Anda di halaman 1dari 11

TUGAS SURVEY LAHAN

TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBERDAYA LAHAN

Disusun oleh:
Arya Cahyo Pratama 225040201111093
Siti Azizah Noor Hasanah 225040200111071
Aprilia Elsa Manora 225040200111090
Febian Dera Mahendra 225040200111204
Diani Siregar 225040201111004
Virnanda Septyana Putri 225040201111159
Rabita Ira Khusnaini 225040207111048
Agro Tangkas Pamungkas 225040207111124
Alfarini Putri 225040207111190

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2024
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara agraris dimana sektor pertanian memegang peran
penting dalam menyediakan pangan bagi seluruh penduduk, selain itu sektor pertanian
menjadi andalan penyumbang devisa negara. Dengan kekayaan alamnya yang
melimpah Indonesia memiliki tantangan besar dalam mempertahankan sumber daya
alamnya. Pada ekosistem pertanian, konservasi sumber daya lahan menjadi sangat
penting untuk memastikan keberlanjutan ekosistem-ekosistem, termasuk
keanekaragaman hayati dan fungsi ekosistem.
Lahan termasuk sumberdaya alam yang memiliki peranan dalam kehidupan
manusia, lahan memiliki lingkungan biofisik seperti vegetasi, topografi, dan bentuk
lahan. Menurut Baja (2012), lahan adalah luasan yang ada di permukaan bumi yang
mempunyai penciri terjadinya siklus baik atmosfer, tanah, geologi, hidrologi, populasi,
tumbuhan, dan hewan. Dalam pemanfaatan lahan harus sesuai dengan karakteristik
lahan tersebut agar kelestarian lingkungan dapat terjaga dengan baik.
Salah satu komponen sebagai komponen utama sumberdaya lahan yang
menjadi landasan bagi pertumbuhan tanaman dan habitat bagi berbagai makhluk hidup
yaitu tanah. Menurut Matheus (2016), penerapan teknik konservasi tanah perlu
mempertimbangkan tiga hal utama yaitu curah hujan, kondisi tanah (sifat tanah,
kemiringan, ketebalan solum) dan kemampuan petani (biaya, waktu, dan tenaga kerja
yang tersedia). Kondisi tanah yang baik adalah faktor penentu utama untuk
keberhasilan berbagai aktivitas manusia terutama dalam bidang pertanian dan
pengelolaan lahan. Selain itu, tanah yang sehat juga akan mendukung pertumbuhan
tanaman yang optimal, menjaga keseimbangan ekosistem, dan berkontribusi pada
ketahanan lahan terhadap perubahan iklim dan tekanan lainnya.
Konservasi lahan dapat diartikan sebagai penempatan bidang lahan dan
memanfaatkannya sesuai dengan kaidah konservasi agar tidak menimbulkan terjadinya
kerusaka lahan. Sifat fisik, kimia, dan keadaan topografi lapangan menentuka
kemampuan untuk penggunaan dan perlakuan yang diperlukan. Dengan dilakukannya
penentuan klasifikasi penggunaan lahan maka konservasi lahan tidak lagi menjadi
penundaan penggunaan lahan, melainkan penyesuaian penggunaan dengan
kemampuan tanah sehingga tetap dapat menjadikan lahan maupun tanah berfungsi
secara tetap.
Karakteristik Wilayah

Wilayah kota Batu memilki sumberdaya alam yang potensial. Disamping tata
guna lahan, bentuk lahan (landform) Kota Batu juga memiliki bentuk yang khas. Salah
satu desa yang menjadi tempat budidaya pertanian adalah Desa Sumber Brantas. Desa
Sumber Brantas berada pada 7,76544˚ LS dan garis bujur 112,52936˚ LT dengan
ketinggian 1.400 sampai dengan 1.700 mdpl. Dengan kemiringan lereng, ketinggian
dan tanah yang subur, serta hujan yang cukup menjadikan wilayah Kota Batu sangat
cocok untuk budidaya pertanian sayur dan buah-buahan.
Kondisi Lahan

