MAKALAH
Diajukan sebagai salah satu pelengkap tugas ketika perkuliahan online / daring.
PRODI HUKUM
2020
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmannirrahim
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya , saya dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Penulisan ini dilakukan dalam
rangka memenuhi salah satu tugas perkuliahan online / daring. Saya menyadari bahwa, tanpa
bantuan dan bimbingan dari Ibu Dosen Mauli Diniari SH, M.Kn, MH. Sangatlah sulit
dalam menyelesaikan tugas ini.
Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan semua
pihak yang telah membantu. Semoga tugas ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.
Penulis
2
ABSTRAK
Penulisan ini membahas bentuk perlindungan dan kepastian hukum terhadap hak atas tanah.
Penulisan ini dilakukan dengan metode normatif secara deskriptif analisis melalui bahan –
bahan kepustakaan dan mengkutip beberapa jurnal – jurnal yang ada. Penulisan ini lebih
focus terhadap peralihan ha katas tanah karena inbreng yang dilakukan didalam mendirikan
atau memasukkan modal dalam perusahaan. Diharapkan hasil penulisan ini menyarankan
agar setiap subjek hukum wajib mentaati perundang-undangan yang berlaku secara benar.
3
DAFTAR ISI
ABSTRAK …………………………………………………………………………..………3
BAB 1
BAB II
Proses Hukum Inbreng Tanah dan/atau Bangunan ke dalam Pendirian Perseroan Terbatas
……………………………………………………………………………………………...16
BAB III
Kesimpulan
………………………………………………………………………………...25
4
BAB I
Pendahuluan
5
tersebut, dimana disebutkan dalam ayat (1) bahwa: “atas dasar ketentuan dalam pasal 33
ayat (3) Undang-Undang Dasar dan halhal sebagai yang dimaksud dalam pasal 1, bumi,
air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu pada
tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat.”
Perkataan dikuasai pada pasal ini, menurut penjelasan Umum UUPA, bukanlah berarti
“dimiliki”, akan tetapi adalah pengertian yang memberi wewenang kepada Negara,
sebagai organisai kekuasaan dari Bangsa Indonesia, untuk pada tingkatan tertinggi :4
a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukkan, penggunaan, persediaan dan
pemeliharaannya;
b. Menentukan dan mengatur hak-hak yang dapat dipunyai atas tanah (bagian dari)
bumi, air, dan ruang angkasa itu;
c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orangorang dan
perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.
Maksud dari “kekuasaan” yang disebutkan diatas, Negara dapat memberikan tanah
kepada seseorang atau badan hukum dengan sesuatu hak menurut keperluan dan
peruntukkannya misalnya hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan dan lainnya.5
Hak Milik atas Tanah dapat beralih dan dialihkan, beralih yaitu berpindahnya hak
atas tanah kepada pihak lain dikarenakan suatu peristiwa hukum. Dengan meninggalnya
pemilik tanah maka hak miliknya secara hukum berpindah kepada ahli warisnya
sepanjang ahli warisnya memenuhi syarat sebagai subjek hak milik. Dialihkan atau
pemindahan hak artinya berpindahnya hak atas tanah dari pemiliknya kepada pemilik
lainnya dikarenakan adanya suatu perbuatan hukum yang bermaksud mengalihkan hak
atas tanah. Peralihan Hak atas tanah menurut yuridis dilakukan secara tertulis dengan akta
yang dibuat oleh pejabat yang berwenang dan didaftarkan pada Badan Pertanahan
Nasional (Kantor Pertanahan Kabupaten/ Kota). Langkah tersebut terkait dengan prosedur
peralihan hak. Dengan demikian legalitas peralihan hak atas tanah sangat ditentukan oleh
syarat formil dan materil, prosedur dan kewenangan bagi pihak-pihak terkait, baik
kewenangan mengalihkan maupun kewenangan pejabat untuk bertindak. Prosedur hukum
beralihnya suatu hak atas tanah dapat ditelusuri baik sebelum maupun setelah berlakunya
Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA).6
4
K. Wantjik Saleh, Hak Anda Atas Tanah, Jakarta Timur: Ghalia Indonesia, 1997, hlm13
5
Ibid.
