Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

Alih Fungsi Lahan Pertanian


Disusun untuk memenuhi salah satu syarat mata kuliah Ekonomi Sumberdaya Alam

Oleh
Vericho Yoso Sutanto 542010122010
Trisno Wiyatno 542010122003
Faridz Fathurrizky Utama 542010122001

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS WIRALODRA
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-NYA sehingga dapat
menyelesaikan laporan ini yang berjudul “Alih Fungsi Lahan Pertanian” untuk memenuhi
tugas matakuliah Ekonomi Sumberdaya Alam.
Seperti pepatah mengatakan “tak ada gading yang tak retak”, makalah ini pun masih
jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari semua pihak
sangat kami harapkan agar dapat menghasilkan makalah yang lebih baik di kemudian hari.
Akhir kata, kami berharap agar makalah ini dapat bermanfaat dan memberi inspirasi bagi
siapapun yang membacanya

Indramayu, 31 Oktober 2023

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................2
DAFTAR ISI..............................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................4
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................6
BAB III PEMBAHASAN..........................................................................................................8
BAB IV KESIMPULAN..........................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................13

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Umumya manusia bergantung pada keadaan lingkungan disekitarnya, yaitu


sumberdaya alam yang dapat menunjang kehidupan sehari-hari. Sumberdaya alam yang
utama bagi manusia adalah tanah, air dan udara. Lingkungan yang sehat akan terwujud
apabila keadaan manusia dengan lingkungannya dapat terjalin dengan baik.
Alih fungsi lahan sawah di Indonesia yang terus berlangsung dan sulit dihindari
berdampak serius terhadap penyediaan beras nasional. Lahan pertanian yang semulanya
berfungsi sebagai sektor pertanian berubah fungsi menjadi lahan non pertanian, seperti
kompleks perumahan, kawasan industri, kawasan perdagangan, kawasan taman kota dan
sarana publik dapat menimbulkan dampak negatif secara ekonomi, sosial, dan lingkungan.
Bagi ketahanan pangan nasional, konversi lahan sawah merupakan ancaman yang serius,
mengingat konversi lahan tersebut sulit dihindari, sementara dampak yang ditimbulkan
terhadap masalah pangan bersifat permanen, kumulatif, dan progresif.
Di Indonesia, angkanya memang sangat mencengangkan. Selama tahun 2000-2002,
luas konversi lahan sawah yang ditujukan untuk pembangunan non pertanian, seperti
kawasan perumahan, industri, taman perkantoran, jalan, dan sarana publik lainnya rata-rata
sebesar 110.160 hektar per tahun. Ini berarti, terdapat sekitar 3000 hektar sawah per hari yang
beralih fungsi ke non pertanian.
Dampak negatif lain akibat konversi lahan sawah merupakan akibat lanjutan dari
rusaknya ekosistem sawah. Mengakibatkan pendapatan petani akan semakin sedikit dan akan
mengalami kesulitan untuk membiayai kebutuhan sehari-harinya. Pada saat yang sama,
terjadi pula perubahan budaya dari masyarakat agraris ke budaya urban. Yang mengakibatkan
peningkatan kriminalitas. Oleh karena kriminalitas pada hakekatnya juga merupakan biaya
sosial yang harus ditanggung oleh komunitas yang bersangkutan maka hal itu berarti net
social benefit turun. Sampai saat ini memang belum ada suatu penelitian yang secara
komprehensif mengkaji persoalan ini.
Dalam konversi lahan pertanian terdapat beberapa aturan, antara lain:
1. Peraturan Menteri Dalam Negeri no.5 Tahun 1974 tentang Ketentuan- ketentuan
Mengenai Penyediaan dan Pemberian Tanah untuk Keperluan Perusahaan.

