Anda di halaman 1dari 19

e-ISSN: 2615-6628

Vol.13 No.1 28 Februari 2019 p-ISSN: 1411-7176

MENAKAR PERUBAHAN SOSIO-KULTURAL MASYARAKAT


TANI AKIBAT MISKONSEPSI MODERNISASI PEMBANGUNAN
PERTANIAN
Kadhung Prayoga, Suryani Nurfadillah, Manna Saragih dan Adietya Muhammad Riezky
Program Studi Agribisnis, Departemen Pertanian, Fakultas Peternakan dan Pertanian,
Universitas Diponegoro
E-mail: kadhungprayoga@gmail.com
HP: 085731743929

ABSTRAK

Revolusi hijau adalah bentuk nyata bagaimana modernisasi pertanian


diartikan oleh pemerintah Indonesia. Sebuah program akselerasi pertanian yang
bertujuan meningkatkan efektivitas kerja petani. Keberhasilannya pernah
menjadikan Indonesia sebagai negara yang swasembada beras, meskipun begitu
modernisasi pertanian ini meninggalkan banyak dosa yang menyebabkan
perubahan dalam pola hidup masyarakat tani, baik dari sisi sosial maupun
ekonomi. Modernisasi pertanian justru menimbulkan langkah mundur dalam
pembangunan pertanian karena kesalahan pemerintah dalam mengartikan
modernisasi itu sendiri. Alasan inilah yang kemudian melatarbelakangi penulisan
paper ini yang ingin menjelaskan secara detail perubahan sosial ekonomi apa saja
yang sebenarnya terjadi karena kesalahan mengartikan modernisasi.Pendekatan
yang digunakan dalam menuliskan hasil penelitian ini adalah pendekatan kualitatif
dengan menggunakan metode deskriptif. Teknik pengumpulan data menggunakan
metode studi pustaka untuk mendapatkan data-data sekunder. Analisis
menggunakan interpretasi peneliti dengan mengacu pada berbagai literatur.
Hasilnya adalah banyak terjadi perubahan sosial budaya bahkan hingga ekonomi di
struktur kehidupan masyarakat desa. Banyak wanita tani yang kehilangan
pekerjaan dan termarginalisasi, tidak ada lagi pembagian kerja berdasarkan gender,
kencangnya laju urbanisasi, lambatnya regenerasi, ketergantungan terhadap
industri, musnahnya plasma nutfah, hilangnya budaya gotong royong, lahirnya
sistem kasta dalam masyarakat tani, melemahnya fungsi kelembagaan lokal, petani
hanya sebagai objek penyuluhan, dan banyak lainnya. Oleh karena itu, kedepan
modernisasi pertanian harus berbasis pada komunitas tani dan meletakkan
perspektif pembangunan pedesaan secara utuh berbasis pendekatan
pemberdayaan.
Kata kunci: modernisasi, revolusi hijau, perubahan sosial ekonomi dan
pembangunan pertanian

https://ojs.unud.ac.id/index.php/soca https://doi.org/10.24843/SOCA.2019.v13.i01.p08
Journal on Socio-Economics of Agriculture and Agribusiness Vol.13 No.1, 28 Februari 2019 97

MEASURING SOCIO-CULTURAL CHANGES IN FARMERS SOCIETY AS A RESULT


OF MISCONCEPTIONS ON MODERNIZATION OF AGRICULTURAL DEVELOPMENT

ABSTRACT

The green revolution is an evidence of how agricultural modernization was


interpreted by the Indonesian government. An agricultural acceleration program that
aimed to improve the effectiveness of farmers' work. Its success has made Indonesia
a self-sufficient country for rice, however, this modernization of agriculture has left
many sins that have caused changes in the lives of farmers, both socially and
economically. The modernization of agriculture actually led to a step backward in
agricultural development because of the government's mistake in interpreting
modernization itself. The purpose of this paper was to explain in detail what socio-
economic changes that actually occur because of errors in interpreting modernization.
The approach used in this study is a qualitative approach using descriptive methods.
This study used literature study method to obtain secondary data and the
interpretation reference to various literature was used to analyse the data. The
analysis led to result that there have been many socio-cultural and economic changes
in the structure of life of the village community. Many women lose their job as a farmer
and they were marginalized, there was no division of labor based on gender, rapid
and unplanned urban growth, stagnant regeneration, overdependence on
industry,germplasm destruction, mutual cooperation culture degradation, caste
system emergence in farming communities, the weakening of local institutional
functions, farmer was only as an extension object, and others. In the future,
agricultural modernization must be based on the peasant community and put the
whole rural development perspective based on the empowerment approach.
Keywords:agricultural development, green revolution, modernization and socio-
economic change
PENDAHULUAN pertanian diartikan oleh pemerintah
Indonesia. Sebuah pembaharuan yang
Kebijakan pembangunan di
menjelma dalam diri sebuah program
suatu negara tidak akan lepas dari
yang bertujuan melakukan akselerasi
efek samping yang ditimbulkan. Ketika
produksi hasil pertanian dengan
suatu negara memilih kebijakan
mengubah cara bertani masyarakat
untuk diimplementasikan pasti akan
lewat rekayasa teknologi mulai dari
berpengaruh terhadap perubahan
pupuk, cara pemberantasan hama,
tatanan sistem dan tatanan sosial.
pengaturan irigasi, pengolahan tanah,
Hingga pada akhirnya juga akan
penggunaan alat mesin pertanian,
berpengaruh terhadap perubahan
hingga benih unggul. Semua upaya ini
perilaku masyarakat yang
berkaca pada definisi modernisasi
melaksanakan perubahan sistem
yang menurut Stompka (2007) adalah
tersebut. Salah satu kebijakan yang
transformasi total masyarakat
diambil pemerintah adalah
tradisional atau pra-modern ke tipe
modernisasi pertanian guna
masyarakat teknologi dan organisasi
mendukung sebuah pembangunan di
sosial yang menyerupai kemajuan
sektor pertanian. Kebijakan itu
dunia barat yang ekonominya makmur
terkenal dengan nama revolusi hijau.
dan situasi politiknya stabil.
Revolusi hijau adalah bentuk
nyata bagaimana modernisasi

https://ojs.unud.ac.id/index.php/soca https://doi.org/10.24843/SOCA.2019.v13.i01.p08
Journal on Socio-Economics of Agriculture and Agribusiness Vol.13 No.1, 28 Februari 2019 98

Modernisasi pertanian perlu memenuhi kebutuhan dalam negeri


dilakukan karena bisa meningkatkan tanpa bantuan dari luar, bahkan saat
efektivitas kerja petani.Modernisasi itu Indonesia juga memiliki cadangan
tercermin dalam sendi-sendi 2 juta ton beras. Meskipun tidak
kehidupan masyarakat, modernisasi mengekspor, Indonesia terlibat dalam
bukanlah menjadi suatu hal asing pemberian pinjaman beras ke Vietnam
atau baru, tetapi modernisasi adalah dan Filipina. Di awal program
sesuatu yang sedang berlangsung dan intensifikasi beras, produksi rata-rata
akan terus berlangsung sepanjang sekitar 11 juta ton beras giling.
manusia masih hidup, hal ini Kemudian pada pertengahan tahun
disebabkan karena ilmu pengetahuan 1980an produksinya meningkat lebih
dan teknologi terus berkembang dan dari dua kali lipat menjadi 25 juta ton,
menciptakan inovasi-inovasi baru dan pada tahun 1898 mencapai 30
(Djoh, 2018). Namun, alangkah juta ton. Tidak hanya unggul dalam
baiknya apabila kita dapat memahami perberasan, di akhir tahun 1980an,
serta mengkritisi dampak serta Indonesia telah menjadi produsen
keuntungan dari inovasi-inovasi baru utama dan eksportir pupuk urea yang
tersebut. mampu menghasilkan lebih dari 5 juta
Untuk mendukung tercapainya ton urea setiap tahunnya. Indonesia
modernisasi pertanian, maka juga memproduksi lebih dari satu juta
pemerintah memilih untuk melakukan ton triple super fosfat dan 650 juta ton
kegiatan penyuluhan secara masif ammonium sulfat (FAO 2011; Stads et
kepada petani dan represif lewat TNI. al.2007; Thirtleet al.2013)
Sistem penyuluhan top down dirasa Cita-cita untuk menjadi negara
efektif pada masa itu karena petani yang swasembada beras secara tidak
dianggap sebagai individu yang kosong langsung turut menyumbang
tanpa pengetahuan dan butuh dididik perbaikan infrastuktur di Indonesia.
oleh penyuluh. Pada masa itu, semua Sistem irigasi, khususnya di Jawa,
kegiatan penyuluhan mulai dari telah mengalami rehabilitasi dan
perencanaan hingga evaluasi sudah peningkatan yang substansial. Selain
ditentukan pemerintah dan petani itu Indonesia juga berinvestasi besar
tinggal menjalankan kebijakannya terhadap pengembangan industri
saja. Petani adalah subjek penyuluhan benih dan pupuk, jaringan
yang harus menuruti penyuluh transportasi, dan sistem pergudangan
sebagai ujung tombak pemerintah nasional untuk melancarkan
dalam menyukseskan program pendistribusian input maupun output.
revolusi hijau. Bukannya tanpa hasil, Fasilitias penelitian dengan stasiun
upaya ini telah terbukti membawa eksperimental juga dibangun di
Indonesia swasembada. berbagai wilayah dalam rangka
Terbukti, Indonesia menjadi menyediakan pengetahuan yang
negara pengimpor beras terbesar di dibutuhkan untuk mengadaptasi
dunia pada akhir tahun 1960an teknologi dan memantau
hingga 1970an. Kemudian pada tahun perkembangannya. Pemerintah juga
1985, Indonesia telah mencapai membangun sistem perbankan
technical self sufficiency pada komoditi pedesaan untuk menyalurkan kredit
beras yang berarti memiliki mampu kepada petani supaya mereka dapat