6
Andy Hartanto, Hukum Pertanahan, Karakteristik Jual Beli Tanah Yang Belum Terdaftar Hak Atas Tanahnya,
Surabaya: Laksbang Justitia, 2014, hlm 75
6
Di dalam Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 sebagai aturan
pelaksanaan Undang-Undang Pokok Agraria disebutkan, bahwa “Setiap perjanjian yang
bermaksud memindahkan hak atas tanah atau meminjam uang dengan hak atas tanah
sebagai tanggungan, harus dibuktikan dengan suatu akta yang dibuat oleh dan dihadapan
Pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Agraria”. Menurut ketentuan tersebut terlihat jelas
bahwa peralihan hak atas tanah harus dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh Pejabat
Pembuat Akta Tanah yang selanjutnya disingkat PPAT. Dengan demikian ada unsur
absolute yang harus dipenuhi dalam mengalihkan hak atas tanah, yakni adanya akta
peralihan hak atas tanah yang dibuat oleh PPAT.7
Berdasarkan Pasal 1 angka 24 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah, disebutkan bahwa Pejabat Pembuat Akta Tanah yaitu pejabat umum
yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta tertentu. Berdasarkan pengertian ini,
maka PPAT adalah Pejabat Umum. Pejabat umum adalah orang yang diangkat oleh
instansi yang berwenang dengan tugas melayani masyarakat umum dibidang kegiatan
tertentu. Kegiatan tertentu disini diantaranya adalah untuk membuat akta. Oleh karena itu
PPAT berwenang membuat akta daripada perjanjian-perjanjian yang bermaksud
memindahkan hak atas tanah.8
Berdasarkan Pasal 2 ayat (2) Peraturan pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 Tentang
Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah dan berdasarkan Peraturan Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Perubahan atas Peraturan Menteri
Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 Tentang
Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang
Pendaftaran tanah, perbuatan hukum yang dimaksud disini adalah:
a. Jual beli;
b. Tukar menukar;
c. Hibah;
d. Pemasukan ke dalam perusahaan (inbreng);
e. Pembagian Hak Bersama;
f. Pemberian Hak Guna Bangunan/ Hak Pakai atas Tanah Hak Milik;
g. Pemberian Hak tanggungan;
h. Pemberian Kuasa membebankan Hak Tanggungan.
7
Ibid.
8
Samun Ismaya, Hukum Administrasi Pertanahan, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013 hlm.177
7
Warga Negara Indonesia atau Badan Hukum yang memiliki hak atas tanah dapat
mengalihkan tanahnya sebagai pemasukan dalam perusahaan. Perseroan Terbatas adalah
badan usaha yang berbentuk badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan
berdasarkan perjanjian, dan melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang
seluruhnya terbagi dalam saham yang sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 tentang Perseroan Terbatas. Perseroan Terbatas sebagai badan hukum dianggap
layaknya orangperorangan secara individu yang dapat melakukan perbuatan hukum
sendiri, memiliki harta kekayaan sendiri, dan dapat dituntut serta menuntut di depan
pengadilan. Untuk menjadi Badan Hukum, Perseroan Terbatas harus memenuhi
persyaratan dan tata cara pengesahan PT sebagaimana yang diatur dalam UndangUndang
Perseroan Terbatas. Kekayaan Perseroan Terbatas terdiri dari modal yang seluruhnya
terbagi dalam bentuk saham. Para pendiri Perseroan Terbatas berkewajiban untuk
mengambil bagian modal itu dalam bentuk saham, dan mendapat bukti surat saham
sebagai bentuk penyertaan modal. Tanggung jawab para pemegang saham terbatas hanya
pada modal atau saham yang dimasukkanyan dalam perseroan (limited liability). Segala
hutang tidak dapat dialihkan kepada harta kekayaan pribadi para pemegang saham,
melainkan hanya sebatas modal saham para pemegang saham yang disetorkan kepada
perseroan. Perseroan Terbatas adalah sebuah badan hukum dan memiliki organ perseroan
terbatas yang mana organ terdiri dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Direksi
dan Dewan Komisaris. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) memiliki kewenangan
ekslusif yang dalam bentuk konkretnya merupakan sebuah forum dimana para pemegang
saham memilik kewenangan utama utuk memperoleh keterangan-keterangan mengenai
Perseroan. Direksi mempunyai tugas dan tanggung jawab menjalankan pengurusan PT,
meskipun pengurusan itu dijalankan Direksi sesuai dengan kebijakannya sendiri, namun
harus tetap dalam batas-batas yang ditentukan Undang-Undang dan Anggaran Dasarnya.
Dewan Komisaris melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada Direksi yang
dilakukan sesuai dengan Anggaran Dasar Perseroan.
Modal Perseroan Terbatas (PT) terdiri dari Modal Dasar, Modal Ditempatkan dan
Modal Disetor. Modal tersebut terbagi atas sekumpulan saham. Modal Dasar merupakan
keseluruhan nilai perusahaan, yaitu seberapa besar perusahaan tersebut dapat dinilai
berdasarkan permodalannya. Modal ditempatkan adalah kesanggupan bagi para
pemegang saham untuk menanamkan modalnya didalam perusahaan. Modal disetor
adalah modal dasar perseroan yang diangap riil karena telah benar-benar disetorkan ke
dalam PT. Penyetoran atas modal saham dapat dilakukan dalam bentuk apa saja. Karena
8
Modal tidak hanya berupa uang tetapi dapat juga dalam bentuk aset berwujud dan aset
tidak berwujud. Aset berwujud misalnya tanah, kendaraan, teknologi dan lain-lain. Aset
tidak berwujud misalnya nama baik, kecakapan (skill), merek, hak atas kekayaan
intelektual dan lain-lain. Sehingga modal tidak terbatas dalam bentuk uang saja.