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, lahan pada desa sumber Brantas


memiliki tanah yang gembur berwana coklat kehitaman yang termasuk kedalam jenis
tanah andisol. Menurut pendapat Ferdeanty et al., (2019) menyatakan bahwa Andisol
merupakan tanah yang berasal dari bahan induk vulkanik dan abu vulkanik yang
tergolong relatif masih muda. Andisol memiliki karakteristik tanah yang dicirikan
dengan warna tanah yang hitam, porous, kandungan bahan organik dan lempung
berebentuk amorf, yaitu alofan kemudian sedikit silika.
Tutupan Lahan
Pada lahan yang diamati didominasi dengan penanaman wortel, sawi, dan juga
kentang dengan pengolahan lahan dalam bentuk guludan. Tanaman kentang cocok
ditanam pada daerah dataran tinggi atau pegunungan dengan ketinggian 1000-3000 m
dpl (Putro, 2010). Tanaman wortel merupakan tanaman yang cocok dibudidayakan
pada ketinggian 500-1000 m dpl dengan kondisi tanah yang gembur dan subur
(Lesmana, 2015). Tanaman sawi cocok untuk dibudidayakan pada daerah yang
memiliki ketinggian 1.200 m dpl (Usman & Maripul, 2010) . Oleh karena itu, desa
Sumber Brantas sangat cocok untuk budidaya tanaman sayur-sayuran.
Kemiringan Lahan
Penentuan kemiringan lahan menggunakan aplikasi clinonmeter pada
smarthphone dengan cara melihat titik tertinggi lahan dari titik terendah lahan. Dari
hasil tersebut diketahui lahan yang diamati memiliki kemiringan lereng sebesar 33%.
Berdasarkan kelas kemiringan lereng, kemiringan 33% termasuk ke dalam kelas lereng
yang curam. Kemiringan lereng yang curam sangat penting untuk diperhatikan dalam
praktik konservasi lahan agar potensi erosi tanah dan peningkatan resiko longsor dapat
dikendalikan. Klasifikasi kemiringan lereng tentunya dapat digunakan untuk
merencanakan pengelolaan lahan pertanian yang sesuai dengan daerah tersebut.

Dari hasil pengamatan dan wawancara dengan salah satu petani setempat,
pembuatan guludan mengikuti kemiringan lereng bertujuan untuk mengikuti arus air
dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah. berdasarkan pernyataan petani
permasalahan yang timbul merupakan tergerusnya tanah pada guludan saat hujan turun
(Yumai 2019).
Pengolahan Lahan
Pengolahan lahan merupakan merupakan langkah awal dalam melakukan suatu
budidaya tanaman. Tujuan dari pengelolaan lahan adalah untuk menciptakan kondisi
tanah yang sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan suatu komoditas tanaman.
Tujuan lain dari pengolahan lahan atau tanah adalah menyiapkan tempat tumbuh bagi
tanaman, menciptakan daerah perakaran yang baik, memberantas gulma dam
membenamkan sisa-sisa tanaman, serta memperbaiki aerasi dan drainase tanah
(Habiby et al., 2013).

