PENDAHULUAN
Tanah bagi hidup dan penghidupan manusia merupakan "conditio sine qua
non". Perkembangan hubungan manusia dengan tanah semakin lama semakin luas
dan kompleks dimulai dengan tahap individu terhadap tanah sampai corak yang
sebagai permukaan bumi diatur dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar
1945, yang berbunyi: Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya
serta penjelasannya, bahkan jika ditilik dari letak kedudukannya, maka Pasal
tersebut berkaitan erat dengan masalah kesejahteraan bangsa Indonesia. Baik dalam
sebagai permukaan bumi oleh negara agar dapat tercapai sebesar besar kemakmuran
rakyat demi tercapainya tujuan negara sebagaimana tersurat di dalam alinea keempat
Pembukaan UUD 1945. Penguasaan tanah oleh negara penting sebab tanah
tanah oleh kelompok tertentu yang dapat menimbulkan penindasan dan pemerasan
1
Boedi Harsono, “Aspek Yuridis Penyediaan Tanah,” Jurnal Hukum & Pembangunan 20, no. 2 (1990):
155–170.
bagi rakyat. Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 dijabarkan dalam peraturan perundang
Dasar PokokPokok Agraria, dimuat dalam Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor
UUPA sebagai undang-undang organis dari Pasal 33 ayat (3) UUD 1945
mengatur kewenangan negara atas tanah sebagaimana tersimpul dalam Pasal 2 ayat
pemerintah Pusat. Hal ini sesuai dengan bentuk Negara Indonesia sebagai negara
kesatuan. Namun mengingat luas wilayah, hasil guna dan daya guna, maka
Peraturan Pemerintah.
2
Urip Santoso, “Hukum Agraria Hak-Hak Atas Tanah” (2005).
Dari Pasal 16 ayat (1) UUPA tersebut terdapat aneka macam hak yang tidak
bersifat limitatif, artinya selain hak tersebut masih memungkinkan ada atau
diciptakan hak lain atas tanah. Hal itu nampak dalam pasal 16 ayat (1) huruf h yang
mengelompokkan dua hak atas tanah selain yang disebut di atas, yaitu:3
2. Hak-hak sementara sebagai dimaksud Pasal 53, yaitu: hak gadai, hak
usaha bagi hasil, hak menumpang dan hak sewa tanah pertanian.
dijumpai suatu keterangan tentang hak-hak lain yang akan ditetapkan dengan
Undang undang itu. Hal ini mungkin dikarenakan di satu pihak penentuan hak itu
memberikan suatu hak atas tanah. Namun demikian hak-hak yang akan dibentuk
Sebagai suatu nama, UUPA (Vide Pasal 16) tidak menyebutkan secara
dimungkikan berdasarkan Pasal 16 ayat (1) huruf h, serta Penjelasan Umum Angka
huruf 2 yang antara lain menyebutkan Kekuasaan negara atas tanah yang tidak
dipunyai dengan sesuatu hak oleh seseorang atau pihak lainnya adalah lebih luas dan
3
Arie Sukanti Hutagalung, Tebaran Pemikiran Seputar Masalah Hukum Tanah (Lembaga
Pemberdayaan Hukum Indonesia, 2005)
penuh. Dengan berpedoman pada tujuan yang disebutkan di atas Negara dapat
memberikan tanah yang demikian itu atau badan hukum kepada seseorang dengan
sesuatu hak menurut peruntukan dan keperluannya, misalnya hak milik, hak guna
usaha, hak guna bangunan atau hak pakai atau memberikannya dalam Pengelolaan
kenyataannya hak pengelolaan sebagai nama atau titel hak atas tanah adalah berasal
dari konversi hak penguasaan tanah negara oleh Kementerian (Departemen) Jawatan
penguasaan atas tanah negara yaitu tanah yang dikuasai penuh oleh negara berada
pada: 4
Perundangundangan sebelumnya
terhadap penggunaan tanah itu dan berhak mencabut penguasaan atas tanah negara,
4
Dwi Fratmawati, “Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Di
Semarang (Studi Kasus Pelebaran Jalan Raya Ngaliyan–Mijen). Program Pascasarjana Universitas
Diponegoro, 2006
jika penguasaan itu ternyata keliru atau tidak tepat lagi, dan tanah yang bersangkutan
Penyerahan bagian dari hak pengelolaan kepada pihak ketiga yang semula
dibatasi hanya dapat diterbitkan hak pakai, namun kemudian berdasarkan Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 1 tahun 1977 diperluas menjadi hak milik hak guna
bangunan dan hak pakai. (Pasal 2) bahkan jika dipahami lebih lanjut pasal tersebut
peruntukkan dan penggunaan tanah yang telah dipersiapkan oleh pemegang hak
pengelolaan.
