OLEH :
2120112023
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2022
1
Eksistensi Hak Pengelolaan dengan Hak Menguasai Negara
A. Pendahuluan
Tanah adalah anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa yang menjadi salah satu faktor
yang sangat penting dalam menunjang kehidupan manusia, dengan adanya tanah semua
kebutuhan manusia mulai dari tempat tinggal hingga makanan yang akan dimakan semua
Itu dapat terpenuhi karna adanya tanah. Tanah adalah objek yang sangat terbatas,
penyebab terjadinya perebutan penguasaan tanah yang akan berakhir dengan adanya
Tanah bagi masyarakat kita memiliki makna yang banyak. Pertama, dari sisi
Kedua, secara politis tanah dapat menentukan posisi seseorang dalam pengambilan
keputusan masyarakat. Ketiga, secara kultural tanah dapat menentukan tinggi rendahnya
status sosial pemiliknya. Kempat, tanah bermakna sakral karena berurusan dengan waris
Indonesia terhadap tanah yang.dimilikinya dari terjadinya konflik atau sengketa tersebut
perlu adanya upaya Negara sebagai organisasi terbesar masyarakat yang berkewajiban
melindungi seiuruh masyarakatnya untuk mengadakan upaya perlindungan hak atas tanah
dengan cara memberikan legalitas hak atas tanah kepada masyarakat dan memberikan
2
Hubungan antara manusia dengan tanah sudah ada sejak adanya manusia itu
sendiri. Berdasarkan Pasal 4 ayat 1 UUPA disebutkan bahwasanya Atas dasar hak
menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 ditentukan adanya macam-
macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan
dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain
serta badan-badan hukum. Oleh karena itu tanah sangat menentukan bagi kehidupan
manusia.
Hak-hak atas tanah yang dapat diberikan Negara kepada masyarakatnya sangat
beragam, mulai dari Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai dan
juga hak-hak atas tanah baru yang dapat ditetapkan Undahg-Undang (Pasal 16 ayat (1)
huruf h UUPA), salah satu contoh hak atas tanah baru ini adalah Hak Pengelolaan.
Menurut Ramli Zein dalam bukunya "Hak Pengelolaan dalam System Undang-
Undang Pokok Agraria" menyatakan bahwa cikal bakal munculnya Hak Pengelolaan
teiah ada sejak belum berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960
yang dikenal dengan Hak Penguasaan atas tanah Negara yang dlatur dalam PP No. 8
Tahun 1953, yang kemudian oleh Peraturan Menteri Agraria No. 9 Tahun 1965 tentang
Pelaksanaan Konversi Hak Penguasaan Atas Tanah Negara dan kebijakan selanjutnya
Menteri Agraria No. 9Tahun 1965 tentang Pelaksanaan Konversi Hak Penguasaan Atas
Tanah Negara, hingga saat ini apa maksud, tujuan dan fungsi dari Hak Pengelolaan atas
4
Ibid.
3
tanah tersebut belum banyak orang yang mengetahui akibat minimnya pemanfaatan dan
B. Pembahasan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD NRI 1945) Pasal
33 ayat (3) menegaskan kebijakan dasar mengenai penguasaan dan penggunaan sumber-
sumber daya alam yang ada, dengan kata-kata : ”Bumi dan air dan kekayaan alam yang
kemakmuran rakyat.” Implementasi daripada Pasal 33 Ayat (3) UUD NRI 1945 di bidang
Peraturan Dasar PokokPokok Agraria yang biasa disingkat UUPA. Pasal 33 Ayat (3)
UUD NRI 1945 ini kemudian menjadi landasan berpijak dari konsepsi politik hukum
agraria (politico-legal concept) yaitu, Hak Menguasai Negara (HMN). Hak ini
dirumuskan secara formal dalam Pasal 2 UUPA, yang memberi wewenang Negara untuk:
pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa; (b) menentukan dan mengatur
hubunganhubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air, dan ruang angkasa, (c)
perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa. Hak menguasai
daripada negara inilah yang menjadi hak tertinggi yang dikenakan terhadap tanah,
melebihi hak apapun juga. Secara sosiologis HMN memberikan kewenangan yang
5
Ibid.
