Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

HUBUNGAN HUKUM ANTARA TANAH


DENGAN NEGARA

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Kebijakan
Pertanahan
Dosen Pengampu : Dr. H. Soediro S.H.,LLM.

Disusun oleh :

Nama : Septian Dwi Andini


NIM : 2010010080
Kelas : 3C

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Hak menguasi negara mempunyai persoalan yuridis, yakni tidak


diperintahkan oleh UUD 1945 untuk diatur dalam undang-undang. Di dalam UUD
1945 sebelum amandemen, kata „dikuasai oleh negara‟terdapat didalam Pasal
33Ayat (2) dan Ayat (3). Pasal 33 Ayat (2) menentukan bahwa “Cabang-cabang
produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak
dikuasai oleh Negara”. Sedangkan Pasal 33 ayat (3) menentukan bahwa “Bumi
dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara
dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Namun tidak ada
tafsir yang secara khusus menjelaskan makna “dikuasai oleh negara” baik di
dalam Batang Tubuh maupun didalam Penjelasan UUD 1945. Demikian juga
setelah amandemen, tidak ada tafsir yang secara khusus menjelaskan mengenai
makna “dikuasai oleh Negara”. Pemahaman atas konsep makna dan substansi hak
menguasai negara atas tanah penting untuk meluruskan kewenangan yang ada
selama ini dalam bentuk mengatur, mengurus/mengelola dan mengawasi untuk
menghindari kesimpangsiuran dan kesewenang-wenangan.

B. Rumusan Masalah
Dari uraian diatas penulis dapat merumuskan masalah yang akan dibahas dalam
makalah ini yaitu :

1) Apa makna Hak Menguasai Negara di Bidang Pertanahan?


2) Bagaimana yang dimaksud dengan pembebanan hak atas tanah?
3) Bagaimana peralihan hak ke pihak lain?

C. Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu :


1) Untuk mengetahui dan menganalisis makna Hak Menguasai Negara di
Bidang Pertanahan.
2) Untuk mengetahui tentang pembebanan hak atas tanah.
3) Untuk mengetahui bagaimana peralihan hak atas tanah ke pihak lain.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Hak Menguasai dari Negara


Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 menentukan bahwa “Bumi
dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara
dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Sejarah terbentuknya
pasal 33 ayat 3 UUD 1945, berawal pada saat R Soepomo melontarkan didepan
sidang BPUPKI pada tanggal 31 Mei 1945 yang diakhir pidatonya tentang Negara
integralistik. Dinyatakan bahwa, dalam Negara yang berdasar integralistik
berdasar persatuan, maka dalam lapangan ekonomi akan dipakai sistem
“Sosialisme Negara” (Staats Socialisme).1
Penjabaran lebih jauh dari hak menguasai tanah oleh negara, terdapat pada
pasal 2 Undang-undang nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-
pokok Agraria (selanjutnya disebut UUPA) yang menyatakan bahwa bumi, air dan
ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu pada
tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh
rakyat. Hak menguasai dari Negara memberi wewenang kepada Negara untuk :
a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan
pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut;
b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orangorang
dengan bumi, air dan ruang angkasa;
c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orangorang
dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang
angkasa.
Pertama, hak yang mengenai pengaturan peruntukan dalam nomor 1
dijabarkan dalam berbagai produk peraturan dan perundang-undangan lainnya,
dalam bidang-bidang seperti :
a. Penatagunaan tanah

1
Muhammad Bakri, Hak Menguasai Tanah Oleh Negara: Paradigma Baru Untuk Reformasi
Agraria(Yogyakarta, Cetakan I, 2007), 35
b. Pengaturan Tata ruang
c. Pengadaan tanah untuk kepentingan umum
Kedua, hak yang mengenai pengaturan hubungan hukum dalam nomor 2
dijabarkan dalam berbagai produk peraturan dan perundangundangan lainnya,
dalam bidang-bidang seperti :
a. Pembatasan jumlah bidang dan luas tanah yang boleh dikuasai
(landreform)
b. Pengaturan hak pengelolaan tanah
Ketiga, hak yang mengenai pengaturan hubungan hukum dan perbuatan
hukum pada nomor 3 dijabarkan dalam berbagai produk peraturan dan perundang-
undangan lainnya, dalam bidang-bidang seperti :

a. Pendaftaran tanah
b. Hak tanggungan

Penguasaan tanah oleh negara dalam konteks di atas adalah penguasaan


yang otoritasnya menimbulkan tanggungjawab, yaitu untuk kemakmuran rakyat.
Di sisi lain, rakyat juga dapat memiliki hak atas tanah. Hak milik adalah hak turun
temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dimiliki orang atas tanah dengan
mengingat fungsi sosial yang melekat pada kepemilikan tanah tersebut. Dengan
perkataan lain hubungan individu dengan tanah adalah hubungan hukum yang
melahirkan hak dan kewajiban. Sedangkan hubungan negara dengan tanah
melahirkan kewenangan dan tanggung jawab.

