TINJAUAN PUSTAKA
Lestari (2009) mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi
lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya semula
(seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang menjadi dampak negatif (masalah)
terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri. Alih fungsi lahan juga dapat diartikan sebagai
perubahan untuk penggunaan lain disebabkan oleh faktor-faktor yang secara garis besar meliputi
keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin bertambah jumlahnya dan
Menurut Agus (2004) konversi lahan sawah adalah suatu proses yang disengaja oleh
manusia (anthropogenic), bukan suatu proses alami. Kita ketahui bahwa percetakan sawah
dilakukan dengan biaya tinggi, namun ironisnya konversi lahan tersebut sulit dihindari dan
terjadi setelah system produksi pada lahan sawah tersebut berjalan dengan baik. Konversi lahan
merupakan konsekuensi logis dari peningkatan aktivitas dan jumlah penduduk serta proses
pembangunan lainnya. Konversi lahan pada dasarnya merupakan hal yang wajar terjadi, namun
pada kenyataannya konversi lahan menjadi masalah karena terjadi di atas lahan pertanian yang
masih produktif.
Menurut Kustiawan (1997) konversi lahan berarti alih fungsi atau mutasinya lahan secara
umum menyangkut transformasi dalam pengalokasian sumberdaya lahan dari satu penggunaan
ke penggunaan lainnya.
Pemerintah pusat maupun daerah yang berkaitan dengan perubahan fungsi lahan
pertanian. Proses terjadinya alih fungsi lahan pertanian ke penggunaan non pertanian disebabkan
oleh beberapa faktor. Supriyadi (2004) menyatakan bahwa setidaknya ada tiga faktor penting
1. Faktor eksternal; merupakan faktor yang disebabkan oleh adanya dinamika pertumbuhan
2. Faktor internal; faktor ini lebih melihat sisi yang disebabkan oleh kondisi sosial ekonomi
pembangunan tidak dapat dihindari. Perubahan tersebut terjadi karena dua hal, pertama adanya
keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin meningkat jumlahnya dan kedua
berkaitan dengan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik.
Menurut Fauziah (2005), menyebutkan bahwa alih fungsi lahan yang terjadi di Indonesia
bukan hanya karena peraturan perundang-undangan yang tidak efektif, baik itu segi substansi
ketentuannya yang tidak jelas dan tidak tegas, maupun penegaknya yang tidak di dukung oleh
pemerintah sendiri sebagai pejabat yang berwenang memberikan izin pemfungsian suatu lahan.
Tetapi juga tidak didukung oleh tidak menariknya sektor pertanian itu sendiri. Langka dan
mahalnya pupuk, alat-alat produksi laiinnya, tenaga kerja pertanian yang semakin sedikit, serta
diperkuat dengan harga hasil pertanian yang fluktuatif, bahkan cenderung terus menurun drastis
mengakibatkan minat penduduk (atau pun sekedar mempertahankan fungsinya) terhadap sektor
disengaja oleh manusia (anthropogenic) dengan perubahan fungsi sebagian atau seluruh
kawasan lahan dari fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang
menjadi dampak negatif (masalah) terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri. Selain itu,
disebabkan oleh beberapa faktor yaitu: pertama faktor eksternal; merupakan faktor yang
disebabkan oleh adanya dinamika pertumbuhan perkotaan, kedua faktor internal; faktor ini lebih
melihat sisi yang disebabkan oleh kondisi sosial ekonomi, ketiga faktor kebijakan; yaitu aspek
regulasi. Pada perubahan penggunaan lahan dalam pelaksanaan pembangunan tidak dapat
dihindari. Perubahan tersebut terjadi karena dua hal, pertama adanya keperluan untuk memenuhi
kebutuhan makin kebutuhan penduduk dan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang
lebih baik. Dalam hal ini alih fungsi lahan yang terjadi di Indonesia bukan hanya karena
peraturan perundang-undangan yang tidak efektif, tetapi juga tidak didukung oleh tidak
menariknya sektor pertanian itu sendiri. Langka dan mahalnya pupuk, alat-alat produksi
laiinnya, tenaga kerja pertanian yang semakin sedikit, serta diperkuat dengan harga hasil
2.2 Dampak Alih Fungsi Lahan Sawah Petani Pemilik Terhadap Kehidupan Rumah
Tangganya dan Masyarakat Luas
2.2.1 Dampak alih fungsi lahan sawah petani pemilik terhadap kehidupan rumah
tangganya
Alih fungsi lahan sawah ke penggunaan non pertanian dapat berdampak terhadap
turunnya produksi pertanian, serta akan berdampak pada dimensi yang lebih luas berkaitan
dengan aspek-aspek perubahan orientasi ekonomi, sosial, budaya, dan politik masyarakat.