https://ojs.unud.ac.id/index.php/soca https://doi.org/10.24843/SOCA.2019.v13.i01.p08
Journal on Socio-Economics of Agriculture and Agribusiness Vol.13 No.1, 28 Februari 2019 99

mengadopsi input dan teknologi yang desa. Bahkan kegiatan penyuluhan


diprogramkan secara nasional. Lebih yang top down telah membuat petani
dari 5.000 jaringan bank pedesaan kehilangan kreativitas,
yang telah dimulai dengan ketergantungan dan menyumbang
memberikan kredit bersubsidi untuk pemikiran munculnya konsep
beras, dan pada 1980-an telah pemiskinan wanita di perdesaan.
berkembang menjadi lembaga yang Sekarang, juga sudah menjadi hal
menawarkan kredit pedesaan umum yang jamak ketika negara yang
dan rencana tabungan pedesaan yang mengklaim dirinya sebagai negara
menarik masyarakat (Thirtleet pertanian justru menjadi negara
al.2013; Wiket al. 2008). terdepan yang melakukan impor
Meskipun mampu mencapai pangan. Bahkan ancaman ketiadaan
kondisi swasembada pangan dan petani muda juga menjadi suatu
sukses dalam pembangunan tantangan. Senada dengan hal ini
infrastruktur, ternyata revolusi hijau Usman (2015) mengidentifikasi
meninggalkan banyak dosa di sektor pengaruh negatif modernisasi
pertanian. Revolusi hijau justru pertanian adalah munculnya masalah
menyebabkan Indonesia menjadi mengenai kerusakan lingkungan,
importir beras tertinggi di dunia. masalah hak asasi petani, dan
Selepas swasembada pangan, melemahnya fungsi institusi lokal.
perlahan namun pasti produksi Tahir (2009) juga melihat dampak lain
pertanian di Indonesia semakin turun, modernisasi adalah terjadi perubahan
lahan yang tidak lagi subur, hilangnya pola bertani subsiten ke komersil serta
plasma nutfah, hingga tidak ada lagi adanya pembagian kerja yang
warga desa yang mau menjadi petani. terspesialisasi. Banyaknya perubahan
Dalam penelitian Elizabeth (2007), sosial ekonomi yang terjadi karena
penerapan paradigma modernisasi modernisasi menyebabkan lahirnya
dalam pelaksanaan pembangunan penulisan paper ini. Paper yang
pertanian menyebabkan terjadinya bertujuan untuk menjelaskan secara
perubahan struktur sosial masyarakat detail perubahan sosial ekonomi apa
petani di pedesaan. Perubahan yang saja yang sebenarnya terjadi karena
terjadi meliputi struktur pemilikan kesalahan mengartikan modernisasi.
lahan pertanian, pola hubungan kerja
METODE PENELITIAN
dan struktur kesempatan kerja, serta
struktur pendapatan petani di Pendekatan yang digunakan
pedesaan. dalam menuliskan hasil penelitian ini
Miskonsepsi dalam adalah pendekatan kualitatif dengan
mengimplementasikan modernisasi menggunakan metode deskriptif.
tidak hanya berdampak pada sektor Teknik pengumpulan datanya sendiri
lingkungan, namun telah ikut andil menggunakan metode studi pustaka
dalam merubah aspek sosial budaya untuk mendapatkan data-data
dan ekonomi masyarakat perdesaan. sekunder. Data sekunder yang
Kesalahan dalam mengartikan digunakan berasal dari bahan-bahan
modernisasi justru menyebabkan tertulis seperti penelitian terdahulu,
banyak petani kehilangan jati dirinya jurnal, buku, tesis, disertasi, dan
sebagai bagian integral masyarakat berbagai informasi digital yang ada di

https://ojs.unud.ac.id/index.php/soca https://doi.org/10.24843/SOCA.2019.v13.i01.p08
Journal on Socio-Economics of Agriculture and Agribusiness Vol.13 No.1, 28 Februari 2019 100

internet. Analisis menggunakan hanya memandang modernisasi


interpretasi peneliti dengan mengacu sebagai sebuah jalan untuk mengubah
pada berbagai literatur atau referensi apa yang dianggap tradisional menjadi
yang relevan dengan objek kajian. modern. Tetapi tidak memperhatikan
Langkah pertama ialah pengumpulan dampak yang akan terjadi di masa
berbagai data sekunder berupa hasil yang akan datang.
penelitian seperti skripsi, tesis, jurnal, Kesalahan-kesalahan dalam
disertasi, maupun buku-buku menerjemahkan modernisasi beserta
mengenai revolusi hijau dan penyuluhan sebagai tool untuk
modernisasi. Kemudian data sekunder mencapai modernisasi inilah yang
tersebut dipelajari, diringkas, serta justru menyebabkan modernisasi
disusun menjadi sebuah ringkasan bergerak ke arah yang berlawanan
studi pustaka yang relevan. dengan apa yang dicita-citakan.
Selanjutnya dilakukan sintesis dan Bahkan dampaknya hingga hari
analisis dari hasil ringkasan studi inipun masih terasa, mulai dari aspek
pustaka. Terakhir ialah penarikan lingkungan, ekonomi, sosial, hingga
hubungan dari semua data yang telah budaya pertanian. Pretty (1995) juga
diinterpretasikan. melihat pendekatan modernisasi
seringkali mengabaikan aspek
HASIL DAN PEMBAHASAN
keberlanjutan, kecenderungan anti-
Modernisasi Pertanian: Sebuah poor dan bias urban. Bahkan disitasi
Kesalahan Cara Pandang dari Hendrastomo (2011) revolusi
Sejatinya menurut Pranadji hijau adalah suatu revolusi
(2000), modernisasi pertanian adalah kebudayaan dan menjadi lompatan
suatu perubahan pengelolaan besar sebelum menuju masyarakat
usahatani dari tradisional ke industri. Pada fase ini, walaupun
pertanian yang lebih maju dengan masih berbasis pada pertanian, tetapi
penggunaan teknologi-teknologi baru. mulai diperkenalkan teknologi yang
Dalam arti yang lebih luas, dipergunakan sebagai rekayasa alam,
transformasi tidak hanya mencakup sehingga pertanian tradisional yang
perubahan yang terjadi pada bentuk umumnya bergantung pada alam
luar, namun pada hakikatnya meliputi cepat berubah menjadi pertanian
bentuk dasar, fungsi, struktur, atau berbasis industri. Namun, ada sedikit
karakteristik suatu kegiatan usaha lompatan dimana fondasi kita pada
ekonomi masyarakat. Namun, ketika fase pertanian belum kokoh benar
berbicara mengenai modernisasi di tetapi langsung diperkenalkan dengan
sektor pertanian maka yang perlu industri. Percepatan perkembangan
mendapat banyak sorotan adalah inilah yang dikemudian hari justru
manusia yang merumuskan program memunculkan banyak persoalan
sebagai hasil sintesis dari konsep dalam masyarakat.
modernisasi. Konsep dari modernisasi Miskonsepsi ini melahirkan
tidak pernah salah, yang salah adalah banyak kerugian bagi petani. Kerugian
bagaimana para pemangku kebijakan yang kini sudah sangat sulit untuk
mengartikan modernisasi tersebut. diperbaiki. Suseno dan Suyatna (2007)
Para pemangku kebijakan yang menjelaskan bahwa penentuan
menelurkan embrio revolusi hijau varietas padi oleh pemerintah