menciptakan suatu hak atas tanah yang baru dalam bentuk konversi hak atas tanah
yang berasal dari Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 1953 berdasarkan Peraturan
Menteri Agraria Nomor 9 tahun 1965 Jo Pasal 58 UUPA serta pemberian hak baru
atas tanah berdasarkan Pasal 2 dan 3 Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 1953 jo
Namun jika dilihat dari Penjelasan Umum UUPA, maka hak pengelolaan
tersebut pengertian dan luas lingkupnya mengacu pada Pasal 2 ayat (4) UUPA yang
ayat lain: "Ketentuan (4) menyebutkan antara dalam ayat (4) adalah bersangkutan,
dengan asas otonomi dan medebewind dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Soal agraria menurut sifatnya dan pada asasnya merupakan tugas Pemerintah Pusat
wewenang untuk melaksanakan hak penguasaan dari Negara atas tanah itu adalah
keperluannya dan sudah barang tentu tidak boleh bertentangan dengan kepentingan
nasional. Wewenang dalam bidang agraria dapat merupakan sumber keuangan bagi
daerah itu.
Dari uraian di atas, panulis menuangkan kajian tentang sejarah hukum ini
1. Bagaimana
2. Bagaimanakah
3. Bagaimana
pertanian, dan lain-lain. Istilah tanah dalam bahasa Inggris dikenal dengan land
atau ground atau soil atau earth. Sedangkan dalam bahasa Belanda disebut
berikut:
dikembangkan dari segi ekonomi yang dapat memberi nafkah bagi golongan
Tanah dalam ruang lingkup agraria adalah bagian dari bumi, yang
disebut sebagai permukaan bumi. Tanah dalam arti di sini bukanlah mengatur
5
Arba, Hukum Agraria Indonesia(Jakarta: Sinar Grafika, 2017)
6
Arba, Hukum Agraria Indonesia(Jakarta: Sinar Grafika, 2017)
tanah dari segi seluruh aspeknya, melainkan hanya mengatur salah satu
aspeknya, yitu tanah dalam pengertian yuridis atau menurut hukum yang
disebut hak. Tanah sebagai bagian dari bumi disebutkan dalam Pasal 4 ayat
(1) UUPA yaitu: “Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang
permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan
lain serta badan-badan hukum.”. Dengan demikian, jelas bahwa tanah dalam
pengertian yuridis ialah permukaan bumi seperti yang tercantum dalam Pasal
4 ayat (1) Undang-Undang No. 5 Tahun 1960. Sedangkan hak atas tanah
adalah hak sebagian tertentu permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat
sama.
7
Diana E. Rondonuwu. Ilmu Hukum Dalam Perspektif Ilmu Pengetahuan Modern. Lex CrimenVol.
III/No. 2/April/2014
1. Untuk mengetahui
2. Untuk Mengetahui
3. Untuk Mengetahui
1. Manfaat Teoritis
khususnya dalam Hukum Pertanahan dan dapat dijadikan sebagai pedoman dalam
penelitian yang lain yang sesuai dengan bidang penelitian yang penulis teliti.
2. Manfaat Praktis
Pertama, mengenai Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
approach).
1. Bahan Hukum Primer : Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang
mengikat dan terdiri dari norma dasar atau kaidah dasar yaitu Pembukaan
hukum yang tidak dikodifikasi dan yurisprudensi. Berkaitan dengan bahan hukum
primer ini penulis memfokuskan penelitian pada UU No. 5 tahun 1960 tentang
dari kalangan hukum, dan pendapat para sarjana hukum. Dalam penelitian ini, bahan-
bahan hukum sekunder diperoleh dari buku-buku teks dan pendapat para sarjana
3. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang merupakan pelengkap yang sifatnya
memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder.
Bahan hukum tersier dapat di contohkan seperti: Kamus Besar Bahasa Indonesia
sistematisasi.
BAB II
PEMBAHASAN
Hak-hak yang dapat diberikan kepada Pihak ketiga diatur dalam berbagai
peraturan, semula adalah Pasal 6 Ayat (1) huruf c PMA Nomor 9/1965 yang
pihak ketiga dengan hak pakai yang berjangka waktu 6 (enam) tahun"8
wilayah pemukiman, dapat diserahkan kepada pihak ketiga dan diusulkan kepada
Menteri Dalam Negeri Gubernur Kepala Daerah yang bersangkutan untuk diberikan
dengan Hak Milik Hak Guna Bangunan, atau Hak Pakai, sesuai dengan rencana
peruntukan dan penggunaan tanah yang telah dipersiapkan oleh pemegang Hak
hukum antara Lembaga, Instansi dan atau Badan Badan Hukum (milik) Pemerintah
penyediaan tanah untuk berbagai jenis kegiatan yang termasuk dalam bidang
8
Supriadi, Hukum Agraria (Sinar Grafika, 2007).
