Anda di halaman 1dari 11

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WIRARAJA SUMENEP - MADURA

PELEPASAN TANAH DAN BENTUK GANTI RUGI TANAH


UNTUK KEPENTINGAN UMUM

ABSHORIL FITHRY
Fakultas Hukum, Universitas Wiraraja Sumenep
abshorilfithry@rocketmail.com
SJAIFURRACHMAN
Fakultas Hukum, Universitas Wiraraja Sumenep
sjafurrachman@yahoo.com

ABSTRAK
Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum bertujuan menyediakan tanah bagi
pelaksanaan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran bangsa,
negara, dan masyarakat dengan tetap menjamin kepentingan hukum Pihak yang Berhak.
Pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum berbeda dengan mekanisme
yang di atur dalam KUH Perdata, di mana dalam KUH Perdata mekanisme dapat dilakukan
jika sebelumnya terdapat hubungan hukum antara para pihak. Sedangkan mekanisme yang
diterapkan disaat kesepakatan antara para pihak tidak tercapai, tidak ada hubungan hukum
sama sekali diantara para pihak tersebut. Dari uraian latar belakang diatas maka
Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini Bagaimana prosedur pelepasan hak milik
atas tanah yang dilakukan oleh Pemerintah untuk kepentingan umum dan Bagaimana
penyelesaian hukum yang dapat dilakukan oleh Pemerintah jika terjadi sengketa dalam
pelepasan hak milik atas tanah untuk kepentingan umum. Tujuan yang hendak dicapai untuk
mengetahui dan menganalisa prosedur pelepasan hak milik atas tanah yang dilakukan oleh
Pemerintah untuk kepentingan umum dan untuk mengetahui dan menganalisa upaya
penyelesaian hukum yang dapat dilakukan oleh Pemerintah jika terjadi sengketa dalam
pelepasan hak milik atas tanah untuk kepentingan umum.
Kata kunci: Pengadaan Tanah, Kepentingan Umum.

A. PENDAHULUAN dilaksanakan dengan mengedepankan


Di dalam rangka mewujudkan prinsip yang terkandung di dalam
masyarakat yang adil, makmur, dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
sejahtera berdasarkan Pancasila dan Indonesia Tahun 1945 dan hukum tanah
Undang-Undang Dasar Negara Republik nasional, antara lain prinsip
Indonesia Tahun 1945, pemerintah perlu kemanusiaan, keadilan, kemanfaatan,
menyelenggarakan pembangunan. kepastian, keterbukaan, kesepakatan,
Salah satu upaya pembangunan keikutsertaan, kesejahteraan,
dalam kerangka pembangunan nasional keberlanjutan, dan keselarasan sesuai
yang diselenggarakan Pemerintah adalah dengan nilai-nilai berbangsa dan
pembangunan untuk Kepentingan bernegara dimana tanah merupakan
Umum. Pembangunan untuk sarana yang sangat penting bagi
Kepentingan Umum tersebut kehidupan manusia dan juga untuk
memerlukan tanah yang pengadaannya pembangunan. Kehidupan manusia

Jurnal “JENDELA HUKUM” FAKULTAS HUKUM UNIJA. Volume 3 Nomor 2 September 2016

65
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WIRARAJA SUMENEP - MADURA

sebagian besar tergantung pada tanah, tersedianya tanah yang luas. Hal ini
baik untuk tempat pemukiman dan berati bahwa tanah mempunyai hubungan
sumber mata pencaharian, bahkan bukan yang erat dengan kehidupan manusia
hanya dalam kehidupan disaat matipun baik kepentingan ekonomi, sosial
manusia masih memerlukan sebidang maupun politik.
tanah. Kebutuhan tanah akan semakin Setelah kemerdekaan Negara
meningkat, sedangkan persediaan tanah Republik Indonesia tanggal 17 Agustus
sangat terbatas. Keadaan tersebut 1945, landasan politik Hukum Agraria di
mengakibatkan harga tanah melonjak dan Indonesia dirumuskan dalam Undang-
sulit untuk diperoleh. Hal tersebut Undang Dasar Negara Republik
disamping membawa dampak positif Indonesia 1945 yakni yang tercantum
yaitu memberikan peningkatan dalam Pasal 33 ayat (3) yang berbunyi:
kesejahteraan dan keuntungan bagi “Bumi dan air dan kekayaan alam yang
pemiliknya juga membawa dampak terkandung di dalamnya dikuasai oleh
negatif yaitu banyak permasalahan di negara dan dipergunakan untuk sebesar-
bidang pertanahan. besar kemakmuran rakyat”.
Melihat pentingnya tanah bagi Sehubungan dengan hal tersebut
kehidupan, maka wajar jika terjadi maka Pemerintah perlu membentuk dan
persaingan dalam memperebutkan hak memberlakukan suatu pengaturan hukum
atas tanah. Masalah tanah dapat pertanahan yang dapat memberikan
menimbulkan persengketaan dan kepastian hukum mengenai hak-hak atas
peperangan yang dahsyat karena tanah bagi seluruh rakyat Indonesia. Oleh
manusia-manusia atau sesuatu bangsa karena itu, kemudian Pemerintah
ingin menguasai tanah orang/bangsa lain membuat Undang-Undang Nomor 5
karena sumber daya alam yang Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
terkandung di dalamnya. Hal tersebut Pokok-Pokok Agraria atau yang lebih
juga dapat terjadi karena luas tanah yang dikenal dengan sebutan Undang-Undang
dapat dikuasai oleh manusia sangat Pokok Agraria (UUPA) yang menjamin
terbatas, sedangkan manusia yang kepastian hukum dan perlindungan
membutuhkan tanah senantiasa hukum mengenai hak atas tanah bagi
bertambah. Selain bertambahnya manusia seluruh rakyat Indonesia.
yang memerlukan tanah untuk tempat Undang-Undang Pokok Agraria
perumahan, juga kemajuan dan yang mulai berlaku pada tanggal 24
perkembangan ekonomi, sosial budaya, September 1960 ini meminta perhatian
dan teknologi menghendaki pula setiap golongan masyarakat di negara

Jurnal “JENDELA HUKUM” FAKULTAS HUKUM UNIJA. Volume 3 Nomor 2 September 2016

66
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WIRARAJA SUMENEP - MADURA

kita bukan hanya karena UUPA tersebut dibenarkan bahwa tanah itu akan
merupakan suatu peraturan yang baru, dipergunakan atau tidak dipergunakan
tetapi dikarenakan undang-undang ini semata-mata untuk kepentingan
benar-benar memuat hal-hal yang pribadinya, apalagi kalau hal itu
merupakan perubahan yang revolusioner menimbulkan kerugian bagi masyarakat.
dan dramatis terhadap stelsel hukum Penggunaan tanah harus disesuaikan
agraria yang berlaku hingga kini. Dengan dengan keadaan dan sifat daripada
adanya UUPA ini maka peraturan- haknya, sehingga bermanfaat baik bagi
peraturan lain di bidang hukum agraria kesejahteraan dan kebahagiaan yang
tidak berlaku lagi, yaitu diantaranya yang mempunyainya, selain itu bermanfaat pula
diatur dalam Buku II KUHPerdata pasal bagi masyarakat dan negara.
499 hingga pasal 829. Berdasarkan hak menguasai dari
Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang negara tersebut, maka ditentukan adanya
Pokok Agraria menyebutkan bahwa: macam-macam hak atas tanah yang
“atas dasar ketentuan dalam pasal 33 ayat semuanya tertuang dalam Pasal 16
(3) Undang-Undang Dasar 1945 dan hal- UUPA. Hak-hak atas tanah tersebut yaitu
hal sebagai yang dimaksud dalam pasal 1 : Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna
bumi, air dan ruang angkasa, termasuk Bangunan, Hak Pakai, Hak sewa, Hak
kekayaan alam yang terkandung Membuka Tanah, Hak Memungut Hasil
didalamnya itu pada tingkatan tertinggi Hutan, Hak Gadai, Hak Usaha Bagi
dikuasai oleh negara sebagai organisasi Hasil, Hak Menumpang dan Hak Sewa
kekuasaan seluruh rakyat”. Tanah Pertanian.
Negara (dalam hal ini Pemerintah) Permasalahan yang sering terjadi di
dapat memberikan hak atas tanah kepada dalam masyarakat dan dijadikan pokok
seseorang, beberapa orang secara bahasan dalam penelitian ini adalah
bersama-sama, ataupun suatu badan Bagaimana penyelesaian hukum yang
hukum. Hal tersebut berarti memberikan dapat dilakukan oleh Pemerintah jika
wewenang kepada pemegang hak untuk terjadi sengketa dalam pelepasan hak
menggunakan tanah tersebut sesuai milik atas tanah untuk kepentingan
dengan hak yang dipegangnya sepanjang umum.
dalam batas-batas yang diatur oleh Di dalam konsep UUPA, tanah di
peraturan perundang-undangan. Hak-hak seluruh wilayah Indonesia bukanlah
atas tanah mempunyai fungsi sosial, milik Negara Republik Indonesia,
artinya bahwa hak atas tanah apapun yang melainkan adalah milik seluruh Bangsa
ada pada seseorang tidak dapat Indonesia dan pada tingkatan yang paling

Jurnal “JENDELA HUKUM” FAKULTAS HUKUM UNIJA. Volume 3 Nomor 2 September 2016

67
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WIRARAJA SUMENEP - MADURA

tinggi dikuasai oleh Negara Republik pemanfaatannya dikelola secara


Indonesia sebagai organisasi kekuasaan bijaksana, mengingat sifatnya yang
seluruh rakyat. Atas dasar hak menguasai relatif tetap dengan intensitas
dari negara, maka timbullah hak atas pemanfaatan yang semakin komplek
tanah yaitu wewenang yang diberikan seiring dengan perkembangan penduduk
kepada negara untuk mempergunakan yang semakin meningkat pula.
dan mengelola tanah negara. Tanah Meningkatnya kebutuhan tanah akan
negara adalah tanah yang langsung meningkatkan pula perbuatan hukum atas
dikuasai oleh negara, semuanya dengan tanah tersebut, seperti halnya jual beli,
memperhatikan fungsi hak atas tanah tukar menukar, hibah, waris, dan lain-
yang berfungsi social. lain. Dari kesemuanya itu maka akan
Hak atas tanah diatur dalam Bab II menimbulkan permasalahan dikemudian
UUPA yang memuat ketentuan- hari apabila tidak ada peraturan yang
ketentuan mengenai pendaftaran tanah, menanganinya dengan benar dan
hak atas tanah dan ruang angkasa. Hak- bijaksana. Oleh karena itu, Pemerintah
hak atas tanah yang dimaksud dalam berkewajiban mengatur sesuai garis-garis
Pasal 16 ayat (1) UUPA, yaitu Hak kebijaksanaan sebagai tugas pelayanan
Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna yang harus dilaksanakan.
Bangunan, Hak Pakai, Hak Sewa, Hak Sebab-sebab dari jatuhnya tanah
Membuka Tanah, Hak Memungut Hasil hak milik pada negara yang disebutkan di
Hutan dan hak-hak lain yang tidak atas tidak bersifat limitatif, karena kita
termasuk dalam hak-hak tersebut. mengetahui bahwa masih ada sebab-
Berdasarkan Hak Menguasai dari sebab lain. Hak milik juga dapat hapus
Negara, maka negara dalam hal ini dan tanahnya menjadi tanah negara jika
adalah Pemerintah dapat memberikan terjadi pelanggaran terhadap ketentuan-
hak atas tanah kepada seseorang atau ketentuan peraturan mengenai
beberapa orang secara bersama-sama pembatasan maksimum serta larangan
atau suatu badan hukum. Pemberian hak kepemilikan tanah secara absentee.
itu berarti wewenang untuk Hapusnya hak milik karena tanahnya
mempergunakan tanah-tanah dalam ditelantarkan, terjadi jika dengan sengaja
batas-batas yang diatur oleh peraturan dipergunakan tidak sesuai dengan
perundang-undangan. keadaan atau sifat dan tujuan daripada
Tanah adalah karunia Tuhan Yang haknya. Hak milik juga menjadi hapus
Maha Esa dan merupakan kekayaan jika tanahnya jatuh kepada Negara
Nasional yang sudah seharusnya dalam karena diserahkan dengan sukarela oleh

Jurnal “JENDELA HUKUM” FAKULTAS HUKUM UNIJA. Volume 3 Nomor 2 September 2016

68
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WIRARAJA SUMENEP - MADURA

pemiliknya. Biasanya penyerahan tanah ruginya (jadi bukan suatu


tersebut dilakukan dengan tujuan agar paksaan/perkosaan hak).
kemudian diberikan pada satu pihak Untuk memenuhi kebutuhan akan
tertentu dengan hak tanah yang baru (hak tanah dalam usaha pembangunan, baik
guna usaha, hak guna bangunan, hak yang dilakukan Instansi/Badan
pengelolaan atau hak pakai). Hapusnya Pemerintah maupun untuk kepentingan
hak milik yang disebabkan karena swasta, khususnya untuk kepentingannya
diserahkan secara sukarela oleh dalam mensejahterakan rakyat/penduduk,
pemiliknya terjadi sejak saat yang agar kebutuhan akan tanah dapat
diperjanjikan dalam akta pelepasan atau terpenuhi dengan sebaik-baiknya tanpa
akta pelepasan haknya. menimbulkan gejolak dalam masyarakat,
maka perlu adanya ketentuan mengenai
B. PEMBAHASAN pelepasan tanah dan sekaligus
Pelepasan tanah dapat dipandang menentukan besarnya ganti rugi atas
sebagai langkah pertama untuk tanah yang diperlukan secara teratur,
mendapatkan tanah penduduk baik yang tertib dan seragam.
akan dipergunakan untuk kepentingan Pelepasan hak milik atas tanah
umum maupun untuk kepentingan tersebut mengakibatkan status tanah yang
swasta. Pelepasan hak milik atas tanah semula merupakan hak milik berubah
tersebut telah diatur dalam suatu menjadi tanah negara untuk kemudian
peraturan perundang-undangan yaitu digunakan sesuai dengan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor peruntukkannya, yaitu untuk kepentingan
15 Tahun 1975 tentang Ketentuan umum.
Mengenai Tata Cara Pelepasan Tanah. Mengenai prosedur pelaksanaan
Pelepasan hak atas tanah “yuridis” hanya pelepasan dan pelepasan hak milik atas
mempunyai arti apabila ada pihak yang tanah yang dibebani sesuatu hak serta di
“membebaskan” dan ada pihak yang atasnya terdapat bangunan dan atau
“melepaskan” hak. Tanpa ada yang tanaman-tanaman dengan maksud agar
melepaskan maka hak atasnya “tidak dapat dibebaskan guna kepentingan
terlepas”(tetap melekat). Perbuatan umum yang telah direncanakan dan
hukum tersebut adalah terjadi antara disetujui oleh Pemerintah Pusat atau
“dua pihak” (twee zijdig), dan ini harus Daerah, harus mengajukan maksudnya
nampak dalam surat/akte pelepasan hak kepada Gubernur yang berwenang di
atas tanah, sekaligus nampak juga bahwa daerah tersebut atau Pejabat yang
yang melepaskan ada menerima ganti ditunjuk.

Jurnal “JENDELA HUKUM” FAKULTAS HUKUM UNIJA. Volume 3 Nomor 2 September 2016

69
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WIRARAJA SUMENEP - MADURA

Mengenai prosedur dari pelaksanaan mengembangkan hubungan dengan orang


pelepasan hak milik atas tanah tersebut lain, bahkan bisa dikatakan seseorang
sebenarnya dimulai dari pendaftaran tidak akan dapat mempertahankan
hapusnya hak milik atas tanah, tetapi ada kelangsungan hidupnya secara baik tanpa
baiknya jika pemohon terlebih dahulu adanya penguasaan barang-barang.
melakukan pengecekan sertipikat di Pengusaan ini pada dasarnya bersifat
kantor pertanahan. Pengecekan ini dapat faktual, “yaitu yang mementingkan
dilakukan melalui loket I, yang berfungsi kenyataan pada suatu saat. Penguasaan
sebagai loket informasi, hal ini ini bersifat semtara sampai nanti ada
dianjurkan agar si pemohon tahu bahwa kepastian mengenai hubungannya dengan
tanah yang bersangkutan tidak dalam barang yang dikuasainya itu”.
sengketa atau sedang dibebani suatu hak Berbeda dengan penguasaan, maka
tanggungan. kepemilikan mempunyai sosok hukum
Konsep hukum yang perlu yang lebih jelas dan pasti. Dalam
diketengahkan disini sehubungan dengan penguasaan yang penting adalah apakah
konsep hukum yang dinamakan "hak" seseorang menguasai suatu barang ialah
adalah konsep "penguasaan" dan konsep pertanyaan yang harus dijawab
"pemilikan". Konsep hukum disini berdasarkan kenyataan yang ada pada
diartikan "konsep konstruktif dan waktu itu tanpa perlu menunjuk kepada
sistematis yang digunakan untuk hukum. Pengusaan hubungan yang nyata
memahami suatu aturan hukum atau antara seseorang dengan barang yang ada
sistem aturan hukum" dalam kekuasaan. Dengan demikian,
Kita tidak bisa dibayangkan apabila dalam penguasaan tidak memerlukan
ada suatu sistem hukum yang tidak legitimasi lain kecuali bahwa barang itu
mengakui dan mengatur mengenai ada di tangan seseorang. “Kepemilikan
penguasaan. Dalam suatu kehidupan memerlukan legitimasi, sehingga
bermasyarakat akan mengalami kesulitan hubungan antara seseorang dengan objek
apabila anggota masyarakat tidak yang menjadi sasaran kepemilikan terdiri
memperoleh kesempatan untuk dari suatu kompleks hak-hak”
menguasai barang-barang. Justru dengan Kantor Pertanahan Nasional
penguasaan barang-barang akan bisa bersama Pemerintah Daerah melakukan
membawa seseorang untuk bisa masuk pendekatan-pendekatan dengan cara
ke dalam jaringan kehidupan bersama. musyawarah untuk mufakat kepada
Tanpa penguasaan yang demikian itu, pemilik tanah yang akan digunakan
seseorang tidak akan bisa untuk kepentingan umum serta merespon

Jurnal “JENDELA HUKUM” FAKULTAS HUKUM UNIJA. Volume 3 Nomor 2 September 2016

70
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WIRARAJA SUMENEP - MADURA

keberatan-keberatan pemilik tanah. oleh Kantor Pertanahan Nasional


Mengadakan perundingan atau lebih biasanya menjelaskan seputar masalah
tepat dengan musyawarah, dengan para bahwa prosedur yang berlaku di Kantor
pemilik/pemegang hak atas tanah, Pertanahan Nasional tidaklah serumit
bangunan dan tanaman tumbuh. yang dibayangkan oleh masyarakat. Hal
Ditekankan pada perundingan sebab, ini karena Standar Operasi Pengaturan
Panitia Pengadaan Tanah dibentuk juga dan Pelayanan Pertanahan telah mengatur
untuk melakukan musyawarah (secara semua prosedur yang berlaku dengan
damai), dan yang digunakan sebagai jelas, termasuk jangka waktu pengurusan
pegangan untuk merundingkan permohonan yang telah dibentuk
harga/uang ganti rugi adalah harga dasar sedemikian rupa agar tidak memakan
yang ditetapkan oleh Bupati secara waktu yang terlalu lama. Sehingga
berkala. diharapkan jangka waktu tersebut tidak
Tanpa adanya musyawarah berarti menghalangi keinginan-keinginan
ada paksaan, sedangkan pemerintah dan pemohon untuk memanfaatkan tanah
rakyat membangun bukan atas dasar yang bersangkutan.
paksaan, melainkan atas dasar bersama- Kantor Pertanahan Nasional
sama atau gotong royong yang dilandasi bersama Pemerintah Daerah memberikan
kepada musyawarah mufakat. Sepanjang pengertian kepada para pihak yang
menyangkut pohon-pohonan yang bersengketa untuk menyelesaikan
bernilai (jati, mangga, rumpun pisang, sengketa atas tanah tersebut terlebih
rumpun bambu dan sebagainya) maka dahulu dengan cara kekeluargaan, karena
kesemuanya harus dinilai dan dibayar semakin cepat sengketa tersebut
juga ganti rugi/harganya seketika itu, diselesaikan akan semakin memudahkan
bersamaan dengan harga/uang ganti rugi kegiatan pengurusan permohonan yang
tanah. bersangkutan. Kantor Pertanahan sendiri
Kantor Pertanahan Nasional tidak memiliki wewenang untuk
bersama Pemerintah Daerah memberikan memutuskan sengketa tersebut. Jika
penyuluhan-penyuluhan kepada sengketa tersebut adalah sengketa batas
masyarakat yang bersangkutan, baik pada saat pengukuran di lapangan, maka
secara langsung terjun ke masyarakat petugas ukur yang ada di lapangan akan
hingga lapisan yang terendah ataupun memberikan pengertian tentang hal ini.
memberikan penyuluhan melalui media Untuk mengatasi kendala-kendala
cetak maupun media elektronik. yang terjadi dalam pelaksanaan
Penyuluhan-penyuluhan yang diberikan pelepasan/pelepasan hak milik atas tanah

Jurnal “JENDELA HUKUM” FAKULTAS HUKUM UNIJA. Volume 3 Nomor 2 September 2016

71
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WIRARAJA SUMENEP - MADURA

guna kepentingan umum, pihak Kantor Sedangkan masalah penitipan uang ganti
Pertanahan Nasional menggunakan rugi kepada pengadilan negeri yang
upaya-upaya yang bersifat umum. wilayah hukumnya meliputi lokasi tanah
Dengan upaya-upaya yang dilakukan yang bersangkutan setelah jangka waktu
oleh Kantor Pertanahan Nasional, musyawarah berakhir, yaitu 120 hari, dan
diharapkan mampu mengatasi kendala- lokasi pembangunan tidak bisa
kendala yang ada baik secara dipindahkan, menurut penulis bahwa
administratif maupun kendala-kendala berdasarkan asas-asas pengadaan tanah
yang ditemui di lapangan pada saat yang diatur dalam Hukum Tanah
dilakukan proses pelaksanaan Nasional, dalam perolehan tanah tidak
pelepasan/pelepasan hak milik atas tanah. dibenarkan adanya paksaan dalam bentuk
Apabila tidak terjadi kesepakatan apapun dan oleh siapapun kepada
antara pemerintah dengan pihak pemilik pemegang haknya.
tanah mengenai bentuk dan besarnya Berkaitan dengan lembaga
ganti rugi, maka menurut ketentuan penawaran pembayaran yang diikuti
lokasinya dipindahkan ketempat lain. konsinyasi ke pengadilan negeri seperti
Dalam pengadaan tanah yang perlu yang diatur dalam Pasal 1404
dipikirkan adalah pihak yang terkena KUHPerdata, yang menyatakan bahwa :
pengadaan tanah, dalam hal ini yang (1) Jika siberpiutang menolak
terkena pengadaan tanah diharapkan pembayaran, maka si berutang dapat
tidak mengalami kemunduran baik secara melakukan penawaran pembayaran tunai
sosial maupun ekonomi. apa yang diutangnya, dan jika
Pengadaan tanah ini dilakukan oleh siberpiutang menolaknya, menitipkan
Panitia Pengadaan Tanah (P2T) yang uang atau barangnya kepada pengadilan.
dibentuk sesuai dengan peraturan (2) Penawaran yang demikian, diikuti
perundang-undang yang berlaku dan dengan penitipan, membebaskan si
ditetapkan sebagai bagian dari berutang, dan berlaku baginya sebagai
kepentingan umum. Pelaksanaan pembayaran,asal penawaran itu telah
musyawarah dalam pengadaan tanah dilakukan dengan cara menurut Undang-
untuk pembangunan Jalan sesuai dengan Undang sedangkan apa apa yang
peraturan pelaksanaannya yaitu Peraturan dititipkan setara tetap atau tanggungan si
Kepala BPN nomor 3 tahun 2007 tentang berpiutang Secara garis besar Konsinyasi
Ketentuan Pelaksanaan Peraturan adalah penawaran pembayaran tunai
Presiden nomor 36 tahun 2005 junto diikuti dengan penyimpanan,
Peraturan Presiden nomor 65 tahun 2006. sebagaimana diatur dalam Pasal 1404-

Jurnal “JENDELA HUKUM” FAKULTAS HUKUM UNIJA. Volume 3 Nomor 2 September 2016

72
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WIRARAJA SUMENEP - MADURA