https://ojs.unud.ac.id/index.php/soca https://doi.org/10.24843/SOCA.2019.v13.i01.p08
Journal on Socio-Economics of Agriculture and Agribusiness Vol.13 No.1, 28 Februari 2019 101

menyebabkan ketergantungan petani itu. Salah satunya adalah dengan


pada bibit unggul yang seragam menciptakan suatu sistem yang
sehingga meninggalkan bibit lokal dikenal sebagai modernisasi.
yang dimiliki, subsektor tanaman Modernisasi dapat diartikan sebagai
pangan rentan terhadap berbagai transformasi yaitu perubahan.
hama, petani menjadi bodoh dengan Perubahan yang terjadi di tengah-
melupakan banyak pengetahuan lokal tengah masyarakat dalam segala
dan menggantungkan diri pada paket- aspek.
paket teknologi produk industri. Program pembangunan dan
Revolusi hijau yang diterapkan oleh modernisasi pertanian, dalam
pemerintah juga telah pandangan Tjondronegoro (1999)
menghancurkan keragaman hayati di merupakan salah satu strategi yang
lahan pertanian yang menjadi sumber diterapkan pemerintah untuk
pangan bagi masyarakat dan petani menimbulkan perubahan sosial di
tradisional. Hilangnya keberagaman perdesaan Jawa. Perubahan sosial
sumber pangan menjadikan padi hasil merupakan suatu perbedaan yang
revolusi hijau menjadi satu-satunya terjadi di tengah-tengah kehidupan
sumber pangan. Ketergantungan pada masyarakat dari waktu ke waktu.
satu sumber pangan (beras) Perubahan sosial dapat terjadi sebagai
menjadikan semakin rentannya akibat konflik, adanya elit kreatif, cara
ketahanan pangan dalam masyarakat berpikir baru, kekuatan dari luar,
petani. motivasiindividu untuk berprestasi,
dan sejumlah penyebab lain (Lauer,
Menelaah Perubahan Sosial Budaya
2001). Perlu disadari pula bahwa
Masyarakat Tani Sebagai Akibat
perubahan-perubahan sosial yang
Miskonsepsi Modernisasi Pertanian
lahir dari modernisasi tidak selamanya
Masyarakat dan kebudayaan
memberikan efek yang baik. Oleh
manusia di mana pun dan kapan pun
karena itu perlu kesiapan diri untuk
selalu mengalami perubahan.
mengantisipasi perubahan-perubahan
Perubahan-perubahan yang terjadi
sosial yang terjadi.
dapat berjalan lambat dan dapat pula
berjalan cepat. Merunut pada Semakin Termarginalisasinya Kaum
pendapat Mulyadi (2015), perubahan Perempuan
itu ada untuk memenuhi kebutuhan Lan (2015) memandang
manusia yang semakin kompleks. implementasi modernisasi pertanian
Semua berawal dari sifat manusia melalui program revolusi hijau
yang selalu menginginkan sesuatu tersebut dianggap telah merusak
yang lebih baik. Kebutuhan- tatanan masyarakat perdesaan,
kebutuhan hidup itu tentu saja harus khususnya terkait dengan apa yang
diusahakan dengan menggunakan disebut sebagai hubungan kesetaraan
cara-cara dan upaya-upaya tertentu. gender. Sebelum modernisasi
Namun, keterbatasan sumber daya pertanian diintrodusir ke tengah
terkadang menjadi limitasi. masyarakat perdesaan pola hubungan
Keterbatasan sumber-sumber inilah antara laki-laki dan perempuan
yang menyebabkan manusia mulai bersifat hubungan kesetaraan gender
berpikir, bagaimana cara untuk atau keseimbangan gender, tetapi
mendapatkan kebutuhan-kebutuhan setelah modernisasi diterapkan maka

https://ojs.unud.ac.id/index.php/soca https://doi.org/10.24843/SOCA.2019.v13.i01.p08
Journal on Socio-Economics of Agriculture and Agribusiness Vol.13 No.1, 28 Februari 2019 102

dalam perspektif sosiologis hubungan traktor tangan yang telah


struktural berubah menjadi menghilangkan mata pencaharian
ketimpangan gender. Artinya adanya penduduk yang selama ini
hubungan dominasi dan subordinasi mendapatkan upah dari menuai
antara laki-laki dan (Ismanto et. al., 2012). Lebih lanjut
perempuandidalam setiap aktivitas Lan (2015)menjelaskan bahwa
kehidupan masyarakat termasuk perempuan tidak lagi terlibat secara
dalam aktivitas pertanian.TAP MPR penuh dalam bidang pertanian,
No.IV/MPR/1999 tentang GBHN di karena ada penilaian bahwa
dalam Bab IV tertera hal kebijakan perempuan tidak bisa menangani
pembangunan nasional dalam bidang mesin pertanian. Hal ini menyebabkan
sosial dan budaya salah satunya pemilik tanah memutuskan hubungan
adalah kedudukan dan peranan dengan pekerja. Putusnya hubungan
perempuan. Beranjak dari itu telah antara pemilik tanah dan para pekerja
terbukti bahwa isu wanita masih membuat perbedaan antara kelas kaya
menjadi sorotan penting dalam dan miskin semakin nyata (Scott,
pembangunan. Pembangunan selama 2000).
ini telah banyak menimbulkan Contoh nyata ditunjukkan dari
masalah baru di kalangan perempuan. penelitian Ismanto et. al. (2012) terkait
Khususnya pada kelompok modernisasi pertanian yang terjadi di
perempuan tani di perdesaan. Mereka Mranggen. Di tempat ini terdapat
dirugikan dari sisi kedudukan dan penggunaan alat-alat pertanian yang
peranan. Wanita tani dari yang menggunakan mesin, seperti traktor
awalnya diikutsertakan dalam semua yang telah menggantikan kerbau
tahapan proses bertani lambat laun sebagai alat bajak. Sehingga para
mulai digantikan oleh teknologi. pemilik kerbau tidak bisa lagi
Teknologi yang mensyaratkan mendapat upah dari membajak sawah
spesialisasi keterampilan cenderung dan beralih profesi. Demikian halnya
tidak bisa dioperasikan oleh wanita para pemetik padi, biasanya padi
tani. Akibatnya wanita tani hanya dipetik oleh para ibu-ibu, karena
mengerjakan pekerjaan yang adanya perontok padi yang bermesin
sederhana dan tidak lagi berperan maka pekerjaan tersebut cukup
secara sentral. Pembangunan yang dikerjakan oleh sedikit orang
berhasil adalah pembangunan yang saja.Sehingga sebagian ibu-ibu juga
dapat mengintegrasikan wanita pada kehilangan pekerjaannya sebagai
setiap iramanya bukan malah pemetik padi.Dari kenyataan itu jelas
mencampakkan mereka. Kenyataan terbukti bahwa modernisasi sebagai
yang senada juga dikemukakan oleh perspektif pembangunan di negara ini
Fakih (1999) bahwa pembangunan di membawa akibat yang fatal.
Jawa telah menimbulkan Khususnya bagi perempuan pedesaan
marginalisasi perempuan atau telah yang bekerja di sektor pertanian.
memiskinkan kaum perempuan. Kondisi ini menurut Elizabeth (2007)
Perubahan-perubahan sosial menimbulkan terjadinya gejala
wanita tani akibat dari modernisasi disintegrasi dan diskriminasi dalam
adalah dengan diperkenalkannya pembagian kerja antara pria dan
mesin-mesin,seperti mesin penuai dan wanita di berbagai bidang.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/soca https://doi.org/10.24843/SOCA.2019.v13.i01.p08
Journal on Socio-Economics of Agriculture and Agribusiness Vol.13 No.1, 28 Februari 2019 103

