Dosen pengampu:
Dr. Sidharta Adyatma, M.Si
Disusun oleh:
Winanda Nathania
2110115220001
1
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI....................................................................................................2
BAB I
PENDAHULUAN............................................................................................3
1.1 Latar Belakang.........................................................................................................3
1.2 Tujuan......................................................................................................................4
BAB Il
PEMBAHASAN...............................................................................................5
2.1 Konsep Dasar Geomorfologi dalam Pertanian.........................................................5
BAB IlL
PENUTUP......................................................................................................18
Kesimpulan..................................................................................................................18
Saran.............................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................19
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
1.2 Tujuan
4
BAB Il
PEMBAHASAN
Pada saat ini geomorfologi telah menjadi ilmu terapan. Terapannya dalam
berbagai bidang muncul secara bertahap dan dianggap penting untuk berbagai
tujuan. Salah satu terapan geomorfologi adalah perencanaan dan pengembangan
pedesaan bidang pertanian, kehutanan yang berkaitan dengan penggunaan lahan
melalui evaluasi lahan (Adhitya, 2008). Peranan geomorfologi dalam evaluasi
lahan merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat penting dalam
kehidupan manusia. Fungsi evaluasi lahan untuk memberikan pengertian tentang
hubungan antara kondisi lahan dan penggunaanya serta memberikan pada
perencana sebagai manfaat dan alternatif penggunaan lahan yang diharapkan akan
berhasil. Salah satu manfaat dari bagian ilmu geomorfologi sebagai evaluasi
kesesuaian lahan (Adhitya, 2008) Aspek utama yang digunakan dalam pendekatan
geomorfologi adalah bentuklahan yang telah banyak digunakan sebagai dasar
5
analisis untuk kajian terapan seperti kemampuan lahan dan kesesuaian lahan
untuk menentukan daerah yang rentan terhadap bencana alam seperti banjir dan
tanah longsor. Setiap bentuk lahan dapat dibagi menjadi satuan yang lebih sempit
yang disebut satuan lahan dengan unsur pembeda dan penciri adalah bentuklahan,
jenis tanah, lereng dan penggunaan lahan (Khikmawan Jiwandaru 2017).
6
2.2 Faktor-faktor Geomorfologi yang Memengaruhi Pertanian
Geomorfologi adalah studi tentang bentuk dan karakteristik permukaan bumi.
Faktor-faktor geomorfologi dapat memiliki dampak signifikan pada pertanian.
Berikut adalah beberapa faktor geomorfologi yang memengaruhi pertanian:
7
lebih rendah dan musim tumbuh yang lebih pendek. Ini dapat mempengaruhi
jenis tanaman yang dapat ditanam dan metode pertanian yang dapat digunakan.
6. Ketersediaan Air: Faktor geomorfologi seperti sungai, danau, atau airtanah
dapat mempengaruhi ketersediaan air bagi pertanian. Pertanian yang
berkelanjutan mempertimbangkan aspek ini dan mengelola sumber daya air
dengan bijaksana.
7. Erosi Tanah: Kemiringan dan tekstur tanah yang salah dapat meningkatkan
risiko erosi tanah. Erosi tanah dapat menghilangkan lapisan humus yang penting
dan merusak struktur tanah, sehingga mengurangi kesuburan dan produktivitas
lahan pertanian.
Berikut beberapa jenis tanah yang cocok digunakan dalam budidaya tanaman :
8
1. Tanah Organosol
Tanah organosol terbentuk dari pelapukan bahan organik yakni berasal dari
pelapukan tanaman yang mati. Tanah ini banyak ditemukan di daerah rawa rawa
dan daerah yang digenangi air. Tanah organosol terbagi menjadi dua jenis tanah
yaitu tanah humus dan gambut. Tanah humus merupakan tanah yang subur
dengan ciri-ciri mengandung bahan organik tinggi sehingga warna tanah ini
menjadi hitam. Tanah ini cocok ditanami padi, nanas dan kelapa. Persebaran
humus di Indonesia meliputi daerah Kalimantan, Sumatera, Papua, Jawa dan
sebagian wilayah dari Sulawesi. Tanah gambut tidak sesubur tanah humus. Tanah
gambut berasal dari pembusukan bahan organik yang berlangsung dalam keadaan
tergenang sehingga tanah menjadi anaerob dan bersifat asam. Tanah gambut dapat
ditanami tanaman kelapa sawit, karet, palawija, nanas, dll. Persebaran tanah
gambut di Indonesia meliputi wilayah Kalimantan, Sumatera dan Papua.