Pemasukan modal dalam perusahaan dalam bentuk aset berwujud dan tidak berwujud
yang penilaian setoran modal didasarkan pada nilai wajar dan sesuai harga pasar atau
ditetapkan oleh appraisal.9
Pendirian Perseroan Terbatas (PT) dilakukan berdasarkan perjanjian. Pendirian
Perseroan Terbatas (PT) harus dilakukan oleh lebih dari 1 (satu) orang yang saling
berjanji untuk mendirikan perseroan, dan mereka yang berjanji itu memasukkan
modalnya ke dalam perseroan dalam bentuk saham. Perjanjian tersebut harus dibuat
dalam bentuk akta notaris dalam bahasa Indonesia. Notaris yang dimaksud adalah Notaris
yang Wilayah kerjanya sesuai dengan domisili Perseroan. Agar sah menjadi Badan
Hukum, akta Notaris itu harus disahkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia. Dalam hal penambahan Modal dalam perseroan terbatas, dilakukan
juga pencatatan di hadapan Notaris, karena hal ini berarti merubah Anggaran Dasar dan
dilaporkan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.
Penyetoran penambahan modal dalam bentuk benda berwujud misalnya tanah, tidak
dilakukan di hadapan Notaris dan bukan dalam bentuk akta yang dibuat oleh Notaris,
karena objeknya adalah tanah dan peralihan hak yang dimaksud sesuai dengan Peraturan
Kepala Badan Pertanahan Nasional (Perkaban) Nomor 8 Tahun 2012 yang mana
perbuatan hukum dimaksud dituangkan dalam akta Pejabat Pembuat Akta Tanah. Hak
Milik atas Tanah yang akan disetorkan kepada Perseroan Terbatas tidaklah sesuai dengan
peruntukkan Perseroan Terbatas, maka Pejabat Pembuat Akta Tanah tidak akan bisa
membuatkan Akta Pemasukan Dalam Perusahaan. Maka langkah-langkah apa sajakah
yang dapat ditempuh agar peralihan hak milik tersebut dapat terlaksana. Dari data yang
didapatkan pada Kantor Badan Pertanahan Nasional, semenjak berlakunya Peraturan
Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 8 Tahun 2012, yang mulai berlaku pada tahun
2013 terdaftar ada 2 Perseroan Terbatas yang melakukan peralihan hak atas tanah melalui
pemasukan dalam perusahaan.
9
www.hukumonline.com diakses pada tanggal 28 Maret 2020, Pukul 19.00 WIB
9
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis uraiakan diatas maka dapat
diambil beberapa rumusan masalah yaitu Bagaimana proses peralihan hak atas tanah
melalui pemasukan (inbreng) dalam perusahaan?
10
BAB II
PEMBAHASAN
Perseroan Terbatas adalah salah satu bentuk usaha yang paling diminati dari
seluruh organisasi usaha yang ada. Di Indonesia, Perseroan Terbatas (PT) merupakan
salah satu bentuk perusahaan atau badan usaha yang berbadan hukum yang banyak
digunakan dalam dunia usaha. Badan hukum merupakan subjek hukum sebagai
pendukung hak dan kewajiban, badan hukum ini sengaja dibuat oleh manusia dengan
maksud dan tujuan tertentu, memiliki kapasitas sebagai pribadi hukum yang dapat
mempunyai harta kekayaan tersendiri yang terpisah dari harta kekayaan pribadi para
pendiri Perseroan, para pemegang saham Perseroan dan para pengurus Perseroan.10
11
Disini nampak bahwa Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas tidak membolehkan saham Perseroan berada dalam 1 (satu) tangan,
apabila hal ini dilanggar, konsekuensinya pemegang saham tunggal akan bertanggung
jawab secara pribadi kepada pihak ketiga, meskipun Perseroan telah berstatus badan
hukum. Penetapan pasal ini yang mengandung asas larangan pemegang saham tunggal
secara konseptual mengandung makna menjamin unsur perjanjian dalam pendirian
Perseroan Terbatas tetap tercermin serta pemegang saham tunggal kurang
mencerminkan Perseroan sebagai badan usaha yang modalnya terdiri dari saham-saham
yang dimaksudkan untuk mengikutsertakan pihak lain dengan sistem
pertanggungjawaban terbatas.12
Yang mana dalam Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas juga menegaskan bahwa “setiap pendiri Perseroan Terbatas
wajib mengambil bagian saham pada saat Perseroan Terbatas didirikan”. 13 Perseroan
telah berdiri dan hubungan antara para pendiri adalah hubungan kontraktual karena
Perseroan belum mempunyai status badan hukum. Agar suatu kontrak atau perjanjian
mengikat para pihak, menurut Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, harus
dipenuhi 4 (empat) persyaratan, yakni (i) sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; (ii)
kecakapan untuk membuat suatu perikatan; (iii) suatu hal tertentu; (iv) suatu sebab yang
halal.14
Dalam mendirikan Perseroan Terbatas diatur pada Pasal 7 ayat (2) Undang-
Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas bahwa setiap pendiri
Perseroan wajib mengambil bagian saham pada saat Perseroan didirikan. Berarti pada
saat para pendiri Perseroan menghadap notaris untuk dibuat akta pendirian Perseroan,
12
Freddy Harris & Teddy Anggoro, Hukum Perseroan Terbatas: Kewajiban Pemberitahuan oleh Direksi, (Bogor
: Penerbit Ghalia Indonesia, 2010), hal 20-.21.