Kesalahan konsepsi pencaharian mereka. Kaum wanita


pembangunan yang hanya diartikan miskin terpaksa tidak dapat mengikuti
sekedar pembangunan infrastruktur peristiwa panen di desa mereka secara
dan mekanisasi pertanian bebas karena para pemilik sawah
menyebabkan tenaga manusia mulai membatasi jumlah wanita miskin yang
tergantikan oleh mesin. Pemanenan diijinkan ikut panen di sawah mereka.
yang dulunya dilakukan oleh wanita Akibatnya wanita tani yang miskin
tani kini sudah digantikan oleh mesin- juga kehilangan sumber bahan
mesin tersebut. Inovasi penggunaan pangan yang murah. Ketika terjadi
teknologi mesin tersebut memang perubahan teknologi panen dari ani-
dapat menjamin peningkatan hasil ani ke teknologi sabit, maka sekali lagi
produksi para petani. Namun, petani kelompok wanita miskin terpaksa
juga mengerti bahwa apabila inovasi menyingkir dan tempatnya digantikan
teknologi tersebut gagal, para oleh buruh tani pria. Demikian pula
petanilah yang harus menanggung ketika terjadi perubahan teknologi
risikonya. Penggunaan traktor dan huller maka ratusan bahkan mungkin
mesin pertanian yang mensyaratkan ribuan wanita miskin di pedesaan
kualifikasi tertentu juga semakin yang bermata pencaharian penumbuk
mendiskreditkan wanita tani serta padi akhirnya terpaksa menganggur.
masyarakat desa lain yang tidak Rendahnya kesempatan bekerja
memiliki keahlian. Apalagi alat mesin wanita tani baik sebagai buruh tani
pertanian memang tidak dirancang maupun menjadi pemanen ini
untuk wanita. Proses modernisasi menyebabkan penghasilan dan
pertanian telah menimbulkan dampak kesejahteraannya semakin rendah.
dalam meningkatkan pengangguran Akibatnya jurang pemisah antara
bagi kelompok perempuan karena wanita yang menjadi buruh tani dan
tidak adanya akses untuk yang kaya juga semakin lebar.
memanfaatkan teknologi baru dan Ditambah lagi dengan
meningkatnya spesialisasi mata minimnya keterampilan dan
pencaharian.Perempuan tidak lagi pendidikan yang mereka miliki
terlibat secara penuh dalam bidang membuat banyak perempuan dari
pertanian, karena ada penilaian perdesaan pergi ke kota menjadi
bahwa perempuan tidak bisa buruh-buruh murah atau pekerja seks
menangani mesin pertanian.Dengan komersial. Penelitian Nurpilihan et. al.
kata lain, partisipasi tradisional (2000) bahkan menunjukkan suatu
perempuan sebagai pekerja di sawah hasil bahwa wanita tani di desa yang
menjadi tersingkir karena persyaratan hanya berpendidikan SD mengakui
teknis yang obyektif dari metode yang bahwa mereka banyak kehilangan
baru. perkerjaan akibatmasuknya
Hal ini diteguhkan oleh modernisasi pertanian. Wanita tani
Soetrisno (1990) yang menjelaskan kemudian menjadi terusir dari
bahwa kenaikan produksi pertanian desa.Terdamparnya mereka di kota
karena revolusi hijau tidak diikuti telah menambah jumlah orang miskin
dengan pengorbanan kaum wanita perkotaan. Inilah yang dikenal dengan
pedesaan, khususnya mereka yang konsep pemiskinan perempuan.
miskin yang harus kehilangan mata Keteledoran tersebut menyebabkan

https://ojs.unud.ac.id/index.php/soca https://doi.org/10.24843/SOCA.2019.v13.i01.p08
Journal on Socio-Economics of Agriculture and Agribusiness Vol.13 No.1, 28 Februari 2019 104

posisi kaum wanita makin terjepit dan Hilangnya Budaya Sambatan


terkungkung dalam dimensi Perubahan sosial lain yang
keterbatasan. Secara internal, disebabkan oleh revolusi hijau adalah
keterbatasan wanita tercermin pada hilangnya budaya gotong royong di
lebih rendahnya pendidikan, masyarakat perdesaan. Jauh sebelum
keterampilan, rasa percaya akan adanya industri masyarakat sangat
kemampuan dan potensi diri. Secara menjunjung tinggi kerukunan
eksternal, keterbatasan tersebut diantara sesama warga,maka setelah
tercermin pada lebih rendahnya akses masuknya industri ke daerah desa
wanita menangkap berbagai peluang sedikit mengalami pergeseran
di luar rumah tangganya. terutama dalam hal gotong-royong.
Satu-satunya pilihan yang ada Sistem kekeluargaan yang ada sedikit
bagi wanita tani adalah harus berkutat merenggang. Tolong menolong dalam
di sektor non pertanian. Bekerja di membantu warga sekarang dilakukan
sektor pertanian kemudian tidak lagi hanya pada komunitas tertentu saja.
dianggap sebagai sesuatu yang (Ismanto et. al., 2012).
menjanjikan. Munculnya anggapan Sebelum era revolusi hijau
bahwa sektor pertanian tak lagi banyak ditemui budaya sambatan
menjadi lahan basah juga menjadikan yang mana masyarakat termasuk di
wanita tani semakin enggan untuk dalamnya adalah wanita tani saling
bekerja di sektor pertanian. Ditambah membantu karena mereka saling
lagi dengan gengsi ketika harus peduli dan dalam kegiatan sambatan
bekerja di sektor pertanian karena tidak menuntut untuk mempunyai
selama ini menjadi petani identik keahlian tertentu yang terpenting
dengan menjadi miskin. Akibatnya, adalah kebersamaan dan solidaritas
hingga hari ini sangat jarang ditemui pada masyarakat. Tetapi dengan
pemuda desa yang mau menjadi adanya modernisasi pertanian telah
petani. Pemuda desa akan lebih merubah perilaku masyarakat
memilih untuk bekerja di sektor non menjadi lebih materialistis dan
pertanian karena dirasa lebih mengharapkan sistem upah karena
memberikan kontribusi pendapatan modernisasi mensyaratkankeahlian
yang tinggi. Geertz dalam Husken tertentu. Koentjaraningrat (2000) juga
(1988) bahkan mengajukan asumsi menyebutkan tolong menolong dalam
bahwa modernisasi pertanian hanya pertanian mulai terkikis oleh adanya
akan membawa kelumpuhan yang budaya padat karya dengan sistem
lebih parah pada ekonomi pedesaan di upah, sedang pola hidup tolong
Indonesia. Jadi, revolusi hijau hanya menolong diganti dengan pola kerja
menguntungkan petani kaya pamrih.
sedangkan petani kecil, wanita tani, Modernisasi pertanian yang
dan buruh tani terdesak keluar sektor mensyaratkan keahlian dalam
pertanian dan terpaksa mencari pengelolaan lahan pertanian juga
nafkah di sektor informal di menyebabkan masyarakat lebih
perkotaan. Terjadilah kemudian yang percaya kepada tenaga ahli dan tidak
disebut dengan transformasi ekonomi lagi percaya pada usaha-usaha
pedesaan. kolektif seperti sambatan. Muncul
suatu label bahwa perkerjaan yang

https://ojs.unud.ac.id/index.php/soca https://doi.org/10.24843/SOCA.2019.v13.i01.p08
Journal on Socio-Economics of Agriculture and Agribusiness Vol.13 No.1, 28 Februari 2019 105