4
Persoalan yang sering muncul adalah bergesernya penggunaan hak menguasai
negara yang berintikan ”mengatur” dalam kerangka populisme menjadi ”memiliki” dalam
menengarai pemiskinan petani terjadi karena pemerintah keluar dari design ideologis
implementasi HMN dikemukakan oleh Noer Fauzi. Dalam prakteknya, kedudukan negara
yang dominan tersebut, telah dmanfaatkan oleh pemerintahan dan pengusaha kroninya
produktifitas. Hal itu dilakukan tanpa memberi rakyat peran yang memadai untuk
sumber agraria itu, serta menikmati hasilnya. 8 Sebagai sebuah konsep politik hukum
costitution) agar dilaksanakan secara bertanggung jawab sesuai dengan kehendak rakyat
6
Moh Mahfud MD, 2006, Amandemen UUPA No.5/1960 Dalam Perspektif Politik Hukum, Makalah Semiloka
Nasional Penyempurnaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria, diselenggarakan
atas kerjasama Fakultas Hukum UII dan Dewan Perwakilan Daerah RI, Yogyakarta, 24 Maret 2006, hlm.3-4.
7
Sudijono Sastroatmodjo, 2005, Analisis Sosio-yuridis tentang Pengaruh Pemikikan dan Penguasaan Obyek
Landreform terhadap Kemiskinan Petani diKabupaten Pacitan,Disertasi di Universitas Diponegoro.
8
Noer Fauzi, 2001, Kadilan Agraria di Masa Transisi, dalam Prinsipprinsip Reforma Agraria Jalan Penghidupan
dan kemakmuran rakyat, Lapera Pustaka Utama, Yogyakarta, hlm.142
9
Rikardo Simarmata, 2002, Kapitalisme Perkebunan dan Konsep Pemilikan Tanah oleh Negara, Insist,
Yogyakarta:, hlm. 23.
5
terselenggaranya pemerintahan negara yang stabil, juga merupakan koreksi terhadap
pengalaman kehidupan ketatanegaraan di masa lalu yang ditimbulkan oleh tafsir ganda
terhadap konstitusi.
munculnya pertentangan norma antara undang-undang dengan UUD 1945. Dalam salah
satu putusannya Mahkamah Konstitusi telah memberikan pengertian atau makna dari
“Pengertian “dikuasai oleh negara” dalam Pasal 33 UUD 1945 mengandung pengertian
yang lebih tinggi atau lebih luas daripada pemilikan dalam konsepsi hukum perdata.
Konsepsi penguasaan oleh negara merupakan konsepsi hukum publik yang berkaitan
dengan prinsip kedaulatan rakyat yang dianut dalam UUD 1945, baik di bidang politik
rakyat itu, rakyatlah yang diakui sebagai sumber, pemilik dan sekaligus pemegang
kekuasaan tertinggi dalam kehidupan bernegara, sesuai dengan doktrin “dari rakyat, oleh
rakyat dan untuk rakyat”. Dalam pengertian kekuasaan tertinggi tersebut, tercakup pula
pengertian kepemilikan publik oleh rakyat secara kolektif. Rakyat secara kolektif itu
dikonstruksikan oleh UUD 1945 memberikan mandat kepada negara untuk mengadakan
perizinan (vergunning), lisensi (licentie), dan konsesi (concessie). Fungsi pengaturan oleh
6
negara (regelendaad) dilakukan melalui kewenangan legislasi oleh DPR bersama dengan
keterlibatan langsung dalam manajemen Badan Usaha Milik Negara atau Badan Hukum
Milik Negara sebagai instrumen kelembagaan melalui mana negara c.q. Pemerintah
dan mengendalikan agar pelaksanaan penguasaan oleh negara atas cabang produksi yang
penting dan/atau yang menguasai hajat hidup orang banyak dimaksud benar-benar
“Kekuasaan Negara atas tanah yang tidak dipunyai dengan sesuatu hak oleh seseorang
atau pihak lainnya adalah lebih luas dan penuh. Dengan berpedoman pada tujuan yang
disebutkan diatas Negara dapat memberikan tanah yang demikian itu kepada seseorang
atau badan-hukum dengan sesuatu hak menurut peruntukan dan keperluannya, misalnya
hak milik, hak-guna-usaha, hak guna-bangunan atau hak pakai atau memberikannya
dalam pengelolaan kepada sesuatu Badan Penguasa (Departemen, Jawatan atau Daerah
4).”