13
Farida Hasyim, Hukum Dagang, (Jakarta : Sinar Grafika, 2009), hal.151.
14
Suharnoko, Hukum Perjanjian, (Jakarta : Kencana, 2004), hal.1.
15
Rachmadi Usman, Dimensi Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, (Bandung : PT. Alumni, 2004), hal.49
12
setiap pendiri Perseroan sudah mengambil bagian saham Perseroan. Agar syarat ini sah
menurut hukum, pengambilan bagian saham itu harus sudah dilakukan setiap pendiri
Perseroan pada saat pendirian Perseroan itu berlangsung.16
1. uang;
16
Orinton Purba, Petunjuk Praktis Bagi RUPS, Komisaris dan Direksi Perseroan Terbatas agar Terhindar dari
Jerat Hukum, (Jakarta : Raih Asa Sukses, 2012), hal.24.
17
Rudhi Prasetya, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1996), hal.185.
13
3. Keahlian atau tenaga kerja, baik fisik maupun pikiran.18
Adapun modal dasar Perseroan Terbatas seluruhnya terbagi dalam saham. Yang
mana Undang-Undang Perseroan Terbatas dalam Pasal 7 ayat (2) Undang Nomor 40
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas mengharuskan para pihak yang terlibat dalam
perjanjian pendirian suatu Perseroan Terbatas mengambil bagian sahamnya pada saat
Perseroan Terbatas didirikan yang merupakan modal awal Perseroan Terbatas. Yang
dimaksud dengan modal Perseroan adalah modal dasar,modal ditempatkan dan modal
disetor.21
18
Abdul Muis, Hukum Persekutuan & Perseroan, (Medan : Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2006),
hal.53-54.
19
Abdul R. Saliman, Hermansyah & Ahmad Jalis, Hukum Bisnis untuk Perusahaan Edisi 2, Cetakan Ke-1,
(Jakarta: Kencana, 2005), hal.96-97.
20
Agus Budiarto, Kedudukan Hukum & Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas Edisi 2, Cetakan 2, (Bogor :
Penerbit Ghalia Indonesia, 2009), hal.47.
21
Penjelasan Pasal 41 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4756.
14
Modal dasar (authorized capital) adalah seluruh nilai nominal saham Perseroan
yang disebut dalam anggaran dasar Perseroan. Modal dasar Perseroan adalah total
jumlah saham yang dapat diterbitkan oleh Perseroan. Anggaran dasar Perseroan yang
menentukan berapa banyak jumlah saham yang dijadikan modal dasar. Setiap lembar
saham mempunyai nilai nominal yang akan menjadi jumlah nilai nominal modal dasar
Perseroan, yang sama nilainya dengan nilai nominal seluruh saham. Adapun batas
minimal modal dasar Perseroan paling sedikit Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah). Boleh memperbesar atau memperkecil jumlah modal yang ditetapkan dalam
anggaran dasar tetapi harus meminta persetujuan Menteri Hukum dan HAM
dikarenakan perubahan anggaran dasar mengenai besarnya modal dasar termasuk
perubahan anggaran dasar tertentu yang harus mendapat persetujuan Menteri Hukum
dan HAM.22
Modal ditempatkan (issued capital) adalah jumlah saham yang sudah diambil
pendiri Perseroan atau pemegang saham, dan saham yang diambil itu ada yang sudah
dibayar dan ada pula yang belum dibayar. Modal ditempatkan adalah modal yang
disanggupi pendiri Perseroan atau pemegang saham untuk dilunasinya, dan saham itu
telah diserahkan kepadanya untuk dimiliki. Adapun Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang
Perseroan Terbatas mengatur paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari modal
dasar harus ditempatkan. Modal ditempatkan dibuktikan dengan bukti penyetoran yang
sah yaitu antara lain bukti setoran pemegang saham ke dalam rekening bank atas nama
Perseroan, data dari laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan atau neraca
Perseroan yang ditandatangani oleh direksi dan dewan komisaris.23
Modal disetor adalah modal yang sudah dimasukkan pemegang saham sebagai
pelunasan pembayaran saham yang diambilnya atau saham yang telah dipenuhi
kewajiban penyetorannya dan telah dibayar penuh oleh pemegang saham atau
pemiliknya. Adapun Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Perseroan Terbatas mengatur
paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari modal dasar harus disetor penuh.
