Anda di halaman 1dari 8

Bertambah banyaknya pembangunan perumahaan di desa dan berkurangnya lahan bagi petani Latar Belakang Pembangunan pertanian dan

pedesaan mempunyai peranan yang menentukan dalam pembangunan nasional. Pembangunan pertanian merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat di pedesaan yang bergerak di bidang pertanian. Dalam jangka panjang, pembangunan pertanian bertujuan untuk mewujudkan pertanian yang tangguh, maju dan efisien. Untuk mewujudkan tujuan tersebut perlu adanya kebijakan-kebijakan pembangunan yang strategis. Indonesia merupakan sebuah negara yang sedang berkembang dengan struktur perekonomian yang bercorak agraris. Hal ini ditandai dengan kenyataan bahwa sebagian besar dari penduduk Indonesia bermata pencaharian di bidang agraria (pertanian) baik sebagai petani yang memiliki tanah maupun yang tidak memiliki tanah (buruh tani). Dengan demikian untuk masa sekarang ini maupun dimasa-masa mendatang, tanah merupakan sumber daya yang utama bagi seluruh penduduk. Manusia membutuhkan tanah dan hasilnya untuk kelangsungan hidup, membutuhkan tanah untuk tempat hidup dan usaha, bahkan sesudah meninggalpun masih membutuhkan sejengkal tanah. Bagi suatu negara agraris, tanah mempunyai fungsi yang amat penting bagi kemakmuran dan kasejahteraan rakyat. Terutama bagi masyarakat petani, dalam usaha memenuhi kebutuhannya, lingkungan alam sangat mempengaruhi

kelangsungan hidupnya, salah satu unsurnya adalah tanah. Tanah bukan saja sebagai sumber kehidupan atau sumber mata pencaharian bagi petani, namun segala kegiatan sehari-hari, bahkan bangunan untuk tempat tinggalpun biasanya berada di atas tanah. Suatu kenyataan yang tidak dapat disangkal ialah bahwa pembangunan pertanian yang telah dilaksanakan sejak PELITA I (terutama untuk tanaman padi) telah banyak memberikan manfaat, tidak saja berupa kenaikan produksi, pendapatan petani, perluasan kesempatan kerja tetapi juga penghematan devisa yang tidak sedikit. Selain itu juga, terutama bagi negara-negara dunia ketiga (termasuk Indonesia) yang pada umumnya masih tergolong sebagai negara sedang berkembang selalu menunjukkan bahwa kontribusi sektor pertanian terhadap pertumbuhan ekonomi nasional selalu menduduki posisi yang sangat vital. Mengingat sektor pertanian merupakan penghasil bahan pangan dan sekaligus merupakan tumpuan kehidupan bagi sebagian terbesar penduduk maka dapatlah kiranya disimpulkan bahwa sektor yang paling menentukan kemantapan ketahanan pangan nasional ialah sektor pertanian. Akan tetapi hal ini dihadapkan pada kenyataan bahwa ketersediaan lahan pertanian di Indonesia khususnya di JAWA semakin sempit terutama lahan sawah, sehingga upaya peningkatan produksi padi untuk memenuhi kebutuhan pangan semakin bermasalah. Hasil sensus pertanian menunjukkan bahwa penyebab penyempitan lahan sawah di Jawa antara lain adanya konversi lahan sawah menjadi lahan non pertanian terutama untuk pembangunan kawasan pemukiman. Oleh Kasryno (1997) disebutkan bahwa diperkirakan, lahan sawah di Jawa yang beralih fungsi untuk penggunaan non pertanian mencapai sekitar 30-100 ribu hektar per tahun.

Berdasarkan uraian di atas, beberapa permasalahan yang ingin saya kaji dalam penelitian ini yaitu : Bagaimana tingkat persepsi petani terhadap kebijakan alih fungsi lahan dari pertanian ke non pertanian di daerah tersebut? Bagaimana hubungan antara variabel-variabel yang mempengaruhi persepsi dengan tingkat persepsi petani terhadap kebijakan alih fungsi lahan dari pertanian ke non pertanian di daerah tersebut?

Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, maka tujuan dari penelitian ini adalah : Mengkaji tingkat persepsi petani terhadap kebijakan alih fungsi lahan dari lahan pertanian ke non pertanian di daerah tersebut. Mengkaji hubungan antar variabel-variabel yang mempengaruhi persepsi petani dengan persepsinya terhadap kebijakan alih fungsi lahan dari lahan pertanian ke non pertanian. Dalam kasus penguasaan tanah oleh perusahaan pembangunan perumahan dan industri (real estate dan industrial estate) yang pada umumnya diperoleh melalui proses alih fungsi tanah pertanian subur, dijumpai adanya perusahaan-perusahaan yang belum memanfaatkan seluruh tanah yang dikuasainya atau belum menguasai seluruh tanah yang sesuai dengan perencanaan semula. Tampaklah bahwa di satu sisi ada tanah-tanah dalam areal yang luas yang tidak dimanfaatkan, sedangkan di sisi lain untuk memperoleh sebidang tanah relatif tidak mudah karena kenaikan

