Anda di halaman 1dari 9

TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBERDAYA LAHAN

“Tugas M14 Individu”

Disusun Oleh:
Nama : Nur Fabillah Isnaini
NIM : 205040207111057
Kelas :D
Dosen : Syamsul Arifin, SP., M.Si

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2022
2

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu tujuan penting yang berguna untuk mencegah erosi, memperbaiki tanah yang
rusak, dan memelihara serta meningkatkan produktivitas tanah ialah konservasi tanah dan air.
Sementara itu, tujuan dari konservasi air ialah untuk menjamin ketersediaan air demi generasi
yang akan datang, Salah satu upaya yang digunakan untuk mencegah kerusakan tanah akibat
erosi dan untuk memperbaiki tanah yang rusak akibat erosi ialah definisi dari konservasi
tanah. Sedangkan untuk konservasi air dapat didefinisikan sebagai suatu penggunaan air hujan
yang jatuh ke tanah untuk pertanian yang efisien dan untuk mengatur waktu terkait aliran air
agar tidak terjadi banji yang dapat merusak dan air yang cukup pada saat musim kemarau tiba.
Oleh karena itum konservasi tanah memiliki keterkaitan dengan konservasi air, dimana setiap
perlakuan yang diberikan pada sebidang tanah dapat berpengaruh terhadap tata air yang ada di
tempat tersebut. Dengan demikian, konservasi tanah dan konservasi air merupakan dua hal
yang memiliki hubungan erat terkait tindakan konservasi yang akan dilakukan untuk
permasalahan di suatu lahan.
Kerusakan tanah dapat terjadi akibat unsur hara dan bahan organik di daerah perakaran
menghilang, selain itu terjadinya salinisasi, terakumulasinya unsur beracun bagi tanaman,
penjenuhan tanah oleh air dan erosi. Kemampuan tanah dalam mendukung pertumbuhan
tanaman akan berkurang jika kerusakan tanah oleh satu atau lebih dari proses tersebut.
Sementara itu, kerusakan sumber air dapat terjadi seperti hilangnya atau mengeringnya mata
air yang berkaitan dengan erosi. Kualitas air yang menurun dapat diakibatkan oleh adanya
kandungan sedimen dan unsur yang terbawa masuk oleh air yang bersumber dari erosi, tercuci
oleh air hujan dari lahan-lahan pertanian atau bahan dan senyawa dai limbah industri atau
limbah pertanian lain. Peristiwa ini dapat disebut dengan polusi air, dimana polusi air ini
dapat terjadi dengan masuk dan mengendapnya sedimen di dalam air secara berlebihan
sehingga dapat mengakibatkan pedangkalan dan dapat memungkinkan terjadinya banjir akibat
daya tampung air yang berkurang. Sementara itu, masuknya unsur hara ke badana ir
mengakibatkan terjadinya eutrofikasi, dimana peristiwa ini dapat meningkatkan unsur hara
yang ada di dalam air sehingga dapat mempercepat pertumbuhan tanaman air dan mikroba.
Eutrofikasi dapat menyebabkan fugsi badan air menurun, contohnya seperti ikan, alur
transportasi, dan sumber air untuk konsumsi dan irigasi.
Erosi dapat didefinisikan sebagai suatu peristiwa hilangnya atau terkikisnya tanah ataupun
bagian-bagian tanah dari suatu tempat oleh air atau angin. Terjadinya erosi ini dapat
mebgakibatkan lapisan tanah yang subur hilang dan berkurangnya kemampuan tanah dalam
menyerap dan menahan air. kerusakan yang dialami ini dapat berupa kemunduran sifat-sifat
kimia dan fisika tanah seperti kehilangan unsur hara dan bahan organik. Selain itu, dapat pula
mengikatnya kepadatan dan ketahanan penetrasi tanah, kapasitas infiltrasi tanah menurun, dan
kemampuan tanah dalam menahan air. Oleh karena itu, dapat mengakibatkan produktivitas
tanah menurun dan pengisian air bawah tanah dapat berkurang. Tanah yang tererosi terangkut
aliran permukaan yang akan diendapkan di tempat- tempat yang alirannya melambat atau
berhenti di dalam berbagai badan air seperti sungai, saluran irigasi, waduk, danau atau muara
sungai. Endapan tersebut menyebabkan pendangkalan pada badan sungai dan akan
mengakibatkan semakin sering terjadi banjir dan semakin dalam banjir yang terjadi.