9
2. Tanah Litosol
Tanah litosol berasal dari sisa sisa aktivitas gunung berapi. Ciri-ciri tanah
litosol yaitu memiliki tekstur berbatu-batu, kandungan bahan organik masih
rendah, kedalaman dangkal dan sering terjadi erosi. Tanah ini cocok untuk
ditanami palawija dan rumput ternak. Wilayah penyebaran tanah latosol meliputi
Sumatera, Sulawesi, Maluku, Jawa, Nusa Tenggara dan Papua.
3. Tanah Latosol
Tanah Latosol berasal pelapukan batuan sedimen dan metamorf. Tanah ini
memiliki ciri-ciri warna merah bata karena kandungan zat besi dan aluminium, pH
tanah mendekati netral sehingga bisa diatur kesuburannya dengan sedikit
penambahan pupuk. Jenis tanaman yang cocok di tanami tanah latosol diantaranya
10
cengkeh, tebu, kopi, kelapa sawit, karet, kakao, padi, palawija, buah dan sayuran.
Tanah latosol tersebar di wilayah Lampung, Sumatra Utara, Kalimantan, Jawa
Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Papua.
4. Tanah Alluvial
5. Tanah Regosol
11
Tanah regosol terbentuk dari material yang dikeluarkan letusan gunung
berapi yang belum mengalami perkembangan sempurna. Ciri-ciri tanah regosol
yaitu mengandung bahan organik yang rendah, tekstur kasar, tidak dapat
menampung air dan mineral yang dibutuhkan tanaman dengan baik. Tanaman
yang cocok ditanami tanah regosol yaitu jenis tanaman palawija yang tidak terlalu
banyak membutuhkan air. Tanah ini banyak ditemukan diwilayah Sumatera, Jawa
dan Nusa Tenggara.
6. Tanah Grumusol
Ciri-ciri tanah grumusol yaitu memiliki warna gelap, tekstur yang kering
dan mudah pecah terutama disaat musim kemarau. Tanah grumusol biasa berada
pada daerah dengan topografi datar hingga bergelombang dengan ketinggian 300
meter diatas permukaan laut. Tanaman yang cocok ditanami tanah ini yaitu kayu
jati, jagung, tebu, tembakau, kapas, kedelai dan padi. Persebaran tanah grumusol
meliputi wilayah Nusa Tenggara Timur, Jawa Timur (Ngawi, Madiun) dan Jawa
tengah (Demak. Jepara, Pati, Blora dan Rembang). Ciri-ciri tanah grumusol yaitu
memiliki warna gelap, tekstur yang kering dan mudah pecah terutama disaat
musim kemarau. Tanah grumusol biasa berada pada daerah dengan topografi datar
hingga bergelombang dengan ketinggian 300 meter diatas permukaan laut.
Tanaman yang cocok ditanami tanah ini yaitu kayu jati, jagung, tebu, tembakau,
kapas, kedelai dan padi. Persebaran tanah grumusol meliputi wilayah Nusa
12
Tenggara Timur, Jawa Timur (Ngawi, Madiun) dan Jawa tengah (Demak. Jepara,
Pati, Blora dan Rembang). https://www.hextarfertilizerindonesia.com/mengenal-
jenis-dan-karakter-tanah-untuk-pertanian/
1. Untuk membasahi tanah, yaitu pembasahan tanah pada daerah yang curah
hujannya kurang atau tidak menentu.
