Anda di halaman 1dari 27

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SIDOARJO

PERALIHAN HAK ATAS TANAH KARENA INBRENG DI PERUSAHAAN

MAKALAH

Diajukan sebagai salah satu pelengkap tugas ketika perkuliahan online / daring.

ALFIAN PRAMADHIKA PUTRA


172040100046

PRODI HUKUM

FAKULTAS BISNIS HUKUM ILMU SOSIAL

2020

KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmannirrahim
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya , saya dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Penulisan ini dilakukan dalam
rangka memenuhi salah satu tugas perkuliahan online / daring. Saya menyadari bahwa, tanpa
bantuan dan bimbingan dari Ibu Dosen Mauli Diniari SH, M.Kn, MH. Sangatlah sulit
dalam menyelesaikan tugas ini.
Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan semua
pihak yang telah membantu. Semoga tugas ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.

Sidoarjo, 20 Maret 2020

Penulis

2
ABSTRAK

Penulisan ini membahas bentuk perlindungan dan kepastian hukum terhadap hak atas tanah.
Penulisan ini dilakukan dengan metode normatif secara deskriptif analisis melalui bahan –
bahan kepustakaan dan mengkutip beberapa jurnal – jurnal yang ada. Penulisan ini lebih
focus terhadap peralihan ha katas tanah karena inbreng yang dilakukan didalam mendirikan
atau memasukkan modal dalam perusahaan. Diharapkan hasil penulisan ini menyarankan
agar setiap subjek hukum wajib mentaati perundang-undangan yang berlaku secara benar.

Kata Kunci : Peralihan Hak Atasa Tanah, Inbreng

3
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………………………………………………………………..……...2

ABSTRAK …………………………………………………………………………..………3

BAB 1

Latar Belakang ……………………………………………………………………..………..5

Rumusan Masaah ……………………………………………………………………..……10

Tujuan Penulisan ……………………………………………………………………..…….10

Metode Penulisan ………………………………………………………………………..…10

BAB II

Pemasukan Modal (Inbreng) ke Pendirian Perseroan Terbatas ………………………..…..11

Proses Hukum Inbreng Tanah dan/atau Bangunan ke dalam Pendirian Perseroan Terbatas
……………………………………………………………………………………………...16

BAB III

Kesimpulan
………………………………………………………………………………...25

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………………..26

4
BAB I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang


Tanah merupakan satu kesatuan bagian dari kehidupan di dunia ini. Tanah menjadi
sumber daya alam dan sumber hidup bagi kehidupan saat ini maupun dimasa yang akan
datang. Setiap bangsa memiliki aturan – aturan atau norma – norma tertentu dalam
penggunaan, penguasaan, pemilikan, dan pemanfaatan tanah untuk hidup dan
kehidupannya, secara kompleks mengakomodasi kepentingan dan kelanggengangan
kehidupan berbangsa dan bernegara.1
Indonesia merupakan negara yang terdiri dari daratan dan lautan yang memiliki
prosentase ¾ dari wilayah Indonesia merupakan wilayah perairan dan ¼ wilayah
Indonesia merupakan wilayah daratan. Indonesia merupakan negara agraris dimana
banyak hasil bumi yang dihasilkan dari daratan. Tanah merupakan sesuatu yang memiliki
nilai yang sangat penting di dalam kehidupan masyarakat di Indonesia. Tanah juga
merupakan modal dasar pembangunan, serta faktor penting dalam kehidupan yang
umumnya menggantungkan kehidupannya pada tanah. Sehingga tanah memiliki
hubungan yang bersifat abadi dengan rakyat dan negara.2
Tanah merupakan kebutuhan penting bagi manusia, karena tanah bukan hanya
menjadi tempat tinggal melainkan sebagai fungsi sarana untuk mencari nafkah dan
menjadi mata pencaharian sehari – hari di berbagai bidang seperti pertanian, perkebunan,
peternakan, perikanan, perindustrian, dan masih banyak lainnya. Maka dari itu tanah
berfungsi sebagai tempat dimana warga masyarakat bertempat tinggal dan tanah juga
memberikan penghidupan bagi masyarakat.3
Ketentuan pokok mengenai tanah di Indonesia termuat dalam Undang – Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Pasal 33 ayat (3) dan Undang – Undang Nomor 5
Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria atau biasa disebut UUPA.
Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia menjadi dasar dalam
perumusan pasal 2 UUPA yang juga menjadi salah satu bentuk penegasan bagi pasal
1
Anonim, Buku Pertanahan Dalam Era Pembangunan di Indonesia, Jakarta: Departemen Penerangan RI, 1982,
hlm 13-14
2
Fia S Aji, Peran Hak Pakai Dalam Pembangunan, http://fiaji.blogspot.com/ diakses pada tanggal 28 Maret
2020
3
Soerjono Soekanto dan Soleman B. Taneko, Hukum Adat Indonesia, Cetakan keempat, Jakarta: PR. Raja
Grafindo Persada, 2001, hlm 172

5
tersebut, dimana disebutkan dalam ayat (1) bahwa: “atas dasar ketentuan dalam pasal 33
ayat (3) Undang-Undang Dasar dan halhal sebagai yang dimaksud dalam pasal 1, bumi,
air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu pada
tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat.”
Perkataan dikuasai pada pasal ini, menurut penjelasan Umum UUPA, bukanlah berarti
“dimiliki”, akan tetapi adalah pengertian yang memberi wewenang kepada Negara,
sebagai organisai kekuasaan dari Bangsa Indonesia, untuk pada tingkatan tertinggi :4
a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukkan, penggunaan, persediaan dan
pemeliharaannya;
b. Menentukan dan mengatur hak-hak yang dapat dipunyai atas tanah (bagian dari)
bumi, air, dan ruang angkasa itu;
c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orangorang dan
perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.
Maksud dari “kekuasaan” yang disebutkan diatas, Negara dapat memberikan tanah
kepada seseorang atau badan hukum dengan sesuatu hak menurut keperluan dan
peruntukkannya misalnya hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan dan lainnya.5
Hak Milik atas Tanah dapat beralih dan dialihkan, beralih yaitu berpindahnya hak
atas tanah kepada pihak lain dikarenakan suatu peristiwa hukum. Dengan meninggalnya
pemilik tanah maka hak miliknya secara hukum berpindah kepada ahli warisnya
sepanjang ahli warisnya memenuhi syarat sebagai subjek hak milik. Dialihkan atau
pemindahan hak artinya berpindahnya hak atas tanah dari pemiliknya kepada pemilik
lainnya dikarenakan adanya suatu perbuatan hukum yang bermaksud mengalihkan hak
atas tanah. Peralihan Hak atas tanah menurut yuridis dilakukan secara tertulis dengan akta
yang dibuat oleh pejabat yang berwenang dan didaftarkan pada Badan Pertanahan
Nasional (Kantor Pertanahan Kabupaten/ Kota). Langkah tersebut terkait dengan prosedur
peralihan hak. Dengan demikian legalitas peralihan hak atas tanah sangat ditentukan oleh
syarat formil dan materil, prosedur dan kewenangan bagi pihak-pihak terkait, baik
kewenangan mengalihkan maupun kewenangan pejabat untuk bertindak. Prosedur hukum
beralihnya suatu hak atas tanah dapat ditelusuri baik sebelum maupun setelah berlakunya
Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA).6