Pengelolaan lahan yang dijumpai pada lapangan yaitu dibuat guludan. Guludan
merupakan pembentukan garis kontur berupa tanggul atau bendungan kecil yang dibuat
di lereng gunung atau bukit untuk mengurangi erosi tanah dan mempertahankan
kelembaban tanah. Teknik ini disebut juga sebagai terrace farming atau pertanian
berteras. Pembuatan kguludan pada pertanian berteras merupakan praktik konservasi
tanah yang telah digunakan secara tradisional dalam berbagai budaya. Guludan
membantu mewujudkan pertanian yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.
Permasalahan di Lahan Tersebut
Pembuatan guludan searah dengan lereng memberikan pengaruh yang tidak
nyata terhadap pertumbuhan tanaman. Pembuatan guludan merupakan salah satu
metode fisik dimana cara ini dapat mengurangi aliran permukan hingga 71,14-71,63%
(Nainggolan, 2022). Menurut Nainggolan (2022) menanam diatas guludan dengan
memotong lereng dapat menekan erosi hingga 80,9-93,6 %. Sedangkan menurut
Ropiyanto dkk. (2021) guludan yang memotong lereng dapat meningkatkan
penyerapan air oleh tanah sehingga menekan aliran permukaan dan erosi.
Budidaya pertanian tidak akan terlepas dari masalah pada proses budidayanya,
menurut narasumber pada saat wawancara di lahan desa Sumber Brantas masalah
utama yang tidak bisa dihindari adalah Iklim. Menurut pendapat Hoeriyah (2021)
menyatakan bahwa perubahan iklim merupakan hal yang tidak dapat dihindarkan
akibat adanya pemanasan global yang dapat berdampak buruk terhadap berbagai aspek
kehidupan, terutama pada sektor pertanian. Pengaruh perubahan iklim terhadap sektor
pertanian memiliki lebih dari satu permasalahan dimulai dari sumberdaya,
infrakstruktur pertanian, dan juga sistem produksi pertanian hingga pada aspek
ketahanan dan kemandirian pangan, serta kesejahteraan petani dan masyarakat. Salah
satu dampak perubahan iklim yaitu menyebabkan cuaca yang tidak menentu dimana
adanya wilayah yang mengalami curah hujan tinggi sedangkan wilayah lainnya
mengalami kekeringan (Sudarma & Rahman, 2018). Hal ini menyebabkan para petani
kesulitan dalam memprediksi musim tanam secara akurat. Selain itu, adanya penurunan
indeks pertanaman (IP) karena tanaman hortikultura merupakan tanaman semusim
yang cenderung sensitif terhadap cekaman (kelebihan atau kekurang air) (Sukarman et
al., 2018).
Dampak dari perubahan iklim terhadap sektor pertanian dapat mengakibatkan
peningkatan curah hujan pada wilayah tertentu dan sekaligus dapat menyebabkan
kekeringan di tempat yang lain, juga peningkatan suhu udara.
Pembahasan
Konservasi lahan yang dijumpai di lapang, yaitu pada lahan dengan kemiringan
yang curam, petani menggunakan guludan yang mengikuti kemiringan lereng dengan
alasan untuk mengikuti arus air dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah. Petani
menyatakan bahwa permasalahan yang timbul yaitu tergerusnya tanah pada guludan
saat hujan turun.
Dalam kasus ini, petani menggunakan metode konservasi lahan yang
melibatkan penggunaan guludan untuk mengurangi erosi tanah di lahan dengan
kemiringan yang curam. Mereka berpendapat bahwa guludan, yang mengikuti
kemiringan lereng, membantu mengalirkan air hujan dari tempat yang tinggi ke tempat
yang rendah, sehingga mengurangi tekanan air yang dapat menyebabkan erosi. Namun,
petani juga menghadapi masalah tergerusnya tanah pada guludan saat hujan turun, yang
mengindikasikan bahwa metode ini mungkin tidak sepenuhnya efektif dalam
mencegah erosi.
Sementara itu, teori konservasi lahan menawarkan berbagai strategi untuk
mengurangi erosi tanah, terutama pada lahan dengan kemiringan curam. Beberapa teori
dan praktek yang dapat digunakan untuk mengatasi kasus ini menurut Idjudin (2011)
yaitu:
1. Konservasi Tanah dan Air : Prinsip ini menekankan pentingnya mengurangi erosi
tanah dan mempromosikan retensi air di lahan pertanian. Salah satu strategi utamanya
adalah kontur guludan, yang merujuk pada pembuatan guludan yang mengikuti kontur
atau kemiringan lereng untuk mengurangi aliran air dan erosi.
2. Pengendalian Erosi: Teori ini menyoroti perlunya pengendalian erosi tanah melalui
pengelolaan tanah yang baik, seperti penanaman penutup tanah, pembuatan teras, dan
teknik pengelolaan air yang tepat. Metode ini dirancang untuk memperlambat aliran
air dan mengurangi tekanan air yang dapat menyebabkan erosi.