4
2. Keppres No. 53 Tahun 1989 tentang Kawasan Industri, antara lain ditegaskan bahwa
untuk kawasan industri tidak boleh menggunakan tanah sawah dan tanah pertanian
subur lainnya. Dalam pelaksanaannya, larangan ini telah diberlakukan pula untuk
perumahan, jasa dan lain sebagainya.
3. Keppres No. 33 Tahun 1990 tentang Penggunaan Tanah Kawasan Industri.
4. Keppres No. 55 Tahun 1993 tentang Penyediaan Tanah Untuk Pembangunan bagi
Kepentingan Umum.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Utomo dkk (1992) mendefenisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai
konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan dari fungsinya semula
(seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang menjadi dampak negatif (masalah)
terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri. Alih fungsi lahan berarti
perubahan/penyesuaian untuk penggunaan, disebabkan oleh faktor-faktor yang secara garis
besar meliputi keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin bertambah
jumlahnya dan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik.

Menurut Kustiawan (1997), alih fungsi lahan berarti alih fungsi atau mutasi lahan
secara umum menyangkut transformasi dalam pengalokasian sumberdaya lahan dari satu
penggunaan ke penggunaan lainnya. Sejalan dengan itu Sinaga (2006), mengartikan alih
fungsi lahan sebagai transformasi dalam bentuk pengalokasian sumberdaya lahan dari satu
penggunaan ke penggunaan lainnya, namun secara terminology dalam kajian land economic,
pengertiannya terutama difokuskan pada proses dialih fungsikannya lahan dari lahan
pertanian ke bentuk penggunaan lainnya, khususnya dalam sektor industri. Menurut
Zarmawis Ismail (2000:8), ”Sebagaimana diketahui, bahwa problema kemiskinan bersifat
multi dimensional, karena pada umumnya kondisi kemiskinan selain berhubungan dengan
persoalan-persoalan struktural (seperti ketersediaan sarana dan prasarana) dan ekonomi, juga
berkaitan dengan masalah-masalah non ekonomi, seperti masalah sosio-kultural”.

Keberadaan lahan sawah memberi manfaat yang sangat luas secara ekonomi, sosial,
dan lingkungan. Oleh karena itu, hilangnya lahan sawah akibat dikonversi ke penggunaan
non pertanian akan mengurangi manfaat dari lahan. Namun, itu hanya dinilai secara ekonomi
karena ada pasarnya (tangible and marketabel goods), sedangkan lahan sawah sulit dinilai
karena lebih mengedepankan pada manfaat lingkungan dan sosial, bukan semata ekonomi
(Sitorus, 2001).

Sihaloho (2004) membagi konversi lahan kedalam tujuh pola atau tipologi, yaitu:

1. Konversi gradual berpola sporadis dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu lahan
yang kurang/tidak produktif dan terdesakan ekonomi pelaku konversi.

6
2. Konversi sistematik berpola ‘enclave’ dikarenakan lahan kurang produktif, sehingga
konversi dilakukan secara serempak untuk meningkatkan nilai tambah.
3. Konversi lahan sebagai respon atas pertumbuhan penduduk (population growth driven
land conversion), lebih lanjut disebut konversi adaptasi demografi, dimana dengan
meningkatnya pertumbuhan penduduk, lahan terkonversi untuk memenuhi kebutuhan
tempat tinggal.
A. Konversi yang disebabkan oleh masalah social (social problem driven land
conversion), disebabkan oleh dua faktor yakni keterdesakan ekonomi dan
perubahan kesejahteraan.
B. Konversi tanpa beban, dipengaruhi oleh faktor keinginan untuk mengubah hidup
yang lebih baik dari keadaan saat ini dan ingin keluar dari kampong.
i. Konversi adaptasi agraris, disebabkan karena keterdesakan ekonomi
dan keinginan untuk berubah dari masyarakat dengan tujuan
meningkatkan hasil pertanian.
ii. Konversi multi bentuk atau tanpa bentuk, konversi dipengaruhi oleh
berbagai faktor, khususnya faktor peruntukan untuk perkantoran,
sekolah, koperasi, perdagangan, termasuk sistem waris yang tidak
dijelaskan dalam konversi demografi.

