Anda di halaman 1dari 19

PAPER

EKSISTENSI HAK PENGELOLAAN DENGAN HAK MENGUASAI NEGARA

DOSEN PENGAMPU : Prof. Dr. Yulia Mirwati, SH.CN.MH

OLEH :

STEFI ZAFIA FURQAN

2120112023

MAGISTER ILMU HUKUM

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2022

1
Eksistensi Hak Pengelolaan dengan Hak Menguasai Negara

A. Pendahuluan

Tanah adalah anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa yang menjadi salah satu faktor

yang sangat penting dalam menunjang kehidupan manusia, dengan adanya tanah semua

kebutuhan manusia mulai dari tempat tinggal hingga makanan yang akan dimakan semua

Itu dapat terpenuhi karna adanya tanah. Tanah adalah objek yang sangat terbatas,

sedangkan jumlah populasi manusia selalu bertambah, keadaan demlklan merupakan

penyebab terjadinya perebutan penguasaan tanah yang akan berakhir dengan adanya

sengketa atau konflik masyarakat bahkan diantara keluarga dekat.1

Tanah bagi masyarakat kita memiliki makna yang banyak. Pertama, dari sisi

ekonomi tanah merupakan sarana produksi yang dapat mendatangkan kesejahteraan.

Kedua, secara politis tanah dapat menentukan posisi seseorang dalam pengambilan

keputusan masyarakat. Ketiga, secara kultural tanah dapat menentukan tinggi rendahnya

status sosial pemiliknya. Kempat, tanah bermakna sakral karena berurusan dengan waris

dan masalah-masalah transendental.2

Untuk melindungi dan memberikan kepastian hukum kepada masyarakat

Indonesia terhadap tanah yang.dimilikinya dari terjadinya konflik atau sengketa tersebut

perlu adanya upaya Negara sebagai organisasi terbesar masyarakat yang berkewajiban

melindungi seiuruh masyarakatnya untuk mengadakan upaya perlindungan hak atas tanah

dengan cara memberikan legalitas hak atas tanah kepada masyarakat dan memberikan

perlindungan terhadap hak tersebut.3


1
Winahyu Erwiningsih, 2011, Hak Pengelolaan Yang Masih diPertanyakan, Total Media, Yogyakarta, hlm.1.
2
Brahmana Adhie & Hasan Basri Nata Manggala (Penyunting), Reformasi Pertanahan, Pemberdayaan Hak-Hak Atas
Tanah Ditinjau dari Aspek Hukum, Sosial, Politik, Ekonomi, Hankam, Teknis, agama dan Budaya, Penerbit Mandar
Maju, Bandung, 2002, hlm. 99.
3
Winahyu Erwiningsih, Op.Cit, hlm.1

2
Hubungan antara manusia dengan tanah sudah ada sejak adanya manusia itu

sendiri. Berdasarkan Pasal 4 ayat 1 UUPA disebutkan bahwasanya Atas dasar hak

menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 ditentukan adanya macam-

macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan

dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain

serta badan-badan hukum. Oleh karena itu tanah sangat menentukan bagi kehidupan

manusia.

Hak-hak atas tanah yang dapat diberikan Negara kepada masyarakatnya sangat

beragam, mulai dari Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai dan

juga hak-hak atas tanah baru yang dapat ditetapkan Undahg-Undang (Pasal 16 ayat (1)

huruf h UUPA), salah satu contoh hak atas tanah baru ini adalah Hak Pengelolaan.

Menurut Ramli Zein dalam bukunya "Hak Pengelolaan dalam System Undang-

Undang Pokok Agraria" menyatakan bahwa cikal bakal munculnya Hak Pengelolaan

teiah ada sejak belum berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960

yang dikenal dengan Hak Penguasaan atas tanah Negara yang dlatur dalam PP No. 8

Tahun 1953, yang kemudian oleh Peraturan Menteri Agraria No. 9 Tahun 1965 tentang

Pelaksanaan Konversi Hak Penguasaan Atas Tanah Negara dan kebijakan selanjutnya

hak tersebut dikonversi menjadi Hak Pengelolaan.4

Singkatnya, meskipun telah dikenal lama yaitu sejak munculnya Peraturan

Menteri Agraria No. 9Tahun 1965 tentang Pelaksanaan Konversi Hak Penguasaan Atas

Tanah Negara, hingga saat ini apa maksud, tujuan dan fungsi dari Hak Pengelolaan atas