Menurut Somaji (1994), konversi lahan juga berdampak pada menurunnya porsi dan pendapatan
sektor pertanian petani pelaku konversi dan menaikkan pendapatan dari sektor non pertanian.
Sihaloho (2004) menjelaskan konversi lahan berimplikasi atau berdampak pada
1. Perubahan pola penguasaan lahan. Pola penguasaan tanah dapat diketahui dari kepemilikan
tanah dan bagaimana tanah tersebut diakses oleh orang lain. Perubahan yang terjadi akibat
alih konversi yaitu terjadinya perubahan jumlah penguasaan tanah. Dalam hal ini dapat
dijelaskan bahwa petani pemilik berubah menjadi penggarap dan petani penggarap berubah
menjadi buruh tani. Implikasi dari perubahan ini yaitu buruh tani sulit mendapatkan lahan
2. Perubahan pola penggunaan tanah. Pola penggunaan tanah dapat dari bagaimana masyarakat
dan pihak pihak lain memanfaatkan sumber daya agrarian tersebut. Konversi lahan
menyebabkan pergesaran tenaga kerja dalam pemanfaatan sumber agraria, khususnya tenaga
pertanian. Selain itu, konversi lahan menyebabkan perubahan pada pemanfaatan tanah
dengan intensitas pertanian yang makin tinggi. Implikasi langsung dari perubahan ini adalah
dimanfaatkannya lahan tanpa mengenal sistem bera, khususnya untuk tanah sawah.
3. Perubahan pola hubungan agraria. Tanah yang makin terbatas menyebabkan memudarnya
sistem bagi hasil tanah maro menjadi mertelu. Demikian juga dengan munculnya sistem
tanah baru yaitu sistem sewa dan sistem jual gadai. Perubahan terjadi karena meningkatnya
4. Peruban pola nafkah agraria. Pola nafkah dikaji berdasarkan sistem mata pencaharian
masyarakat dan hasil hasil produksi pertaanian dibandingkan dengan hasil non pertanian.
Alih fungsi lahan yang tidak terkendali dan terjadi secara berlebihan sudah tentu akan
berdampak negatif bagi masa depan pertanian. Apalagi Indonesia dikenal sebagai Negara agraris
dengan sawah terbentang luas dari sabang sampai merauke. Jika lahan pertanian berkurang atau
bahkan habis dikonversi maka Indonesia akan mengalami krisis pangan. Dari tahun ke tahun,
luas lahan produktif yang beralih fungsi terus bertambah, yang akan mengakibatkan terjadi
penurunan produksi pangan nasional. Sedangkan kebutuhan pangan penduduk semakin besar
karena adanya pertumbuhan penduduk yang juga semakin besar. Untuk memenuhi kebutuhan
pangan masyarakat yang semakin meningkat, otomatis diperlukan lahan pertanian yang luas
pula. Namun, dengan adanya alih fungsi lahan maka produksi pangan mengalami penurunan dan
Dampak alih fungsi lahan secara langsung mengurangi luas lahan sektor pertanian yang
dapat ditanami berbagai komoditas pertanian yang dapat ditanami berbagai komoditas pertanian
terutama padi. Apabila hal ini terus dibiarkan dan tidak ada penanganan lebih lanjut, maka
2.2.2 Dampak alih fungsi lahan sawah petani pemilik terhadap kehidupan masyarakat luas
Impilkasi alih fungsi lahan pertanian terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat
sangat kompleks. Dimulai dari semakin mahalnya harga pangan, hilangnya lapangan keja bagi
petani hingga tingginya angka urbanisasi. Selain itu, dampak yang ditimbulkan yaitu
berkurangnya minat generasi muda untuk bekerja di bidang pertanian dan rusaknya saluran
irigasi akibat pendirian bangunan di atas lahan yang awalnya merupakan lahan sawah (Sihaloho
2004).