Sumaryanto (1994) dalam Furi (2007) memaparkan bahwa jika suatu lokasi terjadi
konversi lahan pertanian, segera lahan-lahan disekitarnya akan terkonversi dan sifatnya
cenderung progresif. Kebutuhan lahan untuk kegiatan nonpertanian cenderung terus
meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan perkembangan struktur
perekonomian. Menurut Irawan (2005), hal tersebut disebabkan oleh dua faktor. Pertama,
sejalan dengan pembangunan kawasan perumahan atau industri di suatu lokasi alih fungsi
lahan, maka aksesibilitas di lokasi tersebut menjadi semakin kondusif untuk pengembangan
industri dan pemukiman yang akhirnya mendorong meningkatnya permintaan lahan oleh
investor lain atau spekulan tanah sehingga harga lahan di sekitarnya meningkat. Kedua,
peningkatan harga lahan selanjutnya dapat merangsang petani lain di sekitarnya untuk
menjual lahan. Wibowo (1996) menambahkan bahwa pelaku pembelian tanah biasanya
bukan penduduk setempat, sehingga mengakibatkan terbentuknya lahan-lahan yang secara
umum rentan terhadap proses alih fungsi lahan.

7
BAB III
PEMBAHASAN

Menurut Kustiawan (1997), alih fungsi lahan berarti alih fungsi atau mutasi lahan
secara umum menyangkut transformasi dalam pengalokasian sumberdaya lahan dari satu
penggunaan ke penggunaan lainnya. Dapat diartikan pula, alih fungsi lahan adalah perubahan
penggunaan lahan. Pembangunan yang dilakukan dengan maksud memenuhi kebutuhan
masyarakat (Pemukiman, Pasar dan Pertokoan dan Sarana Pendidikan) ternyata tidak
membawa dampak positif saja, dampak negative yang ditimbulkan dari perluasan lahan
pemukiman dan pembangunan sarana umum adalah berkurangnya lahan pertanian, khususnya
areal persawahan. Pembangunan dapat menggambarkan kemajuan suatu daerah, selama tidak
mengganggu ekosistem disekitarnya.

Pemerintah Kabupaten Indramayu akan memproteksi lahan pertanian seluas 118 ribu
hektar. Lahan tersebut merupakan lahan pertanian produktif. “Berdasarkan Perda No 16
tahun 2013 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan lahan pertanian
produktif harus dilindungi dari alih fungsi lahan,” kata Kepala Dinas Pertanian dan
Peternakan Kabupaten Indramayu, Firman Muntako, Rabu 21 Oktober 2015. Di Kabupaten
Indramayu sendiri ada sekitar 118 ribu hektar lahan pertanian produktif yang saat ini sudah
diproteksi. Bersama Bappeda, lanjut Firman, mereka pun akan mengawal agar lahan
pertanian produktif tersebut tidak dialihfungsikan. Untuk alih fungsi akan diarahkan ke lahan
pertanian non produktif. “Yang boleh dialih fungsikan hanya lahan tadah hujan,” kata
Firman. Ada pun luas lahan pertanian tadah hujan di Kabupaten Indramayu ada sekitar 15
ribu hektar. Dari jumlah tersebut jumlah yang sudah terpakai atau dialihfungsikan mencapai
1.200 hektar. Sedangkan untuk pemilik lahan yang masuk lahan pertanian produktif itu pun
akan diupayakan diberikan insentif dan disinsetif. Tujuannya agar alih fungsi lahan pertanian
produktif tidak dilakukan oleh pemilik lahan.