4
K. Wantjik Saleh, Hak Anda Atas Tanah, Jakarta Timur: Ghalia Indonesia, 1997, hlm13
5
Ibid.
6
Andy Hartanto, Hukum Pertanahan, Karakteristik Jual Beli Tanah Yang Belum Terdaftar Hak Atas Tanahnya,
Surabaya: Laksbang Justitia, 2014, hlm 75

6
Di dalam Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 sebagai aturan
pelaksanaan Undang-Undang Pokok Agraria disebutkan, bahwa “Setiap perjanjian yang
bermaksud memindahkan hak atas tanah atau meminjam uang dengan hak atas tanah
sebagai tanggungan, harus dibuktikan dengan suatu akta yang dibuat oleh dan dihadapan
Pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Agraria”. Menurut ketentuan tersebut terlihat jelas
bahwa peralihan hak atas tanah harus dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh Pejabat
Pembuat Akta Tanah yang selanjutnya disingkat PPAT. Dengan demikian ada unsur
absolute yang harus dipenuhi dalam mengalihkan hak atas tanah, yakni adanya akta
peralihan hak atas tanah yang dibuat oleh PPAT.7
Berdasarkan Pasal 1 angka 24 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah, disebutkan bahwa Pejabat Pembuat Akta Tanah yaitu pejabat umum
yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta tertentu. Berdasarkan pengertian ini,
maka PPAT adalah Pejabat Umum. Pejabat umum adalah orang yang diangkat oleh
instansi yang berwenang dengan tugas melayani masyarakat umum dibidang kegiatan
tertentu. Kegiatan tertentu disini diantaranya adalah untuk membuat akta. Oleh karena itu
PPAT berwenang membuat akta daripada perjanjian-perjanjian yang bermaksud
memindahkan hak atas tanah.8
Berdasarkan Pasal 2 ayat (2) Peraturan pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 Tentang
Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah dan berdasarkan Peraturan Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Perubahan atas Peraturan Menteri
Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 Tentang
Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang
Pendaftaran tanah, perbuatan hukum yang dimaksud disini adalah:
a. Jual beli;
b. Tukar menukar;
c. Hibah;
d. Pemasukan ke dalam perusahaan (inbreng);
e. Pembagian Hak Bersama;
f. Pemberian Hak Guna Bangunan/ Hak Pakai atas Tanah Hak Milik;
g. Pemberian Hak tanggungan;
h. Pemberian Kuasa membebankan Hak Tanggungan.

7
Ibid.
8
Samun Ismaya, Hukum Administrasi Pertanahan, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013 hlm.177

7
Warga Negara Indonesia atau Badan Hukum yang memiliki hak atas tanah dapat
mengalihkan tanahnya sebagai pemasukan dalam perusahaan. Perseroan Terbatas adalah
badan usaha yang berbentuk badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan
berdasarkan perjanjian, dan melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang
seluruhnya terbagi dalam saham yang sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 tentang Perseroan Terbatas. Perseroan Terbatas sebagai badan hukum dianggap
layaknya orangperorangan secara individu yang dapat melakukan perbuatan hukum
sendiri, memiliki harta kekayaan sendiri, dan dapat dituntut serta menuntut di depan
pengadilan. Untuk menjadi Badan Hukum, Perseroan Terbatas harus memenuhi
persyaratan dan tata cara pengesahan PT sebagaimana yang diatur dalam UndangUndang
Perseroan Terbatas. Kekayaan Perseroan Terbatas terdiri dari modal yang seluruhnya
terbagi dalam bentuk saham. Para pendiri Perseroan Terbatas berkewajiban untuk
mengambil bagian modal itu dalam bentuk saham, dan mendapat bukti surat saham
sebagai bentuk penyertaan modal. Tanggung jawab para pemegang saham terbatas hanya
pada modal atau saham yang dimasukkanyan dalam perseroan (limited liability). Segala
hutang tidak dapat dialihkan kepada harta kekayaan pribadi para pemegang saham,
melainkan hanya sebatas modal saham para pemegang saham yang disetorkan kepada
perseroan. Perseroan Terbatas adalah sebuah badan hukum dan memiliki organ perseroan
terbatas yang mana organ terdiri dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Direksi
dan Dewan Komisaris. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) memiliki kewenangan
ekslusif yang dalam bentuk konkretnya merupakan sebuah forum dimana para pemegang
saham memilik kewenangan utama utuk memperoleh keterangan-keterangan mengenai
Perseroan. Direksi mempunyai tugas dan tanggung jawab menjalankan pengurusan PT,
meskipun pengurusan itu dijalankan Direksi sesuai dengan kebijakannya sendiri, namun
harus tetap dalam batas-batas yang ditentukan Undang-Undang dan Anggaran Dasarnya.
Dewan Komisaris melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada Direksi yang
dilakukan sesuai dengan Anggaran Dasar Perseroan.
Modal Perseroan Terbatas (PT) terdiri dari Modal Dasar, Modal Ditempatkan dan
Modal Disetor. Modal tersebut terbagi atas sekumpulan saham. Modal Dasar merupakan
keseluruhan nilai perusahaan, yaitu seberapa besar perusahaan tersebut dapat dinilai
berdasarkan permodalannya. Modal ditempatkan adalah kesanggupan bagi para
pemegang saham untuk menanamkan modalnya didalam perusahaan. Modal disetor
adalah modal dasar perseroan yang diangap riil karena telah benar-benar disetorkan ke
dalam PT. Penyetoran atas modal saham dapat dilakukan dalam bentuk apa saja. Karena
8
Modal tidak hanya berupa uang tetapi dapat juga dalam bentuk aset berwujud dan aset
tidak berwujud. Aset berwujud misalnya tanah, kendaraan, teknologi dan lain-lain. Aset
tidak berwujud misalnya nama baik, kecakapan (skill), merek, hak atas kekayaan
intelektual dan lain-lain. Sehingga modal tidak terbatas dalam bentuk uang saja.
Pemasukan modal dalam perusahaan dalam bentuk aset berwujud dan tidak berwujud
yang penilaian setoran modal didasarkan pada nilai wajar dan sesuai harga pasar atau
ditetapkan oleh appraisal.9
Pendirian Perseroan Terbatas (PT) dilakukan berdasarkan perjanjian. Pendirian
Perseroan Terbatas (PT) harus dilakukan oleh lebih dari 1 (satu) orang yang saling
berjanji untuk mendirikan perseroan, dan mereka yang berjanji itu memasukkan
modalnya ke dalam perseroan dalam bentuk saham. Perjanjian tersebut harus dibuat
dalam bentuk akta notaris dalam bahasa Indonesia. Notaris yang dimaksud adalah Notaris
yang Wilayah kerjanya sesuai dengan domisili Perseroan. Agar sah menjadi Badan
Hukum, akta Notaris itu harus disahkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia. Dalam hal penambahan Modal dalam perseroan terbatas, dilakukan
juga pencatatan di hadapan Notaris, karena hal ini berarti merubah Anggaran Dasar dan
dilaporkan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.
Penyetoran penambahan modal dalam bentuk benda berwujud misalnya tanah, tidak
dilakukan di hadapan Notaris dan bukan dalam bentuk akta yang dibuat oleh Notaris,
karena objeknya adalah tanah dan peralihan hak yang dimaksud sesuai dengan Peraturan
Kepala Badan Pertanahan Nasional (Perkaban) Nomor 8 Tahun 2012 yang mana
perbuatan hukum dimaksud dituangkan dalam akta Pejabat Pembuat Akta Tanah. Hak
Milik atas Tanah yang akan disetorkan kepada Perseroan Terbatas tidaklah sesuai dengan
peruntukkan Perseroan Terbatas, maka Pejabat Pembuat Akta Tanah tidak akan bisa
membuatkan Akta Pemasukan Dalam Perusahaan. Maka langkah-langkah apa sajakah
yang dapat ditempuh agar peralihan hak milik tersebut dapat terlaksana. Dari data yang
didapatkan pada Kantor Badan Pertanahan Nasional, semenjak berlakunya Peraturan
Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 8 Tahun 2012, yang mulai berlaku pada tahun
2013 terdaftar ada 2 Perseroan Terbatas yang melakukan peralihan hak atas tanah melalui
pemasukan dalam perusahaan.