Berkurangnya infiltrasi air ke dalam tanah menyebabkan berkurangnya pengisian kembali air
bawah tanah yang berakibat tidak ada air masuk ke sungai pada musim kemarau. Dengan
demikian peristiwa banjir di musim hujan dan kekeringan di musim kemarau merupakan
peristiwa lanjutan yang tidak terpisahkan dari peristiwa erosi. Selain itu peristiwa tercucinya
unsur hara yang menyebabkan eutrofikasi menjadi salah satu penyebab lain dari proses erosi.
3

Pada umumnya, konservasi tanah dan air dapat dibagi menjadi 4, diantaranya yaitu
metode vegetative, teknis, mekanik, dan kimia. Teknik konservasi tanah di Indonesia
diarahkan pada tiga prinsip utama yaitu perlindungan permukaan tanah terhadap pukulan
butir-butir hujan, dapat meningkatkan penyimpanan air, dan dapat mengurangi laju aliran
permukaan sehingga material tanah dan hara yang terhanyut dapat terhambat. Manusia
memiliki keterbatasan dalam mengendalikan erosi sehingga dibutuhkan adanya upaya
penetapan kriteria tertentu dalam tindakan konservasi tanah. Salah satu pertimbangan yang
harus disertakan dalam merancang teknik konservasi tanah ialah dengan nilai batas erosi yang
masih dapat diabaikan. Apabila bersarnya erosi pada tanah dengan sifat-sifat tersebut lebih
besar dibandingkan dengan angka erosi yang masih dapat diabaikan, maka tindakan
konservasi akan sangat diperlukan. Ketiga teknik konservasi tanah tersebut pada prinsipnya
mempunyai tujuan yang sama yaitu untuk mengendalikan laju erosi, tetapi efektifitas,
persyaratan, dan kelayakan untuk diterapkan akan sangat berbeda. Dengan demikian,
diperlukan adanya pemilihan terkait teknik konservasi yang tepat dalam menangani terjadi
erosi pada suatu lahan.
1.2 Tujuan
Tujuan dari adanya pembuatan laporan ini ialah untuk mengetahui tindakan konservasi
tanah dan air dan untuk mengetahui permasalahan serta tindakan yang tepat pada Dusun Brau
Desa Gunung Sari Kota Batu.
1.3 Pertanyaan Penelitian
Apakah tindakan konservasi tanah dan air dapat diterapkan dari permasalahan yang ada di
Dusun Brau Desa Gunung Sari Kota Batu.
1.4 Hipotesis
Adanya teknik konservasi yang tepat pada Dusun Brau Desa Gunung Sari Kota Batu,
salah satunya ialah dengan menggunakan konservasi mekanik berupa pembuatan teras
bangku.
4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Jurnal 1: Optimization of Stand Structure in Robinia Pseudoacacia Linn. Based on Soil
and Water Conservation Improvement Function
Peningkatan tutupan vegetasi di negara Tiongkok setidaknya mencapai 25% dari
peningkatan tutupan vegetasi global selama dua dekade terakhir. Dari pandangan penelitian
saat ini, penanaman hutan R. Pseudoacacia merupakan pilihan yang masuk akal di daerah
kering dan semi kering. Akan tetapi, struktur tegakan hutan R. Pseudoacacia yang tidak tepat
dapat mengakibatkan degradasi fungsi ekologis utama hutan. Dengan demikian, perlu untuk
mengatasi struktur tegakan yang tidak tepat agar lebih efektif memberikan peran hutan R.
pseudoacacia yang tak tergantikan di SWCF. Identifikasi faktor-faktor struktur tegakan yang
dapat meningkatkan SWCF hutan secara signifikan, dan desain langkah-langkah optimalisasi
struktur tegakan kuantitatif dan operasional dapat meningkatkan SWCF tegakan secara
terarah dan kuantitatif. Strategi optimalisasi hutan R. Pseudoacacia adalah dengan
mengendalikan kerapatan tegakan dalam kisaran yang wajar dengan cara penanaman dan
penanaman kembali.
