.

Wujud dari hal tersebut terlihat dari adanya perhatian khusus kepada kelompok

masyarakat lemah melalui kebijakan pertanahan.8 Penguasaan yang di atur dalam

6
Urip Santoso, Hukum Agraria Kajian Komprehensif, (Jakarta: PT.Fajar Interpratama Mandiri,
2017), cet. Keenam, hal. 1 dan 2
7
Opcit, hal 1
8
Nurhasan Ismail, 2012, Arah Politik Hukum Pertanahan Dan Perlindungan Kepemilikan
Tanah Masyarakat, vol.1 No.1.
UUPA adalah penguasaan oleh Negara. Dalam Pasal 2 UUPA menjelaskan tentang

apa saja hak-hak yang diperoleh oleh Negara.

A. Hak Menguasai

1. Pengertian Penguasaan atas Tanah

Pengertian “penguasaan” dapat dipakai dalam arti fisik, juga dalam arti yuridis.

Juga beraspek privat dan beraspek publik. Penguasaan adalam arti yuridis adalah

penguasaan yang dilandasi hak, yang dilindungi oleh hukum dan pada umumnya

member kewenangan kepada pemegang hak untuk menguasai secara fisik tanah yang

dihaki, misalnya pemilik tanah menggunakan atau mengambil manfaat dari tanah

yang dihaki, tidak diserahkan kepada pihak lain. Ada penguasaan yuridis, yang biar

pun member kewenangan untuk menguasai tanah yang dihaki, tidak diserahkan

kepada pihak lain. Ada penguasaan yuridis, yang biarpun memberi kewenangan untuk

menguasai tanah yang dihaki secara fisik, pada kenyataannya penguasaan fisiknya

dilakukan oleh pihak lain, misalnya seseorang yang memiliki tanah tidak

menggunakan tanahnya sendiri akan tetapi disewakan kepada pihak lain, dalam hal ini

secara yuridis tanah tersebut dimiliki oleh pemilik tanah akan tetapi secara fisik

dilakukan oleh penyewa tanah.

Ada juga penguasaan secara yuridis yang tidak member kewenangan untuk

menguasai tanah yang bersangkutan secara fisik, misalnya kreditur (Bank) pemegang

hak jaminan atas tanah mempunyai hak penguasaan yuridis atas tanah yang dijadikan

agunan (jaminan), akan tetapi secara fisik penguasaannya tetap ada pada pemegang

hak atas tanah. Penguasaan yuridis dan fisik atas tanah ini dipakai dalam aspek privat.

Ada penguasaan yuridis yang beraspek publik,yaitu penguasaan atas tanah


sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 dan Pasal 2 UUPA9,

yang berbunyi :

Pasal 33 ayat (3) : “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung

didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat.”10

Pasal 2 UUPA :

“(1) Atas dasar ketentuan dalam pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar dan hal-hal

sebagai yang dimaksud dalam pasal 1, bumi, air dan ruang angkasa, termasuk

kekayaan alam yang terkandung di dalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai

oleh Negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat.

(2) Hak menguasai dari Negara termaksud dalam ayat (1) pasal ini memberi

wewenang untuk:

a. mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan

pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut;

b. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan

bumi, air dan ruang angkasa,

c. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan

perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.

(3) Wewenang yang bersumber pada hak menguasai dari Negara tersebut pada ayat 2

pasal ini digunakan untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat, dalam arti

kebahagiaan, kesejahteraan dan kemerdekaan dalam masyarakat dan Negara hukum

Indonesia yang merdeka berdaulat, adil dan makmur.

9
Ibid , hal. 75 dan 76
10
Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945
(4) Hak menguasai dari Negara tersebut di atas pelaksanaannya dapat dikuasakan

kepada daerah-daerah Swatantra dan masyarakat-masyarakat hukum adat, sekedar

diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional, menurut ketentuan-

ketentuan Peraturan Pemerintah.11

Boedi Harsono menyatakan bahwa hak penguasaan atas tanah berisi serangkaian

wewenang, kewajiban dan/atau larangan bagi pemegang haknya untuk berbuat

sesuatu yang boleh, wajib, atau dilarang untuk diperbuat, yang merupakan isi hak

penguasaan itulah yang menjadi kriterium atau tolok ukur pembeda antara hak-hak

penguasaan atas tanah yang diatur dalam Hukum Tanah.12

2. Pengaturan hak-hak atas tanah dalam Hukum Tanah

Dalam Hukum Tanah pengaturan hak-hak penguasaan atas tanah di bagi menjadi dua,

yaitu:

a. Hak penguasaan atas tanah sebagai lembaga hukum

Hak penguasaan atas tanah ini belum dihubungkan dengan tanah sebagai objek dan

orang atau badan hukum tertentu sebagai pemegang haknya.

Ketentuan-ketentuan dalam hak penguasaan atas tanah, adalah sebagai berikut:

1. Memberi nama pada hak penguasan yang bersangkutan

2. Menetapkan isinya, yaitu mengatur apa saja yang boleh, wajib dan dilarang

untuk diperbuat oleh pemegang haknya serta jangka waktu penguasaannya

3. Mengatur hal-hal mengenai subjeknya, siapa yang boleh menjadi pemegang

haknya dan syarat-syarat bagi penguasannya, dan


11
Pasal 2 Undang-Undang Pokok Agraria
12
Opcit, hal 76
4. Mengatur hal-hal mengenai tanahnya.

b. Hak penguasaan atas tanah sebagai hubungan hukum yang konkret, hak

penguasaan atas tanah ini sudah dihubungkan dengan tanah tententu sebagai

objeknya dan orang atau badan hukum tertentu sebagai subjek atau pemegang

haknya.

