Anda di halaman 1dari 3

Eksploitasi Lahan Produktif Menjadi Perumahan

(Sudimoro Utara, Kelurahan Mojolangu, Kec. Lowokwaru, Malang)


Oleh
Aisyah Biotri Malida (155100501111011)
Hairil Fiqri (155100500111019)

Lahan pertanian merupakan kebutuhan yang sangat krusial dan sangat sulit untuk
dipenuhi bahkan di kontrol pengelolaannya. Ketika lahan dimanfaatkan untuk melakukan
satu aktivitas maka kebutuhan yang lainnya tidak dapat ditinggalkan, misalkan saja ketika
lahan digunakan untuk kepentingan industri maka kepentingan pertanian tidak dapat
dilakukan, ketika lahan pertanian digunakan untuk area pemukiman maka kegiatan pertanian
tidak dapat dilakukan padahal kebutuhan pangan di Indonesia merupakan hal yang menjadi
pokok permasalahan mengingat impor yang semakin tidak terkendali karena kebutuhan
pangan tidak bisa dipenuhi oleh produksi dalam negeri baik secara kualitas maupun kuantitas.
Berikut ini adalah beberapa pengamatan lapangan yang telah kami lakukan :

Sebelumnya lahan-lahan
berikut ini adalah lahan
produktif yang ditanami
dengan padi sekitar lima
bulan yang lalu, namun
hanya berselang kurang dari
setahun saja dapat dilihat
bahwa perubahan yang
signifikan. Terlihat konversi
yang sangat cepat dari lahan
produktif menjadi lahan
perumahan.

jumlah
struktur
pertanian

Kebutuhan
lahan
untuk kegiatan nonpertanian
cenderung terus meningkat
seiring dengan peningkatan
penduduk dan perkembangan
perekonomian. Alih fungsi lahan
sulit
dihindari
akibat
kecenderungan tersebut. Beberapa

kasus menunjukkan jika di suatu lokasi terjadi alih fungsi lahan, maka dalam waktu yang
tidak lama lahan di sekitarnya juga beralih fungsi secara progresif. Hal tersebut disebabkan
oleh dua faktor. Pertama, sejalan dengan pembangunan kawasan perumahan atau industri di
suatu lokasi alih fungsi lahan, maka aksesibilitas di lokasi tersebut menjadi semakin kondusif
untuk pengembangan industri dan pemukiman yang akhirnya mendorong meningkatnya
permintaan lahan oleh investor lain atau spekulan tanah sehingga harga lahan di sekitarnya
meningkat. Kedua, peningkatan harga lahan selanjutnya dapat merangsang petani lain di
sekitarnya untuk menjual lahan. Pelaku pembelian tanah biasanya bukan penduduk setempat,
sehingga mengakibatkan terbentuknya lahan-lahan guntai yang secara umum rentan terhadap
proses alih fungsi lahan.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Widjanarko, dkk (2006) secara nasional, luas
lahan sawah kurang lebih 7,8 juta Ha, dimana 4,2 juta Ha berupa sawah irigasi dan sisanya
3,6 juta Ha berupa sawah nonirigasi. Selama Pelita VI tidak kurang dari 61.000 Ha lahan
sawah telah berubah menjadi penggunaan lahan nonpertanian. Luas lahan sawah tersebut
telah beralih fungsi menjadi perumahan (30%), industri (65%), dan sisanya (5%) beralih
fungsi penggunaan tanah lain.
Penelitian yang dilakukan Irawan (2005) menunjukkan bahwa laju alih fungsi lahan di
luar Jawa (132 ribu Ha per tahun) ternyata jauh lebih tinggi dibandingkan dengan di Pulau
Jawa (56 ribu ha per tahun). Sebesar 58,68 persen alih fungsi lahan sawah tersebut ditujukan
untuk kegiatan nonpertanian dan sisanya untuk kegiatan bukan sawah. Alih fungsi lahan
sebagian besar untuk kegiatan pembangunan perumahan dan sarana publik.
Faktor lain penyebab alih fungsi lahan pertanian terutama ditentukan oleh :
1. Rendahnya nilai sewa tanah (land rent); lahan sawah yang berada disekitar
pusatpembangunan dibandingkan dengan nilai sewa tanah untuk pemukiman dan
industri.
2. Lemahnya fungsi kontrol dan pemberlakuan peraturan oleh lembaga terkait.
3. Semakin menonjolnya tujuan jangka pendek yaitu memperbesar pendapatan asli daerah
(PAD) tanpa mempertimbangkan kelestarian (sustainability) sumberdaya alam di era
otonomi
Peralihan fungsi lahan pertanian menjadi nonpertanian sangat besar pengaruhnya bila
ditinjau dari segi kebijakan pemerintah yang diberikan terhadap lahan pertanian. Berikut
ini adalah tiga kebijakan nasional yang berpengaruh langsung terhadap alih fungsi lahan
pertanian ke nonpertanian ialah:
1. Kebijakan privatisasi pembangunan kawasan industri sesuai Keputusan Presiden Nomor 53
tahun 1989 yang telah memberikan keleluasaan kepada pihak swasta untuk melakukan
investasi dalam pembangunan kawasan industri dan memilih lokasinya sesuai dengan
mekanisme pasar. Dampak kebijakan ini sangat berpengaruh pada peningkatan kebutuhan
lahan sejak tahun 1989, yang telah berorientasi pada lokasi subur dan menguntungkan dari
ketersediaan infrastruktur ekonomi.