Jurnal 2: Evaluation of Soil and Water Conservation Function in the Wugong Mountain
Meadow Based on the Comprehensive Index Method
Kemampuan fungsi konservasi air tidak hanya menentukan kualitas lingkungan hidup
tetapi juga mempengaruhi proses pertukaran material dan transmisi antara struktur bumi dari
interface. Selain itu, erosi tanah merupakan masalah lingkungan global. Hal ini dapat
menyebabkan kerusakan struktur tanah dan hilangnya unsur hara, menyebabkan degradasi
fungsi tanah. Erosi tanah juga dapat mempengaruhi proses hidrologi dan siklus unsur-unsur
penting, seperti karbon dan nitrogen. Di berbagai daerah, teknik konservasi tanah dan air
banyak digunakan untuk mengurangi kehilangan air dan tanah melalui tindakan rekayasa,
pengolahan tanah, dan tindakan biologis. Misalnya pengaruh tanah dan hutan konservasi air
dalam melestarikan tanah dan air tercermin terutama dalam mengurangi gerusan limpasan
permukaan dan mempertahankan atau memulihkan kesuburan tanah. Berdasarkan hasil
penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diketahui bahwa karakteristik hidro-fisik dan
sifatsifat tanah di padang rumput pada ketinggian 1600 m-1900 m dan kedalaman lapisan
tanah 0- 20 cm dan 20-40 cm. Maka dapat disimpulkan bahwa bahwa nilai komprehensif dari
kerapatan curah tanah, porositas, dan kapasitas menahan air dari tanah padang rumput ini
berbeda pada ketinggian dan lapisan tanah yang berbeda. Selain itu, studi komprehensif
fungsi konservasi air tanah menunjukkan bahwa kapasitas konservasi air tanah berbeda
dengan kedalaman lapisan tanah pada perubahan ketinggian.
Jurnal 3: Impact of Soil and Water Conservation Practices on Crop Income in Tembaro
District, Southern Ethiopia
Erosi dan degradasi tanah membatasi produksi pangan yang juga dapat menimbulkan
ancaman terhadap perubahan iklim dan kesehatan manusia serta mencemari kualitas udara
dan air dengan melepaskan partikel, sedimen, dan nutrisi. Setiap tahun, Ethiopia kehilangan
hampir dua miliar ton tanah, dengan separuhnya adalah tanah pertanian. Maka perlu
diadakannya konservasi tanah dan air dengan tujuan untuk mengurangi dan meningkatkan
degradasi. Berdasarkan dari hasil penelitian yang dilakukan, menunjukkan bahwa hasil
perkiraan menunjukkan bahwa peserta dalam program konservasi tanah dan air memiliki hasil
panen yang lebih tinggi daripada rekan mereka. Perkiraan model pencocokan skor
kecenderungan menggunakan algoritma pencocokan kernel menunjukkan bahwa program
konservasi tanah dan air memiliki dampak yang menguntungkan pada pendapatan pertanian.
Kontak penyuluhan, pelatihan, jarak dari rumah petani ke balai pelatihan petani, luas areal
5

yang dimiliki, kepemilikan ternak, dan umur rumah tangga ditemukan sebagai faktor paling
penting yang mempengaruhi keterlibatan petani dalam praktik konservasi tanah dan air.
Jurnal 4: Do Agricultural Extension Services Promote Adoption of Soil and Water
Conservation Practices? Evidence from Northern Ghana
Salah satu komponen utama praktik pertanian cerdas iklim yang dipromosikan oleh
pemerintah dan mitra pembangunan di banyak negara berkembang termasuk Ghana adalah
praktik Konservasi Tanah dan Air (SWC). SWC mencakup penggunaan manajemen erosi dan
metode lain untuk mengurangi kehilangan tanah dan unsur hara serta menghemat kelembapan
tanah. Dengan demikian, adopsi SWC oleh petani diharapkan menjadi strategi adaptasi
perubahan iklim, dan akibatnya mengarah pada ketahanan petani terhadap variabilitas iklim,
peningkatan pendapatan pertanian, dan status ketahanan pangan. Proyek pengembangan dan
petani dengan pengalaman langsung di komunitas mereka telah menguji ini dan banyak
strategi SWC lainnya. Ketika petani membuat keputusan untuk mengakses layanan
penyuluhan atas kemauan sendiri, yang sebenarnya merupakan situasinya, bias pemilihan