2. Untuk mengatur pembasahan tanah, agar daerah pertanian dapat diairi
sepanjang waktu pada saat dibutuhkan, baik pada musim kemarau maupun
musim penghujan.
3. Untuk menyuburkan tanah, dengan mengalirkan air yang mengandung
lumpur & zat – zat hara penyubur tanaman pada daerah pertanian tersebut,
13
sehingga tanah menjadi subur.
4. Untuk kolmatase, yaitu meninggikan tanah yang rendah / rawa dengan
pengendapan lumpur yang dikandung oleh air irigasi (Rachmad, 2009).
Lahan sawah dengan irigasi teknis yaitu jaringan irigasi dimana saluran
pemberi terpisah dari saluran pembuang agar penyediaan dan pembagian air ke
dalam lahan sawah tersebut dapat sepenuhnya diatur dan diukur dengan mudah.
Biasanya lahan sawah irigasi teknis mempunyai jaringan irigasi yang terdiri dari
saluran primer dan sekunder serta bangunannya dibangun dan dipelihara oleh
pemerintah. Ciri-ciri irigasi teknis: Air dapat diatur dan diukur sampai dengan
saluran tersier serta bangunan permanennya.
14
perencanaan dan pelaksanaan partisipatif yang komprehensif untuk mengelola dan
mengembangkan sumber daya air dengan cara yang menyeimbangkan kebutuhan
sosial dan ekonomi, dan ini menjamin perlindungan ekosistem bagi generasi
mendatang. Penggunaan air yang banyak berbeda – untuk pertanian, untuk
ekosistem yang sehat, untuk masyarakat dan mata pencaharian – menuntut
tindakan terkoordinasi. Pendekatan IWRM adalah proses yang terbuka dan
fleksibel, mempertemukan pengambil keputusan di berbagai sektor yang
berdampak pada sumberdaya air, dan membawa semua pemangku kepentingan
untuk menetapkan kebijakan dan membuat keputusan yang seimbang dan
seimbang sebagai respon terhadap tantangan air yang dihadapi.
- Penurunan kemampuan tanah dalam menyerap air (infiltrasi). Hal ini nantinya
dapat mengakibatkan peningkatan limpahan air di permukaan tanah dan pada
akhirnya dapat terjadi banjir. - Terjadinya perubahan struktur tanah
Dampak dari erosi adalah menipisnya lapisan permukaan tanah bagian atas, yang
akan menyebabkan menurunnnya kemampuan lahan (degradasi lahan). Akibat
lain dari erosi adalah menurunnya kemampuan tanah untuk meresapkan air
15
(infiltrasi). Penurunan kemampuan lahan meresapkan air ke dalam lapisan tanah
akan meningkatkan limpasan air permukaan yang akan mengakibatkan banjir di
sungai. Selain itu butiran tanah yang terangkut oleh aliran permukaan pada
akhirnya akan mengendap di sungai (sedimentasi) yang selanjutnya akibat
tingginya sedimentasi akan mengakibatkan pendangkalan sungai sehingga akan
memengaruhi kelancaran jalur pelayaran. Erosi dalam jumlah tertentu sebenarnya
merupakan kejadian yang alami, dan baik untuk ekosistem. Misalnya, kerikil
secara berkala turun ke elevasi yang lebih rendah melalui angkutan air. erosi yang
berlebih, tentunya dapat menyebabkan masalah, semisal dalam hal sedimentasi,
kerusakan ekosistem dan kehilangan air secara serentak. Banyaknya erosi
tergantung berbagai faktor. Faktor Iklim, termasuk besarnya dan intensitas hujan /
presipitasi, rata-rata dan rentang suhu, begitu pula musim, kecepatan angin,
frekuensi badai. faktor geologi termasuk tipe sedimen, tipe batuan, porositas dan
permeabilitasnya, kemiringan lahan. Faktor biologis termasuk tutupan vegetasi
lahan, makhluk yang tinggal di lahan tersebut dan tata guna lahan oleh manusia.