ditangani oleh jasa tenaga ahli akan dan memegang erat tradisi komunal
lebih baik jika dibandingkan dengan kemudian berubah pendiriannya
tenaga sambatan yang hanya menjadi berpihak kepada ekonomi
menggunakan kemampuan sebisanya. rasional.
Anggapan lebih baik menggunakan
Lahirnya Sistem Pengkastaan
tenaga ahli menggeser peran
Akibat lain yang ditimbulkan
sambatan dalam masyarakat untuk
adalah munculnya sistem
beralih menggunakan tenaga ahli yang
pengkastaan, padahal sebelum
lebih praktis dan cepat. Hal ini juga
adanya modernisasi masyarakat tani
karena tenaga sambatan tidak dapat
tidak mengenal adanya sistem
mengerjakan pekerjaan yang bersifat
stratifikasi. Adapun, itu hanya
khusus dan membutuhkan
ditentukan berdasarkan siapa yang
penanganan yang teliti, sehingga sifat
mengumpulkan hasil ladang
kerja sambatan pada jaman sekarang
terbanyak. Pandangan inipun bergeser
tidak lebih sebagai pembantu tenaga
dengan lahirnya konsep modernisasi,
ahli, karena hal yang bersifat khusus
modernisasi menyebabkan munculnya
dan membutuhkan penanganan teliti
dua kutub besar dalam masyarakat
harus diambil alih oleh tenaga ahli.
tani yaitu tuan tanah atau petani
Hilangnya sambatan juga
dengan lahan luas dan petani gurem
menyebabkan hilangnya kesempatan
atau buruh tani. Tuan tanah
wanita tani untuk berperan dalam
menundukkan buruh tani, buruh tani
kegiatan masyarakat.
ada hanya untuk memenuhi
Hilangnya budaya sambatan
kebutuhan tuan tanah. Buruh tani
juga menunjukkan gejala bergesernya
bukan berperan sebagai mitra, tapi
pola hidup masyarakat desa dari yang
hanya sebagai penyedia tenaga kerja
awalnya komunal berubah menjadi
bagi petani yang kaya. Hasil
individual. Masyarakat tani sebelum
subordinasi dan proses eksploitasi ini
adanya penerapan modernisasi
bahkan masih bisa dilihat hingga hari
pertanian cenderung lebih bersifat
ini.
sosialis, artinya rasa kekeluargaan
Setidaknya muncul dua kutub
yang terbangun antara petani dan
pengkastaan yaitu petani lapis atas
petani lainnya masih ada, sedangkan
dan petani lapis bawah. Petani lapisan
setelah adanya penerapan
atas merupakan petani yang memiliki
modernisasi pertanian lebih bersifat
akses pada sumberdaya lahan,
individualistis atau menghilangnya
kapital,mampu merespon teknologi
rasa kekeluargaan yang pernah
dan pasar denganbaik, serta memiliki
terbangun dengan sesama petani.
peluang berproduksi yang berorientasi
Sistem komunal yang ditunjukkan
keuntungan. Petani lapisan bawah
dengan kegiatan saling bantu dan
lebih kepada golongan mayoritas di
gotong royong berevolusi menjadi
pedesaan yang merupakan petani
sistem kapitalis yang lebih
yang relatif miskin, lahan yang sempit,
mengedepankan modal dan
hingga modal yang terbatas.
berorientasi produksi. Para petani
Modernisasi juga
perdesaan termasuk wanita tani yang
memunculkan pelapisan dalam
pada umumnya menganut teguh
masyarakat, sehingga lahirlah konsep
moral ekonomi sebagai prinsip hidup
patron dan klien. Klien akan selalu

https://ojs.unud.ac.id/index.php/soca https://doi.org/10.24843/SOCA.2019.v13.i01.p08
Journal on Socio-Economics of Agriculture and Agribusiness Vol.13 No.1, 28 Februari 2019 106

tunduk kepada patron dan patron Akibatnya petani hanya menjadi pihak
merasa memiliki kehidupan klien. yang pasif dan tidak memiliki kuasa
Sebisa mungkin patron akan mengikat untuk mengambil keputusan sendiri.
klien agar selalu berhubungan kerja Pemerintah sudah akan memutuskan
dengannya. Konsep ini menimbulkan apa saja yang akan dilakukan petani,
ketergantungan klien terhadap patron. mulai dari jenis benih yang akan
Patron disini biasanya adalah petani ditanam, hingga jenis pupuk yang
kaya atau petani dengan lahan yang digunakan. Petani tidak lagi memiliki
luas. Sementara itu klien lebih kepada power terhadap dirinya sendiri. Hal
petani miskin dan petani gurem. senada juga diungkapkan
Akibatnya adalah terjadi polarisasi, Tjondronegoro (1999) bahwa revolusi
yang kaya semakin kaya dan yang hijau telah menyebabkan rusaknya
miskin semakin tidak ada kesempatan struktur pengorganisasian petani dan
untuk memperbaiki taraf hidupnya timbulnya pelapisan sosial.
(Kandar, 2014). Kedua lapisan Usman (2004) juga melihat
masyarakat petani tersebut terlibat adanya masalah melemahnya fungsi
dalam hubungan kerja yang kurang institusi lokal dalam praktik revolusi
seimbang. hijau. Dengan kebijakan sentralisasi
Sistem patron klien menurut pembangunan pertanian, institusi-
Widodo (2009) mengukuhkan suatu institusi lokal selama ini menjadi tidur
fenomena bahwa petani kecil sebagai dan tidak berfungsi. Petani diwajibkan
kelompok mayoritas harus mengakui terhimpun dalam kelompok tani yang
kekalahan terhadap kaum pemilik dibentuk dan dikontrol oleh
modal yang notabene adalah pemerintah. Petani dibiasakan bekerja
minoritas. Dikuatkan oleh penelitian dengan petunjuk yang diinstruksikan
Rifkian et. al. (2017) yang dari atas dan hampir tidak memiliki
menyebutkan dominasi patron peluang terlibat dalam proses
menjadi sangat kentara setelah era pengambilan keputusan yang
revolusi hijau, buktinya adalah menyangkut kehidupan mereka. Di
perekrutan tenaga kerja dilihat dari sektor kelembagaan seperti kelompok
hasil kerja, pencarian tenaga kerja tani yang juga banyak terjadi adalah
dilakukan langsung oleh pemilik, dan ketua kelompok tani dipilih lebih
sistem pembagian hasil berupa uang berdasarkan status sosial. Posisi
(bayar langsung setelah bekerja). ketua kelompok tani di desa banyak
diisi oleh petani dengan luasan lahan
Melemahnya Fungsi Kelembagaan
yang luas. Bukan karena
Lokal
kompetensinya namun lebih
Di tingkatan yang paling
dikarenakan status sosialnya.
rendah, pemerintah membentuk
Lembaga lain seperti Bulog
kelompok tani umtuk memudahkan
menurut Suseno dan Suyatna (2007)
koordinasi dan penyamaan
yang didirikan untuk mengontrol
persepsiantara pemerintah dengan
produk-produk pertanian dan
petani. Tujuannya tentu agar petani
membuat standarisasi harga bagi
bisa mendukung tujuan pemerintah
produk pertanian justru
tanpa adanya interupsi. Kelompok tani
berubahmenjadi lembaga yang sangat
dibuat berdasarkan kepentingan
profit oriented dan monopolistic yang
pemerintah, bukanlah inisiatif eptani.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/soca https://doi.org/10.24843/SOCA.2019.v13.i01.p08
Journal on Socio-Economics of Agriculture and Agribusiness Vol.13 No.1, 28 Februari 2019 107

hanya memberi peluang Dengan sistem penyuluhan


menguntungkan bagi sebagian kecil yang top down, penyuluhan sama
kelompok orang dan pada saat yang sekali tidak digunakan untuk
bersamaan, ada pihak lain yang merubah pengetahuan petani, namun
dirugikan dalam jumlah yang sangat dengan tindakan yang represif
besar. Intervensi pemerintah dalam penyuluhan hanya hadir untuk
mengontrol harga gabah ini merubah perilaku petani tanpa
menyebabkan pendapatan petani memberikan alasan mengapa mereka
tidak pernah meningkat. harus merubah perilaku berusaha
Suseno dan Suyatna (2007) taninya. Akibatnya petani terbungkam
juga menyotori kinerja KUD (Koperasi suaranya dan tidak pernah diikutkan
Unit Desa) yang diharapkan berfungsi dalam proses pembangunan karena
sebagai wadah kelompok tani ternyata hanya dianggap sebagai kelompok
kurang berjalan secara optimal. Dalam marginal. Penyuluhan bukan semata
kenyataannya, KUD lebih bersifat memberi saja kepada masyarakat tani
sebagai suatu badan usaha yang namun secara hakiki penyuluhan
anggota dan pengurusnya cenderung adalah proses untuk mengubah pola
eksklusif dantidak mewadahi pikir masyarakat agar bisa
kelompok tani. menentukan apa yang sebenarnya
baik bagi diri mereka. Sekilas sistem
Petani Hanya Sebagai Objek
yang terpusat seperti ini pada
Penyuluhan
dasarnya akan menguntungkan dan
Kesalahan mengartikan
mempermudah masyarakat tani.
modernisasi lewat revolusi hijau
Namun, karena tujuannya bukan
bahkan telah menyentuh sektor
untuk memajukan rational thinking
penyuluhan. Semua kegiatan
dari masyarakat tani maka dampak
penyuluhan mulai dari perencanaan,
yang dihasilkan pun justru merugikan
penentuan materi dan metode, hingga
mereka dalam jangka panjang.Jadi
evaluasi semua ditentukan oleh
seharusnya penyuluhan dalam
pemerintah pusat. Pemerintah daerah
kerangka modernisasi pertanian hadir
tidak memiliki kewenangan untuk
sebagai proses rasionalisasi bagi
mengelola daerahnya sendiri.
petani karena pada dasarnya petani
Masyarakat juga tidak diikutsertakan
juga memiliki rasionalisasinya sendiri.
dalam kegiatan penyuluhan. Selama
Sehingga modernisasi dengan revolusi
revolusi hijau berlangsung,
hijaunya hadir sebagai sebuah proses
masyarakat tani (apalagi wanita tani)
panjang untuk memberikan
hanyalah objek pembangunan yang
kesempatan kepada petani mengenai
bodoh sehingga perlu penyuluhan.
apa, kenapa, dan bagaimana sebauh
Masyarakat tidak pernah dilihat
inovasi pertanian itu ada.
sebagai subjek pembangunan
Penyuluh pertanian ketika
pertanian sehingga tingkat partisipasi
memiliki inovasi atau informasi baru
terhadap pengembangan sektor
maka tidak serta merta
pertanian juga rendah. Jadi, penyuluh
menyebarkannya kepada petani,
hanya bekerja sebatas sebagai
namun mereka melakukan diplomasi
penyampai pesan pemerintah dan
terlebih dahulu kepada petani kaya,
tidak memberikan serta menyediakan
ketua kelompok tani, atau orang yang
jasa yang memadai bagi petani.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/soca https://doi.org/10.24843/SOCA.2019.v13.i01.p08
Journal on Socio-Economics of Agriculture and Agribusiness Vol.13 No.1, 28 Februari 2019 108