Hak menguasai tanah oleh negara bersumber dari kekuasaan yang melekat
pada negara, sebagaimana tercermin dalam ketentuan pasal 33 Undang-undang
Dasar 1945 yang menyatakan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-
besar kemakmuran rakyat. Selanjutnya dalam penjelasannya dinyatakan bahwa
bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi adalah pokok
pokok kemakmuran rakyat, sebab itu harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan
untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Pernyataan tersebut menjelaskan dua
hal, yaitu bahwa secara konstitusional Negara memiliki legitimasi yang kuat untuk
menguasai tanah sebagai bagian dari bumi, namun penguasaan tersebut harus
dalam kerangka untuk kemakmuran rakyat.

Asas hak menguasai oleh Negara sebenarnya memiliki semangat


pengganti asas „domein verklaring‟ yang berlaku pada masa kolonial belanda,
yang ternyata hanya memberikan keuntungan pada pemerintahan kolonial belanda
pada masa itu. Asas domein verklaring tercantum di dalam Agrarisch Besluit
(Staatsblad 1870 Nomor 118) sebagai aturan pelaksana AgrarischWet (AW 1870).
Secara gramatikal, “Domein” berarti wilayah atau tanah milik negara dan
“verklaring” berarti pernyataan. Jadi, “Domen Verklaring” artinya penyataan
bahwa suatu tanah yang tidak dapat dibuktikan pemiliknya dianggap sebagai
tanah negara.2 Tujuan dari Domain Verklaring ini adalah ingin mengusai tanah
adat yang tidak ada bukti yang tertulis, sehingga akan sulit dibuktikan dan dapat
dikuasai oleh Pemerintah Belanda.

Berbeda dengan Agrarisch wet 1870, UUPA 1960 mengakui keberadaan


hukum adat dengan menerapkan prinsip Hukum Adat adalah Dasar Hukum
Agraria. Prinsip ini didasarkan bahwa sebagian besar rakyat Indonesia tunduk
pada ketentuan-ketentuan hukum adat sebagai hukum asli dan hidup dalam
masyarakat. Yang diserap UUPA 1960 dari hukum Praktik agraria pada masa
hindia belanda memberikan kekuasaan absolut pada pemilik lahan untuk berbuat
apa saja atas lahan yang dimilikinya. Pasal 6 UUPA 1960 mencoba
mengkoreksinya dengan menerapkan Prinsip Semua Hak Atas Tanah Memiliki
Fungsi Sosial. Pasal 6 mengatakan "semua hak atas tanah memiliki fungsi sosial".
Ini berarti hak atas tanah apapun yang ada pada seseorang, tidak dapat dibenarkan
bila hanya dipergunakan atau tidak dipergunakan semata-mata untuk kepentingan
pribadinya, apalagi kalau hal tersebut menimbulkan kerugian bagi masyarakat.
Penggunaan tanah harus disesuaikan dengan keadaannya dan sifat dari haknya,
hingga bermanfaat bagi kesejahteraan sang pemilik juga bermanfaat bagi
kesejahteraan masyarakat dan Negara.

2
A. Ridwan Halim, Hukum Agraria dalam Tanya Jawab(Jakarta: Ghalia Indonesia), 18.
Pengkoreksian lainnya yang diusahakan UUPA 1960 atas praktik
penguasaan pertanahan pada masa kolonial adalah dengan menerapkan prinsip
Pembatasan Penguasaan Luas Tanah Berlebihan. Asas ini tercantum dalam Pasal
7 UUPA yang berbunyi : "Untuk tidak merugikan kepentingan umum maka
kepemilikan dan penguasaan tanah yang melampaui batas tidak diperkenankan".
Dicantumkannya asas ini dalam UUPA dimaksudkan untuk mencegah pemilikan
tanah secara besarbesaran dan mencegah timbulnya tuan-tuan tanah di satu pihak
dan petanipetani miskin yang kehilangan kepemilikannya atas tanah.

B. Pembebanan Hak

Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah
berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan
tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang
diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain. Pembebanan
hak Tanggungan pada hak atas tanah harus dilakukan melalui akta yang dibuat
oleh dan di hadapan PPAT. Pemberian Hak Tanggungan didahului dengan janji
untuk memberikan Hak Tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu,
yang dituangkan di dalam dan merupakan bagian tak terpisahkan dari perjanjian
utang-piutang yang bersangkutan suatu perjanjian lainnya yang menimbulkan
utang tersebut, dan pemberian Hak Tanggungan tersebut dilakukan dengan
pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan oleh PPAT (Pasal 10 ayat (1) dan
(2) Undang¬-undang No. 4 Tahun 1996). Hak-hak atas tanah yang dapat
diletakkan hak Tanggungan di atasnya adalah: hak milik, hak guna usaha, hak
guna bangunan, hak pakai, dan hak milik atas satuan rumah susun.