sampel muncul. Dikatakan bahwa akses ke layanan penyuluhan bersifat endogen ketika ada
faktor yang tidak teramati yang mempengaruhi penerapan SWC dan juga berkorelasi dengan
memiliki akses ke layanan penyuluhan. Dalam hal ini, menjadikan layanan penyuluhan hanya
sebagai variabel independen tanpa mengatasi masalah bias pemilihan sampel dan endogenitas
akan menyebabkan estimasi bias potensial. Mempertimbangkan pentingnya layanan
penyuluhan untuk penyebaran informasi pertanian budaya, perkiraan yang benar dan tidak
bias sangat penting untuk desain dan implementasi kebijakan tingkat petani. Studi ini
memberikan dua kontribusi yang signifikan terhadap literatur empiris dan keputusan
kebijakan yang diinformasikan. Pertama, model probit multivariat (MVP) diterapkan untuk
menguji komplementaritas atau/dan kemampuan substitusi dari empat kunci SWC yang biasa
dipraktikkan di wilayah studi serta faktor-faktor yang memengaruhi pilihan praktik SWC oleh
petani. Kedua, melalui penggunaan endogenous switching probit (ESP), faktor penentu akses
petani terhadap layanan penyuluhan dan dampak kuantitatif dari layanan penyuluhan terhadap
penerapan praktik SWC oleh petani diidentifikasi dan diperkirakan. Akun estimator ESP
untuk perbedaan rumah tangga yang teramati dan tak teramati Jika kondisi yang sesuai
tersedia, metode SWC dapat membantu spektrum petani yang luas.
Jurnal 5: Understanding Why Farmers Adopt Soil Conservation Tillage: A Systematic
Review
Tantangan utama pertanian yang banyak dihadapi saat ini ialah dalam hal
menghasilkan makanan dan serat yang cukup secara berkelanjutan untuk pertumbuhan
populasi global tanpa mengorbankan integritas lingkungan dan tanpa biaya lingkungan yang
tidak dapat diterima. Namun, tanah di seluruh dunia berisiko mengalami kehilangan dan
degradasi yang parah di bawah sistem manajemen saat ini seperti pengolahan lahan pertanian
yang intensif. Dengan demikian, pentingnya mengurangi kehilangan dan degradasi tanah
sejak dini untuk mencegah kerusakan permanen terhadap lingkungan tidak bisa terlalu
ditekankan. Salah satu cara yang mungkin untuk mencapai tujuan ini adalah melalui praktik
konservasi tanah Dalam pertanian tanpa olah tanah, penanaman dilakukan di tanah yang tidak
terganggu, menghindari prosedur mekanis yang meningkatkan erosi dan pemadatan tanah.
Tidak sampai petani biasanya menggunakan herbisida untuk membunuh vegetasi di lapangan
dan menggunakan mesin pembibit khusus yang tidak mengolah tanah, melainkan membuat
alur sempit, cukup besar untuk benih disuntikkan, tanpa membalik tanah. Tidak seperti CST,
pengolahan tanah konvensional (CT) melibatkan beberapa lintasan mesin di lapangan dan
mengubur sebagian besar sisa tanaman ke dalam tanah. Karena metode ini membajak di
bawah banyak tunggul tanaman, maka permukaannya relatif terbuka dan rentan, tanpa sisa
tanaman dan mulsa. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat diketahui bahwa
meskipun efek positif pada laba tidak dijamin, literatur yang luas telah menunjukkan bahwa
6

penghematan biaya dan tenaga kerja dari CST seiring dengan peningkatan hasil, terutama
dalam jangka panjang meningkatkan kemungkinan keuntungan positif.
Jurnal 6: Physical Properties of Soils Under Conservation Agriculture: A Multi-site
Experiment on Five Soil Types in South-western France
Sistem pertanian memainkan peran penting dalam mengatur dan memodifikasi aliran
air pada skala regional melalui pilihan rotasi tanaman dan praktik pertanian terkait, seperti
penggunaan irigasi. Pada skala lahan pertanian dan tangkapan air, air didistribusikan dalam
kompartemen lingkungan menurut berbagai mekanisme: penguapan dari tanah, transpirasi
tanaman, limpasan (sumber potensial erosi), dan infiltrasi, yang dapat mengisi ulang air tanah.
Akan tetapi, mengarah ke drainase melalui zona tak jenuh dan pencucian nitrat atau pestisida.