Pengelolaan yang telah diberikan kepadanya tidak menjadi hapus dengan
didaftarkannya hak hak yang diberikan kepada Pihak Ketiga sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 Peraturan ini pada Kantor Sub Direktorat Agraria setempat" Dari
ketentuan diatas dapat disimpulkan, bahwa bagian-bagian tanah, hak pengelolaan itu
dapat diserahkan kepada pihak ketiga dengan Hak Milik HM), Hak Guna Bangunan
(HGB) atau Hak Pakai (HP). Dengan didaftarkannya HM, HGB dan HP pada Kantor
tanah tanah hak pengertian. persyaratan maupun jangka pengelolaan menjadi hapus
sesuai dengan hakekat hak pengelolaan sebagai bagian atau gempilan Hak
Hak Guna Usaha (HGU), HGB, dan HP Atas Tanah disebutkan bahwa hak pakai
untuk jangka waktu paling lama 25 tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka
waktu yang tidak ditentukan selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu
Yang dimaksud dengan keperluan tertentu adalah hak pakai yang diberikan pada : a)
dan badan sosial. Sedangkan Hak pakai atas tanah hak milik paling lama 25 tahun
9
Boedi Harsono, “Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria,” Isi
dan Pelaksanaannya, jilid 1 (2003)
2.2 Hubungan Hukum Antara Pemegang Hak Pengelolaan Dengan Pihak Ketiga
Hubungan hukum yang menjadi dasar pemberian hak atas tanah oleh pemegang
Hak Pengelolaan kepada pihak ketiga dinyatakan dalam Surat Perjanjian Penggunaan
Tanah (SPPT). Dalam praktik SPPT tersebut dapat disebut dengan nama lain,
Penunjang, disebut juga perjanjian Build, Operate, and Transfer (BOT) atau Bangun
Guna Serah. 10
sama dengan isi perjanjian BOT. Adapun ketentuan-ketentuan yang dimuat dalam
1. Penyerahan penggunaan dan pengurusan sebidang tanah (dalam hal ini: Hak
Pengelolaan)
2. akan Hak Tanah Pengelolaan diserahkan dengan pemberian HGB di secara fisik
atasnya penyerahan dilakukan dalam keadaan kosong dan bebas dari segala
klaim/tuntutan.
8. Penyerahan kembali hak atas tanah bebas dari segala beban, sitaan, sengketa
Perjanjian.
sesuai perjanjian;
Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian adalah perlunya: (1) klausula
yang mengatur secara jelas dan rinci tentang kewajiban pemeliharaan dan
penggantian fasilitas pendukung oleh pemegang HGB, (2) klausula yang mengatur
tentang kondisi obyek perjanjian pada saat diserahkan kembali kepada pemegang Hak
Pengelolaan. Dua hal itu sering terlewatkan dalam klausula Perjanjian dan bila hal itu
terjadi, kondisi obyek Perjanjian tidak dijamin dalam keadaan siap dioperasikan pada
tidak secara eksplisit diatur dalam PP No 40/1996. Secara umum, sesuai dengan
disebutkan bahwa HGB dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani HT.
Oleh karena kemungkinan pembebanan HGB di atas Hak Pengelolaan dengan
HT tidak disebut secara eksplisit dalam PP No.40/1996, maka terhadap hal ini
17 September 1998. Surat tersebut pada intinya menyatakan bahwa HGB di atas Hak
Pengelolaan dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani HT dan hal itu
pemegang Hak Pengelolaan. Oleh karena itu, dalam hal ada kemungkinan pengalihan
HGB ketika terjadi eksekusi HT atas HGB yang berada di atas Hak Pengelolaan
Hak atas Hak Pengelolaan itu berlaku sebagai persetujuan pengalihannya Kiranya hal
Pengelolaan.
atas Hak Pengelolaan dan pembebanan HGB atau HP di atas Hak Pengelolaan dengan
Dalam hal ini, berlakunya ketentuan tentang peralihan dan pembebanan hak atas
tanah dengan HT harus memperhatikan 3 (tiga) asas umum dalam hukum, yakni: 11
ketentuan umum tersebut tidak boleh bertentangan dengan ketentuan yang bersifat
khusus terkait dengan peralihan dan pembebanan HGB/HP di atas Hak Pengelolaan.