dianggap terhormat. Padahal hal ini akibat pengalaman sehari-hari. Petani


menurut pendapat Jamal (2009) tidak selalu identik dengan kelompok
sistem panutan dalampembangunan yang bodoh, pasif, dan tidak memiliki
pedesaan merupakan sesuatu yang inisiatif. Penyuluhan hanya
tidak berdasar. Lebih lanjut Widodo membantu penduduk setempat
(2009) menjelaskan bahwa di era tersebut untuk menciptakan solusi
modernisasi pengambilan keputusan bukan sebagai pihak yang memberi
bersama sangat didominasi oleh solusi.
kekuatan pemimpn kelembagaan Bahkan efeknya terasa sampai
modern desa. Tidak ada kepercayaan hari ini, ketika desentralisasi
dari penyuluh kepada petani secara diberlakukan pemerintah daerah
langsung, akibatnya petani juga selalu masih kebingungan menentukan
merasa dirinya adalah kaum kecil prioritas pembangunan pertaniannya.
yang bodoh.Akibatnya adalah Kegiatan penyuluhan juga semacam
masyarakat tani tidak memiliki ruang kehilangan arah, tidak mampu lagi
untuk menyuarakan kebutuhannya. mempengaruhi petani untuk
Pemerintah memposisikan diri sebagai menerapkan suatu inovasi. Penyuluh
pihak yang serba tahu akan keinginan yang dahulu sangat powerfull hari ini
dan kebutuhan petani. Petani tidak menjadi tidak berdaya karena memang
memiliki kesempatan untuk sudah terbiasa dengan sistem. Dengan
menentukan sendiri kegiatan sistem top down, penyuluh selalu
pertanian yang akan diambil karena diuntungkan karena tidak perlu
memang pemerintah hanya memikirkan rencana penyuluhan
memfokuskan petani untuk menanam sehingga penyuluh juga kurang
satu komoditas saja. mengembangkan kapasitas dirinya.
Penyuluhan pertanian tidak lagi Sedangkan ketika hari ini sudut
berbasis pada proses belajar pandang penyuluhan menjadi bottom
melainkan pada proses pemaksaan up, penyuluh tidak mampu
untuk menggunakan teknologi beradaptasi dan yang etrjadi adalah
tertentu demi tercapainya tujuan penyuluh semakin ditinggalkan oleh
tunggal pemerintah.Masyarakat desa petani karena dirasa gagal dalam
sering kali diposisikan sebagai pihak menyediakan informasi bagi
yang digerakkan untuk mendukung mereka.Keberadaan wanita tani pada
pembangunan yang direncanakan dan saat itu hanyalah sebagai objek
dilaksanakan pemerintah tanpa pembangunan. Walaupun demikian,
dimintapendapatnya (Jamal, 2009). dalam pelaksanaannya wanita tani
Tujuan masyarakat tanipun diabaikan tetap melaksanakan apa yang
karena yang menjadi fokus adalah diperintahkan, tekun mengerjakan
tujuan nasional bukan untuk tujuan dan mengharapkan panen sesuai yang
kemakmuran petani. Padahal dalam diharapkan. Kondisi semacam ini
hemat Rhoades dan Bebbington (1995) menyebabkan ketergantungan
serta Arce dan Long (1992) penduduk masyarakat tani kepada kebijakan
setempat sebenarnya adalah pencipta pemerintah dan penyuluh sangat
dari solusi-solusi yang dihasilkannya tinggi (Umar, 2007 dalam Ekasari et.
sendiri dalam menghadapi berbagai al. 2014)
tantangan dan masalah yang timbul

https://ojs.unud.ac.id/index.php/soca https://doi.org/10.24843/SOCA.2019.v13.i01.p08
Journal on Socio-Economics of Agriculture and Agribusiness Vol.13 No.1, 28 Februari 2019 109

Selama ini, penyuluhan tereduksinya kemandirian petani


pertanian bukan bertujuan akibat intervensi yang keliru atau
mengembangkan kapasitas petani tidak memikirkan jangka panjang.
namun hanya memberikan
Teknologi Informasi yang Bias
sumbangan kepada petani. Akibatnya
Fungsi
petani menjadi tergantung dan ketika
Beralih ke bahasan mengenai
diberi dana untuk berdaya mereka
pemanfaatan teknologi informasi.
tidak mampu menggunakannya
Tidak bisa dipungkiri jika modernisasi
karena mereka juga tidak bisa
yang terjadi dominan dalam hal
mengidentifikasi masalah serta
peningkatan teknologi.Tingkat
potensi yang dimiliki. Bahkan, karena
pendidikan petani yang masih rendah
rendahnya penguatan kapasitas
dalam hal ini bisa membuat
petani menyebabkan kreativitas dan
masyarakat tani“dimanfaatkan”
kearifan lembaga-lembaga lokal tidak
teknologi bukan memanfaatkanya.
berkembang bahkan banyak yang
Petani saat ini juga sudah akrab
hilang. Petani sekarang hanya
dengan penggunaan gawai, namun
menunggu karena tidak mengetahui
fenomena ini justru ikut memiliki
apa yang seharusnya dilakukan.
andil dalam perubahan sosial yang
Petani menjadi lebih suka
terjadi di masyarakat tani. Petani
mendapatkan instruksi yang jelas dan
menjadi lebih acuh kepada lingkungan
diberi arahan untuk mencapai target
sosialnya karena menurut Zulkarnain
apa daripada harus memikirkan
et. al. (2016) pada awalnya gawai
dirinya sendiri.Seharusnya yang
memiliki fungsi sebagai alat
terlintas pertama kali dalam
komunikasi yang bersifat darurat atau
pemikiran pemerintah adalah
sporadis kemudian bergeser menjadi
mengenai konsepsi apa yang
rutin, selain itu mengubah tindakan
sebenarnya harus dilakukan dengan
yang awalnya semata instrumental
berkaca pada kebutuhan serta
menjadi ekspresi komunikasi yang
pengetahuan yang dimiliki oleh
beragam hingga yang terparah adalah
masyarakat tani.
menjauhkan seseorang dari
Menurut Zamroni (2010), akibat
lingkungan sosialnya sendiri.
revolusi hijau adalah para petani
Tradisi yang melekat pada
konvensional lebih banyak berpikir
masyarakat perdesaanpun lambat
dalam jangka pendek dan praktis,
laun hilang, sistem gotong royong,
yakni meningkatkan produktivitas dan
musyawarah, hingga
meningkatkan kesejahteraan sesaat
keramahtamahan telah berganti
tanpa mempertimbangkan aspek
menjadi wajah yang
keberlanjutan kehidupan sebagai
individualistik.Perkembangan
petani yang sangat bergantung pada
teknologi telah menyebabkan
kemurahan alam. Singkatnya, revolusi
berkurangnya frekuensi individu
hijau menyebabkan marginalisasi
untuk saling bertatap muka.
sistemikdi dunia pertanian.
Hilangnya gotong royong
Marginalisasi sistemik diartikan
menyebabkan masyarakat lebih
sebagai suatu kondisi yang
bersifat individualis dan kurang
mengakibatkan semakin melemahnya
mempunyai rasa solidaritas di antara
kehidupan petani dan semakin
sesamanya lagi (Sunarya et. al., 2016).