1412 KUH Perdata. Berdasarkan d. Tanah, bangunan, tanaman dan/atau


ketentuan tersebut diatas dapat benda-benda lainyang berkaitan
disimpulkan beberapa hal, antara lain dengan tanah sedang diletakkan sita
sebagai berikut Penawaran pembayaran oleh pihak yang berwenang; dan
tunai yang diikuti oleh penyimpanan e. Pemilik tanah tetap menolak besarnya
(Konsinyasi) terjadi apabila dalam suatu ganti rugi yang ditawarkan oleh
perjanjian, kreditur tidak bersedi instansi Pemerintah yang memerlukan
menerima prestasi yang dilakukan oleh tanah. Berdasarkan hasil penelitian,
debitur. Wanprestasi pihak kreditur ini pemberian ganti rugi untuk pengadaan
disebut “mora kreditoris”. Penawaran sah tanah dalam rangka Pembangunan
bilamana telah memenuhi syarat bahwa kepentingan umum dilaksanakan
utang telah dibuat. Ini berarti bahwa dengan cara antara lain pembayaran
penawaran hanya dikenal bila sudah ada melalui Panitia Pengadaan Tanah
hubungan hutang-piutang. Jelaslah (P2T) yang dituangkan dalam suatu
bahwa lembaga konsinyasi bersifat berita acara pembayaran ganti rugi
limitatif. dan pemberian konsinyasi yang
Lembaga konsinyasi juga diatur di dititipkan pada Pengadilan Negeri
Pasal 37 dan Pasal 48 Peraturan Kepala setempat.
BPN No 3 Tahun 2007, yaitu uang ganti Selain itu, Penyelesaian ganti rugi
rugi dapat dititipkan ke Pengadilan akan dilakukan melalui konsinyasi. Hal
Negeri (PN) yang wilayah hukumnya itu dilakukan jika pemilik lahan tak
meliputi lokasi tanah yang bersangkutan kunjung menyetujui harga ganti rugi
dalam hal : yang ditentukan pemerintah. Konsinyasi
a. Yang berhak atas ganti rugi tidak adalah penyelesaian ganti rugi melalui
diketahui keberadaannya; pengadilan. Pemerintah melalui Tim
b. Tanah, bangunan, tanaman dan/atau Pelepasan Tanah (TPT) dan Panitia
benda-benda lainyang berkaitan Pengadaan Tanah (P2T) akan menitipkan
dengan tanah, sedang menjadi obyek uang ganti rugi sesuai taksiran Tim
perkara di pengadilan dan belum Appraisal kepada pengadilan. Lebih
memperoleh putusan pengadilan yang lanjut dikatakan bahwa nantinya pihak
mempunyai kekuatan hukum tetap; pengadilanlah yang akan mengambil alih
c. Masih dipersengketakan proses menyelesaian ganti rugi itu.
kepemilikannya dan belum ada Model penyelesaian semacam ini,
kesepakatan penyelesaian dari para sesuai amanat Peraturan Kepala BPN RI
pihak; No 3 Tahun 2007. Dikatakan bahwa

Jurnal “JENDELA HUKUM” FAKULTAS HUKUM UNIJA. Volume 3 Nomor 2 September 2016

73
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WIRARAJA SUMENEP - MADURA