Sertifikat Hak Tanggungan mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama


dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan
apabila debitur cidera janji maka berdasarkan titel eksekutorial yang terdapat
dalam sertifikat Hak Tanggungan tersebut, pemegang hak tanggungan mohon
eksekusi sertifikat hak tanggungan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang
berwenang. Kemudian eksekusi akan dilakukan seperti eksekusi putusan yang
telah berkekuatan hukum tetap. Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan
wajib dibuat dengan akta notaris atau akta PPAT, dan harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:

1) tidak memuat kuasa untuk melakukan perbuatan hukum lain dari pada
membebankan Hak Tanggungan;
2) tidak memuat kuasa substitusi;
3) mencantumkan secara jelas obyek Hak Tanggungan, jumlah utang dan
nama serta identitas kreditornya, nama dan identitas debitur apabila
debitur bukan pemberi Hak Tanggungan;3
Dokumen yang diperlukan untuk pendaftaran Hak Tanggungan:
a. Surat pengantar dari PPAT
b. Surat permohonan pendaftaran
c. Identitas pemberi dan pemegang Hak Tanggungan
d. Sertipikat asli hak atas tanah
e. Lembar ke-2 Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT)
f. Salinan APHT (untuk lampiran sertipikat Hak Tanggungan) Surat Kuasa
Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) apabila dilakukan melalui
kuasa.

Hak Tanggungan dapat beralih atau dialihkan: karena adanya cessie,


subrogasi, pewarisan, atau penggabungan serta peleburan perseroan. Dokumen
yang diperlukan untuk pendaftaran peralihan Hak Tanggungan:
a. Sertipikat asli Hak Tanggungan,
b. Akta cessie atau akta otentik yang menyatakan adanya cessie, atau
c. Akta subrogasi atau akta otentik yang menyatakan adanya subrogasi, atau
d. Bukti pewarisan, atau
e. Bukti penggabungan atau peleburan perseroan,
f. Identitas pemohon.

3
https://www.pn-kabanjahe.go.id/2015-06-06-01-33-28/eksekusi-hak-tanggungan.html
C. Peralihan Hak ke Pihak Lain

Alas hak bagi negara untuk mengambli alih tanah masyarakat, baik yang
berasal dari perorangan, kumpulan perorangan atau badan hukum adalah :
a. Sifat yang melekat pada kekuasaan negara dalam penguasaan tanah
b. Sifat yang melekat pada kepemilikan tanah yang dimiliki oleh perorangan
Sifat yang melekat pada kekuasaan negara dalam penguasaan tanah
tercermin dari berbagai rumusan Undang-undang yang mengatur penggunaan,
pemanfaatan dan pengalih fungsian tanah. Pada pasal 18 UUPA dinyatakan bahwa
untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan Negara serta
kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan
memberi ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur dengan undang-
undang.
Sifat yang melekat pada hak milik perorangan atas tanah adalah sekalipun
dalam UUPA dinyatakan bahwa hubungan antara bangsa Indonesia dengan tanah
bersifat abadi, hubungan tersebut harus dimaknai dalam konteks kolektif sebagai
bangsa. Hal tersebut antara lain dapat dijelaskan dengan dilarangnya hak milik
atas tanah diperoleh oleh warga negara asing secara abadi. Selain itu, hak
kepemilikan perseorangan atas tanah dari semula telah dibatasi dengan
mendeklarasikan bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Fungsi
sosial dimaksud adalah dalam menggunakan (atau dalam hal tidak menggunakan)
hak-hak atas tanah harus tidak boleh mendatangkan kerugian bagi masyarakat.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Hak menguasai tanah oleh negara bersumber dari kekuasaan yang melekat
pada negara, sebagaimana tercermin dalam ketentuan pasal 33 Undang-undang
Dasar 1945 yang menyatakan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-
besar kemakmuran rakyat. Pernyataan tersebut menjelaskan dua hal, yaitu bahwa
secara konstitusional Negara memiliki legitimasi yang kuat untuk menguasai
tanah sebagai bagian dari bumi, namun penguasaan tersebut harus dalam kerangka
untuk kemakmuran rakyat.

Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah
berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan
tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang
diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain.

Alas hak bagi negara untuk mengambli alih tanah masyarakat, baik yang
berasal dari perorangan, kumpulan perorangan atau badan hukum adalah :

a. Sifat yang melekat pada kekuasaan negara dalam penguasaan tanah


b. Sifat yang melekat pada kepemilikan tanah yang dimiliki oleh
perorangan

B. Saran

Penulis tentu menyadari makalah ini masih banyak kesalahan dan jauh dari
kata sempurna. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut dengan berpedoman
pada banyak sumber serta kritik yang membangun dari para pembaca. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan terutama bagi saya selaku penulis
makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Bakri, Muhammad. 2007. Hak Menguasai Tanah Oleh Negara : Pradigma Baru
Untuk Reformasi Agraria. Yogyakarta : UB Pres.

Halim, A. Ridwan. 2013. Hukum Agraria dalam Tanya Jawab. Jakarta : Ghalia
Indonesia.

pn-kabanjahe.go.id, “Eksekusi Hak Tanggungan”, 21 April 2022. https://www.pn-


kabanjahe.go.id/2015-06-06-01-33-28/eksekusi-hak-tanggungan.html
(diakses pada 21 April 2022)

Anda mungkin juga menyukai