2. Kebijakan pemerintah lainnya yang sangat berpengaruh terhadap perubahan fungsi lahan
pertanian ialah kebijakan pembangunan permukiman skala besar dan kota baru. Akibat
ikutan dari penerapan kebijakan ini ialah munculnya spekulan yang mendorong minat para
petani menjual lahannya.
Terlihat bahwa sering sekali terjadi ketidakserasian antar kebijakan yang dikeluarkan
pemerintah untuk mengatasi alih fungsi yang justru sering sekali justru meningkatkan laju
alih fungsi lahan terutama lahan sawah. Hal tersebut sangat dipengaruhi dengan apresiasi
rakyat dalam negeri terhadap produk pangan dalam negeri dan memilih komoditaskomoditas ekspor yang memang memiliki kualitas lebih baik. Namun jika perilaku seperti
ini diteruskan maka para petani Indonesia akan semakin tidak sejahtera, padahal peran
produksi pertanian dalam negara yang disebut-sebut negara agraris ini diatas kertas
seharusnya dapat subur makmur.
Permasalahan lahan tersebut ditambah lagi dengan kurangnya tenaga intelektual
dalam produksi pertanian. Lulusan Sarjana memilih bekerja dalam industri karena
penghasilan yang lebih menjanjikan dibandingkan dengan bertani karena kurangnya harga
komoditas tertentu. Jika hal ini terus berlangsung, maka hutang negara untuk impor akan
semakin tidak tertutupi ditambah dengan Rupiah yang akan terus terjun bebas.
Langkah jangka panjang yang dapat dilakukan sebagai mahasiswa bioteknologi
khususnya sebagai ujung tombak ketahanan pangan negara ini adalah memperbaiki dan
memaksimalkan fungsi lahan dan produksi pertanian. Peran pemerintah baik nasional
maupun daerah otonom sangat diperlukan demi mempertahankan lahan-lahan produktif
yang masih tersisa, industri dan perumahan sebaiknya dibangun pada daerah dengan lahan
yang tidak produktif, bukan malah menggusur lahan produktif apalagi digunakan untuk
kepentingan pribadi dan bisnis. Lahan pertanian merupakan aspek yang harus sustainable
yang harus tetap dilestarikan dan dimaksimalkan fungsinya. Dengan adanya kesadaran dan
kontrol yang baik dari masyarakat terpelajar dan sokongan dari kebijakan pemerintah,
maka ketahanan pangan dan kendala akibat perubahan fungsi lahan dapat diselesaikan
dengan baik dan berkelanjutan, sehingga impor akan dapat ditekan dan swasembada
bukanlah hal yang tidak mungkin.

Anda mungkin juga menyukai