Modal disetor penuh dibuktikan dengan bukti penyetoran yang sah yaitu antara lain
bukti setoran pemegang saham ke dalam rekening bank atas nama Perseroan, data dari
laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan atau neraca Perseroan yang
ditandatangani oleh direksi dan dewan komisaris.24
22
Gunawan Widjaja, Hak Individu & Kolektif Para Pemegang Saham, (Jakarta : Praninta Offset, 2008), hal.6-7.
23
Faisal Santiago, Pengantar Hukum Bisnis, (Jakarta : Mitra Wacana Media, 2012),hal.37-38.
24
Ibid
15
Penyetoran modal yang dilakukan oleh para pendiri Perseroan dilakukan dengan
maksud untuk mendapatkan saham dalam Perseroan sebagai pembayaran atas saham
yang diambil para pendiri Perseroan pada saat pendirian Perseroan. Saham adalah
sejumlah uang yang diinvestasikan oleh investor dalam suatu Perseroan, yang mana
atas investasi tersebut pada umumnya pemegang saham mendapat keuntungan dari
Perseroan dalam bentuk dividen. Saham adalah kekayaan pribadi pemegang saham
yang bersifat benda bergerak yang tidak dapat diraba tetapi dapat dialihkan.25
Agar suatu Perseroan dapat berfungsi dengan baik harus memiliki sejumlah
harta kekayaan tersendiri yang terpisah dari harta kekayaan para pendiri Perseroan, para
pemegang saham dan para pengurusnya. Kekayaan Perseroan ini dimulai dengan
perolehannya dari pemasukan para pendiri Perseroan yang telah mengambil bagian
saham dengan kewajiban untuk menyetor sejumlah uang tunai ataupun penyetoran
modal dalam bentuk lainnya (inbreng), berupa benda atau barang, yang dapat dinilai
dengan uang, sebesar nilai saham yang telah diambilnya itu. Karenanya pada setiap
saham dicantumkan jumlah uang yang merupakan nilai nominal saham tersebut.
Keseluruhan dari jumlah nilai saham tersebut merupakan modal awal Perseroan.
2.2 Proses Hukum Inbreng Tanah dan/atau Bangunan ke dalam Pendirian Perseroan
Terbatas
Suatu Perseroan berdiri semata-mata karena perjanjian oleh 2 (dua) orang atau
lebih dengan akta notaris. Dalam pendirian Perseroan harus dibuat secara tertulis dalam
bentuk akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia. Akta notaris ini tidak hanya
berfungsi sebagai alat bukti atas perjanjian pendirian Perseroan tetapi juga sekaligus
25
Tri Budiyono, Hukum Perusahaan : Telaah Yuridis Terhadap Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang
Perseroan Terbatas, (Salatiga : Griya Media, 2011), hal.88 & 90.
26
Ridwan Khairandy, Pengantar Hukum Dagang, (Yogyakarta : FH UII Press, 2006), hal.45.
16
merupakan keharusan yang sangat penting dikarenakan apabila tidak dibuat dalam akta
notaris, akta pendirian Perseroan itu tidak memenuhi syarat, sehingga terhadapnya tidak
dapat diberikan pengesahan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.27
Syarat lain dalam mendirikan Perseroan diatur juga pada Pasal 7 ayat (2)
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas bahwa setiap
pendiri Perseroan wajib mengambil bagian saham pada saat Perseroan didirikan.
Berarti pada saat para pendiri Perseroan menghadap notaris untuk dibuat akta
pendirian Perseroan, setiap pendiri sudah mengambil bagian saham Perseroan. Agar
syarat ini sah menurut hukum, pengambilan bagian saham itu harus sudah dilakukan
setiap pendiri Perseroan pada saat pendirian Perseroan itu berlangsung.
Bahwa untuk mendirikan suatu Perseroan haruslah dipenuhi unsur-unsur
sebagai berikut:28
a. Adanya 2 (dua) orang atau lebih untuk mendirikan Perseroan.
b. Ada pernyataan kehendak dari pendiri untuk persetujuan mendirikan Perseroan
dengan mewajibkan setiap pendiri mengambil bagian saham pada saat Perseroan
didirikan. Perjanjian pendirian Perseroan tersebut dinyatakan dihadapan notaris
dalam bentuk akta pendirian berbahasa Indonesia yang sekaligus memuat anggaran
dasar Perseroan.
17
proses pengajuan pengesahan badan hukum sehingga pengajuan dilakukan oleh orang
yang mengerti di bidang tersebut yakni notaris. Notaris mengajukan permohonan
pengesahan badan hukum Perseroan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia atau
pejabat yang ditunjuk yaitu Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (Dirjen-
AHU).30
1. Perbuatan hukum dinyatakan dengan akta yang bukan akta otentik Apabila perbuatan
hukum yang berkaitan dengan kepemilikan saham dan penyetorannya itu dinyatakan
30
Frans Satrio Wicaksono, Tanggung Jawab Pemegang Saham, Direksi & Komisaris Perseroan Terbatas, (Jakarta :
Visimedia, 2009), hal.44.