Berdasarkan Perda No 16 tahun 2013 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan


Berkelanjutan pasal 38 disebutkan jika insentif yang diberikan itu diantaranya berupa
keringanan pajak bumi dan bangunan (PBB), pengembangan infrastuktur pertanian,
pembiayaan penelitian dan pengembangan benih dan varietas unggul serta kemudahan dalam
mengakses informasi dan teknologi. Selain itu, penyediaan sarana dan prasarana produksi
pertanian, bantuan dana penerbitan sertifikat bidang tanah pertanian pangan melalui

8
pendaftaran tanah secara sporadik dan sistematik, dan/atau penghargaan bagi petani
berprestasi tinggi. Selain dalam perda, pemberian insentif dan disinsentif bagi petani pemilik
lahan pertanian produktif juga diatur dalam Peraturan Pemerintah No 12 tahun 2012 tentang
Insentif Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. “Sampai saat ini belum ada
realisasinya,” kata Wakil Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Kabupaten
Indramayu, Sutatang, saat dimintai tanggapannya mengenai insentif untuk pemilik lahan
pertanian produktif. Padahal janji itu telah disampaikan sejak 2014. Saat ditanyakan
mengenai alih fungsi lahan produktif di Kabupaten Indramayu, menurut Sutatang, hingga kini
masih terus berlanjut. “Salah satunya untuk perumahan,” kata Sutatang. Alih fungsi lahan
pertanian produktif tersebut diantaranya terlihat di Kecamatan Karangampel, Tukdana,
Indramayu, Patrol dan Jatibarang.

Pembangunan yang tak terkendali membuat luas areal pertanian di Desa/Kecamatan


Patrol, Kabupaten Indramayu, misalnya, areal produktif pertanian terus berkurang. Kondisi
ini cukup disayangkan dan harus segera dikendalikan. Salah satu penyebab alih fungsi lahan
produktif di Kecamatan Patrol adalah masifnya pembangunan perumahan yang berdampak
pada menyempitnya areal pesawahan dan jalur irigasi. Kondisi ini terjadi karena tak sedikit di
antara petani atau pemilik lahan yang tergiur untuk menjual sawahnya ke pengembang
perumahan tanpa memikirkannya secara jangka panjang.

Selain itu mereka juga terpaksa menjual lahannya karena keberadaan perumahan telah
membuat areal persawahan sulit mendapatkan air akibat saluran irigasi yang tersumbat dan
rebutan dengan pengembang. Hal itu dirasakan oleh salah seorang petani di Desa Patrol,
Sahuri (48) yang berniat menjual lahan sawah miliknya karena menyadari ke depan bakal
sulit mendapatkan pasokan air. “Perumahan itu kan ‘nyerangnya’ sawah di depan. Artinya
yang dekat dengan sungai dan jalur irigasi, dipastikan ke depan sawah akan sulit dapat air,”
kata Suhari Menurut Sahuri, kondisi lahan sawah di Desa Patrol sebenarnya salah satu yang
terbaik di Indramayu karena air selalu melimpah. Hanya saja keberadaan perumahan
langsung maupun tak langsung telah merusak saluran irigasi. “Air banyak aja sebenernya sih,
cuma karena irigasi buruk. Ditambah banyak alih fungsi lahan, membuat sawah di sini sulit
air,” paparnya. Petani lainnya, Tadi (38) berharap pemerintah membuat aturan yang tegas
mengenai pengembangan perumahan. “Juga aturan mengenai perlindungan sawah. Apalagi
Indramayu yang produksi padinya sangat besar, tidak menutup kemungkinan akan
mengalami penurunan jika alih fungsi lahan tidak ditekan,” tegas tadi.