Sifat fisik, kimia, dan biologi tanah, di bawah pengaruh kuat praktik pertanian di lahan
budidaya, sangat memengaruhi distribusi dan kualitas air melalui berbagai mekanisme. Oleh
karena itu, meningkatkan pengetahuan tentang sifat-sifat tanah dan besaran variabilitas
temporal dan spasialnya sangat penting untuk (i) menggambarkan proses tanah dengan lebih
baik, seperti infiltrasi, limpasan, pengisian akuifer, dan migrasi nutrisi atau polutan, dan (ii)
mengoptimalkan desain dan pengelolaan sistem irigasi dan drainase.
Jurnal 7: Suitable Coverage and Slope Guided by Soil and Water Conservation can
Prevent non-point Source Pllution Diffusion: A Case Study of Grassland
Curah hujan merupakan penyebab utama limpasan permukaan, dan vegetasi
merupakan lapisan fungsional pertama dan terpenting untuk mereduksi energi potensial curah
hujan. Vegetasi tidak hanya menurunkan energi potensial curah hujan tetapi juga
meningkatkan kualitas air dengan kinerja intersepsi daun dan kinerja penyerapan akar.
Namun, menentukan tutupan vegetasi dan kemiringan tanam yang sesuai untuk mencegah
erosi tanah dan difusi polutan secara efektif masih belum jelas, sehingga meningkatkan
kesulitan ekologis. Restorasi vegetasi merupakan langkah penting dalam mengendalikan
kehilangan tanah dan air serta dalam pemurnian kualitas air dan dapat diterapkan secara
ekstensif pada proyek penghijauan perkotaan dan Grain for Green (GFG). Berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan maka dapat diketahui bahwa limpasan permukaan dapat
mendorong transportasi sedimen, yang meningkatkan kemungkinan difusi sumber polusi;
tutupan vegetasi yang sesuai dapat secara efektif mengurangi erosi tanah untuk menghindari
polusi sumber non-titik. Hasil analisis menunjukkan bahwa limpasan permukaan, hasil
sedimen, SS, TN, TP dan COD menurun dengan meningkatnya intensitas curah hujan dan
kemiringan lereng tetapi meningkat dengan meningkatnya tutupan vegetasi. Tutupan vegetasi
berpengaruh positif terhadap kapasitas pemurnian padang rumput Festuca arundinacea, tetapi
intensitas curah hujan dan kemiringan lereng berpengaruh negatif terhadap kapasitas
pemurnian. Cakupan vegetasi yang optimal harus lebih tinggi dari 84%, dan kemiringan
tanam harus kurang dari 10ÿ untuk mengendalikan erosi tanah dan mencegah penyebaran
polusi sumber non-titik.
Jurnal 8: Evaluation of Soil and Water Conservation Performance Under Promotion
Incentive Based on Stochastic Frontier Function Model
Erosi tanah adalah salah satu masalah lingkungan ekologi yang paling serius di Cina.
Saat ini, sekitar 1/3 dari daratan China menderita kehilangan tanah dan air dalam derajat yang
berbeda-beda. Dibandingkan dengan banyak negara berkembang dan negara pasca sosialis,
transformasi pasar China hanya dalam 20 atau 30 tahun juga telah menyebabkan perubahan
sosial yang dramatis, yang mengakibatkan banyak masalah sosial. Pengaduan lingkungan
sering terjadi ketika tidak ada pengelolaan lingkungan yang tepat. Untuk dampak
pembangunan ekonomi China terhadap lingkungan dalam beberapa tahun terakhir, perilaku
pengaduan lingkungan telah berkembang karena persyaratan publik untuk pengelolaan dan
perlindungan lingkungan. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa
7

output pertanian berdampak positif terhadap kinerja pengelolaan sumber daya tanah dan air,
sedangkan remunerasi pekerja pertanian dan pendapatan yang dapat dibelanjakan berdampak
negatif.