10
Mahkamah Konstitusi, Pertimbangan Hukum, putusan uji materi UU No.20 /2003 tentang Ketenagalistrikan,
Nomor 001-021-022/PUUI/2003 hlm. 332-334. Pemaknaan HMN dengan penafsiran yang sama juga terjadi pada
putusan uji materi UU No.22 /2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, perkara Nomor 002/PUU-I/2003, dan putusan
Uji materi UU No.7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air Nomor 058-059-060-063/PUUII/2004.
7
Istilah “hak pengelolaan” semakin sering dijumpai baik dalam praktik, maupun
teori hukum pertanahan, sebagaimana ditemui di dalam Pasal 1 ayat 3 Peraturan Menteri
Ne- gara Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 Tentang Tata Cara
Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara Dan Hak Pengelolaan, yang memberi
definisi Hak Pengelolaan adalah hak menguasai dari negara yang kewenangan
peraturan yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional selaku badan negara yang
menyeleng- garakan bidang pertanahan, tetapi telah merambah kepada produk hukum
berupa Per- aturan Pemerintah (PP) sampai pada undang- undang. Hal tersebut dapat
ditemui pada Pertama, Pasal 1 ayat (4) PP Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran
Tanah, yang mem- beri definisi bahwa hak pengelolaan adalah hak menguasai dari
Pada Pasal 9 ayat (1) PP Nomor 24 Tahun 1997 Tentang pendaftaran Tanah, juga
mengatur bahwa hak pengelolaan me- rupakan salah satu obyek pendaftaran tanah;
Kedua, PP Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan
hak Pakai atas Tanah, Pasal 1 ayat 2 menyebutkan hak pengelolaan adalah hak menguaai
pemegangnya; Ketiga, Pasal 7 ayat (1) UU Nomor 16 tahun 1985 yang berbunji: Rumah
susun hanya dapat dibangun di atas tanah hak milik, hak guna bangunan, hak pakai atas
tanah negara atau hak pengelolaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku; Keempat, UU Nomor 21 Tahun 1997 Tentang Bea Per- olehan Hak Atas Tanah
8
Dan Bangunan Pada Bab II Tentang Obyek pajak Pasal 2 ayat (3) huruf (f), hak
Istilah hak pengelolaan dari kalangan para ahli, sering dilihat dari segi makna dan
Maria S.W. Sumardjono,11 memaknai hak pengelolaan (HPL) adalah hak menguasai dari
(dalam hal ini pemegang HPL); Kedua, Boedi Harsono,12 Hak pengelolaan sebagai
gempitan Hak Menguasai dari negara; Ketiga, A.P. Parlindungan adalah hak atas tanah di
luar UUPA.13 Pendapat ahli di atas, sama-sama memberi arti bahwa HPL adalah bagian
dari hak menguasai negara yang diatur di luar UUPA. Padahal yang menarik dari HPL
tidak hanya ari pergeseran kewenangan tetapi “meluas” dan “menghilangnya” subyek
Hak” pengelolaan (HPL) adalah hak menguasai dari negara yang kewenangan
1953 tentang Penguasaan Tanah-Tanah Negara yang mengatur hak pengelolaan ini, maka
hak pengelolaan merupakan tanah yang dikuasai oleh negara (tanah negara). Dikatakan
sebagai hak pengelolaan jika tanah negara tersebut selain dipergunakan untuk
kepentingan instansi-instansi itu sendiri, dimaksudkan juga untuk dapat diberikan dengan
sesuatu hak (hak milik, hak guna bangunan, hak pakai) kepada pihak ketiga. Obyek dari
hak pengelolaan adalah tanah negara. Hak pengelolaan bukanlah hak atas tanah meskipun
11
Maria S.W. Sumardjono, 2009, Tanah Dalam Persepektif Sosial, Ekonomi, dan Budaya, Kompas, Jakarta, hlm.
213.
12
Boedi Harsono, 2007, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan
pelaksanaannya, Jakarta: Djambatan, hlm. 277.
13
A.P. Parlindungan, 1994, Hak Pengelolaan Menurut Sis- tem UUPA, Bandung: Mandar Maju, hlm. 1.