9
www.hukumonline.com diakses pada tanggal 28 Maret 2020, Pukul 19.00 WIB

9
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis uraiakan diatas maka dapat
diambil beberapa rumusan masalah yaitu Bagaimana proses peralihan hak atas tanah
melalui pemasukan (inbreng) dalam perusahaan?

1.3 Tujuan Penelitian


Dari penulisan masalah tersebut penulis dapat menyimpulkan bahwa tujuan dari
makalah ini adalah kita sebagai mahasiswa hukum Perguruan Tinggi Muhammadiyah
lebih tahu tentang bagaimana proses peralihan hak atas tanah melalui pemasukan
(inbreng) dalam perusahaan.

1.4 Metode Penelitian


Metode penulisan makalah ini menggunakan metode normatif dimana sumber –
sumber data diambilkan dari UUPA dan peraturan pelaksana dibawah Undang – Undang
sesuai hirarki perundangan yang berlaku di Indonesia. Menurut Johnny Ibrahim,
penelitian hukum normatif adalah suatu prosedur penelitian ilmiah untuk menemupakan
kebenaran berdasarkan logika keilmuan dari sisi normatifnya.

10
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pemasukan Modal (Inbreng) ke Pendirian Perseroan Terbatas

Perseroan Terbatas adalah salah satu bentuk usaha yang paling diminati dari
seluruh organisasi usaha yang ada. Di Indonesia, Perseroan Terbatas (PT) merupakan
salah satu bentuk perusahaan atau badan usaha yang berbadan hukum yang banyak
digunakan dalam dunia usaha. Badan hukum merupakan subjek hukum sebagai
pendukung hak dan kewajiban, badan hukum ini sengaja dibuat oleh manusia dengan
maksud dan tujuan tertentu, memiliki kapasitas sebagai pribadi hukum yang dapat
mempunyai harta kekayaan tersendiri yang terpisah dari harta kekayaan pribadi para
pendiri Perseroan, para pemegang saham Perseroan dan para pengurus Perseroan.10

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas


menyatakan di dalam Pasal 1 angka 1 bahwa “Perseroan Terbatas yang selanjutnya
disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan
berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya
terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang
ini serta peraturan pelaksanaannya”. Berarti Perseroan Terbatas didirikan oleh para
pendiri Perseroan berdasarkan perjanjian yang mereka lakukan diantara mereka. Hal ini
ditegaskan dalam Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 yang
menyatakan Perseroan sebagai badan hukum yang merupakan persekutuan modal,
didirikan berdasarkan perjanjian oleh para pendirinya. Suatu Perseroan Terbatas berdiri
semata-mata karena perjanjian oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta notaris.
Demikian ditentukan dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas, yang menyatakan bahwa “Perseroan didirikan oleh 2 (dua)
orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia”.11 Undang-
Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menetapkan bahwa
pendirian Perseroan Terbatas adalah berdasarkan perjanjian. Karena berdasarkan
perjanjian, tentunya paling sedikit harus ada 2 (dua) orang yang melakukan perjanjian.
10
Gatot Supramono, Kedudukan Perusahaan Sebagai Subjek dalam Gugatan Perdata di Pengadilan, (Jakarta :
Rineka Cipta, 2007), hal.135-136.
11
Zaeni Asyhadie, Hukum Bisnis : Prinsip & Pelaksanaanya di Indonesia, (Jakarta : Rajawali Pers, 2009),
hal.44-45.

11
Disini nampak bahwa Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas tidak membolehkan saham Perseroan berada dalam 1 (satu) tangan,
apabila hal ini dilanggar, konsekuensinya pemegang saham tunggal akan bertanggung
jawab secara pribadi kepada pihak ketiga, meskipun Perseroan telah berstatus badan
hukum. Penetapan pasal ini yang mengandung asas larangan pemegang saham tunggal
secara konseptual mengandung makna menjamin unsur perjanjian dalam pendirian
Perseroan Terbatas tetap tercermin serta pemegang saham tunggal kurang
mencerminkan Perseroan sebagai badan usaha yang modalnya terdiri dari saham-saham
yang dimaksudkan untuk mengikutsertakan pihak lain dengan sistem
pertanggungjawaban terbatas.12

Yang mana dalam Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas juga menegaskan bahwa “setiap pendiri Perseroan Terbatas
wajib mengambil bagian saham pada saat Perseroan Terbatas didirikan”. 13 Perseroan
telah berdiri dan hubungan antara para pendiri adalah hubungan kontraktual karena
Perseroan belum mempunyai status badan hukum. Agar suatu kontrak atau perjanjian
mengikat para pihak, menurut Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, harus
dipenuhi 4 (empat) persyaratan, yakni (i) sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; (ii)
kecakapan untuk membuat suatu perikatan; (iii) suatu hal tertentu; (iv) suatu sebab yang
halal.14

Perikatan yang memenuhi unsur-unsur tersebut diatas secara hukum


mengikat para pihak. Setelah diperolehnya status badan hukum, maka Perseroan adalah
badan yang mandiri dan hubungan antara para pendiri Perseroan tidak lagi merupakan
hubungan kontraktual, pendiri Perseroan sebagai pemegang saham tidak lagi
bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat oleh Perseroan dan tidak
bertanggung jawab atas kerugian Perseroan melebihi nilai saham yang diambilnya.15