4
Ibid.

3
tanah tersebut belum banyak orang yang mengetahui akibat minimnya pemanfaatan dan

penggunaannya dalam praktik.5

B. Pembahasan

Eksistensi Hak Pengelolaan dengan Hak Menguasai Negara

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD NRI 1945) Pasal

33 ayat (3) menegaskan kebijakan dasar mengenai penguasaan dan penggunaan sumber-

sumber daya alam yang ada, dengan kata-kata : ”Bumi dan air dan kekayaan alam yang

terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara, dan dipergunakan untuk sebesar-besar

kemakmuran rakyat.” Implementasi daripada Pasal 33 Ayat (3) UUD NRI 1945 di bidang

keagrariaan (pertanahan-pen) ialah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang

Peraturan Dasar PokokPokok Agraria yang biasa disingkat UUPA. Pasal 33 Ayat (3)

UUD NRI 1945 ini kemudian menjadi landasan berpijak dari konsepsi politik hukum

agraria (politico-legal concept) yaitu, Hak Menguasai Negara (HMN). Hak ini

dirumuskan secara formal dalam Pasal 2 UUPA, yang memberi wewenang Negara untuk:

(a) mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan, dan

pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa; (b) menentukan dan mengatur

hubunganhubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air, dan ruang angkasa, (c)

menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan

perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa. Hak menguasai

daripada negara inilah yang menjadi hak tertinggi yang dikenakan terhadap tanah,

melebihi hak apapun juga. Secara sosiologis HMN memberikan kewenangan yang

demikian luas kepada pemerintah dalam hal penguasaan tanah.

5
Ibid.

4
Persoalan yang sering muncul adalah bergesernya penggunaan hak menguasai

negara yang berintikan ”mengatur” dalam kerangka populisme menjadi ”memiliki” dalam

rangka pragmatisme untuk melaksanakan program pembangunan ekonomi yang

berorientasi pada pertumbuhan. Moh. Mahfudz6 dengan meminjam istilah Sudijono7

menengarai pemiskinan petani terjadi karena pemerintah keluar dari design ideologis

UUPA yang populisme menjadi liberal-individualisme. Kritik tajam terhadap

implementasi HMN dikemukakan oleh Noer Fauzi. Dalam prakteknya, kedudukan negara

yang dominan tersebut, telah dmanfaatkan oleh pemerintahan dan pengusaha kroninya

untuk mengejar pertumbuhan ekonomi dalam bentuk usaha-usaha peningkatan

produktifitas. Hal itu dilakukan tanpa memberi rakyat peran yang memadai untuk

berpartisipasi dalam penguasaan, peruntukan, pengelolaan dan pemanfaatan sumber-

sumber agraria itu, serta menikmati hasilnya. 8 Sebagai sebuah konsep politik hukum

(politico-legal concept), HMN justru dinilai telah menyumbangkan kontribusi yang

signifikan terhadap meningkatnya sengketa tanah di Indonesia. HMN dianggap lebih

menonjolkan kepentingan negara dan menegasikan hak-hak rakyat.9

Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga negara yang berfungsi menangani perkara

tertentu di bidang ketatanegaraan, juga berfungsi mengawal konstitusi (the guardian of

costitution) agar dilaksanakan secara bertanggung jawab sesuai dengan kehendak rakyat

dan cita-cita demokrasi. Keberadaan Mahkamah Konstitusi di samping untuk menjaga

6
Moh Mahfud MD, 2006, Amandemen UUPA No.5/1960 Dalam Perspektif Politik Hukum, Makalah Semiloka
Nasional Penyempurnaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria, diselenggarakan
atas kerjasama Fakultas Hukum UII dan Dewan Perwakilan Daerah RI, Yogyakarta, 24 Maret 2006, hlm.3-4.
7
Sudijono Sastroatmodjo, 2005, Analisis Sosio-yuridis tentang Pengaruh Pemikikan dan Penguasaan Obyek
Landreform terhadap Kemiskinan Petani diKabupaten Pacitan,Disertasi di Universitas Diponegoro.
8
Noer Fauzi, 2001, Kadilan Agraria di Masa Transisi, dalam Prinsipprinsip Reforma Agraria Jalan Penghidupan
dan kemakmuran rakyat, Lapera Pustaka Utama, Yogyakarta, hlm.142
9
Rikardo Simarmata, 2002, Kapitalisme Perkebunan dan Konsep Pemilikan Tanah oleh Negara, Insist,
Yogyakarta:, hlm. 23.

5
terselenggaranya pemerintahan negara yang stabil, juga merupakan koreksi terhadap

pengalaman kehidupan ketatanegaraan di masa lalu yang ditimbulkan oleh tafsir ganda

terhadap konstitusi.

Disebabkan tidak adanya lagi penjelasan otentik terhadap UUD 1945,

mengharuskan Mahkamah Konstitusi berperan untuk menafsirkan UUD 1945 apabila

munculnya pertentangan norma antara undang-undang dengan UUD 1945. Dalam salah

satu putusannya Mahkamah Konstitusi telah memberikan pengertian atau makna dari

kalimat “dikuasai oleh negara”, sebagai berikut:

“Pengertian “dikuasai oleh negara” dalam Pasal 33 UUD 1945 mengandung pengertian

yang lebih tinggi atau lebih luas daripada pemilikan dalam konsepsi hukum perdata.

Konsepsi penguasaan oleh negara merupakan konsepsi hukum publik yang berkaitan

dengan prinsip kedaulatan rakyat yang dianut dalam UUD 1945, baik di bidang politik

(demokrasi politik) maupun ekonomi (demokrasi ekonomi). Dalam paham kedaulatan

rakyat itu, rakyatlah yang diakui sebagai sumber, pemilik dan sekaligus pemegang

kekuasaan tertinggi dalam kehidupan bernegara, sesuai dengan doktrin “dari rakyat, oleh

rakyat dan untuk rakyat”. Dalam pengertian kekuasaan tertinggi tersebut, tercakup pula

pengertian kepemilikan publik oleh rakyat secara kolektif. Rakyat secara kolektif itu

dikonstruksikan oleh UUD 1945 memberikan mandat kepada negara untuk mengadakan

kebijakan (beleid) dan tindakan pengurusan (bestuursdaad), pengaturan (regelendaad),

pengelolaan (beheersdaad) dan pengawasan (toezichthoudensdaad) untuk tujuan sebesar-

besarnya kemakmuran rakyat. Fungsi pengurusan (bestuursdaad) oleh negara dilakukan

oleh pemerintah dengan kewenangannya untuk mengeluarkan dan mencabut fasilitas

perizinan (vergunning), lisensi (licentie), dan konsesi (concessie). Fungsi pengaturan oleh

6
negara (regelendaad) dilakukan melalui kewenangan legislasi oleh DPR bersama dengan

Pemerintah, dan regulasi oleh Pemerintah (eksekutif). Fungsi pengelolaan (beheersdaad)

dilakukan melalui mekanisme pemilikan saham (share-holding) dan/atau melalui

keterlibatan langsung dalam manajemen Badan Usaha Milik Negara atau Badan Hukum

Milik Negara sebagai instrumen kelembagaan melalui mana negara c.q. Pemerintah

mendayagunakan penguasaannya atas sumbersumber kekayaan itu untuk digunakan bagi

sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. Demikian pula fungsi pengawasan oleh negara

(toezichthoudensdaad) dilakukan oleh negara c.q. Pemerintah dalam rangka mengawasi

dan mengendalikan agar pelaksanaan penguasaan oleh negara atas cabang produksi yang

penting dan/atau yang menguasai hajat hidup orang banyak dimaksud benar-benar

dilakukan untuk sebesar-besarnya kemakmuran seluruh rakyat.10

Istilah “pengelolaan” di dalam UUPA dapat kita temukan di dalam Penjelasan

Umum Romawi II angka (2). Di dalam penjelasan umum tersebut dinyatakan:

“Kekuasaan Negara atas tanah yang tidak dipunyai dengan sesuatu hak oleh seseorang

atau pihak lainnya adalah lebih luas dan penuh. Dengan berpedoman pada tujuan yang

disebutkan diatas Negara dapat memberikan tanah yang demikian itu kepada seseorang

atau badan-hukum dengan sesuatu hak menurut peruntukan dan keperluannya, misalnya

hak milik, hak-guna-usaha, hak guna-bangunan atau hak pakai atau memberikannya

dalam pengelolaan kepada sesuatu Badan Penguasa (Departemen, Jawatan atau Daerah

Swatantra) untuk dipergunakan bagi pelaksanaan tugasnya masing-masing (pasal 2 ayat

4).”

10
Mahkamah Konstitusi, Pertimbangan Hukum, putusan uji materi UU No.20 /2003 tentang Ketenagalistrikan,
Nomor 001-021-022/PUUI/2003 hlm. 332-334. Pemaknaan HMN dengan penafsiran yang sama juga terjadi pada
putusan uji materi UU No.22 /2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, perkara Nomor 002/PUU-I/2003, dan putusan
Uji materi UU No.7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air Nomor 058-059-060-063/PUUII/2004.

7
Istilah “hak pengelolaan” semakin sering dijumpai baik dalam praktik, maupun

teori hukum pertanahan, sebagaimana ditemui di dalam Pasal 1 ayat 3 Peraturan Menteri

Ne- gara Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 Tentang Tata Cara

Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara Dan Hak Pengelolaan, yang memberi

definisi Hak Pengelolaan adalah hak menguasai dari negara yang kewenangan

pelaksanaaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya.

Istilah Hak pengelolaan ternyata tidak hanya dipergunakan oleh peraturan-

peraturan yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional selaku badan negara yang

menyeleng- garakan bidang pertanahan, tetapi telah merambah kepada produk hukum

berupa Per- aturan Pemerintah (PP) sampai pada undang- undang. Hal tersebut dapat

ditemui pada Pertama, Pasal 1 ayat (4) PP Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran

Tanah, yang mem- beri definisi bahwa hak pengelolaan adalah hak menguasai dari

negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya.

Pada Pasal 9 ayat (1) PP Nomor 24 Tahun 1997 Tentang pendaftaran Tanah, juga

mengatur bahwa hak pengelolaan me- rupakan salah satu obyek pendaftaran tanah;

Kedua, PP Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan

hak Pakai atas Tanah, Pasal 1 ayat 2 menyebutkan hak pengelolaan adalah hak menguaai

dari negara yang kewenangan pelaksanaannya se- bagian dilimpahkan kepada

pemegangnya; Ketiga, Pasal 7 ayat (1) UU Nomor 16 tahun 1985 yang berbunji: Rumah

susun hanya dapat dibangun di atas tanah hak milik, hak guna bangunan, hak pakai atas

tanah negara atau hak pengelolaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

berlaku; Keempat, UU Nomor 21 Tahun 1997 Tentang Bea Per- olehan Hak Atas Tanah

8
Dan Bangunan Pada Bab II Tentang Obyek pajak Pasal 2 ayat (3) huruf (f), hak

pengelolaan termasuk salah satu obyek pajak.

Istilah hak pengelolaan dari kalangan para ahli, sering dilihat dari segi makna dan

subtansi yang diberikan perundang-undangan atas keberadaan hak pengelolaan, Pertama,

Maria S.W. Sumardjono,11 memaknai hak pengelolaan (HPL) adalah hak menguasai dari

negara yang kewenangan pelaksanaaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya

(dalam hal ini pemegang HPL); Kedua, Boedi Harsono,12 Hak pengelolaan sebagai

gempitan Hak Menguasai dari negara; Ketiga, A.P. Parlindungan adalah hak atas tanah di

luar UUPA.13 Pendapat ahli di atas, sama-sama memberi arti bahwa HPL adalah bagian

dari hak menguasai negara yang diatur di luar UUPA. Padahal yang menarik dari HPL

tidak hanya ari pergeseran kewenangan tetapi “meluas” dan “menghilangnya” subyek

HPL dalam UUPA itu sendiri.

Hak” pengelolaan (HPL) adalah hak menguasai dari negara yang kewenangan

pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya. Dilihat dari PP No. 8 Tahun

1953 tentang Penguasaan Tanah-Tanah Negara yang mengatur hak pengelolaan ini, maka

hak pengelolaan merupakan tanah yang dikuasai oleh negara (tanah negara). Dikatakan

sebagai hak pengelolaan jika tanah negara tersebut selain dipergunakan untuk

kepentingan instansi-instansi itu sendiri, dimaksudkan juga untuk dapat diberikan dengan

sesuatu hak (hak milik, hak guna bangunan, hak pakai) kepada pihak ketiga. Obyek dari

hak pengelolaan adalah tanah negara. Hak pengelolaan bukanlah hak atas tanah meskipun

pemegang hak pengelolaan mempunyai kewenangan menggunakan tanah yang dihaki

11
Maria S.W. Sumardjono, 2009, Tanah Dalam Persepektif Sosial, Ekonomi, dan Budaya, Kompas, Jakarta, hlm.
213.
12
Boedi Harsono, 2007, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan
pelaksanaannya, Jakarta: Djambatan, hlm. 277.
13
A.P. Parlindungan, 1994, Hak Pengelolaan Menurut Sis- tem UUPA, Bandung: Mandar Maju, hlm. 1.

9
bagi keperluan usahanya, tetapi itu bukan pemberian hak itu kepadanya. Tujuan

utamanya adalah, bahwa tanah yang bersangkutan disediakan bagi penggunaan bagi

pihak-pihak lain yang memerlukan. Dengan demikian hak pengelolaan tidak bisa

dialihkan dan tidak bisa dijadikan jaminan utang.14

Menurut Maria S.W. Soemardjono, fungsi/wewenang publik yang tersirat dalam

Penjelasan Umum II angka (2) UUPA yang kemudian diberi sebutan hak pengelolaan

dalam Peraturan Menteri Agraria (PMA) No. 9 Tahun 1965 tentang Konversi atas Hak

Penguasaan atas Tanah Negara dan Ketentuan-Ketentuan tentang Kebijaksanaan,

selanjutnya berlanjut sampai dengan saat ini. Dalam perjalanan waktu, HPL yang semula

dimaksudkan sebagai fungsi/wewenang yang beraspek publik itu, karena berbagai faktor,

antara lain kebutuhan praktis untuk memberi landasan pemberian hak atas tanah kepada

pihak ketiga melalui suatu perjanjian di atas HPL, maka aspek publik itu justru menjadi

kurang menonjol dibading aspek perdatanya. Oleh karena itu dapat dipahami bahwa telah

terjadi pergeseran Hak pengelolaan dari sifatnya yang cenderung publik, kemudian

cenderung bergeser ke sifat keperdataan, dan semenjak tahun 1996 cenderung kembali ke

arah sifat publik lagi.15

Perkembangan kebijakan hak pengelolaan atas tanah yang dikontruksikan peme-

rintah, menggambarkan bahwa Hak Pengelolaan sebagai suatu hak atas permukaan bumi

yang didelegasikan oleh negara kepada suatu lembaga pemerintah, atau pemerintah

daerah, badan hukum pemerintah, atau badan hukum pemerintah daerah, masyarakat

hukum adat dengan kewenangan untuk: merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah

yang bersangkutan; Menggunakan tanah tersebut untuk keperluan pelaksanaan usahanya;

14
Budi Harsono, 2003, Hukum Agraria Indonesia; Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan
Pelaksanaannya, Jilid 1 Hukum Tanah Nasional, Penerbit Djambatan, Jakarta hlm. 247.
15
Maria S.W. Soemardjono, Op.Cit, hlm. 198.

10
menyerahkan bagian-bagian dari tanah itu kepada pihak ketiga menurut persyaratan yang

ditentukan oleh pemegang hak pengelolaan tersebut, yang meliputi segi peruntukkan,

penggunaan, jangka waktu dan keuangan, dengan ketentuan bahwa pemberi hak atas

tanah kepada pihak ketiga yang bersangkutan dilakukan oleh pejabat-pejabat yang

berwenang menurut Peraturan Menteri Dalam negeri Nomor 6 Tahun 1972 Tentang

pelimpahan Wewenang Pemberian Hak Atas Tanah, sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.16

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1974 tentang Ketentuan-

Ketentuan Mengenai Penyediaan dan Pemberian Tanah Untuk Keperluan Perusahaan,

dalam Pasal 3 menyatakan hak pengelolaan berisikan wewenang untuk :

a. merencanakan peruntukkan dan penggunaan tanah yang bersangkutan;

b. menggunakan tanah tersebut untuk keperluan pelaksanaan usahanya;

c. menyerahkan bagian-bagian daripada tanah itu kepada pihak ketiga menurut

persyaratan yang ditentukan oleh perusahaan pemegang hak tersebut, yang meliputi

segi segi peruntukkan, penggunaan, jangka waktu dan keuangannya, dengan

ketentuan bahwa pemberian hak atas tanah kepada pihak ketiga yang bersangkutan

dilakukan oleh pejabat- pejabat yang berwenang menurut Peraturan Menteri Dalam

Negeri No.6 tahun 1972 tentang "Pelimpahan Wewenang Pemberian Hak atas

Tanah", sesuai dengan peraturan perundangan agraria yang berlaku.

Kepastian bahwa hak pengelolaan merupakan bagian dari HMN dapat kita lihat di

dalam ketentuan Pasal 1 angka 2 PP No. 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak

16
Elita Rahmi, Eksistensi Hak Pengelolaan Atas Tanah (HPL) dan Realitas Pembangunan Indonesia, Jurnal Dinamika
Hukum Vol.10 No.3 September 2010, hlm. 352.

11
Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah yang menyatakan “Hak Pengelolaan adalah

hak menguasai dari Negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan

kepada pemegangnya. Ini menunjukkan bahwa dikaji dari sistematika hak-hak

penguasaan atas tanah, HPL bukanlah bagian dari Hak-hak atas tanah tetapi merupakan

bagian dari HMN atas tanah. HPL ini bisa dilimpahkan kepada Kementerian, Jawatan,

Perusahaan Negara (BUMN/BUMD) ataupun kepada pemerintahan daerah sebagai

pemegang HPL. Berdasarkan pelimpahan tersebut pemegang HPL bisa memberikan

sebagian dari HPL tersebut kepada pihak lain dalam bentuk hak-hak atas tanah (HM,

HGB, Hak Pakai, atau Hak Milik Sarusun).

Untuk mendapatkan jawaban mengenai kedudukan Hak Pengelolaan dalam

Hukum Tanah Nasional dapat dianalisis melalui pengertian, sifat, dan wewenang hak

menguasai negara atas tanah, hak atas tanah, dan Hak Pengelolaan. Dalam beberapa

peraturan perundang-undangan dinyatakan bahwa Hak Pengelolaan adalah hak

menguasai Negara atas tanah yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan

kepada pemegang haknya. Dari pengertian Hak Pengelolaan ini menunjukkan bahwa Hak

Pengelolaan merupakan hak menguasai negara atas tanah. Dalam pengertian Hak

Pengelolaan ada sebagian wewenang hak menguasai negara atas tanah, sebagaimana yang

dimuat dalam Pasal 2 ayat (2) UUPA yang dilimpahkan kepada pemegang Hak

Pengelolaan. Tidak semua wewenang dalam hak menguasai negara atas tanah tersebut

dilimpahkan kepada pemegang Hak Pengelolaan, melainkan sebagian dari ketiga

wewenang hak menguasai negara atas tanah yang dilimpahkan kepada pemegang Hak

Pengelolaan. Kata sebagian tersebut menunjukkan bahwa sifat wewenang hak menguasai

negara atas tanah yang dilimpahkan kepada pemegang Hak Pengelolaan tidak bersifat

12
kumulatif melainkan bersifat fakultatif.17 Sebagian wewenang hak menguasai negara atas

tanah yang dilimpahkan kepada pemegang Hak Pengelolaan tidak jelas, yaitu wewenang

Pasal 2 ayat (2) huruf a, Pasal 2 ayat (2) huruf b, Pasal 2 ayat (2) huruf c, Pasal 2 ayat (2)

huruf a dan huruf b, Pasal 2 ayat (2) huruf a dan huruf c, ataukah Pasal 2 ayat (2) huruf b

dan huruf c.

Kalau berpedoman pada pengertian Hak Pengelolaan sebagai hak menguasai

negara atas tanah, maka menjadi membingungkan atau tidak jelas wewenang mana dari

hak menguasai negara atas tanah yang dilimpahkan kepada pemegang Hak Pengelolaan

Bila dikaji dari wewenang dalam Hak Pengelolaan terhadap wewenang hak atas tanah,

maka Hak Pengelolaan dapat dimasukkan ke dalam kategori hak atas tanah. Wewenang

hak atas tanah, sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 4 ayat (2) UUPA juga dapat

dilakukan oleh pemegang Hak Pengelolaan. Berdasarkan wewenang dalam Hak

Pengelolaan dapat dijelaskan, yaitu:

a. Wewenang pemegang Hak Pengelolaan untuk merencanakan peruntukan dan

penggunaan tanah termasuk dalam wewenang dalam hak atas tanah, yaitu

orang atau badan hukum yang mempunyai hak atas tanah mempunyai

wewenang untuk merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah untuk

keperluan mendirikan bangunan dan atau bukan keperluan mendirikan

bangunan;

b. Wewenang pemegang Hak Pengelolaan untuk mempergunakan tanahnya bagi

kepentingan pelaksanaan tugas atau usahanya termasuk dalam wewenang hak

atas tanah, yaitu orang atau badan hukum yang mempunyai hak atas tanah

17
Urip Santoso, Eksistensi Hak Pengelolaan dalam HukumTanah Nasional, Mimbar Hukum, Volume 24 Nomor 2,
Juni 2012, hlm.285.

13
mempunyai wewenang untuk mempergunakan hak atas tanahnya untuk

keperluan pelaksanaan tugas atau usahanya, misalnya hak atas tanahnya

dipergunakan untuk mendirikan bangunan;

c. Wewenang pemegang Hak Pengelolaan untuk menyerahkan bagian-bagian

tanah Hak Pengelolaan kepada pihak ketiga dan atau bekerja sama dengan

pihak ketiga termasuk dalam wewenang hak atas tanah. Sebagai contoh pada

Hak Milik, pemilik tanah mempunyai wewenang untuk menyerahkan tanah

Hak Miliknya kepada pihak lain dalam bentuk Hak Guna Bangunan atau Hak

Pakai dengan suatu perjanjian yang dituangkan dalam bentuk Akta Pemberian

Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai atas tanah Hak Milik yang dibuat oleh

Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).