Jurnal 9: Global Impact of Climate Change on Soil Erosion and Potential for
Adaptation through Soil Conservation
Degradasi lahan merupakan ancaman global yang secara negatif mempengaruhi fungsi
ekosistem dan kapasitasnya untuk menyediakan jasa ekosistem. Erosi tanah adalah salah satu
proses utama yang menyebabkan degradasi lahan dan sebagian besar mempengaruhi lapisan
tanah atas yang subur, yang memainkan peran penting dalam produktivitas sistem agroeko
dan fundamental untuk penyediaan makanan keamanan. Erosi tanah juga memengaruhi siklus
biogeokimia dan, karenanya, berinteraksi dengan perubahan iklim itu sendiri, dampak erosi
tanah di tempat termasuk hilangnya bahan organik, yang mengurangi air dan kapasitas
menahan nutrisi tanah. Erosi tanah di bawah perubahan iklim paling langsung dipengaruhi
oleh perubahan curah hujan yang ekstrim. Presipitasi ekstrim diproyeksikan meningkat
sebagai akibat dari peningkatan kapasitas menahan kelembaban dari atmosfer yang lebih
hangat, menghasilkan siklus hidrologi yang lebih kuat. Perubahan iklim kemungkinan besar
menyebabkan peningkatan infiltrasi limpasan permukaan berlebih, mendorong erosi sungai
dan parit (ephemeral), yang dilaporkan berkontribusi paling besar terhadap hasil sedimen
total.
Jurnal 10: Spatial Optimization of Soil and Water Conservation Practices using
Coupled SWAT Model and Evolutionary Algorithm
Erosi tanah yang dipercepat adalah salah satu bentuk utama degradasi lahan sumber
daya alam. Erosi tanah dapat menyebabkan lebih dari 83% degradasi lahan di seluruh dunia
dan telah menjadi ancaman bagi ketahanan pangan. Erosi tanah oleh air diakui sebagai
masalah serius di sebagian besar wilayah Iran. Sekitar 100 juta ha tanah Iran terkena erosi
tanah atau bentuk kerusakan kimia dan fisik lainnya yang menyebabkan sekitar 300 (Mm3)
endapan sedimen di bendungan, setiap tahunnya. Oleh karena itu, praktik Konservasi Tanah
dan Air (SOL) menjadi prioritas organisasi lokal dan internasional untuk pengendalian erosi
tanah dan hasil sedimen Praktek-praktek ini termasuk manajemen (non-struktural), dan
praktekpraktek struktural yang dapat mengurangi jumlah sedimen dan polutan nontitik yang
masuk ke reservoir air. Penerapan praktik SWC di wilayah DAS yang luas biasanya tidak
mungkin dilakukan karena keterbatasan sumber daya keuangan dan kendala lingkungan Oleh
karena itu, perencana DAS perlu memperkenalkan metode yang efektif untuk memilih lokasi
yang cocok untuk menerapkan praktik SWC. Dampak dari setiap praktik tergantung pada
lokasi implementasinya di DAS, yang membutuhkan sejumlah besar skenario untuk
dibandingkan. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa metodologi
yang dikembangkan saat ini seperti metode mendapatkan tar, membutuhkan waktu komputasi
yang lebih lama untuk mendapatkan solusi yang lebih tersebar karena ada hubungan dinamis
antara algoritma dan model SWAT. Dibandingkan dengan metode lazim untuk menempatkan
praktik konservasi seperti metode penargetan dan area sumber kritis, metode pengoptimalan
NSGA memerlukan sistem komputasi yang tinggi dan lebih banyak waktu untuk
mendapatkan ukuran populasi yang berbagai ruang solusi terutama dalam kasus SWC dan
HRU dalam jumlah besar.
8

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Kegiatan penelitian dilakukan di Dusun Brau Desa Gunungsari Kota Batu dan
sekitarnya. Penelitian ini akan dilaksanakan pada Bulan Januari 2023. Desa Gunungsari
terletak di Kecamatan Bumiaji, Kota Batu dengan luas desa sekitar 530 Ha. Desa Gunungsari
terbagi atas 10 dusun yaitu Prambatan, Pagergunung, Kapru, Kandangan, Talangrejo,
Brumbung, Ngebruk, Jantur, Claket, Brau. Dusun Brau terletak di bagian barat Desa
Gunungsari di kecamatan Bumiaji kota Batu Kabupaten Malang.Wilayah Dusun Brau secara
Astronomi terletak antara: 122 ̊29’45.68’’Bujur Timur dan 7 ̊50’50.66’’ dengan batas wilayah
sebagai berikut, pada bagian utara dibatasi oleh Desa Tulungrejo, pada bagian selatan dibatasi
oleh Kelurahan Songgokerto, pada bagian timur dibatasi oleh Dusun Claket dan pada bagian
barat dibatasi oleh Desa Pandesari.