Dalam mendirikan Perseroan Terbatas diatur pada Pasal 7 ayat (2) Undang-
Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas bahwa setiap pendiri
Perseroan wajib mengambil bagian saham pada saat Perseroan didirikan. Berarti pada
saat para pendiri Perseroan menghadap notaris untuk dibuat akta pendirian Perseroan,
12
Freddy Harris & Teddy Anggoro, Hukum Perseroan Terbatas: Kewajiban Pemberitahuan oleh Direksi, (Bogor
: Penerbit Ghalia Indonesia, 2010), hal 20-.21.
13
Farida Hasyim, Hukum Dagang, (Jakarta : Sinar Grafika, 2009), hal.151.
14
Suharnoko, Hukum Perjanjian, (Jakarta : Kencana, 2004), hal.1.
15
Rachmadi Usman, Dimensi Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, (Bandung : PT. Alumni, 2004), hal.49

12
setiap pendiri Perseroan sudah mengambil bagian saham Perseroan. Agar syarat ini sah
menurut hukum, pengambilan bagian saham itu harus sudah dilakukan setiap pendiri
Perseroan pada saat pendirian Perseroan itu berlangsung.16

Dalam pendiriannya Perseroan haruslah mempunyai harta kekayaan


tersendiri yang terpisah dari harta kekayaan para pendiri Perseroan dan yang didapat
dari pemasukan modal para pendirinya (pemegang saham). Harta kekayaan ini sengaja
diadakan dan memang diperlukan sebagai alat untuk mengejar tujuan Perseroan.
Adapun pendirian Perseroan Terbatas tidak dapat dilakukan tanpa pemenuhan syarat
modal minimun. Pemenuhan syarat modal minimun bertujuan agar pada waktu
Perseroan Terbatas didirikan setidak-tidaknya sudah mempunyai modal, yaitu sebesar
modal dasar (authorized capital), modal ditempatkan (issued capital) dan modal disetor
(paid-up capital) yang akan menjadi jaminan bagi pihak ketiga terhadap Perseroan
Terbatas.17

Kewajiban para pendiri Perseroan Terbatas dalam menyetor modal ke dalam


Perseroan dimaksudkan supaya Perseroan memiliki modal awal dalam melakukan
kegiatan Perseroan dalam rangka mencapai tujuan Perseroan dalam upaya mendapat
keuntungan. Tanpa adanya modal awal Perseroan, maka jelas Perseroan tidak dapat
menjalankan kegiatannya untuk mencari keuntungan. Apa yang diinbrengkan ke dalam
pendirian Perseroan Terbatas merupakan pembayaran atas saham yang diambil pendiri
Perseroan dari Perseroan. Pasal 1619 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
menentukan bahwa para sekutu perdata wajib memasukkan ke dalam kas persekutuan
yang didirikan tersebut. Pemasukan (inbreng, contribution) itu dapat berupa:

1. uang;

2. benda-benda atau barang-barang apa saja yang layak bagi pemasukan,


seperti kendaraan bermotor dan alat operasional kantor, tanah dan/atau
bangunan;

16
Orinton Purba, Petunjuk Praktis Bagi RUPS, Komisaris dan Direksi Perseroan Terbatas agar Terhindar dari
Jerat Hukum, (Jakarta : Raih Asa Sukses, 2012), hal.24.
17
Rudhi Prasetya, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1996), hal.185.

13
3. Keahlian atau tenaga kerja, baik fisik maupun pikiran.18

Perseroan harus mempunyai harta kekayaan tersendiri yang terpisah dari


harta kekayaan para pendiri Perseroan, para pemegang saham Perseroan serta para
pengurus Perseroan dan didapat dari pemasukan para pendiri Perseroan (pemegang
saham). Harta kekayaan ini sengaja diadakan dan memang diperlukan sebagai alat untuk
mengejar tujuan Perseroan dalam hubungan hukumnya dimasyarakat atau dengan pihak
ketiga. Harta kekayaan itu menjadi jaminan perikatan yang telah dibuat oleh Perseroan
dengan pihak ketiga. Dengan demikian, bila dikemudian hari timbul tanggung jawab
hukum yang harus dipenuhi oleh Perseroan, maka pertanggungjawaban yang timbul
tersebut semata-mata dibebankan pada harta yang terkumpul dalam Perseroan tersebut.19
Modal Perseroan ini berbeda dengan harta kekayaan Perseroan. Modal
Perseroan hanya merupakan sebagian dari harta kekayaan Perseroan. Harta kekayaan
Perseroan itu selalu berubah-ubah sejalan dengan gerak perkembangan usaha
Perseroan, sedangkan modal Perseroan itu bersifat relatif tetap, kalaupun bila modal
Perseroan dikehendaki berubah, perubahan itu harus dibuat dengan akta notariel
tersendiri dan harus dimohonkan persetujuan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Harta kekayaan Perseroan biasanya akan dapat dibaca dalam neraca dan perhitungan
rugi laba yang dibuat setiap akhir tahun pembukuan.20

Adapun modal dasar Perseroan Terbatas seluruhnya terbagi dalam saham. Yang
mana Undang-Undang Perseroan Terbatas dalam Pasal 7 ayat (2) Undang Nomor 40
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas mengharuskan para pihak yang terlibat dalam
perjanjian pendirian suatu Perseroan Terbatas mengambil bagian sahamnya pada saat
Perseroan Terbatas didirikan yang merupakan modal awal Perseroan Terbatas. Yang
dimaksud dengan modal Perseroan adalah modal dasar,modal ditempatkan dan modal
disetor.21

18
Abdul Muis, Hukum Persekutuan & Perseroan, (Medan : Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2006),
hal.53-54.
19
Abdul R. Saliman, Hermansyah & Ahmad Jalis, Hukum Bisnis untuk Perusahaan Edisi 2, Cetakan Ke-1,
(Jakarta: Kencana, 2005), hal.96-97.
20
Agus Budiarto, Kedudukan Hukum & Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas Edisi 2, Cetakan 2, (Bogor :
Penerbit Ghalia Indonesia, 2009), hal.47.
21
Penjelasan Pasal 41 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4756.