3. Ketentuan-ketentuan dalam hak penguasaan

Ketentuan-ketentuan dalam hak penguasaan atas tanah adalah sebagai berikut :

1) Mengatur hal-hal mengenai penciptanya menjadi suatu hubungan hukum

yang konkret, dengan nama atau sebutan hak penguasaan atas tanah tertantu,

2) Mengatur hal-hal mengenai pembebanannya dengan hak-hak lain,

3) Mengatur hal-hal mengenai pemindahannya kepada pihak lain,

4) Mengatur hal-hal mengenai hapusnya, dan

5) Mengatur hal-hal mengenai pembuktiannya

4. Hierarki hak penguasaan atas tanah dalam UUPA:

Hierarki hak-hak penguasaan atas tanah dalam UUPA dan Hukum Tanah Nasional

adalah:

1) Hak bangsa Indonesia atas tanah.

2) Hak menguasai Negara atas tanah.

3) Hak ulayat masyarakat ukum adat.

4) Hak perseorangan atas tanah, meliputi:


a. Hak-hak atas tanah,

b. Wakaf tanah Hak Milik

c. Hak Tanggungan

d. Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun

5. Cara memperoleh hak menguasai suatu bangunan

Cara memperoleh hak untuk menguasai suatu bangunan juga dapat dilakukan

dalam perjanjian atau kesepakatan antara pemegang hak milik dengan si penerima

kuasa. Dalam hal ini dilakukan perjanjian terlebih dahulu demi meminimalisir

terjadinya sengketa tanah.

Pemberian kuasa diatur dalam KUH Perdata dalam Buku Ketiga, Bab XVI,

tentang pemberian kuasa. Pemberian kuasa ialah suatu persetujuan yang berisikan

pemberian kekuasaan kepada orang lain yang menerimanya untuk melaksanakan

sesuatu atas nama orang yang memberikan kuasa.13

Kuasa dapat diberikan dan diterima dengan suatu akta umum, dengan suatu surat

di bawah tangan bahkan dengan sepucuk surat ataupun dengan lisan. Penerimaan

suatu kuasa dapat pula terjadi secara diam-diam dan disimpulkan dari pelaksanaan

kuasa itu oleh yang diberi kuasa.14

Pemberian kuasa terjadi dengan cuma-cuma, kecuali jika diperjanjikan

sebaliknya. Jika dalam hal yang terakhir upahnya tidak ditentukan dengan tegas,

13
Pasal 1792 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
14
Pasal 1793 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
maka penerima kuasa tidak boleh meminta upah yang lebih daripada yang

ditentukan dalam Pasal 411 untuk wali.15

Pemberian kuasa yang dirumuskan secara umum hanya meliputi tindakan-

tindakan yang menyangkut pengurusan. Untuk memindahtangankan barang atau

meletakkan hipotek di atasnya, untuk membuat suatu perdamaian, ataupun

melakukan tindakan lain yang hanya dapat dilakukan oleh seorang pemilik,

diperlukan suatu pemberian kuasa dengan kata-kata yang tegas.16

Pemberian kuasa biasanya diberikan oleh pemegang hak milik atau ahli waris.

Hak milik adalah Hak milik adalah hak turun-menurun, terkuat dan terpenuh yang

dapat dipunyai orang atas tanah, dan Hak milik dapat beralih dan dialihkan

kepada pihak lain.17

15
Pasal 1794 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
16
Pasal 1796 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
17
Pasal 20 Undang-Undang Pokok Agraria
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Timbulnya sengketa hukum yang bermula dari pengaduan sesuatu pihak

(orang/badan) yang berisi keberatan-keberatan dan tuntutan hak atas tanah, baik

terhadap status tanah, prioritas, maupun kepemilikannya dengan harapan dapat

memperoleh penyelesaian secara administrasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Maka dari itu pengetahuan mengenai Hukum Tanah dan Hak-Hak atas tanah dirasa

cukup penting demi menghindari permasalahan mengenai tanah atas sengketa tanah.

B. Saran

Saran saya, seharusnya masyarakat lebih paham mengenai hak-hak atas tanah.

Jangan sampai lalai dalam pemeliharaan, agar tidak terjadi tumpang tindih sertifikat

tanah dan meminimalisir permasalahan mengenai hukum tanah.


DAFTAR PUSTAKA

Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, jilid 1 Hukum Tanah Nasional,

Penertbit Djambatan, Edisi Revisi 1999, hlm.5, 8, 17, 23, dan 26

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ( Burgerlijk Wetboek voor Indonesia)

Terjemahan Subekti dan Tjitrosudibio. 2004. Jakarta: PT. Pradnya Paramita.

M.P. Siahan, 2003, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Teori

Praktek, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal.1.

Nurhasan Ismail, 2012, Arah Politik Hukum Pertanahan Dan Perlindungan

Kepemilikan Tanah Masyarakat, vol.1 No.1.

Rusmadi Murad, Menyingkap Tabir Masalah Pertanian, (Bandung: CV.Mandar

Maju, 2017), Cet.Kesatu, hlm. 1

Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok

Agraria.

Urip Santoso, 2005, Hukum Agraria Dan Hak-Hak Atas Tanah, Kencana, Jakarta,

hal.73.

Urip Santoso, Hukum Agraria Kajian Komprehensif, (Jakarta: PT.Fajar

Interpratama Mandiri, 2017), cet. Keenam, hal. 1 dan 2

Urip Santoso, Pendaftaran dan Peralihan Hak atas Tanah,(Jakarta : KENCANA

PRENADA MEDIA GROUP, 2011),Cet. Kedua, hlm. 1

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai