Anda di halaman 1dari 7

DINAMIKA KALANGAN MASYARAKAT PETANI KECIL TERHADAP

MODERNISASI PADA BIDANG AGRARIA

Nurliani Rusli
Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum Universitas Negeri Makassar
E-mail: nurlianirusli2@gmail.com

Abstract
Rural communities are people who still have a high level of togetherness and solidarity,
but along with the development and progress of the life of various communities, their
cultural values are increasingly shifting according to developments. Socio-cultural
changes in society are caused by various factors such as developments in science and
technology. Since the start of the green revolution, agricultural technology and
management of agricultural businesses have developed rapidly in this country, especially
in terms of expanding the production of various food commodities through development
initiatives initiated by the government. Involve all relevant parties, including from the
community and government. Due to the introduction of modernization in the agricultural
sector without clear information from the government, it has caused small farmers to be
increasingly displaced. The purpose of this article is to describe the dynamics of small
farming communities on the impact of modernization in the agrarian or agricultural
sector.
Keywords: Agriculture, Small Farmers, Modernization
Abstrak
Masyarakat pedesaan merupakan masyarakat yang masih memiliki tingkat kebersamaan
dan solidaritas yang tinggi, namun seiring dengan perkembangan dan kemajuan kehidupan
berbagai masyarakat secara perlahan, nilai-nilai budaya yang dimilikinya semakin
bergeser sesuai dengan perkembangan. Perubahan sosial budaya masyarakat disebabkan
oleh berbagai faktor seperti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sejak
dimulainya revolusi hijau, teknologi pertanian dan pengelolaan usaha pertanian telah
berkembang pesat di tanah air, terutama dalam hal perluasan produksi berbagai komoditas
pangan melalui inisiatif pembangunan yang digagas oleh pemerintah. Libatkan semua
pihak terkait, termasuk dari masyarakat dan pemerintah. Karena masuknya modernisasi di
bidang pertanian tanpa informasi yang jelas dari pemerintah, menyebabkan petani kecil
semakin tergusur.Tujuan dari article ini untuk menjabarkan dinamika masyarakat petani
kecil terhadap dampaknya modernisasi di bidamg agrarian atau bidang pertanian.
Kata Kunci: Pertanian, Petani kecil, Modernisasi
Pendahuluan
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, pertumbuhan komunikasi, serta
kemampuan dan keinginan masyarakat untuk berpikir ke depan, semuanya berperan penting
dalam perubahan tatanan kehidupan masyarakat. Tatanan kehidupan masyarakat akan
dipengaruhi oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, komunikasi, dan bidang lainnya.
Menurut penelitian Syamsudin et al. (1983), peningkatan kapasitas intelektual yang dibawa
oleh pendidikan formal inilah yang menyebabkan perubahan budaya seperti gotong royong
dalam masyarakat.
Dengan kata lain, perubahan sosial dan budaya adalah fenomena umum. Setiap
masyarakat mengalami perubahan, tetapi tidak ada yang namanya masyarakat yang tidak
berkembang. Walaupun perubahan dan perkembangan tersebut tidak selalu sama, namun
setiap masyarakat memiliki normanya masing-masing saat menerima perubahan. Setiap
masyarakat, baik di perkotaan maupun pedesaan, dicirikan oleh perubahan. Masyarakat tidak
bisa terhindar terhadap perubahan cepat atau lambat, baik disengaja maupun tidak. Perubahan
bersifat multi dimensional, dan sumber penyebab adanya perubahan yaitu datang dari luar
masyarakat bahkan dalam diri masyarakat itu sendiri (Putra, 2018).
Berbagai penyebab perubahan sosial kultural masyarakat dianataranya faktor seperti
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, peningkatan komunikasi dan transportasi, serta
migrasi penduduk dari pedesaan ke perkotaan. Masyarakat desa merupakan masyarakat yang
masih menjungjung tinggi persatuan dan kesatuan serta solidaritas yang tinggi namun seiring
dengan perubahan dan kemajuan yang terjadi di segala aspek kehidupan masyarakat,
demekian pula nilai-nilai budya yang dijunjung tinggi. Pesatnya peningkatan produktivitas,
mutu, dan nilai tambah produksi dengan sistem agribisnis dan agroindustri berdampak
signifikan terhadap perkembangan pertanian kontemporer. Sejak dimulainya revolusi hijau,
teknologi pertanian dan pengelolaan usaha pertanian telah berkembang pesat di tanah air,
terutama dalam hal perluasan produksi berbagai komoditas pangan melalui inisiatif
pembangunan yang digagas oleh pemerintah. Melibatkan semua pihak terkait, termasuk dari
masyarakat dan pemerintah. Berdasarkan paradigma pembangunan pertanian ini dilandaskan
pada sistem pembangunan berkelanjutan (Prayoga & Nurfadillah, 2019).

Tinjauan Pustaka
a. Pengertian Agraria
Agraria berasal dari kata Latin "ager," yang juga menunjukkan ladang, daerah pedesaan,
wilayah, dan tanah publik. Dengan kata lain, meneliti masalah agraria sama saja dengan
membicarakan masalah tanah, tanah pertanian, atau kepemilikan tanah secara garis besar.
Persoalan eksistensi, baik dari segi kepemilikan maupun pemanfaatannya, secara historis
menuai banyak persoalan dan tidak semulus yang dibayangkan (M. Ahmadin, n.d.).
Dinamika ekonomi, sosial, budaya, dan bahkan hukum sektor ini terkait dengan tantangan
agraria. Akibatnya, wilayah agraria relatif luas baik dari segi tanah maupun segala sesuatu
yang berhubungan dengannya. (Ahmadin, 2013).

b. Penyebab Munculnya Masalah Agraria

Sepanjang sejarah umat manusia, tanah sering menjadi penyebab terjadinya konflik
antarindividu maupun golongan yang berbeda persepsi dan kepentingan (R. R. Ahmadin,
2021). Kenyataan ini berlaku sejarah kehidupan masa purba hingga masa modern. Bahkan
kehidupan masa mendatang pun dipastikan konflik agraria akan berkisar pada dua problem
mendasar yakni perbedaan persepsi dan kepentingan. Kajian ini akan memotret sektor agraria
dalam telaah masalah masalah social dan ekonomi sebagai implikasinya (M. Ahmadin, 2022).
Dalam konteks kehidupan dunia modern, tampaknya ada dua hal yang kerapkali menjadi
pemicu lahirnya konflik antara penguasa (pemerintah) dengan rakyat dalam hal kepemilikan
tanah; (1) perbedaan persepsi mengenai konsep penguasaan dan pemanfaatan tanah.
Pemerintah di satu sisi dengan berbagai program pembangunannya beranggapan bahwa bumi
(atau tanah), air, dan segala kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara,
karena itu mereka berhak melakukan perubahan atas setiap tanah untuk kepentingan bersama.
Di sisi lain masyarakat terutama yang masih berhaluan konvensional menganggap bahwa
tanah merupakan hak milik dan alat produksi, sehingga wajar jika mereka rela
mempertaruhkan nyawanya sekalipun demi mempertahankan tanah miliknya tersebut; (2)
Kedua, menyangkut perbedaan kepentingan antara penguasa (ekonomi dan politik) dengan
rakyat. Penguasa atau pemerintah menganggap bahwa tanah merupakan sarana untuk
mencapai tujuan pembangunan. Sebaliknya rakyat (atau petani) memiliki persepsi bahwa
tanah adalah segala sesuatu yang diusahakan untuk kehidupan mereka. Hidup dan matinya
keluarga mereka sedikit banyak ditentukan oleh tanah tersebut, demikian pula masa depan
generasi mereka tergantung pada tanah yang dimilikinya. (A. Ahmadin, 2007)
c. Modernisasi Pertanian
Kebijakan pemerintah untuk meningkatkan produktivitas pertanian, khususnya
produksi beras, dikenal dengan modernisasi pertanian. Agar masyarakat dapat
berswasembada pangan, produksi beras yang tinggi dapat menjamin ketahanan pangan
mereka. Pada tahun 1984, Indonesia berswasembada beras. Ini adalah hasil nyata dari
dorongan pemerintah untuk memodernisasi pertanian. Sosial ekonomi petani, khususnya
petani kecil, terkena dampak modernisasi pertanian, yang bertanggung jawab atas
keberhasilannya. (Pratiwi, 2016).
Modernisasi pertanian di masa depan sangat bergantung pada petani yang
memperoleh hasil terbaik dari teknologi sambil meminimalkan kerusakan lingkungan.
Teknologi pertanian harus kompetitif dan ramah lingkungan untuk mengikuti perubahan di
seluruh dunia. Petani sekarang memiliki akses informasi yang jauh lebih mudah dari berbagai
sumber, yang akan memungkinkan mereka dengan cepat bergabung dengan masyarakat
informasi dan menggunakannya untuk mempercepat modernisasi pertanian. Saat ini sedang
terjadi perubahan paradigma pembangunan yang menekankan pada pemberdayaan melalui
pembangunan manusia (juga dikenal sebagai pembangunan yang berpusat pada manusia),
pembangunan berbasis sumber daya, dan pembangunan kelembagaan. Dalam hal ini,
komunikasi berperan sebagai pembangunan dua arah (convergent) di perdesaan sangat
penting agar petani bisa memperoleh informasi dan menentukan teknologi pertanian yang
tepat untuk digunakandan manajemen usaha tani yang semakin berkembang (Wangkanusa,
2022).

Pembahasan
Manusia secara historis mengandalkan pertanian sebagai salah satu cara untuk
memenuhi kebutuhan gizi mereka. Sejak dahulu kala, seiring dengan perubahan gaya hidup
dari bercocok tanam menjadi berpindah ke kehidupan lokal, usaha ini terus dilakukan.
Mengingat signifikansinya, upaya dilakukan untuk menemukan cara untuk mempercepat
pemenuhan kebutuhan ini. Salah satunya adalah modernisasi pertanian. Di sebagian besar
negara berkembang, prakarsa untuk meningkatkan hasil dan produktivitas harus didahului
oleh teknologi pertanian baru dan perbaikan praktik pertanian. (Pratiwi, 2016).
Pemanfaatan berbagai teknologi, termasuk teknologi kimia, alat pertanian dan
teknologi mesin (Alsintan), telah sangat meningkatkan hasil pertanian sejak munculnya
gerakan revolusi hijau. Di sisi lain, ada kerusakan yang terjadi pada lingkungan pedesaan dan
kehidupan sosial. Akses ke infrastruktur dan fasilitas untuk produksi pertanian seringkali
dibatasi untuk petani kecil. (Lestari, 2020). Modernisasi pertanian adalah arah yang diambil
dalam pembangunan pertanian yang berubah dari cara tradisional ke arah modern yang
membawa teknologi baru, khususnya paket teknologi benih unggul dan pabrik pupuk kepada
petani, yang hemat lahan dan padat karya. Perubahan kelembagaan desa yang berkaitan
dengan hak kepemilikan tanah dan hubungan kontraktual antara petani, buruh tani, dan
pelaku lain di desa dan kota berjalan seiring dengan proses ini.
Pergeseran signifikan dalam penggunaan teknologi pertanian, khususnya pertanian
pangan, di negara-negara berkembang, khususnya di Asia, disebut sebagai "revolusi hijau"
secara informal. Ketika kekurangan pangan menjadi kejadian umum di banyak negara
berkembang, Revolusi Hijau dimulai. Yayasan Ford dan Rockefeller menggunakan teknologi
mutakhir, termasuk benih unggul, pupuk kimia, insektisida anti hama, dan sistem irigasi yang
efektif, untuk mengembangkan pertanian gandum dan padi sebagai respons terhadap kondisi
ini. Bagi petani konvensional, semua inovasi ini merupakan inovasi baru dalam produksi
tanaman pangan. Dalam rangka memperkenalkan Panca Usaha Tani, mahasiswa Institut
Pertanian Bogor (IPB) mencanangkan implementasi Revolusi Hijau di Indonesia dengan
kegiatan praktek lapangan.
Pemerintah Orde Baru kemudian mengembangkan inisiatif tersebut menjadi program
penyuluhan masal dengan tujuan mengintensifkan produksi pertanian untuk meningkatkan
kesejahteraan petani (SK Menteri Pertanian No. 546/kpts/12/org/1969). Program ini
merupakan upaya kerjasama beberapa instansi pemerintah, baik di dalam maupun di luar
Dinas Pertanian, dengan tujuan untuk membantu masyarakat petani menjadi mandiri melalui
pembinaan, jalur Panca Usaha, pengolahan, dan pemasaran hasil pertanian, dan terakhir
pembangunan masyarakat desa (Sangging et al., 1990: 27). Panca Usaha meliputi
pengelolaan irigasi yang tepat, penggunaan benih unggul, pemupukan, pemberantasan hama
dan penyakit, serta penerapan teknik bercocok tanam yang tepat. Ini secara kolektif disebut
sebagai Sapta Usaha. (Rinardi et al., 2019)).
Dengan demikian, terbukti bahwa Revolusi Hijau yang melahirkan Program Lima
Tani bertanggung jawab atas modernisasi pertanian Indonesia(Rinardi et al., 2019).
Kenyataannya, pinjaman pemerintah diperlukan karena sebagian besar petani Indonesia
adalah operator skala kecil dengan modal kecil dan akses terbatas ke lahan (Hartono, 1996:
1). Masalah lainnya adalah petani membutuhkan banyak modal untuk membangun pertanian
mereka dalam rangka modernisasi pertanian.
Pengembangan sumber daya alam (SDA), kelembagaan pertanian, teknologi
pertanian, dan regulasi merupakan bagian dari modernisasi pertanian, yang merupakan
pergeseran signifikan pola pertanian dari praktik konvensional ke praktik yang lebih maju
atau kontemporer. Selain itu, lebih sedikit pekerja yang dibutuhkan saat ini daripada di masa
lalu, ketika ada kebutuhan yang lebih besar akan tenaga kerja manusia. untuk mencegah
petani pemilik dengan kepemilikan tanah yang signifikan untuk dapat mengolah tanah
mereka sendiri. Oleh karena itu, biaya pengolahan tinggi selain memakan waktu dan padat
karya, meskipun hasilnya tidak selalu lebih besar dari biaya yang telah diinvestasikan. (Tahir
& Djunais, 2019).
Manfaat modernisasi pertanian adalah dapat mempererat rasa kebersamaan di
kalangan petani, mendorong mereka untuk berkolaborasi dalam melaksanakan tugas-tugas
pertanian. Petani sawah menjalin hubungan yang baik dengan sesama warga karena adanya
sistem kekeluargaan dan gotong royong yang terjalin antara satu petani dengan petani
lainnya. Akibatnya, hubungan saling percaya dan timbal balik berkembang, yang dapat
memperdalam hubungan kerja sama yang akan mereka bangun. Mengingat kepercayaan
memupuk rasa solidaritas antara satu petani dengan petani lainnya, kepercayaan dalam
hubungan antar petani sangat penting untuk membina ikatan komunitas. Selain itu, efek
lainnya adalah petani dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan cepat dan menghasilkan
buah yang banyak.
Sedangkan dampak negatif yang ditimbulkan dari modernisasi pertanian yakni
berkurangnya kebutuhan tenaga kerja. Tenaga kerja manusia dan hewan dapat digantikan
oleh mesin-mesin modern seperti traktor, pompa air, mesin pengering jagung dan padi serta
dapat merusak lingkungan. Dilain sisi modernisasi yang membawa pengaruh positif dengan
mempercepat kerja petani, namun ini sangat berdampak besar bagi para petani kecil. Para
petani yang tenaganya sudah diganti oleh mesin-mesin canggih sehingga secara tidak
langsung berpengaruh pada hasil kerja petani yang berdampak pada kehidupan sosial.
Program modernisasi pertanian dalam revolusi hijau juga memberikan dampak positif bagi
petani dan hasil pertaniannya, namun juga memiliki dampak negatif baik langsung maupun
tidak langsung, salah satunya berdampak pada aspek kesehatan yang selalu tidak disadari
sejak penggunaan pupuk dan pestisida buatan selalu digunakan. (Tahir & Djunais, 2019).
Banyak perubahan dan kemajuan yang terjadi dalam dinamika kehidupan masyarakat,
khususnya masyarakat pedesaan. Salah satunya adalah adopsi teknologi di bidang pertanian
yang menjadi fokus utama pembangunan Indonesia. Munandar (1996) menegaskan bahwa
apakah dipaksakan atau diprakarsai oleh masyarakat, penerimaan teknologi akan berdampak
signifikan pada perilaku sosial, khususnya di daerah pedesaan. Selain itu, pengenalan
teknologi yang tidak tepat berdampak pada bagaimana perkembangan sosiokultural
masyarakat. Banyak petani di pedesaan kehilangan pekerjaan karena teknologi seperti traktor
dan penggilingan padi bergabung dengan dusun tersebut pada tahun 1960-an. Daerah
pedesaan mengalami perubahan struktural, budaya, dan sosial sebagai akibat dari keadaan ini.
Analisis Munandar (1998) perubahan dalam satu aspek akan merembet keaspek lain
(Mubyarto et al., 1992).
Struktur rumah tangga telah bergeser, dengan perempuan yang sering bekerja di
bidang pertanian dan menumbuk padi untuk mendapatkan uang tambahan kini tinggal di
rumah. Baik pekerja pertanian maupun pekerja hewan kehilangan pekerjaan akibat
kedatangan traktor. Urbanisasi adalah akibat dari keadaan ini. Menurut Wahyu (1986),
urbanisasi adalah perpindahan penduduk dari desa ke kota. Kota-kota kecil biasanya memiliki
pola perpindahan penduduk pedesaan-perkotaan dan perkotaan-pedesaan yang dilakukan oleh
penduduk desa yang menjual hasil pertanian kemudian berbelanja kebutuhan sehari-hari.
(Lestari, 2020).
Perubahan sosial merupakan hasil dari pelaksanaan modernisasi pertanian dalam
lingkup sosial masyarakat. Ini karena hanya sejumlah kecil rumah tangga petani yang
mendapat manfaat dari inisiatif Revolusi Hijau, yang tidak sepenuhnya bermanfaat bagi
semua masyarakat pedesaan. Petani yang mendapat manfaat dari program Revolusi Hijau
berhasil menjadi petani yang sejahtera, berbeda dengan petani yang tidak mendapat manfaat
dari program ini. Petani kaya benar-benar menjadi lebih kaya akibat mekanisasi pertanian
karena pendapatan mereka meningkat. Kebalikannya berlaku bagi petani padi, yang
mendapati diri mereka menghadapi kesulitan keuangan yang semakin meningkat daripada
mengalami peningkatan kemakmuran. (Pratiwi, 2016).
Akibatnya, terjadi kesenjangan sosial yang semakin besar; bukannya semakin kecil,
jurang antara si kaya dan si miskin semakin besar. Masalah ini muncul dari fakta bahwa
hanya petani kaya yang dapat memanfaatkan pinjaman cepat dan murah, yang
memungkinkan mereka menggunakan teknologi mahal dalam teknik budidaya pertanian yang
inovatif. Hal ini disebabkan pemerintah daerah dan penyuluh pertanian pada awalnya
mendekati petani yang lebih kaya untuk memberi tahu mereka tentang varietas padi baru
yang dapat meningkatkan hasil. Petani kaya biasanya memiliki hubungan pribadi yang lebih
dalam dengan pemimpin desa, menjadikan mereka kelompok pertama yang belajar tentang
kemajuan baru di bidang pertanian padi, di antara topik lainnya. Tingkat kesejahteraan petani,
khususnya petani kecil dan buruh tani, mengalami penurunan akibat kecenderungan seperti
yang telah dipaparkan di atas. (Susanto & Akmal, 2019).
Penutup
Dalam konteks kehidupan kontemporer, tampak bahwa ada dua faktor yang sering
menimbulkan perselisihan antara pemerintah dan rakyat tentang kepemilikan tanah: (1)
perbedaan cara pandang terhadap gagasan penguasaan dan pemanfaatan tanah. (2) Isu kedua
adalah konflik kepentingan rakyat dengan kekuatan politik dan ekonomi. Tanah dianggap
oleh penguasa atau pemerintah sebagai alat untuk mencapai tujuan pembangunan.
Sebaliknya, penduduk (atau petani) percaya bahwa semua yang diusahakan untuk mata
pencaharian mereka adalah tanah. Tanah, dalam arti tertentu, mengatur kehidupan dan
kematian keluarga mereka serta prospek masa depan generasi mereka. Dinamika kehidupan
masyarakat khususnya di pedesaan telah mengalami berbagai perubahan dan kemajuan, salah
satunya adalah adopsi teknologi di bidang pertanian yang di Indonesia menjadi fokus utama
pembangunan.
Pengembangan sumber daya alam (SDA), kelembagaan pertanian, teknologi
pertanian, dan regulasi merupakan bagian dari modernisasi pertanian, yang merupakan
pergeseran signifikan pola pertanian dari praktik konvensional ke praktik yang lebih maju
atau kontemporer. Perubahan sosial merupakan hasil dari pelaksanaan modernisasi pertanian
dalam lingkup sosial masyarakat. Ini karena hanya sejumlah kecil rumah tangga petani yang
mendapat manfaat dari inisiatif Revolusi Hijau, yang tidak sepenuhnya bermanfaat bagi
semua masyarakat pedesaan. Petani yang mendapat manfaat dari program Revolusi Hijau
berhasil menjadi petani yang sejahtera, berbeda dengan petani yang tidak mendapat manfaat
dari program ini.
Referensi