14
Modal dasar (authorized capital) adalah seluruh nilai nominal saham Perseroan
yang disebut dalam anggaran dasar Perseroan. Modal dasar Perseroan adalah total
jumlah saham yang dapat diterbitkan oleh Perseroan. Anggaran dasar Perseroan yang
menentukan berapa banyak jumlah saham yang dijadikan modal dasar. Setiap lembar
saham mempunyai nilai nominal yang akan menjadi jumlah nilai nominal modal dasar
Perseroan, yang sama nilainya dengan nilai nominal seluruh saham. Adapun batas
minimal modal dasar Perseroan paling sedikit Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah). Boleh memperbesar atau memperkecil jumlah modal yang ditetapkan dalam
anggaran dasar tetapi harus meminta persetujuan Menteri Hukum dan HAM
dikarenakan perubahan anggaran dasar mengenai besarnya modal dasar termasuk
perubahan anggaran dasar tertentu yang harus mendapat persetujuan Menteri Hukum
dan HAM.22

Modal ditempatkan (issued capital) adalah jumlah saham yang sudah diambil
pendiri Perseroan atau pemegang saham, dan saham yang diambil itu ada yang sudah
dibayar dan ada pula yang belum dibayar. Modal ditempatkan adalah modal yang
disanggupi pendiri Perseroan atau pemegang saham untuk dilunasinya, dan saham itu
telah diserahkan kepadanya untuk dimiliki. Adapun Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang
Perseroan Terbatas mengatur paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari modal
dasar harus ditempatkan. Modal ditempatkan dibuktikan dengan bukti penyetoran yang
sah yaitu antara lain bukti setoran pemegang saham ke dalam rekening bank atas nama
Perseroan, data dari laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan atau neraca
Perseroan yang ditandatangani oleh direksi dan dewan komisaris.23

Modal disetor adalah modal yang sudah dimasukkan pemegang saham sebagai
pelunasan pembayaran saham yang diambilnya atau saham yang telah dipenuhi
kewajiban penyetorannya dan telah dibayar penuh oleh pemegang saham atau
pemiliknya. Adapun Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Perseroan Terbatas mengatur
paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari modal dasar harus disetor penuh.
Modal disetor penuh dibuktikan dengan bukti penyetoran yang sah yaitu antara lain
bukti setoran pemegang saham ke dalam rekening bank atas nama Perseroan, data dari
laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan atau neraca Perseroan yang
ditandatangani oleh direksi dan dewan komisaris.24
22
Gunawan Widjaja, Hak Individu & Kolektif Para Pemegang Saham, (Jakarta : Praninta Offset, 2008), hal.6-7.
23
Faisal Santiago, Pengantar Hukum Bisnis, (Jakarta : Mitra Wacana Media, 2012),hal.37-38.
24
Ibid

15
Penyetoran modal yang dilakukan oleh para pendiri Perseroan dilakukan dengan
maksud untuk mendapatkan saham dalam Perseroan sebagai pembayaran atas saham
yang diambil para pendiri Perseroan pada saat pendirian Perseroan. Saham adalah
sejumlah uang yang diinvestasikan oleh investor dalam suatu Perseroan, yang mana
atas investasi tersebut pada umumnya pemegang saham mendapat keuntungan dari
Perseroan dalam bentuk dividen. Saham adalah kekayaan pribadi pemegang saham
yang bersifat benda bergerak yang tidak dapat diraba tetapi dapat dialihkan.25

Perseroan hanya diperkenankan mengeluarkan saham atas nama pemiliknya dan


Perseroan tidak boleh mengeluarkan saham atas tunjuk/saham tanpa nama. Oleh karena
saham adalah porsi atau bagian dari harta Perseroan yang dimiliki pemegang saham
dalam saham atas nama maka semua saham yang dimiliki harus tertulis atas nama. Nilai
nominal saham harus dicantumkan pada saham dalam mata uang rupiah. Saham tanpa
nilai nominal tidak dapat dikeluarkan. Pemegang saham diberi bukti pemilikan saham
untuk saham yang dimilikinya yang mana pengaturan bentuk bukti pemilikan saham
ditetapkan dalam anggaran dasar Perseroan sesuai dengan kebutuhan.26

Agar suatu Perseroan dapat berfungsi dengan baik harus memiliki sejumlah
harta kekayaan tersendiri yang terpisah dari harta kekayaan para pendiri Perseroan, para
pemegang saham dan para pengurusnya. Kekayaan Perseroan ini dimulai dengan
perolehannya dari pemasukan para pendiri Perseroan yang telah mengambil bagian
saham dengan kewajiban untuk menyetor sejumlah uang tunai ataupun penyetoran
modal dalam bentuk lainnya (inbreng), berupa benda atau barang, yang dapat dinilai
dengan uang, sebesar nilai saham yang telah diambilnya itu. Karenanya pada setiap
saham dicantumkan jumlah uang yang merupakan nilai nominal saham tersebut.
Keseluruhan dari jumlah nilai saham tersebut merupakan modal awal Perseroan.

2.2 Proses Hukum Inbreng Tanah dan/atau Bangunan ke dalam Pendirian Perseroan
Terbatas
Suatu Perseroan berdiri semata-mata karena perjanjian oleh 2 (dua) orang atau
lebih dengan akta notaris. Dalam pendirian Perseroan harus dibuat secara tertulis dalam
bentuk akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia. Akta notaris ini tidak hanya
berfungsi sebagai alat bukti atas perjanjian pendirian Perseroan tetapi juga sekaligus
25
Tri Budiyono, Hukum Perusahaan : Telaah Yuridis Terhadap Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang
Perseroan Terbatas, (Salatiga : Griya Media, 2011), hal.88 & 90.
26
Ridwan Khairandy, Pengantar Hukum Dagang, (Yogyakarta : FH UII Press, 2006), hal.45.

16
merupakan keharusan yang sangat penting dikarenakan apabila tidak dibuat dalam akta
notaris, akta pendirian Perseroan itu tidak memenuhi syarat, sehingga terhadapnya tidak
dapat diberikan pengesahan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.27
Syarat lain dalam mendirikan Perseroan diatur juga pada Pasal 7 ayat (2)
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas bahwa setiap
pendiri Perseroan wajib mengambil bagian saham pada saat Perseroan didirikan.
Berarti pada saat para pendiri Perseroan menghadap notaris untuk dibuat akta
pendirian Perseroan, setiap pendiri sudah mengambil bagian saham Perseroan. Agar
syarat ini sah menurut hukum, pengambilan bagian saham itu harus sudah dilakukan
setiap pendiri Perseroan pada saat pendirian Perseroan itu berlangsung.
Bahwa untuk mendirikan suatu Perseroan haruslah dipenuhi unsur-unsur
sebagai berikut:28
a. Adanya 2 (dua) orang atau lebih untuk mendirikan Perseroan.
b. Ada pernyataan kehendak dari pendiri untuk persetujuan mendirikan Perseroan
dengan mewajibkan setiap pendiri mengambil bagian saham pada saat Perseroan
didirikan. Perjanjian pendirian Perseroan tersebut dinyatakan dihadapan notaris
dalam bentuk akta pendirian berbahasa Indonesia yang sekaligus memuat anggaran
dasar Perseroan.

Dalam Pasal 7 ayat (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang


Perseroan Terbatas menyatakan bahwa “Perseroan memperoleh status badan hukum pada
tanggal diterbitkanya Keputusan Menteri Hukum dan HAM mengenai pengesahan badan
hukum hukum Perseroan.29 Berdasarkan ketentuan Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas untuk memperoleh Keputusan Menteri
mengenai pengesahan badan hukum Perseroan, pendiri Perseroan bersama-sama
mengajukan permohonan. Selanjutnya Pasal 9 ayat (3) menyatakan dalam hal pendiri
Perseroan tidak mengajukan sendiri permohonan pengesahan badan hukum Perseroan,
pendiri Perseroan hanya dapat memberikan kuasa kepada notaris. Pengajuan permohonan
pengesahan badan hukum Perseroan dilakukan oleh notaris sebagai kuasa dari pendiri.
Oleh karena, tidak semua pendiri Perseroan paham serta mengerti sistem administrasi dan
27
Farida Hasyim, Hukum Dagang, (Jakarta : Sinar Grafika, 2009), hal.151.
28
Agus Budiarto, Kedudukan Hukum & Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas Edisi 2, Cetakan 2, (Bogor :
Penerbit Ghalia Indonesia, 2009), hal.34.
29
Habib Adjie, Status Badan Hukum, Prinsip-Prinsip dan Tanggung Jawab Sosial Perseroan Terbatas, (Bandung :
Mandar Maju, 2008), hal.22-23.