9
Adapun penyebab dari alih fungsi lahan adalah sebagai berikut:
A. Pertambahan jumlah penduduk
Akibat dari jumlah penduduk yang semakin meningkat, maka menyebabkan
bertambahnya pula kebutuhan papan atau rumah. Harga tanah yang semakin mahal, membuat
masyarakat enggan membeli, dengan demikian mereka memanfaatkan lahan sawah untuk
membangun perumahan. Sekitar 60 % lahan pertanian (2007 – 2011) digunakan untuk
perumahan.
Masyarakat dari luar pulau jawa yang lalu membeli tanah warga yang kebetulan
membutuhkan uang, hal ini juga salah satu penyebab dari alih fungsi lahan.
B. Kebijakan Pemerintah
Alih fungsi lahan yang dilakukan pemerintah dengn tujuan membantu perekonomian
masyarakat dengan mendirikan sebuah proyek dengan cara membeli lahan dari warga.
C. Pendirian Tempat Pemenuh Kebutuhan Masyarakat
Banyak usaha yang dilakukan oleh masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup,
salah satunya dengan membangun pertokoan yang menjual berbagai kebutuhan masyarakat.
Pertokoan yang dibangun diatas tanah bekas lahan pertanian kini memang telah banyak
dilakukan.
Dengan adanya alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian seperti yang
terjadi di Indramayu ini, maka ada beberapa dampak negative yang ditimbulkan antara lain:
1. Ekosistem terganggu
Dengan adanya alih fungsi lahan dari lahan pertanian menjadi lahan pemukiman maupun
yang lain, menyebabkan berkurangnya habitat bagi komponen penyusun ekosistem sawah,
seperti, tikus, katak, ular, belalang, semut dll. Pemukiman yang berada di tengah areal sawah
atau pun berdekatan dengan sawah menyebabkan salah satu komponen penyusun ekosistem
menjadi hilang ataupun berkurang.
2. Limbah yang Mencemari Lingkungan
Alih fungsi lahan ini disebabkan oleh meningkatnya jumlah penduduk Semakin
banyak jumlah penduduk semakin banyak sampah yang di buang sembarangan dan
mencemari lingkungan. Keterkaitan antara bertambahnya jumlah penduduk dengan
berkurangnya lahan pertanian memang tidak dapat dipungkiri lagi. Semakin banyak jumlah
penduduk, maka kebutuhan papan atau rumah akan semakin banyak.

3. Berkurangnya Penghasilan Petani

10
Lahan yang dibeli dan dijadikan perumahan atau sarana pemenuh kebutuhan yang lain
otomatis membuat sempit lahan petani. Sehingga pendapatan atau hasil panen menurun. Saat
pendapatan petani menurun, berakibat terhadap sulitnya memenuhi kebutuhan hidup yang
semakin tinggi dan semakin mahal, hal ini berdampak buruk juga terhadap ekosistem
manusia.
4. Ketersedian bahan pangan menurun
Dengan berkurangnya lahan pertanian, hasil panen akan menurun dan menyebabkan
produksi pangan disuatu daerah atau wilayah berkurang. Jika dibiarkan terus menerus maka
impor bahan pangan akan semakin tinggi. Berkurangnya ketersedian pangan juga
berhubungan atau berkaitan dengan ekosistem manusia.
Dampak positif yang ditimbulkan dari alih fungsi lahan, antara lain: Dengan adanya
pertambahan jumlah penduduk, maka suatu daerah akan menjadi lebih ramai dan cenderung
lebih cepat berkembang. Pembangunan yang dilakukan disuatu daerah menggambarkan
tentang kemajuan daerah tersebut, semakin banyak tempat pemenuh kebutuhan (toko) dan
pasar, maka memudahkan masyarakat sekitar dalam memenuhi kebutuhan hidup dan dapat
menambah lapangan kerja.
Jika dilihat dari penyebab - penyebabnya. Pemerintah ingin menyediakan tempat yang
baik untuk warga dalam memenuhi kebutuhan hidup, dengan cara pembangunan, tapi hal itu
berdampak buruk pada ketersedian lahan pertanian. Saat ini sebaiknya pemerintah bersama
dinas maupun instansi terkait melakukan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW),
memilih tempat yang kurang baik untuk ditanami (tandus) dan menjadikan tempat itu sebagai
areal pemukiman, sementara areal yang subur, dimanfaatkan sebagai tempat bercocok tanam.
Kembali kepada manusia itu sendiri, bagaimana ia menjaga keseimbangan
ekosistemnya, bisa dengan cara :
1. Membuang sampah pada tempatnya, jangan buang sampah sembarangan, jadi
meskipun berada ditengah sawah, tidak membuat kualitas tanah menjadi turun.
2. Membuat aliran air bekas deterjen, agar tidak mencemari lahan pertanian.
3. Meminimalisir alih fungsi lahan, kesadaran dari diri sendiri untuk membangun rumah
tidak di lahan pertanian
4. Memikirkan pertanian jangka panjang, dengan tidak membuat sempit lahan