31
Engga Prayogi & RN Superteam, 233 Tanya Jawab Seputar Hukum Bisnis, (Yogyakarta : Pustaka Yustisia,
2011), hal.56-57.
32
Adil Samadani, Dasar-Dasar Hukum Bisnis, (Jakarta : Mitra Wacana, 2013), hal.61-62
18
dengan akta yang bukan akta otentik, yakni akta bawah tangan, agar perbuatan
hukum itu sah dan mengikat, harus diikuti ketentuan Pasal 12 ayat (2) Undang-
Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yakni :
b. akta yang menyatakan perbuatan hukum yang bentuknya tidak otentik itu,
dilekatkan pada akta pendirian Perseroan. Yang dimaksud dengan
“dilekatkan” adalah penyatuan dokumen yang dilakukan dengan cara
melekatkan atau menjahitkan dokumen tersebut sebagai satu kesatuan
dengan akta pendirian Perseroan.
2. Perbuatan hukum dinyatakan dengan akta otentik Sesuai dengan ketentuan pasal
12 ayat (3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas,
apabila perbuatan hukum yang berkaitan dengan kepemilikan saham dan
penyetorannya dinyatakan dengan akta otentik atau akta notaris, agar perbuatan
hukum itu sah dan mengikat :
a. perbuatan hukum kepemilikan saham dan penyetorannya itu harus
dicantumkan dalam akta pendirian Perseroan, dan
b. selanjutnya nomor akta, tanggal dan nama serta tempat kedudukan notaris
yang membuat akta otentik tersebut, disebutkan dalam akta pendirian
Perseroan. Jadi, akta otentiknya tidak perlu dilekatkan pada akta pendirian
Perseroan.
Secara umum, penyetoran setiap bagian dari modal saham yang diambil
bagiannya dilakukan dengan uang tunai, tetapi dalam pasal 34 ayat (1) Undang-Undang
19
Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas terdapat ketentuan bahwa penyetoran
atas modal saham dapat dilakukan dalam bentuk uang dan/atau dalam bentuk lainnya.
Menurut penjelasan pasal ini, pada umumnya penyetoran modal adalah dalam bentuk
uang. Namun, tidak ditutup kemungkinan penyetoran modal dalam bentuk lain, baik
berupa benda atau barang, yang dapat dinilai dengan uang dan yang secara nyata diterima
oleh Perseroan. Penyetoran modal dalam bentuk lain selain uang harus disertai rincian
yang menerangkan nilai atau harga, jenis atau macam, status, tempat kedudukan, dan lain-
lain yang dianggap perlu demi kejelasan mengenai penyetoran tersebut. Hal ini dilakukan
semata-mata dengan tujuan untuk memberikan modal (harta kekayaan) pada Perseroan
dan memisahkannya dari harta kekayaan pribadi masing-masing para pendiri Perseroan.
Bentuk penyetoran modal bentuk lain, biasa disebut “pemasukan
barang” atau “pemasukan modal” atau “inbreng”.33
33
Tri Budiyono, Hukum Perusahaan : Telaah Yuridis Terhadap Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang
Perseroan Terbatas, (Salatiga : Griya Media, 2011), hal.79-80.
34
M. Yahya Harahap,op.cit , hal.239.
20
penilaian. Karena itu untuk menentukan nilai pasar tanah dan/atau bangunan biasanya
dimintakan bantuan jasa penilai/ahli independen yang tidak terafiliasi dengan Perseroan
yang akan melakukan penilaian. Yang dimaksud dengan “ahli yang tidak terafiliasi”
adalah ahli yang tidak mempunyai:35
a. hubungan keluarga karena perkawinan atau keturunan sampai derajat kedua, baik
secara horizontal maupun vertikal dengan pegawai, anggota direksi, dewan
komisaris, atau pemegang saham dari Perseroan;
b. hubungan dengan Perseroan karena adanya kesamaan satu atau lebih anggota
direksi atau dewan komisaris;
c. hubungan pengendalian dengan Perseroan baik langsung maupun tidak langsung;
d. saham dalam Perseroan sebesar 20% (dua puluh persen) atau lebih.
Yang mana para pendiri Perseroan juga harus setuju terlebih dahulu secara
bersama-sama atas taksiran penilaian oleh ahli penilai (appraisal) atas penyetoran
modal saham yang dilakukan dalam bentuk lain berupa tanah dan/atau bangunan yang
diinbrengkan tersebut. Persetujuan para pendiri Perseroan secara bersama-sama atas
taksiran penilaian oleh ahli penilai (appraisal) atas penyetoran modal saham dalam
bentuk lain berupa tanah dan/atau bangunan tersebut dilakukan dalam bentuk tertulis
baik dalam bentuk akta otentik maupun akta dibawah tangan yang bermaterai cukup
dan ditandatangani oleh para pendiri Perseroan sebagai bentuk persetujuan mereka
atas taksiran penilaian oleh ahli penilai (appraisal).