17
proses pengajuan pengesahan badan hukum sehingga pengajuan dilakukan oleh orang
yang mengerti di bidang tersebut yakni notaris. Notaris mengajukan permohonan
pengesahan badan hukum Perseroan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia atau
pejabat yang ditunjuk yaitu Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (Dirjen-
AHU).30

Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan


Terbatas mengatur mengenai pengajuan permohonan untuk memperoleh Keputusan
Menteri Hukum dan HAM mengenai pengesahan badan hukum Perseroan tersebut
diatas harus diajukan kepada Menteri Hukum dan HAM atau Direktur Jenderal
Administrasi Hukum Umum (Dirjen-AHU) paling lambat 60 (enam puluh) hari
terhitung sejak tanggal akta pendirian Perseroan ditandatangani. Seperti yang
dinyatakan dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas bahwa Perseroan Terbatas terbentuk karena adanya perjanjian.
Perseroan Terbatas adalah persekutuan modal dan seluruh modalnya terbagi dalam
saham. Untuk mendapatkan saham Perseroan, para pendiri Perseroan harus melakukan
penyetoran modal kepada Perseroan. Para pendiri Perseroan yang telah sepakat untuk
mendirikan Perseroan Terbatas ini sudah mulai melakukan perbuatan hukum yang
nantinya akan mempunyai akibat pada Perseroan yang didirikannya dan membawa
akibat tersendiri bagi pihak yang bersangkutan berupa hak dan kewajiban yang timbul
akibat dari perbuatan hukum yang telah dilakukan tersebut.31

Sesuai dengan ketentuan Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun


2007 tentang Perseroan Terbatas menyatakan perbuatan hukum yang berkaitan dengan
kepemilikan saham dan penyetorannya yang dilakukan oleh calon pendiri sebelum
Perseroan didirikan, harus dicantumkan dalam akta pendirian Perseroan. Adapun cara
mencantumkan yang sah menurut hukum atas perbuatan hukum yang demikian, telah
ditentukan dalam Pasal 12 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas32, yaitu:

1. Perbuatan hukum dinyatakan dengan akta yang bukan akta otentik Apabila perbuatan
hukum yang berkaitan dengan kepemilikan saham dan penyetorannya itu dinyatakan
30
Frans Satrio Wicaksono, Tanggung Jawab Pemegang Saham, Direksi & Komisaris Perseroan Terbatas, (Jakarta :
Visimedia, 2009), hal.44.
31
Engga Prayogi & RN Superteam, 233 Tanya Jawab Seputar Hukum Bisnis, (Yogyakarta : Pustaka Yustisia,
2011), hal.56-57.

32
Adil Samadani, Dasar-Dasar Hukum Bisnis, (Jakarta : Mitra Wacana, 2013), hal.61-62

18
dengan akta yang bukan akta otentik, yakni akta bawah tangan, agar perbuatan
hukum itu sah dan mengikat, harus diikuti ketentuan Pasal 12 ayat (2) Undang-
Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yakni :

a. perbuatan hukum kepemilikan saham dan penyetorannya itu harus


dicantumkan dalam akta pendirian Perseroan, dan

b. akta yang menyatakan perbuatan hukum yang bentuknya tidak otentik itu,
dilekatkan pada akta pendirian Perseroan. Yang dimaksud dengan
“dilekatkan” adalah penyatuan dokumen yang dilakukan dengan cara
melekatkan atau menjahitkan dokumen tersebut sebagai satu kesatuan
dengan akta pendirian Perseroan.

2. Perbuatan hukum dinyatakan dengan akta otentik Sesuai dengan ketentuan pasal
12 ayat (3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas,
apabila perbuatan hukum yang berkaitan dengan kepemilikan saham dan
penyetorannya dinyatakan dengan akta otentik atau akta notaris, agar perbuatan
hukum itu sah dan mengikat :
a. perbuatan hukum kepemilikan saham dan penyetorannya itu harus
dicantumkan dalam akta pendirian Perseroan, dan

b. selanjutnya nomor akta, tanggal dan nama serta tempat kedudukan notaris
yang membuat akta otentik tersebut, disebutkan dalam akta pendirian
Perseroan. Jadi, akta otentiknya tidak perlu dilekatkan pada akta pendirian
Perseroan.

Dalam hal ketentuan mengenai perbuatan hukum yang berkaitan dengan


kepemilikan saham dan penyetorannya yang dilakukan oleh pendiri Perseroan tersebut
diatas tidak dipenuhi, perbuatan hukum tersebut tidak menimbulkan hak dan kewajiban
serta tidak mengikat Perseroan. Dengan demikian, pengambilan saham dan
penyetorannya itu, tidak menimbulkan hak dan kewajiban serta tidak mengikat
Perseroan.

Secara umum, penyetoran setiap bagian dari modal saham yang diambil
bagiannya dilakukan dengan uang tunai, tetapi dalam pasal 34 ayat (1) Undang-Undang

19
Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas terdapat ketentuan bahwa penyetoran
atas modal saham dapat dilakukan dalam bentuk uang dan/atau dalam bentuk lainnya.
Menurut penjelasan pasal ini, pada umumnya penyetoran modal adalah dalam bentuk
uang. Namun, tidak ditutup kemungkinan penyetoran modal dalam bentuk lain, baik
berupa benda atau barang, yang dapat dinilai dengan uang dan yang secara nyata diterima
oleh Perseroan. Penyetoran modal dalam bentuk lain selain uang harus disertai rincian
yang menerangkan nilai atau harga, jenis atau macam, status, tempat kedudukan, dan lain-
lain yang dianggap perlu demi kejelasan mengenai penyetoran tersebut. Hal ini dilakukan
semata-mata dengan tujuan untuk memberikan modal (harta kekayaan) pada Perseroan
dan memisahkannya dari harta kekayaan pribadi masing-masing para pendiri Perseroan.
Bentuk penyetoran modal bentuk lain, biasa disebut “pemasukan
barang” atau “pemasukan modal” atau “inbreng”.33