Ahmadin. (2013). Sejarah Agraria: Sebuah Pengantar. Rayhan Intermedia.


Ahmadin, A. (2007). Masalah Agraria di Indonesia Masa Kolonial. ATTORIOLONG" Jurnal
Pemikiran Pendidikan Dan Penelitian Kesejarahan", 4(1), Januari-Juni.
Ahmadin, M. (n.d.). Sejarah Agraria: Sebuah Pengantar.
Ahmadin, M. (2022). Social Research Methods: Qualitative and Quantitative Approaches.
Jurnal Kajian Sosial Dan Budaya: Tebar Science, 6(1), 104–113.
Ahmadin, R. R. (2021). SOCIAL PROTEST OF WOMEN FARMERS REGARDING
AGRARIAN CONFLICT. Journal of Legal, Ethical and Regulatory Issues, 24(4), 1–7.
Lestari, D. E. G. (2020). Peran Komunikasi dalam Proses Modernisasi Masyarakat Desa
Pertanian. Satwika : Kajian Ilmu Budaya Dan Perubahan Sosial, 4(2), 150–156.
https://doi.org/10.22219/satwika.v4i2.14108
Mubyarto, D., Setiawati, I., Sulistya, E. D., Rejeki, N. S., & Widyastuti, W. (1992). tanah dan
Tenaga kerja Perkebunan kajian Sosial ekonomi. Yogjakarta. Aditya Media.
Pratiwi, Le. E. (2016). MODERNISASI PERTANIAN DAN PENGARUHNYA
TERHADAP SOSIAL EKONOMI PETANI DI DIY TAHUN 1968-1984. Ilmu Sejarah-
S1, 1(2).
Prayoga, K., & Nurfadillah, S. (2019). Menakar perubahan sosio-kultural masyarakat tani
akibat miskonsepsi modernisasi pembangunan pertanian. Journal on Socio-Economics
of Agriculture and Agribusiness, 13(1), 2019.
Putra, R. F. (2018). Perkembangan Teknologi Pertanian dan Dampaknya Terhadap
Kehidupan Sosial Ekonomi Petani Kecamatan Bandongan Kabupaten Magelang Tahun
1995-2008. Universitas Diponegoro.
Rinardi, H., Masruroh, N. N., Maulany, N. N., & Rochwulaningsih, Y. (2019). Dampak
revolusi hijau dan modernisasi teknologi pertanian: studi kasus pada budi daya pertanian
bawang merah di Kabupaten Brebes. Jurnal Sejarah Citra Lekha, 4(2), 125–136.
Susanto, H., & Akmal, H. (2019). Media Pembelajaran Sejarah Era Teknologi Informasi
(Konsep Dasar, Prinsi Aplikatif, dan Perancangannya). FKIP Universitas Lambung
Mangkurat.
Tahir, R., & Djunais, I. (2019). Dampak Modernisai Pertanian Terhadap Petani Kecil an
Perempuan Di Sulawesi Selatan. Agrokompleks, 19(April), 35–44.
Wangkanusa, S. (2022). PERUBAHAN SOSIAL MODERNISASI DAN PERUBAHAN
SOSIAL, GLOBALISASI DAN PERUBAHAN SOSIAL.

Anda mungkin juga menyukai