Dampak alih fungsi lahan berpengaruh pada ketahanan sosial. Ketahanan sosial atau
social resilience dalam konteks ini merujuk pada kemampuan masyarakat, kelembagaan
sosial atau komunitas sosial yang terkait dengan lahan pertanian agar tetap bertahan dan mampu
menghadapi perubahan karena alih fungsi lahan. Untuk kasus Bali, eksistensi kelembagaan
subak mewakili kelembagaan sosial tersebut. Sosial Resilience mencerminkan upaya kelompok
atau kelembagaan masyarakat mempertahankan kelembagaan dan nilai sosial serta norma lokal
dalam proses intervensi atau introduksi nilai dan norma eksternal. Pada ketahanan ekonomi
merujuk pada kemampuan masyarakat yang secara ekonomi harus mampu menghadapi
perubahan sebagai akibat proses terjadinya alih fungsi lahan. Dengan membandingkan beberapa
variabel ekonomi seperti. peluang kerja, tingkat pendapatan dan kesejahteraan sebelum dan
sesudah alih fungsi lahan. Sedangkan pada ekologi mengacu pada pemahaman subak sebagai
suatu ekosistem. Hal yang paling sederhana yang dapat dilihat dalam ekosistem subak setelah
terjadinya alih fungsi lahan adalah menyangkut debit air, pencemaran air, dan lahan sawah,
keadaan biota sawah, produktivitas hasil dan keberlanjutan usahatani (Suradisastra, 2008).
Menurut Lestari (2009) faktor eksternal terjadinya alih fungsi lahan tersebut dengan
adanya dinamika pertumbuhan ekonomi. Faktor jumlah penduduk, jumlah industri, dan PDRB
Alih fungsi lahan pertanian pada umumnya berdampak sangat besar pada bidang sosial
dan ekonomi. Hal tersebut dapat terlihat salah satunya dari berubahnya fungsi lahan. Semakin
sempitnya lahan pertanian akan menyebabkan banyak masalah dalam jangka pendek ataupun
jangka panjang. Implikasi alih fungsi lahan pertanian terhadap kehidupan sosial-ekonomi
masyarakat sangat kompleks. Di mulai dari semakin mahalnya harga pangan, hilangnya lapangan
pekerjaan bagi petani hingga tingginya angka urbanisasi. Selain itu dampak yang ditimbulkan
yaitu berkurangnya minat generasi muda untuk bekerja di bidang pertanian dan rusaknya saluran
irigasi akibat pendirian bangunan di atas lahan yang awalnya merupakan lahan sawah. Pertanian
bagi masyarakat di Bali tidak hanya sebagai sumber pangan dan pendapatan tetapi juga sebagai
sumber budaya. Sebagian besar aktivitas budaya masyarakat Bali bersumber dari sektor
pertanian. Upacara dari penanaman bibit hingga panen semuanya dari kegiatan pertanian
(masaba, mapeed, ngaturang sarin taur, mapag toya, sampai mantenin padi dijineng). Bila
kemudian lahan-lahan produktif pertanian dialih fungsikan menjadi pemukiman, pertokoan, dan
pariwisata maka budaya Bali pun akan berkurang. Pada masa mendatang generasi muda tidak
Dampak alih fungsi lahan menimbulkan dampak sosial bagi masyarakat. Dampak sosial
yang muncul berupa dampak positif, dampak negatif dan masalah sosial. Dampak positif yang
ditimbulkan yaitu terbukanya kesempatan kerja bagi masyarakat. Dampak negatif yang
ditimbulkan yaitu berkurangnya minat generasi muda untuk bekerja di bidang pertanian dan
rusaknya saluran irigasi akibat pendirian bangunan di atas lahan yang awalnya merupakan lahan
sawah. Masalah sosial yang timbul adalah adanya kesenjangan sosial yang terjadi di masyarakat
Ada tiga wujud kebudayaan menurut Koentjaningrat (1979). Pertama yaitu, wujud pola
pikir sebagai ide, gagasan, nilai, atau norma. Kedua wujud aspek sosial sebagai aktivitas atau
pola tindakan manusia dalam masyarakat. Ketiga adalah aspek artefak/kebendaan sebagai benda-
benda hasil karya manusia. Wujud pertama berbentuk abstrak, sehingga tidak dapat dilihat
dengan indera penglihatan. Wujud ini terdapat di dalam pikiran masyarakat. Gagasan itu selalu
berkaitan dan tidak bisa lepas antara yang satu dengan yang lainnya. Keterkaitan antara setiap
gagasan ini disebut sistem. Koentjaraningrat mengemukakan bahwa kata adat dalam bahasa
Indonesia adalah kata yang sepadan untuk menggambarkan wujud kebudayaan pertama yang
berupa ide atau gagasan ini. Sedangkan untuk bentuk jamaknya disebut dengan adat istiadat.