Umumnya, Umumnya, dengan ekosistem dan vegetasi yang sama, area dengan
curah hujan tinggi, frekuensi hujan tinggi, lebih sering kena angin atau badai
tentunya lebih terkena erosi. sedimen yang tinggi kandungan pasir atau silt,
terletak pada area dengan kemiringan yang curam, lebih mudah tererosi, begitu
pula area dengan batuan lapuk atau batuan pecah. porositas dan permeabilitas
sedimen atau batuan berdampak pada kecepatan erosi, berkaitan dengan mudah
tidaknya air meresap ke dalam tanah. Jika air bergerak di bawah tanah, limpasan
permukaan yang terbentuk lebih sedikit, sehingga mengurangi erosi permukaan.
Sedimen yang mengandung banyak lempung cenderung lebih mudah bererosi
daripada pasir atau silt. Dampak sodium dalam atmosfer terhadap erodibilitas
lempung juga sebaiknya diperhatikan
Faktor yang paling sering berubah-ubah adalah jumlah dan tipe tutupan
lahan. pada hutan yang tak terjamah, mineral tanah dilindungi oleh lapisan humus
dan lapisan organik. kedua lapisan ini melindungi tanah dengan meredam dampak
tetesan hujan. lapisan-lapisan beserta serasah di dasar hutan bersifat porus dan
16
mudah menyerap air hujan. Biasanya, hanya hujan-hujan yang lebat (kadang
disertai angin ribut) saja yang akan mengakibatkan limpasan di permukaan tanah
dalam hutan. bila Pepohonan dihilangkan akibat kebakaran atau penebangan,
derajat peresapan air menjadi tinggi dan erosi menjadi rendah. kebakaran yang
parah dapat menyebabkan peningkatan erosi secara menonjol jika diikuti denga
hujan lebat. dalam hal kegiatan konstruksi atau pembangunan jalan, ketika lapisan
sampah / humus dihilangkan atau dipadatkan, derajad kerentanan tanah terhadap
erosi meningkat tinggi (Yasmanidar 2019).
17
BAB IlL
PENUTUP
Kesimpulan
manusia dalam upayanya memanfaatkan lahan untuk meningkatkan
produktivitas pertanian, kadang hanya memandang penghasilan (income) dari
hasil kegiatanya. Campur tangan manusia terhadap pengelolaan sumberdaya lahan
dalam wujud pemanfaatan dan pengelolaan tanah yang mencakup penterasan,
pencangkulan penanaman, penebangan kayu pada lahan-lahan yang mempunyai
kemiringan lereng miring hingga terjal tanpa memperhatikan kaidah-kaidah
konservasi tanah dan air akhirnya dapat menimbulkan masalah baru seperti
terjadinya berbagai macam gerak massa (mass movement). Informasi
geomorfologi suatu daerah menjadi pertimbangan yang sangat penting dalam
upaya pengelolaan daerah yang bersangkutan, salah satunya adalah konservasi
tanah sebagai upaya untuk rehabilitasi lahan. faktor geomorfologi yang
memengaruhi pertanian:
Topografi,
Drainase,
Bentuk Lahan,
Ketinggian,
Ketersediaan Air,
Erosi Tanah,
Saran
Makalah ini bertujuan untuk memberikan pandangan umum tentang
penerapan geomorfologi dalam aktivitas pertanian di Indonesia. Anda dapat
melengkapi setiap bagian dengan informasi yang lebih rinci, contoh kasus nyata,
18
dan referensi terbaru untuk mendukung argumen yang disampaikan.
DAFTAR PUSTAKA
Ardi, 2013. 2015. “I r i g a s I.” UU No.7 tahun 2004 tentang Sumberdaya Air:
46–94.
Dean, Dennis R. et al. 1993. Explorations in Economic History 24(6): ETG 5-1-
ETG 5-17. https://doi.org/10.1016/j.eeh.2020.101342.
19