Pemberian saham sebesar imbalan pemasukan (inbreng) berupa tanah dan/atau


bangunan harus ada penilaian terhadap tanah dan/atau bangunan itu terlebih dahulu
untuk dikaitkan dengan nilai nominal saham. Dalam hal penyetoran modal saham
dilakukan dalam bentuk lain, penilaian setoran modal saham ditentukan berdasarkan
nilai wajar yang ditetapkan sesuai dengan harga pasar berdasar penilaian oleh ahli
penilai (appraisal) yang tidak terafiliasi dengan Perseroan. Nilai wajar setoran modal
saham ditentukan sesuai dengan nilai pasar (market value) atas barang modal yang
dimasukkan sebagai setoran saham. Jika nilai pasar tidak tersedia, nilai wajar
ditentukan berdasarkan teknik penilaian yang paling sesuai dengan karakteristik
setoran, berdasarkan informasi yang relevan dan terbaik.34

Untuk menentukan nilai pasar suatu tanah dan/atau bangunan memerlukan


proses penilaian tertentu. Nilai pasar ditentukan oleh penilai independen yang terlepas
dari berbagai kepentingan atas objek tanah dan/atau bangunan yang dinilai. Dengan
demikian nilai yang dihasilkan oleh penilai independen akan dapat mencerminkan nilai
pasar tanah dan/atau bangunan yang sebenarnya. Proses penilaian untuk mendapatkan
nilai pasar yang sebenarnya umumnya tidak dapat dilakukan oleh semua orang, karena
memerlukan pengetahuan dan pengalaman tentang tanah, bangunan dan metode

33
Tri Budiyono, Hukum Perusahaan : Telaah Yuridis Terhadap Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang
Perseroan Terbatas, (Salatiga : Griya Media, 2011), hal.79-80.
34
M. Yahya Harahap,op.cit , hal.239.

20
penilaian. Karena itu untuk menentukan nilai pasar tanah dan/atau bangunan biasanya
dimintakan bantuan jasa penilai/ahli independen yang tidak terafiliasi dengan Perseroan
yang akan melakukan penilaian. Yang dimaksud dengan “ahli yang tidak terafiliasi”
adalah ahli yang tidak mempunyai:35

a. hubungan keluarga karena perkawinan atau keturunan sampai derajat kedua, baik
secara horizontal maupun vertikal dengan pegawai, anggota direksi, dewan
komisaris, atau pemegang saham dari Perseroan;
b. hubungan dengan Perseroan karena adanya kesamaan satu atau lebih anggota
direksi atau dewan komisaris;
c. hubungan pengendalian dengan Perseroan baik langsung maupun tidak langsung;
d. saham dalam Perseroan sebesar 20% (dua puluh persen) atau lebih.

Yang mana para pendiri Perseroan juga harus setuju terlebih dahulu secara
bersama-sama atas taksiran penilaian oleh ahli penilai (appraisal) atas penyetoran
modal saham yang dilakukan dalam bentuk lain berupa tanah dan/atau bangunan yang
diinbrengkan tersebut. Persetujuan para pendiri Perseroan secara bersama-sama atas
taksiran penilaian oleh ahli penilai (appraisal) atas penyetoran modal saham dalam
bentuk lain berupa tanah dan/atau bangunan tersebut dilakukan dalam bentuk tertulis
baik dalam bentuk akta otentik maupun akta dibawah tangan yang bermaterai cukup
dan ditandatangani oleh para pendiri Perseroan sebagai bentuk persetujuan mereka
atas taksiran penilaian oleh ahli penilai (appraisal).
Penyetoran modal dalam bentuk benda tidak bergerak yakni tanah dan/atau
bangunan harus diumumkan dalam 1 (satu) surat kabar atau lebih, dalam jangka waktu
14 (empat belas) hari setelah akta pendirian Perseroan ditandatangani atau setelah
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) memutuskan penyetoran modal tersebut.
Maksud diumumkannya penyetoran modal dalam bentuk benda tidak bergerak dalam
surat kabar, adalah agar diketahui umum dan memberikan kesempatan kepada pihak
yang berkepentingan untuk dapat mengajukan keberatan atas penyerahan benda
tersebut sebagai setoran modal saham, misalnya ternyata diketahui benda tersebut
bukan milik penyetor tetapi milik pihak ketiga.36

Jamin Ginting, Hukum perseroan terbatas (UU No.40 tahun 2007), (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2007), hal.57-58
35

36
Sujud Margono, Hukum Perusahaan Indonesia : Catatan atas Undang-Undang Perseroan Terbatas, (Jakarta :
CV. Novindo Pustaka Mandiri, 2008), hal.42.

21
Setelah Perseroan mendapatkan status badan hukum dari Menteri Hukum dan
Hak Asasi Manusia, harus diadakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pertama
Perseroan, yang secara tegas menyatakan menerima penyetoran modal berupa tanah
dan/atau bangunan sebagai pembayaran atas saham yang diambil pendiri Perseroan.
RUPS pertama Perseroan tersebut harus diselenggarakan dalam jangka waktu paling
lambat 60 (enam puluh) hari setelah Perseroan memperoleh status badan hukum dari
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Setelah itu, dilanjutkan dengan pembuatan
dan penandatanganan Akta Pemasukan ke dalam Perusahaan di hadapan PPAT
setempat yang daerah kerjanya meliputi letak lokasi tanah dan/atau bangunan yang
diinbrengkan, yang mana didahului terlebih dahulu dengan pembayaran Pph dan Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

Setelah itu, terakhir mendaftarkan peralihan haknya (balik nama) pada kantor
pertanahan setempat yang berwenang. PPAT wajib menyampaikan akta PPAT berupa
Akta Pemasukan ke dalam Perusahaan dan dokumen-dokumen lain yang diperlukan
untuk keperluan pendaftaran peralihan hak yang bersangkutan kepada
kantor pertanahan, selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak ditandatanganinya
Akta Pemasukan ke dalam Perusahaan yang bersangkutan.37

Permohonan pendaftaran peralihan hak karena pemasukan ke dalam


perusahaan (inbreng) pada pendirian Perseroan pada kantor pertanahan dilakukan
dengan pemenuhan persyaratan permohonan dan dokumen sebagai berikut :

1. Formulir permohonan yang sudah diisi dan ditandatangani pemohon atau


kuasanya di atas materai cukup. Formulir permohonan memuat :
a. Identitas diri;
b. Luas, letak dan penggunaan tanah yang dimohon;
c. Pernyataan tanah tidak sengketa;
d. Pernyataan tanah dikuasai secara fisik.
2. Surat kuasa apabila permohonannya dikuasakan;
3. Surat pengantar Akta Pemasukan ke dalam Perusahaaan dari Pejabat
Pembuat Akta Tanah;

37
Pasal 40 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3696 & Pasal
103 Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 Tentang
Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah.

