Anda di halaman 1dari 8

Manajer lahan untuk menjaga alam

Disusun Oleh : HG-3


Abdul Salaam
Alif fadhilah
Deddy santoso
M. Akha Dewantoro
Tamam Abdu
Tyalintika Angelinrizki
Virozza Bianca

FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDONESIA
2015

BAB I
PENDAHULUAN

Menjaga kebersihan merupakan tugas kami serta kewajiban bagi seorang


mahasiswa, karena seperti kita tahu seb elumnya, bahwa bersih merupakan sebagian
dari iman. Selain menjaga kmebersihan, kita juga harus mazmpu untuk menjaga alam
sekitar dengan baik, bukan dengan anarkis dan merusaknya. Sudah menjadi suatu
keharusan bagi kita sebagai generasi penerus bangsa untuk mampu menjadi manajer
alam yang baik, mampu mengelola limbah hasil produksi industry, ataupun mitigasi
bencana. Penanggulangan kawasan hutan yahng sudah ditebangi sudah direncanakan
tahun depan, dimana setiap DMM15 menaman minimal 10 pohon, dan ditanam di
sekitar UI. Untuk itu, kami berharap agar dapat menjalankan madk dengan baik, dan
penuh tanggung jawab.

BAB III
TUJUAN

1.
2.
3.
4.

Memberikan informasi tentang kondisi lahan di Indonesia


Menjelaskan hubungan antara aktivitas manusia dan konversi lahan
Menunjukkan peran kita sebagai manajer alam untuk menjaga lahan di Indonesia
Memberikan informasi tentang penanggulangan bencana

Indonesia dengeri yang rawan akan bencana terutama gempa serta tanah longsor.
Gempa diakibatkan letak geografis Indonesia yang berada di antara dua lempeng
besar, menjadikan Indonesia menjadi Negara yang paling rawan gempa setelah
Jepang. Tanah longsor juga merupakan akibat dari penebangan hutan dan pemakaian
lingkungan bebas tanpa seizing penduduk sekitar.
Aktivitas manusia tidak hanya buruk, tetapi juga mampu untuk berkontribusi menjaga
kesehatan lingkungan. Karena itu, kami mengajak para mahasiswa/I untuk lebih aktif,
nisiatif, serta kontributif, sehingga mampu membawa perubahan yang lebih baik untuk
Indonesia kelak.

BAB IV
FOKUS PERMASALAHAN

Lestari (2009) mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebutsebagai


konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasanlahan dari
fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yangberdampak
negatif (masalah) terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri.Alih fungsi lahan
dalam artian perubahan/penyesuaian peruntukan penggunaan,disebabkan oleh faktorfaktor yang secara garis besar meliputi keperluan untuk memenuhi kebutuhan
penduduk yang makin bertambah jumlahnya danmeningkatnya tuntutan akan mutu
kehidupan yang lebih baik.Alih fungsi lahan sawah ke penggunaan lain telah menjadi
salah satuancaman yang serius terhadap keberlanjutan swasembada pangan.
Intensitas alihfungsi lahan masih sulit dikendalikan, dan sebagian besar lahan sawah
yangberalihfungsi tersebut justru yang produktivitasnya termasuk kategori tinggi sangat
tinggi. Lahan-lahan tersebut adalah lahan sawah beririgasi teknis atau semiteknis dan
berlokasi di kawasan pertanian dimana tingkat aplikasi teknologi dankelembagaan
penunjang pengembangan produksi padi telah maju

(Murniningtyas,2007). Irawan (2005), mengemukakan bahwa konversi yang lebih


besar terjadipada lahan sawah dibandingkan dengan lahan kering karena dipengaruhi
oleh tigafaktor, yaitu: (1) pembangunan kegiatan non pertanian seperti kompleks
perumahan,pertokoan, perkantoran, dan kawasan industri lebih mudah dilakukan
padatanah sawah yang lebih datar dibandingkan dengan tanah kering; (2) akibat

pembangunan masa lalu yang terfokus pada upaya peningkatanproduk padi maka
infrastruktur ekonomi lebih tersedia di daerahpersawahan daripada daerah tanah
kering; (3) daerah persawahan secara umum lebih mendekati daerah konsumenatau
daerah perkotaan yang relatif padat penduduk dibandingkan daerah tanah kering yang
sebagian besar terdapat di wilayah perbukitan danpegunungan.

Alih fungsi lahan sawah dilakukan secara langsung oleh petani pemilik lahan
ataupun tidak langsung oleh pihak lain yang sebelumnya diawali dengantransaksi jual
beli lahan sawah. Proses alih fungsi lahan sawah pada umumnyaberlangsung cepat jika
akar penyebabnya terkait dengan upaya pemenuhankebutuhan sektor ekonomi lain
yang menghasilkan surplus.