Dari aspek sifat-sifat dalam hak atas tanah juga dimiliki oleh Hak Pengelolaan, yaitu:

a. Dalam UUPA dan Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 terdapat hak atas

tanah yang bersifat right to use, tidak right of disposal. Hak atas tanah ini adalah

Hak Pakai yang haknya hanya mempergunakan tanah untuk kepentingan

pelaksanaan tugas atau usahanya, tidak dapat dialihkan dalam bentuk apapun dan

tidak dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan. Hak atas

tanah ini adalah Hak Pakai yang dipunyai oleh Departemen, Lembaga Pemerintah

Non Departemen, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, Perwakilan

Negara Asing, Perwakilan Badan Internasional, dan badan keagamaan dan badan

sosial.

b. Hak atas tanah dapat dilepaskan atau diserahkan oleh pemegang haknya untuk

kepentingan umum atau kepentingan pihak lain dengan atau tanpa pemberian

14
ganti kerugian. Hak Pengelolaan pun juga dapat dilepaskan atau diserahkan oleh

pemegang haknya untuk kepentingan umum atau kepentingan pihak lain dengan

atau tanpa pemberian ganti kerugian;

c. Hak atas tanah dapat hapus karena diterlantarkan oleh pemegang haknya yang

diatur dalam UUPA dan Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996. Hak

Pengelolaan pun juga dapat hapus karena diterlantarkan oleh pemegang haknya

yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 1998, yang dinyatakan

tidak berlaku lagi oleh Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 2010.

Berdasarkan pengertian, sifat, dan wewenang dalam Hak Pengelolaan dapat

disimpulkan bahwa Hak Pengelolaan dapat dikategorikan sebagai hak atas tanah yang

bersifat right to use, tidak right of disposal. Kalau Hak Pengelolaan dikategorikan sebagai

hak atas tanah, maka pengaturan Hak Pengelolaan yang selama ini diatur dengan

Peraturan Menteri Agraria, Peraturan Menteri Dalam Negeri atau Peraturan Kepala

Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia ditinjau kembali dalam bentuk Undang-

undang sebagai pelaksanaan dari ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf h UUPA.

Berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan ditemukan ciri-

ciri Hak Pengelolaan, yaitu:18

a. berdasarkan sifat dan kewenangannya, Hak Pengelolaan merupakan hak atas

tanah yang bersifat right to use, tidak right of disposal;

b. Hak Pengelolaan hanya dapat dipunyai oleh badan hukum Pemerintah yang

mempunyai tugas pokok dan fungsinya berkaitan dengan pengelolaan tanah;

c. tanah Hak Pengelolaan dipergunakan untuk kepentingan mendirikan

bangunan;
18
Urip Santoso, Op.Cit, hlm.287.

15
d. hak Pengelolaan terjadi melalui penegasan konversi atas hak penguasaan atas

tanah Negara dan pemberian hak atas tanah negara;

e. Hak Pengelolaan wajib didaftarkan oleh pemegang haknya ke Kantor

Pertanahan Kabupaten/Kota untuk diterbitkan sertipikat sebagai tanda bukti

haknya;

f. kewenangan dalam Hak Pengelolaan ada yang beraspek publik dan beraspek

privat;

g. kewenangan dalam Hak Pengelolaan ada yang bersifat internal dan bersifat

eksternal;

h. tanah Hak Pengelolaan dapat dipergunakan sendiri oleh pemegang haknya dan

dapat dipergunakan oleh pihak lain atas persetujuannya;

i. pemegang Hak Pengelolaan berwenang merencanakan peruntukan dan

penggunaan tanahnya;

j. pemegang Hak Pengelolaan berwenang mempergunakan tanahnya untuk

keperluan pelaksanaan tugas atau usahanya;

k. pemegang Hak Pengelolaan berwenang menyerahkan bagian-bagian tanah

Hak Pengelolaan kepada pihak ketiga dan atau bekerja sama dengan pihak

ketiga;

l. tanah Hak Pengelolaan tidak berjangka waktu tertentu, artinya berlaku selama

tanahnya dipergunakan untuk pelaksanaan tugas atau usahanya;

m. tanah Hak Pengelolaan tidak dapat dialihkan dalam bentuk apapun kepada

pihak lain;

16
n. tanah Hak Pengelolaan tidak dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani

Hak Tanggungan;

o. batas maksimal tanah Hak Pengelolaan yang dapat dikuasai oleh pemegang

haknya ditetapkan oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik

Indonesia;

p. dari tanah Hak Pengelolaan dapat diterbitkan Hak Guna Bangunan, Hak Pakai,

atau Hak Milik;

q. pemegang Hak Pengelolaan dapat melepaskan haknya untuk kepentingan

pihak lain;

r. tanah Hak Pengelolaan yang tidak dipergunakan untuk kepentingan

pelaksanaan tugas atau usahanya dapat ditetapkan sebagai tanah terlantar.