Penyetoran modal dalam bentuk benda tidak bergerak yakni tanah dan/atau
bangunan harus diumumkan dalam 1 (satu) surat kabar atau lebih, dalam jangka waktu
14 (empat belas) hari setelah akta pendirian Perseroan ditandatangani atau setelah
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) memutuskan penyetoran modal tersebut.
Maksud diumumkannya penyetoran modal dalam bentuk benda tidak bergerak dalam
surat kabar, adalah agar diketahui umum dan memberikan kesempatan kepada pihak
yang berkepentingan untuk dapat mengajukan keberatan atas penyerahan benda
tersebut sebagai setoran modal saham, misalnya ternyata diketahui benda tersebut
bukan milik penyetor tetapi milik pihak ketiga.36
Jamin Ginting, Hukum perseroan terbatas (UU No.40 tahun 2007), (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2007), hal.57-58
35
36
Sujud Margono, Hukum Perusahaan Indonesia : Catatan atas Undang-Undang Perseroan Terbatas, (Jakarta :
CV. Novindo Pustaka Mandiri, 2008), hal.42.
21
Setelah Perseroan mendapatkan status badan hukum dari Menteri Hukum dan
Hak Asasi Manusia, harus diadakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pertama
Perseroan, yang secara tegas menyatakan menerima penyetoran modal berupa tanah
dan/atau bangunan sebagai pembayaran atas saham yang diambil pendiri Perseroan.
RUPS pertama Perseroan tersebut harus diselenggarakan dalam jangka waktu paling
lambat 60 (enam puluh) hari setelah Perseroan memperoleh status badan hukum dari
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Setelah itu, dilanjutkan dengan pembuatan
dan penandatanganan Akta Pemasukan ke dalam Perusahaan di hadapan PPAT
setempat yang daerah kerjanya meliputi letak lokasi tanah dan/atau bangunan yang
diinbrengkan, yang mana didahului terlebih dahulu dengan pembayaran Pph dan Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
Setelah itu, terakhir mendaftarkan peralihan haknya (balik nama) pada kantor
pertanahan setempat yang berwenang. PPAT wajib menyampaikan akta PPAT berupa
Akta Pemasukan ke dalam Perusahaan dan dokumen-dokumen lain yang diperlukan
untuk keperluan pendaftaran peralihan hak yang bersangkutan kepada
kantor pertanahan, selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak ditandatanganinya
Akta Pemasukan ke dalam Perusahaan yang bersangkutan.37
37
Pasal 40 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3696 & Pasal
103 Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 Tentang
Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah.
22
4. Akta Pemasukan ke dalam Perusahaan;
5. Sertipikat asli hak atas tanah yang dialihkan;
6. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau identitas diri pihak yang
mengalihkan hak atas tanah yang masih berlaku dan dilegalisasi oleh
pejabat yang berwenang yang telah dicocokkan dengan aslinya oleh petugas
loket;
7. Fotocopy Akta Pendirian dan Anggaran Dasar Perseroan yang telah
disahkan Menteri Hukum dan HAM serta pengesahan badan hukum
Perseroan yang telah dicocokkan dengan aslinya oleh petugas loket;
8. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau identitas diri pemohon yang
masih berlaku dan dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang yang telah
dicocokkan dengan aslinya oleh petugas loket;
9. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau identitas diri penerima kuasa
yang masih berlaku dan dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang disertai
surat kuasa, jika permohonannya dikuasakan, yang telah dicocokkan dengan
aslinya oleh petugas loket;
10. Izin pemindahan hak jika :
a. Pemindahan hak atas tanah atau hak milik atas rumah susun yang
didalam sertipikatnya dicantumkan tanda yang menyatakan bahwa hak
tersebut hanya boleh dipindahtangankan apabila telah diperoleh ijin dari
instansi yang berwenang;
b. Pemindahan hak pakai atas tanah negara;
11. Fotokopi Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan
(SPPT-PBB) tahun berjalan yang telah dicocokkan dengan aslinya oleh
petugas loket;
12. Bukti pelunasan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
dan Pph berupa penyerahan bukti Surat Setoran Pajak Daerah Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (SSPD-BPHTB) dan bukti Surat
Setoran Pajak (SSP).
23
1. Subjek hak atas tanah merupakan badan hukum yang telah mendapat
pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.
2. Objek hak atas tanah merupakan hak atas tanah yang dapat dipunyai oleh
badan hukum yang bersangkutan.
3. Setiap fotokopi yang dipersyaratkan sudah dilegalisir oleh pejabat yang
berwenang.