https://ojs.unud.ac.id/index.php/soca https://doi.org/10.24843/SOCA.2019.v13.i01.p08
Journal on Socio-Economics of Agriculture and Agribusiness Vol.13 No.1, 28 Februari 2019 110

Munculnya gawai menyebabkan menjamin finansial di masa depan.


petani lebih suka mencari informasi Keengganan menjadi seorang petani
dari internet karena semuanya sudah mewabah di kalangan pemuda
tersedia dengan mudah. Dampaknya Indonesia. Hal ini terbukti bahwa di
jelas yaitu matinya kegiatan jaman yang modern ini banyak anak
peyuluhan hingga melemahnya relasi muda alergi untuk menjadi seorang
sosial diantara petani itu sendiri. Satu petani. Bahkan lulusan fakultas
sisi memang modernisasi di bidang pertanian sekalipun menghindari jadi
teknologi informasi memudahkan petani. Mereka tidak tertarik
petani karena terdapat transparansi berpanas-panasan di lahan, tak suka
informasi namun menurut Bryant kotor, justru lebih nyaman bekerja di
(2007) teknologi ini juga dinilai tidak kantor dan berkutat di depan
seirama dengan model interaksi komputer. Menjadi seorang petani
individu di perdesaan yang bersifat harus siap mengambil resiko yang
langsung dan mekanis. Petani yag besar untuk untung yang besar pula.
dahulu sering bertatap muka untuk Istilahnya high risk,high revenue.
berkomunikasi kini semakin Pemuda saat ini enggan mengambil
termediasi. Bukti nyatanya adalah resiko. Lebih memilih berjalan di zona
penelitian dari Zulkarnain et. al. nyaman dan tinggal menunggu gaji.
(2016) dan Mulyadi (2015) di Akibatnya adalah kekurangan tenaga
Kabupaten Bogor dan Kota Makassar kerja di sektor pertanian. Masalah
yang menyebutkan bahwa penduduk seperti ini merupakan tembok terbesar
di kawasan perdesaan kini sudah yang harus dihancurkan Pemerintah.
jarang berkomunikasi dan Bagaimana caranya meningkatkan
bersosialisasi secara langsung, kembali minat dan semangat generasi
sekalipun dengan keluarganya sendiri muda untuk menjadi petani. Namun,
bahkan ada yang sampai di titik disitasi dari Sutrisna (2008) masalah
ekstrem yaitu membuat mereka lain kemudian muncul yaitu pemuda
dijauhi oleh komunitasnya. desa yang keterampilannya terbatas
kemudian ditolak oleh sistem
Kegagalan Regenerasi Petani
industrialisasi. Mereka juga sulit
Mulyadi (2015) dalam
kembali ke desa untuk menjadi petani
penelitiannya juga menemukan suatu
karena hilangnya sebagian besar
fenomena bahwa modernisasi
kawasan pertanian sebagai akibat
memiliki andil dalam kegagalan
perluasan industri. Hal ini
regenerasi petani di Indonesia.
mengakibatkan banyaknya pemuda
Industrialisasi bahkan telah memicu
desa yang menganggur, lalu terjebak
konflik kepemilikan lahan antara
dalam kriminalitas dan pergaulan
petani dengan investor hingga antar
bebas serta narkoba. Pastinya
petani itu sendiri. Industrialisasi
semakin menambah beban negara.
sebagai produk dari modernisasi
Dapat dipahami regenerasi
menjadikan pemuda desa lebih
petani menjadi terhambat karena
memilih meninggalkan kampung
minimnya lahan yang dimiliki.
halamannya. Bekerja menjadi petani
Modernisasi mendorong lahirnya
tidak lagi menarik bagi pemuda
praktik industrialisasi dan
desa.Pemuda desa menganggap
komersialisasi atas lahan pertanian
bahwa profesi sebagai petani tidak

https://ojs.unud.ac.id/index.php/soca https://doi.org/10.24843/SOCA.2019.v13.i01.p08
Journal on Socio-Economics of Agriculture and Agribusiness Vol.13 No.1, 28 Februari 2019 111

setiap tahun semakin marak yang budaya gotong royong, lahirnya sistem
dilakukan oleh kaum pemodal besar kasta dalam masyarakat tani,
melalui investasi. Akibatnya terjadi melemahnya fungsi kelembagaan
alih fungsi lahan yang pada akhirnya lokal, petani hanya sebagai objek
menjadikan luasan lahan pertanian penyuluhan, dan lainnya.
menjadi semakin sempit (Mulyadi, Karena berbagai dampak
2015). Masalah akses lahan ini negatif yang muncul inilah kemudian
bahkan kerap menjadi sumber konflik muncul suatu pemikiran akan
antar petani maupun petani dengan pentingnya reformulasi konsep
industri (Ariendi dan Kinseng, 2011). modernisasi di sektor pertanian.
Industri yang dibangun di suatu Kedepan modernisasi pertanian harus
daerah dengan menggusur banyak berbasis pada komunitas tani dan
ladang pertanian menurut Widiansyah meletakkan perspektif pembangunan
(2017) akan merubah mata pedesaan secara utuh meliputi sektor
pencaharian penduduknya, sehingga primer, sektor sekunder (sektor
sedikit yang mau menjadi petani. komplemen) dan sektor tersier (jasa).
Kesalahan ini sudah lama terjadi sejak Modernisasi pertanian sebaiknya
era orde baru karena tidak meletakkan direncanakan, dikelola, dan
masalah pertanahan sebagai basis dikendalikan sehingga seiring dan
pembangunan (Wiradi, 2000). kondusif dengan pembangunan
pertanian. Mengingat bahwa tujuan
KESIMPULAN DAN SARAN
dari setiap tahap pembangunan
Modernisasi dan pembangunan adalah untuk meningkatkan taraf
pertanian hadir sebagai sebuah hidup kesejahteraan masyarakat.
perangkap yang penuh dengan janji Pada akhirnya, proses pembangunan
manis, janji itu bernama revolusi pertanian ke depan harus
hijau. Revolusi hijau dengan cita-cita menggunakan pendekatan
merubah pola pikir petani justru salah pemberdayaan dengan tujuan
dimaknai oleh pemerintah. fungsional lebih menyeluruh dan
Pemerintah hanya mengkonsepkan terpadu untuk pembangunan
pembangunan pertanian sebagai manusia seutuhnya. Pembangunan
pembangunan infrastruktur dan dengan pendekatan pemberdayaan
mekanisasi pertanian. Langkah harus mampu membangun fisik dan
pemerintah yang abai terhadap non-fisik, menyangkut sumber daya
kebutuhan dan kondisi masyarakat alam (SDA), sumber daya lingkungan
menyebabkan banyak terjadi (SDL) dan sumber daya manusia
perubahan sosial budaya bahkan (SDM). Jadi, diharapkan
hingga ekonomi di struktur kehidupan terminimalisirnya dampak negatif
masyarakat desa. Banyak wanita tani yang terjadi sehingga kehidupan sosial
yang kehilangan pekerjaan dan dan ekonomi masyarakat lambat laun
termarginalisasi, tidak ada lagi akan membaik.
pembagian kerja berdasarkan gender,
DAFTAR PUSTAKA
kencangnya laju urbanisasi,
mandeknya regenerasi, Arce, A. dan N. Long. 1992. The
ketergantungan terhadap industri, Dynamics of Knowledge:
musnahnya plasma nutfah, hilangnya Interfaces between Bureaucrats

https://ojs.unud.ac.id/index.php/soca https://doi.org/10.24843/SOCA.2019.v13.i01.p08
Journal on Socio-Economics of Agriculture and Agribusiness Vol.13 No.1, 28 Februari 2019 112

and Peasants. London: Fakih, M. 1999. Analisis Gender dan


Routledge. Transformasi Sosial.
Yogyakarta: Penerbit Pustaka
Ariendi, G. T., dan Kinseng, R. A. 2011.
Pelajar.
Strategi Perjuangan Petani
dalam Mendapatkan Akses dan FAO. 2011. The State of Food
Penguasaan atas Lahan. Insecurity in the World 2011.
Sodality: Jurnal Transdisiplin Rome: Food and Agriculture
Sosiologi, Komunikasi, dan Organization of the United
Ekologi Manusia 5(1): 13-31. Nations.