Wujud kebudayaan yang kedua disebut dengan sistem sosial. Sistem sosial dijelaskan
Koentjaningrat sebagai keseluruhan aktivitas manusia atau segala bentuk tindakan manusia yang
berinteraksi dengan manusia lainnya. Aktivitas ini dilakukan setiap waktu dan membentuk pola-
pola tertentu berdasarkan adat yang berlaku dalam masyarakat tersebut. Tindakan-tindakan yang
memiliki pola tersebut disebut sebagai sistem sosial oleh Koentjaningrat. Sistem sosial berbentuk
kongkrit karena bisa dilihat pola-pola tindakannya dengan indra penglihatan. Kemudian wujud
ketiga kebudayaan disebut dengan kebudayaan fisik. Wujud kebudayaan ini bersifat konkret
karena merupakan benda-benda dari segala hasil ciptaan, karya, tindakan, aktivitas, atau
Menurut Arifin (2011) setiap karya budaya selalu mempunyai tiga wujud budaya yaitu:
Wujud ide, wujud berkelakuan berpola, dan wujud teknologi. Dalam aktivitas manusia sehari-
hari ketiga wujud budaya tersebut saling berhubungan timbal balik. Demikian juga setiap karya
budaya suatu masyarakat mempunyai unsur budaya, dari unsur-unsur budaya yang mempunyai
ruang lingkup luas sampai unsur budaya yang mempunyai ruang lingkup sangat kecil. Karya
budaya manusia itu mempunyai unsur unsur budaya yang selalu dijumpai di setiap kehidupan
masyarakat dimana pun di dunia ini. Unsur-unsur budaya tersebut disebut unsur budaya
universal.
Menurut Hoenigman (dalam Koentjaraningrat, 2000), wujud kebudayaan dibedakan
Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide-ide, gagasan,
nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya yang bersifat abstrak; tidak dapat diraba atau
disentuh. Wujud kebudayaan ini terletak dalam kepala-kepala atau di alam pemikiran warga
masyarakat. Jika masyarakat tersebut menyatakan gagasan mereka itu daalam bentuk tulisan,
maka lokasi dari kebudayaan ideal itu berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya para
2. Aktivitas
Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia dalam
masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri dari
aktivitasaktivitas manusia yang saling berinteraksi, mengadakan kontak, serta begaul dengan
manusia lainnya menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya
konkret, terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dan dapat diamati dan didokumentasikan.
3. Artefak/kebendaan
Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas, perbuatan, dan
karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba,
dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya paling konkret diantara ketiga wujud kebudayaan.
Alih fungsi lahan sawah petani pemilik terhadap kehidupan rumah tangganya berdampak
pada turunnya produksi pertanian, serta akan berdampak pada perubahan orientasi ekonomi,
sosial, budaya, dan politik masyarakat. Penggunaan lahan semakin meningkat untuk tempat
tinggal, tempat melakukan usaha, pemenuhan akses umum dan fasilitas lain menyebabkan lahan
lahan pun semakin menyempit. Subak Lange berada di kawasan Desa Pemecutan Kelod,
Kecamatan Denpasar Barat. Alih fungsi lahan yang terdapat di Subak Lange sangat drastis.
Lahan pun semakin menyempit termakan zaman. Hal ini dapat diteliti pada Subak Lange dengan
wujud kebudayaan yaitu: pola pikir, sistem sosial, dan artefak/kebendaan. Adapun kerangka
Wujud Kebudayaan
d. Memang ada
sebelumnya
merencanakan
menjual sawah
e. Manfaat yang
dirasakan setelah
menjual lahan sawah
Simpulan
Rekomendasi
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran Dampak Alih Fungsi Lahan Sawah Petani Pemilik Terhadap
Kehidupan Rumah Tangganya, di Kawasan Desa Pemecutan Kelod, Kecamatan
Denpasar Barat Tahun 2015