Setelah pendaftaran peralihan hak atas tanah dan/atau bangunan telah
disampaikan dan didaftarkan kepada kantor pertanahan setempat serta telah
memenuhi syarat dan prosedur yang telah ditentukan maka kantor pertanahan
melakukan pencatatan peralihan hak dalam buku tanah, sertipikat dan daftar
lainnya dengan cara nama pemegang hak lama di dalam buku tanah, sertipikat hak
dan daftar- daftar umum lain dicoret dengan tinta hitam dan dibubuhi paraf
kepala kantor pertanahan atau pejabat yang ditunjuk, kemudian nama pemegang
hak yang baru yaitu Perseroan dituliskan pada halaman dan kolom yang ada dalam
buku tanahnya, sertipikat hak dan daftar-daftar umum lain dengan dibubuhi tanggal
pencatatan dan ditandatangani oleh kepala kantor pertanahan atau pejabat yang
ditunjuk dan cap dinas kantor pertanahan.38
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
38
Pasal 105 Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 Tentang
Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah.
24
Praktik pemasukan tanah ke dalam perusahaan pada dasarnya harus dilakukan
dengan RUPS, pengumuman, penilaian tim independen, dibuat dengan akta PPAT yang
berwenang, dan dilakukan pendaftaran atas peralihan hak atas tanah. Pendaftaran
peralihan hak atas tanah berfungsi sebagai jaminan perlindungan atas kepastian hukum
pemegang hak, dalam hal ini perseroan, agar tanah yang dijadikan modal tersebut dapat
menjadi bagian dari harta kekayaan perseroan. Selain itu pemasukan tanah ke dalam
perusahaan harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, baik UU
PT, UUPA, ataupun PP Pendaftaran Tanah. Tidak sesuainya proses inbreng dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku dapat menyebabkan kebingungan bagi
para pihak dan pihak ketiga. Hal itu karena tidak sesuainya data yuridis dan data fisik
dengan kenyataan. Status tanah yang dijadikan modal perseroan tanpa dilakukan
pendaftaran peralihan hak untuk balik nama pada dasarnya tetap dipandang sebagai
milik dari orang yang namanya tercatat dalam sertipikat, bukan bagian dari harta
kekayaan perseroan. Hal itu karena PP Pendaftaran Tanah menganut asas sederhana,
dalam hal penerbitan sertipikat, sertipikat berfungsi sebagai alat bukti agar pemegang
hak dapat dengan mudah membuktikan kepemilikannya. Sehingga data yang disajikan
dala sertipikat hak atas harus diterima dan dianggap benar selama tidak dibuktikan
sebaliknya. Namun, sertipikat merupakan alat bukti yang kuat, bukan mutlak. Sehingga
kebenaran atas data yuridis dan data fisik yang disajikan dapat digugat ke Pengadilan
apabila perseroan dapat membuktikan sebaliknya. Pembuktian tersebut dapat dilakukan
dengan adanya akta, surat atau yang membuktikan bahwa tanah tersebut milik
perseroan, adanya itikad baik dari perseroan untuk mendapatkan tanah tersebutatau
adanya penguasaan secara nyata dari perseroan terhadap yang menunjukan adanya
hubungan antara tanah dengan perseroan yang dilakukan terus menerus.
DAFTAR PUSTAKA
Peraturan Perundang-Undangan
25
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria;
Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan jabatan Pejabat Pembuat
Akta Tanah;
Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 8 Tahun 2012 tentang Perubahana
atas Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 24
Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Referensi Lainnya
Adrian Sutedi, Peralihan Hak atas Tanah dan Pendaftarannya, SInar Grafika, Jakarta: 2008.
Agus Budiarto, Kedudukan Hukum & Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas,
Penerbit Ghalia Indonesia, Bogor: 2009.
Ahmad Yani dan Widjaya Gunawan, Seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas, Raja Grafindo
Persada, Jakarta: 2008.
Andy Hartanto, Hukum Pertanahan, Karakteristik Jual Beli Tanah Yang Belum Terdaftar
Hak Atas Tanahnya, Laksbang Justitia, Surabaya: 2014.
I.G. Rai Widjaya, Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, Mega Poin, Jakarta: 2000.
Irwan Soerodjo, Kepastian Hukum Pendaftaran Hak atas Tanah di Indonesia, Arkola,
Surabaya: 2002. Jamin Ginting, Hukum perseroan terbatas (UU No.40 tahun
2007), Citra Aditya Bakti, Bandung: 2007.
K. Wantjik Saleh, Hak Anda Atas Tanah, Ghalia Indonesia, Jakarta Timur: 1997.
Muhammad Yamin Lubis & Abdul Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, CV. Mandar
Maju, Bndung: 2008.
26
Rudhi Prasetya, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung:
1996.
Urip Santoso, Pendaftaran dan Peralihan Hak atas Tanah, Kencana, Jakarta: 2011
Santoso, Urip, Hukum Pengadaan dan Pendaftaran Hak Atas Tanah. Fakultas Hukum
Universitas Airlangga. Surabaya. 2009.
Slaats, Herman dkk, Masalah Tanah di Indonesia Dari Masa ke Masa, Lembaga Studi Hukum
dan Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Jakarta, 2007.
27