Selama Hak Pengelolaan yang dipunyai oleh subyek Hak Pengelolaan itu merupakan
yang berlaku. UU No.1/2004 menyebutkan bahwa barang milik negara adalah semua
barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan
lainnya yang sah. Analog dengan hal itu, barang milik daerah adalah semua barang
yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD atau berasal dari perolehan lainnya yang
sah. Terkait dengan aset negara/daerah yang berbentuk tanah, Menteri Negara
mengenai tanah aset Pemerintah maka yang dimaksud dengan aset tersebut adalah:
a. Tanah-tanah bukan tanah pihak lain dan yang telah dikuasai secara fisik oleh
Instansi Pemerintah.
Pemerintah
c. Tanah tersebut telah terdaftar dalam daftar inventaris Instansi Pemerintah yang
bersangkutan.
d. Tanah secara fisik dikuasai atau digunakan atau dimanfaatkan oleh pihak lain
berdasarkan hubungan hukum yang dibuat antara pihak lain dengan Instansi
Pemerintah dimaksud.
e. Tanah tersebut angka 1) sampai dengan 3) baik yang sudah ada sertipikatnya
pinjaman. Hal ini lebih lanjut diatur dalam Pasal 29 Ayat (3) huruf b PP No.6/2006
yang menyatakan bahwa mitra Bangun Guna Serah (BOT) atau Bangun Serah Guna
BOT/BTO. Adapun yang dimaksud dengan obyek BOT/BTO itu adalah tanah beserta
negara/daerah ini maka pemberian HP/HGB di atas Hak Pengelolaan kepada pihak
ketiga masih dapat dilakukan menurut tata cara yang diatur oleh peraturan perundang
Hak Pengelolaan yang didasarkan pada kerja milik barang pemanfaatan negara
/daerah? Menurut Pasal 26 Ayat (1) huruf f PP No 6/2006, selama jangka waktu mitra
publik. Hal ini antara lain tampak dari asas efisiensi dalam pengelolaan barang milik
negara/daerah yang diarahkan agar barang milik negara/daerah itu digunakan sesuai
pokok dan fungsi pemerintahan secara optimal. Sejalan dengan asas tersebut di atas,
maka tanah dan/atau bangunan milik negara/daerah yang tidak dimanfaatkan untuk
bangunan milik negara/daerah itu antara lain dalam bentuk sewa, kerjasama
pemanfaatan, pinjam pakai, bangun guna serah (BOT) atau bangun serah guna
(BTO). Berbeda dengan praktik di masa yang lalu, maka semenjak berlakunya UU
No 1/2004 yo PP No.6/2006, pihak ketiga yang melaksanakan perjanjian BOT/BTO
tugas pokok dan fungsi dan tidak tersedia dana APBN/APBD untuk penyediaan
Oleh karena itu, mitra BOT/BTO yang ditetapkan melalui tender itu memang
boleh disepakati, yang isinya tidak menyimpang dari ketentuan yang dimuat dalam
negara/daerah itu dilaksanakan karena tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dana
diperlukan terhadap barang milik negara/daerah tersebut (Pasal 26 Ayat (1) huruf a
PP No 6/2006).
Dengan berpedoman pada Pasal UUPA, maka obyek dari hak pengelolaan
seperti juga hak-hak atas tanah lainnya, adalah tanah yang dikuasai oleh Negara
obyek hak pengelolaan adalah tanah yang dikuasai langsung oleh negara. Kesimpulan
yang sama juga akan diperoleh., apabila ditelusuri sejarah haki pengelolaan yang
berasal dari hak penguasaan tanah negara yang diatur oleh Peraturan Pemerintah
menurut Pasal 67 ayat (1) Permenag/KBPN No.9/1999 tentang Tata Cara Pemberian
Dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara Dan Hak Pengelolaan adalah:
4. PT. Persero;
5. Badan Otorita;
Pemerintah. Dalam Ayat (2) disebutkan bahwa "Badan - badan Hukum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan Hak pengelolaan sepanjang sesuai dengan
tugas pokok dan fungsinya berkaitan dengan pengelolaan tanah". Tata Cara
9/1999. Secara garis besar proses pemberian Hak pengelolaan diawali dengan
mengenai tanahnya yang meliputi data fisik dan data yuridis dan keterangan lain yang
dianggap perlu.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam hubungannya dengan isi, maksud dan tujuan hak menguasai negara
atas tanah sebagaimana diatur di dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, maka hak
pengelolaan berkedudukan sebagai suatu bentuk pelimpahan wewenang dari hak
menguasai negara atas tanah yang diberikan kepada Departemen, Lembaga-lembaga
Pemerintahan Negara, Daerah Otonom, serta Badan-badan hukum yang dibentuk
oleh Pemerintah sebagai suatu pelimpahan wewenang pelaksanaan hak menguasai
negara atas tanah. Hak Pengelolaan tersebut juga mengandung unsur-unsur hak atas
tanah.
3.2 Saran