9
bagi keperluan usahanya, tetapi itu bukan pemberian hak itu kepadanya. Tujuan
utamanya adalah, bahwa tanah yang bersangkutan disediakan bagi penggunaan bagi
pihak-pihak lain yang memerlukan. Dengan demikian hak pengelolaan tidak bisa
Penjelasan Umum II angka (2) UUPA yang kemudian diberi sebutan hak pengelolaan
dalam Peraturan Menteri Agraria (PMA) No. 9 Tahun 1965 tentang Konversi atas Hak
selanjutnya berlanjut sampai dengan saat ini. Dalam perjalanan waktu, HPL yang semula
dimaksudkan sebagai fungsi/wewenang yang beraspek publik itu, karena berbagai faktor,
antara lain kebutuhan praktis untuk memberi landasan pemberian hak atas tanah kepada
pihak ketiga melalui suatu perjanjian di atas HPL, maka aspek publik itu justru menjadi
kurang menonjol dibading aspek perdatanya. Oleh karena itu dapat dipahami bahwa telah
terjadi pergeseran Hak pengelolaan dari sifatnya yang cenderung publik, kemudian
cenderung bergeser ke sifat keperdataan, dan semenjak tahun 1996 cenderung kembali ke
rintah, menggambarkan bahwa Hak Pengelolaan sebagai suatu hak atas permukaan bumi
yang didelegasikan oleh negara kepada suatu lembaga pemerintah, atau pemerintah
daerah, badan hukum pemerintah, atau badan hukum pemerintah daerah, masyarakat
hukum adat dengan kewenangan untuk: merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah
14
Budi Harsono, 2003, Hukum Agraria Indonesia; Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan
Pelaksanaannya, Jilid 1 Hukum Tanah Nasional, Penerbit Djambatan, Jakarta hlm. 247.
15
Maria S.W. Soemardjono, Op.Cit, hlm. 198.
10
menyerahkan bagian-bagian dari tanah itu kepada pihak ketiga menurut persyaratan yang
ditentukan oleh pemegang hak pengelolaan tersebut, yang meliputi segi peruntukkan,
penggunaan, jangka waktu dan keuangan, dengan ketentuan bahwa pemberi hak atas
tanah kepada pihak ketiga yang bersangkutan dilakukan oleh pejabat-pejabat yang
berwenang menurut Peraturan Menteri Dalam negeri Nomor 6 Tahun 1972 Tentang
pelimpahan Wewenang Pemberian Hak Atas Tanah, sesuai dengan peraturan perundang-
persyaratan yang ditentukan oleh perusahaan pemegang hak tersebut, yang meliputi
ketentuan bahwa pemberian hak atas tanah kepada pihak ketiga yang bersangkutan
dilakukan oleh pejabat- pejabat yang berwenang menurut Peraturan Menteri Dalam
Negeri No.6 tahun 1972 tentang "Pelimpahan Wewenang Pemberian Hak atas
Kepastian bahwa hak pengelolaan merupakan bagian dari HMN dapat kita lihat di
dalam ketentuan Pasal 1 angka 2 PP No. 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak
16
Elita Rahmi, Eksistensi Hak Pengelolaan Atas Tanah (HPL) dan Realitas Pembangunan Indonesia, Jurnal Dinamika
Hukum Vol.10 No.3 September 2010, hlm. 352.
11
Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah yang menyatakan “Hak Pengelolaan adalah
penguasaan atas tanah, HPL bukanlah bagian dari Hak-hak atas tanah tetapi merupakan
bagian dari HMN atas tanah. HPL ini bisa dilimpahkan kepada Kementerian, Jawatan,
sebagian dari HPL tersebut kepada pihak lain dalam bentuk hak-hak atas tanah (HM,
Hukum Tanah Nasional dapat dianalisis melalui pengertian, sifat, dan wewenang hak
menguasai negara atas tanah, hak atas tanah, dan Hak Pengelolaan. Dalam beberapa
kepada pemegang haknya. Dari pengertian Hak Pengelolaan ini menunjukkan bahwa Hak
Pengelolaan merupakan hak menguasai negara atas tanah. Dalam pengertian Hak
Pengelolaan ada sebagian wewenang hak menguasai negara atas tanah, sebagaimana yang
dimuat dalam Pasal 2 ayat (2) UUPA yang dilimpahkan kepada pemegang Hak
Pengelolaan. Tidak semua wewenang dalam hak menguasai negara atas tanah tersebut
wewenang hak menguasai negara atas tanah yang dilimpahkan kepada pemegang Hak
Pengelolaan. Kata sebagian tersebut menunjukkan bahwa sifat wewenang hak menguasai
negara atas tanah yang dilimpahkan kepada pemegang Hak Pengelolaan tidak bersifat
12
kumulatif melainkan bersifat fakultatif.17 Sebagian wewenang hak menguasai negara atas
tanah yang dilimpahkan kepada pemegang Hak Pengelolaan tidak jelas, yaitu wewenang
Pasal 2 ayat (2) huruf a, Pasal 2 ayat (2) huruf b, Pasal 2 ayat (2) huruf c, Pasal 2 ayat (2)
huruf a dan huruf b, Pasal 2 ayat (2) huruf a dan huruf c, ataukah Pasal 2 ayat (2) huruf b
dan huruf c.