pemilik lahan yang akan digunakan terhadap keadaan tanahnya, tanaman-


untuk kepentingan umum diberi waktu tanaman dan bangunan yang ada di
selama 120 hari semenjak musyawarah atasnya, mengadakan perundingan
pertama untuk menyelesaikan ganti rugi. dengan para pemegang hak atas tanah
Setelah jatuh tempo, pemilik lahan masih dan bangunan/tanaman, menaksir
diberi tambahan waktu selama 14 hari. besarnya ganti rugi yang akan dibayarkan
Jika setuju bisa segera menerima kepada yang berhak, membuat berita
pembayaran. Namun jika tidak, mereka acara pelepasan tanah disertai fatwa atau
bisa mengajukan keberatan kepada pertimbangannya dan menyaksikan
bupati/wali kota. Tidak adanya titik temu pembayaran ganti rugi kepada yang
ini, maka proses di pengadilan-lah yang berhak atas tanah (bangunan, tanaman-
bisa menyelesaikan. Tentunya biaya yang tanaman) tersebut.
akan dititipkan ke pengadilan adalah Upaya-upaya yang dilakukan oleh
harga yang sesuai dengan perhitungan Pemerintah Kabupaten bersama Kantor
tim appraisal, karena harga yang Pertanahan Kabupaten setempat untuk
disodorkan itu sudah yang tertinggi. mengatasi kendala yang terjadi, yaitu
Kalau masih ada tawaran yang masih dengan melakukan pendekatan dengan
tinggi, terus terang kami tidak bisa jalan musyawarah untuk mufakat kepada
memenuhi, maka konsinyasi adalah jalan pemilik tanah yang digunakan untuk
pemecahannya. kepentingan umum, mengadakan
Konsinyasi ini mungkin juga dapat penyelesaian ganti rugi yang akan
dilakukan dalam rangka pengamanan dilakukan melalui konsinyasi. Hal itu
uang ganti rugi, sementara itu TPT dan dilakukan jika pemilik lahan tak kunjung
P2T tetap melakukan upaya-upaya menyetujui harga ganti rugi yang
pendekatan kepada warga yang belum ditentukan pemerintah. Konsinyasi
setuju, atau dengan cara mengajukan adalah penyelesaian ganti rugi melalui
proses pencabutan hak atas tanah kepada pengadilan. Pemerintah melalui Tim
presiden, karena pembangunan ini adalah Pelepasan Tanah (TPT) dan Panitia
untuk kepentingan umum, menurut Pengadaan Tanah (P2T) akan menitipkan
penulis hal ini juga dapat dibenarkan. uang ganti rugi sesuai taksiran Tim
Appraisal kepada pengadilan. Lebih
C. PENUTUP lanjut dikatakan bahwa nantinya pihak
Prosedur dari pelepasan hak milik pengadilanlah yang akan mengambil alih
atas tanah adalah mengadakan proses menyelesaian ganti rugi itu.
inventarisasi serta penelitian setempat

Jurnal “JENDELA HUKUM” FAKULTAS HUKUM UNIJA. Volume 3 Nomor 2 September 2016

74
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WIRARAJA SUMENEP - MADURA

DAFTAR PUSTAKA
Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2012
tentang Pengadaan Tanah bagi
Buku: pembangunan untuk kepentingan
umum.
Badan Pertanahan Nasional. 2001. Buku
Pegangan Petugas Ukur (Materi
Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012
Pengukuran dan Pemetaan
Penyelenggaraan tentang Pengadaan
kadastral). Jakarta : BPN.
Tanah bagi pembangunan untuk
kepentingan umum
Kartasapoetra, G. Masalah Pertanahan di
Indonesia. Jakarta : PT Rineka Cipta,
Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan
2002.
Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun
1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan
Muhammad Nazir, Metode Penelitian.
Peraturan Pemerintah Nomor 24
Bandung: Remaja Rosdakarya. 1996.
Tahun 1997 tentang Pendaftaran
Tanah.
Muljadi, Kartini & Gunawan Widjaja. Hak-
Hak atas Tanah : Seri Hukum Harta
Kekayaan. Jakarta : Kencana. 2004.

Muhammad Yamin, Jawaban Singkat


Pertanyaan-Pertanyaan Dalam
Komentar Atas Undang-Undang
Pokok Agraria, Edisi Revisi, Pustaka
Bangsa Press, Medan, 2003.

Peter Mahmud Marzuki. Penelitian Hukum..


Kencana Prenada Media Grop,
Jakarta. 2010.
.
Santoso, Urip. Hukum Agraria dan Hak-Hak
atas Tanah. Jakarta : Kencana. 2006.

Soerodjo, Irawan. Kepastian Hukum Hak atas


Tanah di Indonesia. Surabaya :
Arkola. 2003.

Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian


Hukum Normatif (Suatu Tinjauan
Singkat). Rajawali Pers : Jakarta.
2001.

Perundang-undangan:
Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960


tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria (LNRI Tahun 1960 No. 104,
TLN No. 2034).

Jurnal “JENDELA HUKUM” FAKULTAS HUKUM UNIJA. Volume 3 Nomor 2 September 2016

75

Anda mungkin juga menyukai