Kebijakan pengendalian alih fungsi lahan sawah dengan penetapan Lahan Sawah
yang Dilindungi (LSD) merupakan bukti keseriusan pemerintah menjaga lahan sawah. Dan
menurut saya strategi pengendalian alih fungsi lahan pertanian secara umum meliputi

11
pemberian bantuan dan insentif bagi petani, peningkatan kapasitas SDM di sektor pertanian,
dan penguatan kebijakan di sektor pertanian.

12
BAB IV
KESIMPULAN

1. Setelah terjadinya konversi lahan, akan mengakibatkan banyaknya lahan pertanian yang
berubah fungsi dan semakin sedikitnya lahan yang dapat digunakan untuk bersawah.
2. Penyebab alih fungsi lahan adalah Pertambahan jumlah penduduk, Kebijakan pemerintah,
Pendirian tempat pemenuh kebutuhan masyarakat, dan Peningkatan sumber daya manusia.
3. Dampak negative yang ditimbulkan dari adanya alih fungsi lahan adalah: Ekosistem
terganggu, Limbah yang mencemari lingkungan, Berkurangnya Penghasilan petani,
Ketersedian bahan pangan menurun.
4. Sedangkan dampak positif yang ditimbulkan adalah: Dengan adanya pertambahan jumlah
penduduk, maka suatu daerah akan menjadi lebih ramai dan cenderung lebih cepat
berkembang. Pembangunan yang dilakukan disuatu daerah menggambarkan tentang
kemajuan daerah tersebut, semakin banyak tempat pemenuh kebutuhan (toko) dan pasar,
maka memudahkan masyarakat sekitar dalam memenuhi kebutuhan hidup dan dapat
menambah lapangan pekerjan.

13
DAFTAR PUSTAKA

Furi, D.R. 2007. Implikasi Konversi Lahan Terhadap Aksebilitas Lahan dan
Kesejahteraan Masyarakat Desa. [Sripsi] Fkultas Pertanian. Bogor: Institut
Pertanian Bogor.

Irawan, B. 2005. Konversi Lahan Sawah : Potensi Dampak, Pola


Pemanfaatannya,dan Faktor Determinan.Forum Penelitian Agro Ekonomi Volume
23, Nomor 1, Juni 2005. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.
Bogor.

Ismail Z.2000. Penanggulangan Kemiskinan Masyarakat Perkampungan Kumuh


Di Yogyakarta: Kasus Kelurahan Keparakan. Jakarta: Puslitbang Ekonomi dan
Pembangunan-LIPI (PEP-LIPI).

Kustiawan. 1997. Konversi dan Hilangnya Multifungsi Lahan Sawah. Jakarta:


Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Pakpahan, A. Sumaryanto, S. Friyatno. 1994. Analisis Kebijaksanaan Lahan


Sawah ke Penggunaan Non Pertanian. Laporan Penelitian Tahun I, Pusat
Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian – Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian.

Sihaloho, Martua. 2004. Konversi Lahan Pertanian dan Perubahan Struktur


Agraria. [Tesis] Fakultas Pascasarjana. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Utomo, M., Eddy Rifai dan Abdulmutalib Thahir. 1992.Pembangunan dan Alih
Fungsi Lahan. Lampung: Universitas Lampung.

Wibowo, S.C. 1996. Analisis Pola Konversi Sawah Serta Dampaknya Terhadap
Produksi Beras : Studi Kasus di Jawa Timur. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor. Bogor.

14

Anda mungkin juga menyukai