22
4. Akta Pemasukan ke dalam Perusahaan;
5. Sertipikat asli hak atas tanah yang dialihkan;
6. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau identitas diri pihak yang
mengalihkan hak atas tanah yang masih berlaku dan dilegalisasi oleh
pejabat yang berwenang yang telah dicocokkan dengan aslinya oleh petugas
loket;
7. Fotocopy Akta Pendirian dan Anggaran Dasar Perseroan yang telah
disahkan Menteri Hukum dan HAM serta pengesahan badan hukum
Perseroan yang telah dicocokkan dengan aslinya oleh petugas loket;
8. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau identitas diri pemohon yang
masih berlaku dan dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang yang telah
dicocokkan dengan aslinya oleh petugas loket;
9. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau identitas diri penerima kuasa
yang masih berlaku dan dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang disertai
surat kuasa, jika permohonannya dikuasakan, yang telah dicocokkan dengan
aslinya oleh petugas loket;
10. Izin pemindahan hak jika :
a. Pemindahan hak atas tanah atau hak milik atas rumah susun yang
didalam sertipikatnya dicantumkan tanda yang menyatakan bahwa hak
tersebut hanya boleh dipindahtangankan apabila telah diperoleh ijin dari
instansi yang berwenang;
b. Pemindahan hak pakai atas tanah negara;
11. Fotokopi Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan
(SPPT-PBB) tahun berjalan yang telah dicocokkan dengan aslinya oleh
petugas loket;
12. Bukti pelunasan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
dan Pph berupa penyerahan bukti Surat Setoran Pajak Daerah Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (SSPD-BPHTB) dan bukti Surat
Setoran Pajak (SSP).

Persyaratan permohonan tersebut diatas disampaikan oleh pemohon kepada


kepala kantor pertanahan setempat melalui loket penerimaan, dengan ketentuan
sebagai berikut :

23
1. Subjek hak atas tanah merupakan badan hukum yang telah mendapat
pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.
2. Objek hak atas tanah merupakan hak atas tanah yang dapat dipunyai oleh
badan hukum yang bersangkutan.
3. Setiap fotokopi yang dipersyaratkan sudah dilegalisir oleh pejabat yang
berwenang.
Setelah pendaftaran peralihan hak atas tanah dan/atau bangunan telah
disampaikan dan didaftarkan kepada kantor pertanahan setempat serta telah
memenuhi syarat dan prosedur yang telah ditentukan maka kantor pertanahan
melakukan pencatatan peralihan hak dalam buku tanah, sertipikat dan daftar
lainnya dengan cara nama pemegang hak lama di dalam buku tanah, sertipikat hak
dan daftar- daftar umum lain dicoret dengan tinta hitam dan dibubuhi paraf
kepala kantor pertanahan atau pejabat yang ditunjuk, kemudian nama pemegang
hak yang baru yaitu Perseroan dituliskan pada halaman dan kolom yang ada dalam
buku tanahnya, sertipikat hak dan daftar-daftar umum lain dengan dibubuhi tanggal
pencatatan dan ditandatangani oleh kepala kantor pertanahan atau pejabat yang
ditunjuk dan cap dinas kantor pertanahan.38

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

38
Pasal 105 Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 Tentang
Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah.

24
Praktik pemasukan tanah ke dalam perusahaan pada dasarnya harus dilakukan
dengan RUPS, pengumuman, penilaian tim independen, dibuat dengan akta PPAT yang
berwenang, dan dilakukan pendaftaran atas peralihan hak atas tanah. Pendaftaran
peralihan hak atas tanah berfungsi sebagai jaminan perlindungan atas kepastian hukum
pemegang hak, dalam hal ini perseroan, agar tanah yang dijadikan modal tersebut dapat
menjadi bagian dari harta kekayaan perseroan. Selain itu pemasukan tanah ke dalam
perusahaan harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, baik UU
PT, UUPA, ataupun PP Pendaftaran Tanah. Tidak sesuainya proses inbreng dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku dapat menyebabkan kebingungan bagi
para pihak dan pihak ketiga. Hal itu karena tidak sesuainya data yuridis dan data fisik
dengan kenyataan. Status tanah yang dijadikan modal perseroan tanpa dilakukan
pendaftaran peralihan hak untuk balik nama pada dasarnya tetap dipandang sebagai
milik dari orang yang namanya tercatat dalam sertipikat, bukan bagian dari harta
kekayaan perseroan. Hal itu karena PP Pendaftaran Tanah menganut asas sederhana,
dalam hal penerbitan sertipikat, sertipikat berfungsi sebagai alat bukti agar pemegang
hak dapat dengan mudah membuktikan kepemilikannya. Sehingga data yang disajikan
dala sertipikat hak atas harus diterima dan dianggap benar selama tidak dibuktikan
sebaliknya. Namun, sertipikat merupakan alat bukti yang kuat, bukan mutlak. Sehingga
kebenaran atas data yuridis dan data fisik yang disajikan dapat digugat ke Pengadilan
apabila perseroan dapat membuktikan sebaliknya. Pembuktian tersebut dapat dilakukan
dengan adanya akta, surat atau yang membuktikan bahwa tanah tersebut milik
perseroan, adanya itikad baik dari perseroan untuk mendapatkan tanah tersebutatau
adanya penguasaan secara nyata dari perseroan terhadap yang menunjukan adanya
hubungan antara tanah dengan perseroan yang dilakukan terus menerus.

DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar 1945;

25
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria;

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah;

Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan jabatan Pejabat Pembuat
Akta Tanah;

Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 8 Tahun 2012 tentang Perubahana
atas Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 24
Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

Referensi Lainnya

Adrian Sutedi, Peralihan Hak atas Tanah dan Pendaftarannya, SInar Grafika, Jakarta: 2008.

Agus Budiarto, Kedudukan Hukum & Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas,
Penerbit Ghalia Indonesia, Bogor: 2009.

Ahmad Yani dan Widjaya Gunawan, Seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas, Raja Grafindo
Persada, Jakarta: 2008.

Andy Hartanto, Hukum Pertanahan, Karakteristik Jual Beli Tanah Yang Belum Terdaftar
Hak Atas Tanahnya, Laksbang Justitia, Surabaya: 2014.

I.G. Rai Widjaya, Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, Mega Poin, Jakarta: 2000.

Irwan Soerodjo, Kepastian Hukum Pendaftaran Hak atas Tanah di Indonesia, Arkola,
Surabaya: 2002. Jamin Ginting, Hukum perseroan terbatas (UU No.40 tahun
2007), Citra Aditya Bakti, Bandung: 2007.

Sujud Margono, Hukum Perusahaan Indonesia: Catatan atas UndangUndang Perseroan


Terbatas, CV. Novindo Pustaka Mandiri, Jakarta: 2008.

K. Wantjik Saleh, Hak Anda Atas Tanah, Ghalia Indonesia, Jakarta Timur: 1997.

M. Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, Sinar Grafika, Jakarta: 2013.

Muhammad Yamin Lubis & Abdul Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, CV. Mandar
Maju, Bndung: 2008.

26
Rudhi Prasetya, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung:
1996.

Urip Santoso, Pendaftaran dan Peralihan Hak atas Tanah, Kencana, Jakarta: 2011

Santoso, Urip, Hukum Pengadaan dan Pendaftaran Hak Atas Tanah. Fakultas Hukum
Universitas Airlangga. Surabaya. 2009.

Slaats, Herman dkk, Masalah Tanah di Indonesia Dari Masa ke Masa, Lembaga Studi Hukum
dan Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Jakarta, 2007.

27

Anda mungkin juga menyukai