Secara ekonomi alih fungsi lahan yang dilakukan petani baik melalui transaksipenjualan
ke pihak lain ataupun mengganti pada usaha non padi merupakankeputusan yang
rasional. Sebab dengan keputusan tersebut petani berekspektasipendapatan totalnya,
baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjangakan meningkat (Ilham dkk,
2003).
Penelitian Syafaat (1995), pada sentra produksi padi utama di Jawa dan luar
Jawa, menunjukkan bahwa selain faktor teknis dan kelembagaan, faktorekonomi yang
menetukan alih fungsi lahan sawah ke pertanian dan non pertanianadalah : (1) nilai
kompetitif padi terhadap komoditas lain menurun; (2) responpetani terhadap dinamika
pasar, lingkungan, dan daya saing usahatani meningkat.Dorongan-dorongan bagi
terjadinya alih fungsi lahan pertanian ke nonpertanian tidak sepenuhnya bersifat
alamiah, tetapi ada juga yang secara langsungatau tidak langsung dihasilkan oleh
proses kebijaksanaan pemerintah.
Proses alih fungsi lahan, telah terjadi asimetris informasi harga tanah,
sehinggasistem

harga

tidak

mengandung

semua

informasi

yang

diperlukan

untuk mendasari

suatu

dalammengalokasikan
darikeberadaan

keputusan

lahan

lahan

transaksi.

secara

sawah

optimal

terabaikan,

Kegagalan
disebabkan
seperti

mekanisme
faktor-faktor

fungsi

sosial,

pasar
lainnya
fungsi

kenyamanan,fungsi konservasi tanah dan air, dan fungsi penyediaan pangan bagi
generasiselanjutnya (Rahmanto dkk, 2008).
Hasil

temuan

Rusastra

(1997),

di

Kalimantan

Selatan,

alasan

utama

petanimelakukan konversi lahan adalah karena kebutuhan dan harga lahan yang
tinggi,skala usaha yang kurang efisien untuk diusahakan pada tahun yang sama
penelitian. Syafaat (1995), di Jawa menemukan bahwa alasan utama petani melakukan
konversi lahan adalah karena kebutuhan, lahannya berada dalamkawasan industri,
serta harga lahan. Pajak lahan yang tinggi cenderungmendorong petani untuk
melakukan konversi dan rasio pendapatan non pertanianterhadap pendapatan total
yang tinggi cenderung menghambat petani untuk melakukan konversi. Sehingga
menimbulakn berbagai dampak negative baik diri sendiri maupun orang lain yang ada di
luar sana.

BAB V
ALTERNATIF SOLUSI

Solusi alternative yang bisa diberlakukan adalah dengan cara menggalakkan


peraturan mengenai penanaman kembali pohon yang sejumlah dengan pohon yang
ditebang oleh pribadi atau instansi atas konversi lahan yang mereka lakukan. Hal ini
selain untuk menutupi penggundulan hutan yang tejadi juga dapat dimanfaatkan untuk
mengembalikan tradisi atau budaya menanam pohon pada generasi yang akan
mendatang. Peraturanini pun harus dijalankan dengan benar dan teratur, agar
penebangan dan penanaman pohon seimbang.
Selain itu seharusnya pemerintah membuka lapangan pekerjaan baru yang tidak
berdampak pada penebangan pohon, agar lapangan pekerjaan yang berdampak
penebangan pohon tidak bertambah dan menjadikan pohon semakin banyak ditebangi.
Lapangan pekerjaan yang bisa dikembangkan contohnya adalah; wisata laut, dimana
wisata laut tidak membutuhkan konversi hutan menjadi tanah gundul, yang diperlukan
hanyalah perlengkapan untuk bisa membuat resort wisata laut.

BAB VI
KESIMPULAN

] Manusia sebagai manajer alam sudah seharusnya menjaga, merawat, dan melindungi
segala yang ada di alam termasuk lahan-lahan besar di Indonesia. Kondisi lahan yang
akhir-akhir ini kurang baik menyebabkan kerusakan bagi daratan Indonesia itu sendiri.
Kondisi ini dapat menyebabkan bencana bagi penduduk yang berada di daerah
tersebut. Kerusakan ini disebabkan oleh beberapa faktor yang salah satunya adalah
dari manajer alam itu sendiri yaitu manusia. Penyebaran penduduk yang tidak merata
menyebabkan penumpukan dibeberapa titik seperti Pulau Jawa dan Sumatera. Mereka
membuka lahan dari hutan-hutan yang ada untuk kehidupan mereka. Dalam hal ini,
pemerintah harus melaksanakan program transmigrasi secara efektif. Namun, program
yang dijalankan ini harus disesuaikan dengan peraturan-peraturan perundangan.
Peraturan tersebut berupa pembatasan izin pembukaan lahan seperti pengurangan
hutan dan juga pertambangan di wilayah-wilayah Indonesia seperti Pulau Sumatera dan
Papua yang sudah dijadikan daerah pertambangan. Peraturan tersebut harus berisikan
sanksi yang tegas dan jelas bagi mereka yang melakukan perladangan dan perburuan
liar. Setelah dijaganya daerah tersebut, manusia sebagai makhluk sosial juga
memerlukan sumber informasi agar tidak terjadi kesalah pahaman dan bencana yang
terjadi akibat kerusakan sebelumnya. Oleh karena itu, sosialisasi kepada penduduk
terutama yang bertempat di wilayah rentan bencana
sangat diperlukan.

mengenai mitigasi bencana

Anda mungkin juga menyukai