KESIMPULAN

Eksistensi Hak Pengelolaan sebagai hak publik merupakan bagian hak menguasaan dari

negara. HPL adalah hak administratif, di mana pemegang HPl diberi kewenangan untuk

mengatur dan mengurus tanah yang didele- gasikan negara. Hak Pengelolaan tidak disebutkan

dalam UU No. 5 Tahun 1960 (UUPA), tetapi dalam Penjelasan Umum Angka II Nomor 2 UUPA

disebutkan pengelolaan. Pada awalnya, Hak Pengelolaan berasal dari konversi hak penguasaan

atas tanah negara. Dalam perkembangannya, Hak Pengelolaan lahir dari pemberian hak atas

tanah negara yang dimohon oleh pemegang Hak Pengelolaan. Pihak-pihak yang dapat

mempunyai tanah Hak Pengelolaan adalah badan hukum Pemerintah yang bergerak dalam

bidang pelayanan publik maupun bisnis, yang tugas pokok dan fungsinya berkaitan dengan

tanah. Perseorangan maupun badan usaha swasta tidak dapat mempunyai tanah Hak Pengelolaan

meskipun tugas pokok dan fungsinya berkaitan dengan pengelolaan tanah. Berdasarkan sifat dan

17
kewenangannya, Hak Pengelolaan dapat dikategorikan sebagai hak atas tanah yang mempunyai

sifat right to use, tidak right of disposal, artinya hak yang dimiliki oleh pemegang Hak

Pengelolaan adalah hanya mempergunakan tanah untuk kepentingan pelaksanaan tugasnya dan

berlaku selama tanahnya dipergunakan untuk kepentingan pelaksanaan tugasnya, tidak ada hak

untuk mengalihkan Hak Pengelolaan dalam bentuk apapun kepada pihak lain, dan tidak ada hak

untuk dijadikan jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan. Kewenangan yang terdapat

dalam Hak Pengelolaan ada yang bersifat internal dan eksternal. Kewenangan yang bersifat

internal, yaitu merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah dan menggunakan tanah untuk

keperluan pelaksanaan tugas atau usahanya. Kewenangan yang bersifat eksternal yaitu

menyerahkan bagian-bagian tanah Hak Pengelolaan kepada pihak ketiga dan atau bekerja sama

dengan pihak ketiga.

18
DAFTAR PUSTAKA

A.P. Parlindungan, 1994, Hak Pengelolaan Menurut Sistem UUPA, Bandung: Mandar

Maju.

Boedi Harsono, 2007, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-Undang


Pokok Agraria, Isi dan pelaksanaannya, Jakarta: Djambatan.

Budi Harsono, 2003, Hukum Agraria Indonesia; Sejarah Pembentukan Undang-Undang


Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Jilid 1 Hukum Tanah Nasional, Penerbit
Djambatan, Jakarta.
Brahmana Adhie & Hasan Basri Nata Manggala (Penyunting), Reformasi Pertanahan,
Pemberdayaan Hak-Hak Atas Tanah Ditinjau dari Aspek Hukum, Sosial, Politik,
Ekonomi, Hankam, Teknis, agama dan Budaya, Penerbit Mandar Maju, Bandung.

Elita Rahmi, Eksistensi Hak Pengelolaan Atas Tanah (HPL) dan Realitas Pembangunan
Indonesia, Jurnal Dinamika Hukum Vol.10 No.3 September 2010.

Maria S.W. Sumardjono, 2009, Tanah Dalam Persepektif Sosial, Ekonomi, dan Budaya,
Kompas, Jakarta.

Moh Mahfud MD, 2006, Amandemen UUPA No.5/1960 Dalam Perspektif Politik
Hukum, Makalah Semiloka Nasional Penyempurnaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1960 tentang Pokok-Pokok Agraria, diselenggarakan atas kerjasama Fakultas Hukum UII
dan Dewan Perwakilan Daerah RI, Yogyakarta, 24 Maret 2006.

Noer Fauzi, 2001, Kadilan Agraria di Masa Transisi, dalam Prinsipprinsip Reforma
Agraria Jalan Penghidupan dan kemakmuran rakyat, Lapera Pustaka Utama,
Yogyakarta.

Rikardo Simarmata, 2002, Kapitalisme Perkebunan dan Konsep Pemilikan Tanah oleh
Negara, Insist, Yogyakarta.

Sudijono Sastroatmodjo, 2005, Analisis Sosio-yuridis tentang Pengaruh Pemikikan dan


Penguasaan Obyek Landreform terhadap Kemiskinan Petani diKabupaten
Pacitan,Disertasi di Universitas Diponegoro.

Urip Santoso, Eksistensi Hak Pengelolaan dalam HukumTanah Nasional, Mimbar


Hukum, Volume 24 Nomor 2, Juni 2012.

Winahyu Erwiningsih, 2011, Hak Pengelolaan Yang Masih diPertanyakan, Total Media,
Yogyakarta.

19

Anda mungkin juga menyukai