negara atas tanah, maka menjadi membingungkan atau tidak jelas wewenang mana dari
hak menguasai negara atas tanah yang dilimpahkan kepada pemegang Hak Pengelolaan
Bila dikaji dari wewenang dalam Hak Pengelolaan terhadap wewenang hak atas tanah,
maka Hak Pengelolaan dapat dimasukkan ke dalam kategori hak atas tanah. Wewenang
hak atas tanah, sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 4 ayat (2) UUPA juga dapat
penggunaan tanah termasuk dalam wewenang dalam hak atas tanah, yaitu
orang atau badan hukum yang mempunyai hak atas tanah mempunyai
bangunan;
atas tanah, yaitu orang atau badan hukum yang mempunyai hak atas tanah
17
Urip Santoso, Eksistensi Hak Pengelolaan dalam HukumTanah Nasional, Mimbar Hukum, Volume 24 Nomor 2,
Juni 2012, hlm.285.
13
mempunyai wewenang untuk mempergunakan hak atas tanahnya untuk
tanah Hak Pengelolaan kepada pihak ketiga dan atau bekerja sama dengan
pihak ketiga termasuk dalam wewenang hak atas tanah. Sebagai contoh pada
Hak Miliknya kepada pihak lain dalam bentuk Hak Guna Bangunan atau Hak
Pakai dengan suatu perjanjian yang dituangkan dalam bentuk Akta Pemberian
Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai atas tanah Hak Milik yang dibuat oleh
Dari aspek sifat-sifat dalam hak atas tanah juga dimiliki oleh Hak Pengelolaan, yaitu:
a. Dalam UUPA dan Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 terdapat hak atas
tanah yang bersifat right to use, tidak right of disposal. Hak atas tanah ini adalah
pelaksanaan tugas atau usahanya, tidak dapat dialihkan dalam bentuk apapun dan
tidak dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan. Hak atas
tanah ini adalah Hak Pakai yang dipunyai oleh Departemen, Lembaga Pemerintah
Negara Asing, Perwakilan Badan Internasional, dan badan keagamaan dan badan
sosial.
b. Hak atas tanah dapat dilepaskan atau diserahkan oleh pemegang haknya untuk
kepentingan umum atau kepentingan pihak lain dengan atau tanpa pemberian
14
ganti kerugian. Hak Pengelolaan pun juga dapat dilepaskan atau diserahkan oleh
pemegang haknya untuk kepentingan umum atau kepentingan pihak lain dengan
c. Hak atas tanah dapat hapus karena diterlantarkan oleh pemegang haknya yang
diatur dalam UUPA dan Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996. Hak
Pengelolaan pun juga dapat hapus karena diterlantarkan oleh pemegang haknya
yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 1998, yang dinyatakan
disimpulkan bahwa Hak Pengelolaan dapat dikategorikan sebagai hak atas tanah yang
bersifat right to use, tidak right of disposal. Kalau Hak Pengelolaan dikategorikan sebagai
hak atas tanah, maka pengaturan Hak Pengelolaan yang selama ini diatur dengan
Peraturan Menteri Agraria, Peraturan Menteri Dalam Negeri atau Peraturan Kepala
Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia ditinjau kembali dalam bentuk Undang-
undang sebagai pelaksanaan dari ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf h UUPA.
b. Hak Pengelolaan hanya dapat dipunyai oleh badan hukum Pemerintah yang
bangunan;
18
Urip Santoso, Op.Cit, hlm.287.