Bryant, C. dan Peck, D. L. 2007.21st Hendrastomo, G. 2011. Keterpurukan


Century Sociology: A Reference Sektor Pertanian Sebagai Potret
Handbook. California-London- Kegagalan Industrialisasi Di
New Delhi:Sage Publication. Indonesia. Dimensia 5(1): 83

Djoh, D. A. 2018. Dampak Modernisasi Husken, F. 1988. Masyarakat Desa


Terhadap Perubahan Sosial dalam Perubahan Zaman:
Masyarakat Tani Di Desa Sejarah Differensiasi Sosial di
Kambata Tana Kabupaten Jawa 1830-1980. Jakarta:
Sumba Timur. Jurnal Ekonomi Grasindo.
Pertanian dan Agribisnis (JEPA)
Ismanto, K. Huda, H. M., dan Maulida,
2(4): 332-339.
C. 2012. Transformasi
Ekasari, K., M.Saleh S. Ali, Darmawan Masyarakat Petani Mranggen
Salman, Akhsan dan A. Menuju Masyarakat Industri.
Kasirang. 2014. Konflik Jurnal Penelitian 9(1): 35-48.
Komunikasi Dalam Penyuluhan
Jamal, E. 2009. Membangun
Pertanian Di Kabupaten Maros
Momentum Baru Pembangunan
Provinsi Sulawesi Selatan.
Pedesaan di Indonesia. Jurnal
Jurnal Ilmu Komunikasi 12(1):
Litbang Pertanian 28(1): 7-14.
85-97.
Kandar, I. R. 2014. Kondisi Sosial
Elizabeth, R. 2007. Fenomena
Ekonomi Masyarakat
Sosiologis Metamorphosis
GunungkidulMasa Revolusi
Petani: Ke Arah Keberpihakan
Hijau (1970-1974). Skripsi.
Pada Masyarakat Petani Di
Yogyakarta: Program Studi
Pedesaan Yang Terpinggirkan
Pendidikan Sejarah, Jurusan
Terkait Konsep Ekonomi
Pendidikan Sejarah, Fakultas
Kerakyatan. Forum Penelitian
Ilmu Sosial, Universitas Negeri
Agro Ekonomi 25(1): 29-42.
Yogyakarta.
Elizabeth, R. 2007. Pemberdayaan
Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Wanita Mendukung Strategi
Rakyat No.IV/MPR/1999
GenderMainstreaming Dalam
tentang Garis Besar Haluan
Kebijakan Pembangunan
Negara.
PertanianDi Perdesaan.Forum
Penelitian Agro Ekonomi 25(2): Koentjaraningrat. 2000. Kebudayaan
126-135. Mentalitas dan Pembangunan.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/soca https://doi.org/10.24843/SOCA.2019.v13.i01.p08
Journal on Socio-Economics of Agriculture and Agribusiness Vol.13 No.1, 28 Februari 2019 113

Jakarta: PT Gramedia Pustaka Kabupaten Jember). Jurnal


Utama. Pendidikan Ekonomi: Jurnal
Ilmiah Ilmu Pendidikan, Ilmu
Lan, T. J. 2015. Perempuan dan
Ekonomi, dan Ilmu Sosial 11(1):
Modernisasi. Jurnal
39-48.
Masyarakat & Budaya 17(1):
17-28. Soetrisno, L. 1990. Peranan Wanita
Dalam Pembangunan: Suatu
Mulyadi, M. 2015. Perubahan Sosial
Perspektif Sosiologis. Populasi
Masyarakat Agraris Ke
1(1): 13-21.
Masyarakat Industri Dalam
Pembangunan Masyarakat Di Stads, G.J., Haryono, Nurjayanti S.
Kecamatan Tamalate Kota 2007. Agricultural R&D in
Makassar. Jurnal Bina Praja Indonesia: Policy Investment
7(4): 311-322. and Institutional Profile.
Agricultural Science and
Nurpilihan, Handarto dan Nurjanah,
Technology Indicators (ASTI)
S. 2000. Dampak Sosial
Country Report. International
Modernisasi Pertanian
Food Policy Research Institute
Terhadap Peranan Wanita
(IFPRI) and Indonesian Agency
Pedesaan Di Kabupaten
for Agricultural Research and
Bandung.Jurnal
Development (IAARD).
Sosiohumaniora 2(3): 72 – 80.
Stompka, P. 2007. Sosiologi
Pretty, J. N. 1995. Regenerating
Perubahan Sosial. Jakarta:
Agriculture: Policies and
Prenada Media Group.
Practice for Sustainability and
Self-Reliance. London: Sunarya, S., Supriyanto, dan
Earthscan Publication Ltd. Hudaidah. 2016. Perubahan
Sosial Di Air Belo Kecamatan
Robert H. L. 2001. Perspektif Tentang
Muntok Kabupaten Bangka
Perubahan Sosial. Jakarta:
Barat (2000-2007). Jurnal
PenerbitRineka Cipta.
Criksetra 5(9): 25-37.
Rhoades, R.E dan A. Bebbington.
Suseno, D. dan Suyatna, H. 2007.
1995. Farmers Who
Mewujudkan Kebijakan
Experiment: an Untapped
Pertanian yang Pro-Petani.
Resource for Agricultural
Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu
Research and Development.
Politik 10(3): 267-294.
London: Intermediate
Technology Publications. Sutrisna, E. 2008. Dampak
Industrialisasi Terhadap Aspek
Rifkian, B. E., Suharso, P. dan
Sosial Ekonomi Masyarakat.
Sukidin. 2017. Modernisasi
Jurnal Industri dan Perkotaan
Pertanian (Studi Kasus Tentang
12(22): 1743-1753.
Peluang Kerja Dan Pendapatan
Petani Dalam Sistem Pertanian Tahir, T. 2009. Modernisasi Dan
Di Desa Dukuhdempok Pengaruhnya Terhadap
Kecamatan Wuluhan Kehidupan Sosial Masyarakat

https://ojs.unud.ac.id/index.php/soca https://doi.org/10.24843/SOCA.2019.v13.i01.p08
Journal on Socio-Economics of Agriculture and Agribusiness Vol.13 No.1, 28 Februari 2019 114

Petani Padi Sawah Di Desa Widodo, S. 2009. Proses Transformasi


Mojong Kabupaten Sidenreng Pertanian Dan Perubahan
Rappang. Jurnal Pionir 8(7): 1- Sosial Pada Masyarakat Samin
12. Di Bojonegoro. Jurnal Embryo
6(1): 57-66.
Thirtle C, Lin L, Piesse J. 2013. The
Impact of Research-Led Wik M, Pingali P, Broca S. 2008.
Agricultural Productivity Background Paper for the World
Growth on Poverty Reduction in Development Report 2008:
Africa, Asia and Latin America. Global Agricultural
World Dev.31:1959–1975. Performance: Past Trends and
Future Prospects. Washington,
Tjondronegoro, S.M.P. 1999. Revolusi
DC: World Bank.
Hijau dan Perubahan Sosial di
Pedesaan Jawa. Jakarta: Wiradi, G. 2000. Reforma Agraria,
Direktorat Jenderal Pendidikan Perjalanan yang Belum
Tinggi, Departemen Pendidikan Berakhir. Yogyakarta: Pustaka
dan Kebudayaan RI. Pelajar.

Usman, S. 2004. Jalan Terjal Zamroni, M. I. 2010. Perubahan


Perubahan Sosial. Yogyakarta: Sosial-Budaya Petani Organik
CIRED. Di Yogyakarta. Jurnal
Masyarakat & Budaya 12(1):
Usman, S. 2015. Esai-esai Sosiologi:
71-92.
Perubahan Sosial.
Yogyakarta:Pustaka Pelajar. Zulkarnain, I., Husaini, Baekhaki, K.,
dan Christian, F. Y. 2016.
Widiansyah, S. 2017. Dampak
Relasi Antara Penggunaan
Keberadaan Industri terhadap
Android dan Perubahan Sosial
Perubahan Struktur Sosial
Perdesaan: Studi Perubahan
Masyarakat (Studi masyarakat
Sosial di Kabupaten Bogor Jawa
Desa Bojong, Cikupa,
Barat. Jurnal Society 6(2): 1-14.
Kabupaten Tangerang). Jurnal
Hermeneutika 3(2): 35-46.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/soca https://doi.org/10.24843/SOCA.2019.v13.i01.p08

Anda mungkin juga menyukai