3. Konservasi Tanah Berbasis Vegetasi: Salah satu strategi yang umum digunakan
adalah menanam vegetasi penutup tanah seperti rumput atau legum untuk menahan
tanah dan mengurangi erosi. Vegetasi ini juga membantu menyerap air hujan dan
mengurangi aliran permukaan.
Berikut beberapa jenis konservasi yang dapat di terapkan :
Jenis Konservasi Deskripsi
Kontur Guludan Pembuatan guludan yang mengikuti kontur atau
kemiringan lereng untuk mengurangi aliran air dan erosi.
Pembuatan Terasering Pembuatan tanggul atau teras bertingkat di lereng guna
mengurangi aliran air dan memperlambat erosi.
Penanaman Penutup Menanam vegetasi penutup tanah seperti rumput atau
Tanah legum untuk menahan tanah dan mengurangi erosi.
Pengelolaan Air Teknik pengelolaan air yang tepat seperti penggunaan
sistem irigasi yang efisien dan pembuatan saluran air untuk
mengalirkan air hujan secara terkendali
Dari beberapa strategi konservasi pada tabel, pembuatan terasering bisa
menjadi opsi yang paling sesuai untuk mengatasi permasalahan petani. Terasering
adalah metode konservasi lahan yang umum digunakan di lahan dengan kemiringan
curam. Tujuan pembuatan teras adalah untuk mengurangi kecepatan aliran permukaan
(run off) dan memperbesar peresapan air, sehingga kehilangan tanah berkurang.
Pembuatan terasering dilakukan untuk mengurangi panjang lereng dan menahan atau
memperkecil aliran permukaan agar air dapat meresap dalam tanah (Hernowo et al.,
2016). Hal ini mengurangi tekanan air yang dapat menyebabkan erosi dan
memungkinkan tanah untuk tetap berada di tempatnya, menjaga kesuburan dan
produktivitas lahan.
Meskipun pembuatan terasering dapat menjadi pilihan yang efektif untuk
mengurangi erosi tanah pada kemiringan curam, perlu diingat bahwa penerapannya
membutuhkan biaya dan tenaga kerja yang cukup besar. Selain itu, pembuatan
terasering juga dapat memengaruhi struktur dan tata guna lahan. Oleh karena itu,
penting untuk mempertimbangkan dengan cermat kebutuhan dan kondisi spesifik
setiap lahan sebelum memutuskan metode konservasi yang akan diterapkan.
Daftar Pustaka
Baja, S. 2012. Tataguna Lahan dalam Pengembangan Wilayah dengan Pendekatan
Spasial dan Aplikasinya. Yogyakarta.
Nainggolan, A. F. 2022. Pengaruh Gulidan Pemupukan Terhadap Kehilangan Unsur
Hara dan C-organik Akibar Erosi Serta Produksi Singkong (Manihot esculenta)
Tahun di Laboratorium Lapang Terpadu. Skripsi. Universitas Lampung.
Ropiyanto, A., I. S. Banuwa., N. S. Aini., dan Afandi. 2021. Pengaruh Guludan dan
Pupuk Organonitrofos terhadap Aliran Permukaan dan Erosi pada Pertanaman
Singkong (Manihot esculenta Crantz.) Musim Tanam Keenam. Jurnal Agrotek
Tropika, 10(2): 279-287
Yumai, Y., Tilaar. S., & Makarau, V. H. 2019. Kajian Pemanfaatan Lahan Pemukiman
di Kawasan Perbukitan Manado. Jurnal Spasial, 6(3).
Ferdeanty., Sufardi., & Teti, A. 2019. Karakteristik Morfologi dan Klasifikasi Tanah
Andisol di Lahan Kering Kabupaten Aceh Besar. Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Pertanian, 4(4):666-675.
Putro, A. T. A. M. 2010. Budidaya Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) DI Luar
Musim Tanam. Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Usman., & Maripul. 2010. Budidaya Tanaman Sawi. Balai Pengkaji Teknologi
Pertanian Riau. Pekanbaru.
Hoeriyah, R. 2021. Perubahan Iklim Terhadap Sektor PertanianUniversitas
Muhammadiyah Yogyakarta.
Habiby, M. R., Sengli, D., dan Jonathan, G. 2013. Pertumbuhan Dan Produksi Kacang
Tanah (Arachis Hypogaea L.) Pada Beberapa Pengolahan Tanah Inseptisol Dan
Pemberianpupuk Kascing. Jurnal Online Agroekoteknologi, 1(4): 1183-1194.
Mattheus, Rupa. 2016. Rancang Bangun Model Usahatani Konservasi Sebagai Upaya
Peningkatan Produktivitas Lahan Kering. Jurnal Partner, 1: 38-44.
Suarma, I Made., & Abd. Rahman As-syakur. 2018. Dampak Perubahan Iklim
Terhadap Sektor Pertanian Di Provinsi Bali. Jurnal Sosial-Ekonomi Pertanian
dan Agribisnis, 12(1): 87-97.
Sukarman., Anny, M., Setiyo, P. 2018. Modifikasi Metode Evaluasi Kesesuaian Lahan
Berorientasi Perubahan Iklim. Jurnal Sumberdaya Lahan, 12(1): 1-11.
Idjudin, A. A. (2011). Peranan konservasi lahan dalam pengelolaan perkebunan. Jurnal
sumberdaya lahan, 5(2), 103-116.
Hernowo, L. T., Djarwanti, N., & Surjandari, N. S. (2016). Analisis Stabilitas Lereng
Dengan Terasering Di Desa Sendangmulyo, Tirtomoyo, Wonogiri. Matriks
Teknik Sipil, 4(2).

Anda mungkin juga menyukai