15
d. hak Pengelolaan terjadi melalui penegasan konversi atas hak penguasaan atas
haknya;
f. kewenangan dalam Hak Pengelolaan ada yang beraspek publik dan beraspek
privat;
g. kewenangan dalam Hak Pengelolaan ada yang bersifat internal dan bersifat
eksternal;
h. tanah Hak Pengelolaan dapat dipergunakan sendiri oleh pemegang haknya dan
penggunaan tanahnya;
Hak Pengelolaan kepada pihak ketiga dan atau bekerja sama dengan pihak
ketiga;
l. tanah Hak Pengelolaan tidak berjangka waktu tertentu, artinya berlaku selama
m. tanah Hak Pengelolaan tidak dapat dialihkan dalam bentuk apapun kepada
pihak lain;
16
n. tanah Hak Pengelolaan tidak dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani
Hak Tanggungan;
o. batas maksimal tanah Hak Pengelolaan yang dapat dikuasai oleh pemegang
Indonesia;
p. dari tanah Hak Pengelolaan dapat diterbitkan Hak Guna Bangunan, Hak Pakai,
pihak lain;
KESIMPULAN
Eksistensi Hak Pengelolaan sebagai hak publik merupakan bagian hak menguasaan dari
negara. HPL adalah hak administratif, di mana pemegang HPl diberi kewenangan untuk
mengatur dan mengurus tanah yang didele- gasikan negara. Hak Pengelolaan tidak disebutkan
dalam UU No. 5 Tahun 1960 (UUPA), tetapi dalam Penjelasan Umum Angka II Nomor 2 UUPA
disebutkan pengelolaan. Pada awalnya, Hak Pengelolaan berasal dari konversi hak penguasaan
atas tanah negara. Dalam perkembangannya, Hak Pengelolaan lahir dari pemberian hak atas
tanah negara yang dimohon oleh pemegang Hak Pengelolaan. Pihak-pihak yang dapat
mempunyai tanah Hak Pengelolaan adalah badan hukum Pemerintah yang bergerak dalam
bidang pelayanan publik maupun bisnis, yang tugas pokok dan fungsinya berkaitan dengan
tanah. Perseorangan maupun badan usaha swasta tidak dapat mempunyai tanah Hak Pengelolaan
meskipun tugas pokok dan fungsinya berkaitan dengan pengelolaan tanah. Berdasarkan sifat dan
17
kewenangannya, Hak Pengelolaan dapat dikategorikan sebagai hak atas tanah yang mempunyai
sifat right to use, tidak right of disposal, artinya hak yang dimiliki oleh pemegang Hak
Pengelolaan adalah hanya mempergunakan tanah untuk kepentingan pelaksanaan tugasnya dan
berlaku selama tanahnya dipergunakan untuk kepentingan pelaksanaan tugasnya, tidak ada hak
untuk mengalihkan Hak Pengelolaan dalam bentuk apapun kepada pihak lain, dan tidak ada hak
untuk dijadikan jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan. Kewenangan yang terdapat
dalam Hak Pengelolaan ada yang bersifat internal dan eksternal. Kewenangan yang bersifat
internal, yaitu merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah dan menggunakan tanah untuk
keperluan pelaksanaan tugas atau usahanya. Kewenangan yang bersifat eksternal yaitu
menyerahkan bagian-bagian tanah Hak Pengelolaan kepada pihak ketiga dan atau bekerja sama
18
DAFTAR PUSTAKA
A.P. Parlindungan, 1994, Hak Pengelolaan Menurut Sistem UUPA, Bandung: Mandar
Maju.
Elita Rahmi, Eksistensi Hak Pengelolaan Atas Tanah (HPL) dan Realitas Pembangunan
Indonesia, Jurnal Dinamika Hukum Vol.10 No.3 September 2010.
Maria S.W. Sumardjono, 2009, Tanah Dalam Persepektif Sosial, Ekonomi, dan Budaya,
Kompas, Jakarta.
Moh Mahfud MD, 2006, Amandemen UUPA No.5/1960 Dalam Perspektif Politik
Hukum, Makalah Semiloka Nasional Penyempurnaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1960 tentang Pokok-Pokok Agraria, diselenggarakan atas kerjasama Fakultas Hukum UII
dan Dewan Perwakilan Daerah RI, Yogyakarta, 24 Maret 2006.
Noer Fauzi, 2001, Kadilan Agraria di Masa Transisi, dalam Prinsipprinsip Reforma
Agraria Jalan Penghidupan dan kemakmuran rakyat, Lapera Pustaka Utama,
Yogyakarta.
Rikardo Simarmata, 2002, Kapitalisme Perkebunan dan Konsep Pemilikan Tanah oleh
Negara, Insist, Yogyakarta.
Winahyu Erwiningsih, 2011, Hak Pengelolaan Yang Masih diPertanyakan, Total Media,
Yogyakarta.
19