harga tanah sulit dikendalikan. Akibatnya keadaan ini dapat mempertajam kecemburuan sosial. Masalah tanah adalah masalah yang sangat menyentuh keadilan karena sifat tanah yang langka dan terbatas dan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia. Tidak selalu mudah untuk merancang suatu kebijakan pertanahan yang dirasakan adil oleh semua pihak . Tanah pertanian hanya boleh diubah fungsinya apabila tanah tersebut sudah tidak sesuai lagi untuk usaha pertanian atau apabila nilai ekonomis yang diperoleh akan lebih besar apabila tanah tersebut digunakan untuk pemukiman, perdagangan atau industri sesuai dengan keputusan DPR setempat . Walaupun hak atas tanah sebagian ada tercantum dalam UUPA bahwa berfungsi sosial, kepentingan seseorang atau badan hukum atas tanah sebagai sumber hidup dan sebagainya tidak diabaikan karena berhadapan dengan kepentingan umum. Oleh sebab itu, dilaksanakan pengadaan tanah melalui musyawarah dan diberikan ganti rugi berupa uang, benda maupun fasilitas lainnya, kecuali kalau tidak dicapai titik temu barulah ditempuh jalan pencabutan hak . Pemerintah Kabupaten telah menyusun rencana pembangunan yang berbasis kegiatan sektor dan keruangan sebagai acuan kerja. Hal ini dilakukan dalam rangka untuk mengantisipasi mengenai berbagai permasalahan pembangunan baik skala lokal, regional maupun nasional. Karena adanya berbagai permasalahan dan munculnya permasalahan baru, rencana pembangunan tersebut dimungkinkan untuk direvisi setiap kurun waktu tertentu. Dengan demikian, rencana pembangunan tersebut sebagai satu acuan kerja tetap bisa berfungsi dengan baik.

Rencana pembangunan yang berbasis kegiatan sektor dan keruangan sebagai acuan kerja disini berupa Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten. Mengingat kepada Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang penataan ruang serta Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 tentang pelaksanaan hak dan kewajiban, serta bentuk dan tata cara peran serta masyarakat dalam penataan ruang, kemudian peraturan tersebut dijabarkan lebih lanjut dalam Peraturan Daerah Kabupaten Sukoharjo Nomor 2 Tahun 2004 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Sukoharjo. Dalam peraturan tersebut, terutama pasal 24 yaitu mengenai rencana pengembangan kawasan prioritas Kabupaten Sukoharjo di setiap kecamatan. Disebutkan bahwa untuk Kecamatan Kartasura diprioritaskan sebagai kawasan pusat perdagangan grosir, pendidikan, pelayanan kesehatan, pariwisata dan pengembangan kawasan agroPembangunan dalam suatu negara akan mempengaruhi pola penggunaan lahannya. Bahkan pada masyarakat maju dimana stabilitas baru menuju lingkungan yang lebih baik telah dicapai, upaya perubahan dalam penggunaan lahan sering sangat dibutuhkan. Salah satu sektor yang penting dalam pemenuhan kebutuhan manusia ialah lahan pertanian. Akibat peningkatan jumlah penduduk, lahan pertanian mempunyai kecenderungan mengalami perubahan menjadi lahan non pertanian. Perubahan ini tidak lepas dari semakin bertambahnya keperluan manusia akan tempat pemukiman (perumahan), kesempatan kerja (pembangunan industri, perkantoran dan sarana perdagangan), sarana kesejahteraan sosial (pendidikan, kesehatan, olah raga, tempat

ibadah) serta sarana transportasi (jalan raya, jalan kampung, jalan lingkungan). Perubahan penggunaan lahan pertanian selain atas kehendak masyarakat, dapat pula terjadi karena program pembangunan yang direncanakan oleh pemerintah.

Kesimpulan Berdasarkan tujuannya, hasil dari penelitian tentang persepsi petani terhadap kebijkan laih fungsi lahan dari pertian ke non pertanian ini dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : Berdasarkan tujuan yang pertama yaitu mengkaji tingkat persepsi petani terhadap kebijakan alih fungsi lahan dari pertanian ke non pertanian di daerah JAWA. dapat diambil kesimpulan antara lain : Petani yang telah alih fungsi lahan Tingkat persepsi responden terhadap tujuan kebijakan alih fungsi lahan dari pertanian ke non pertanian adalah termasuk dalam kategori sedang (46,67 persen) dengan jumlah responden 14 orang.

Tingkat persepsi responden terhadap dampak kebijakan alih fungsi lahan dari pertanian ke non pertanian adalah termasuk dalam kategori baik (53,33 persen) dengan jumlah responden 16 orang.

Saran Berdasar hasil penelitian tentang persepsi petani terhadap kebijkan laih fungsi lahan dari pertian ke non pertanian ini dapat diberikan beberapa saran sebagai berikut : Perlu adanya sosialisasi dari pemerintah mengenai kebijakan yang frekuensinya tidak hanya satu kali saja, sehingga pemahaman petani tentang kebijakan semakin bertambah dan pelanggaran yang terjadi dapat diminimalisir. Perlu adanya peningkatan frekuensi penyuluhan kepada petani yang diadakan oleh PPL guna meningkatkan motivasi petani untuk berusahatani sehingga kesadaran terhadap pentingnya lahan pertanian akan bertambah. Mengingat banyaknya dampak (seperti adanya limbah cair menyebabkan air irigasi tidak baik untuk mengairi sawah, pembuangan sampah secara sembarangan dapat mengganggu saluran irigasi, banyaknya jumlah penduduk yang datang menjadikan masyarakat lebih

heterogen lagi sehingga tidak menutup kemungkinan akan terjadi konflik antar masyarakat, untuk mendapatkan tenaga kerja di bidang pertanian sekarang semakin sulit, tanaman menjadi kurang subur karena kekurangan sinar matahari yang pada akhirnya hasil produksi akan menurun, banyaknya bangunan secara otomatis akan mengurangi jumlah luas lahan pertanian yang ada) dan sedikitnya manfaat (manfaat hanya bersifat pribadi, petani yang bersedia lahan pertaniannya dialihfungsikan akan memperoleh keuntungan berupa materi yang besar) maka kebijakan alih fungsi lahan tersebut perlu untuk dikaji lebih lanjut.

Anda mungkin juga menyukai