3.2 Alasan Memilih Lokasi
Alasan dalam memiliki lokasi Dusun Brau Desa Gunungsari Kota Batu yang dijadikan
untuk kegiatan penelitian ialah karena pada lokasi tersebut terdapat beberapa permasalahan
seperti terjadinya bencana alam tanah longsor, erosi, dan lain sebagainya. Selain itu, daerah
Batu juga mempunya kemiringan yang cukup curam, dimana daerah yang memiliki
kemiringan yang semakin curam maka akan mudah terjadinya erosi apabila tidak terdapat
vegetasi yang dapat menahan air hujan yang jatuh ke tanah.
3.3 Metode Penelitian
Metode penelitian yang dilakukan ialah menggunakan metode kualitatif berupa studi
kasus yang ada di lapang meliputi kajian pustaka, tinjauan pustaka, kajian teoritis, landasan
teori, telaah pustaka, dan tinjauan teoritis. Data-data yang dibutuhkan dalam penelitian dapat
diperoleh dari sumber pustaka atau dokumen. Beberapa hal yang harus ada dalam sebuah
penelitian supaya dapat dikatakan ilmiah, juga memerlukan hal lain seperti rumusan masalah,
landasan teori, analisis data, dan pengambilan kesimpulan. Penelitian dengan studi literatur
yang merupakan penelitian yang persiapannya sama dengan penelitian lainnya akan tetapi
sumber dan metode pengumpulan data dengan mengambil data di pustaka, membaca,
mencatat, dan mengolah bahan penelitian. Metode kualitatif merupakan metode penelitian
untuk berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan meneliti pada kondisi obyek
yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai
instrumen kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive dan
snowbaal,teknik pengumpulan dengan trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat
induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada
generalisasi. Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data tidak dipandu oleh teori tetapi
dipandu oleh fakta-fakta yang ditemukan pada saat penelitian di lapangan. Oleh karena itu
analisis data yang dilakukan bersifat induktif berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan dan
kemudian dapat dikonstruksikan menjadi hipotesis atau teori. Jadi dalam penelitian kualitatif
melakukan analisis data untuk membangun hipotesis, sedangkan dalam penelitian kuantitaif
melakukan analisis data untuk menguji hipotesis (Abdussamad, 2021).
9

DAFTAR PUSTAKA
Abdussamad, Z. 2021. Metode Penelitian Kualitatif.
Danso, D., dan Abbeam. 2022. Do Agricultural Extension Services Promote Adoption Of Soil
And Water Conservation Practices? Evidence From Northern Ghana. Journal Of
Agriculture And Food Research, 10: 1 – 10.
Eekhout, J. P. C dan V. Joris De. 2022. Global Impact Of Climate Change On Soil Erosion
And Potential For Adaptation Through Soil Conservation. Earth-Science Reviews: 1-
12.
Hou, G., Z. Jiangkun., C. Xinglei., H. Fang., Z. Tunqi., W. Yong., L. Xianwei., F. Chuan dan
T. Bo. 2022. Suitable Coverage And Slope Guided By Soil And Water Conservation
Can Prevent Non-Point Source Pollution Diffusion: A Case Study Of Grassland.
Ecotoxicology and Environmental Safety, 24: 1 – 10.
Naseri, F., A. Mahmood dan D. M. Taghi. 2022. Spatial Optimization Of Soil And Water
Conservation Practices Using Coupled SWAT Model And Evolutionary Algorithm
International Soil And Water Conservation Research: 1 -12.
Oierakhi. O. M dan W. Richard. T. 2022. Understanding Why Farmers Adopt Soil
Conservation Tillage: A Systematic Review. Soil Security, 9: 1 – 11.
Rana, S., C. Xuna., W. Yanfang., H. Chuanwei., J. Razia. S., L. Zhen., W. Yanmei., C. Qifei.,
G. Xiadong dan G. Xiaomin. 2022. Evaluation Of Soil And Water Conservation
Function In The Wugong Mountain Meadow Based On The Comprehensive Index
Method. Hellyon, 8: 1 – 8.
Syakir Media Press. Alletto, L., C. Sixtine., B. Julie., L. Maylis., D. Damien., P. Anthony., G.
Benoit., P. Pierre dan B. Vincent. 2022. Physical Properties Of Soils Under
Conservation Agriculture: A MultiSite Experiment On Five Soil Types In South-
Western France. Deoderma, 428: 1 – 13.
Tesfayohannes, S., K. Setahun Dan M. Yared. 2022. Impact Of Soil And Water Conservation
Practices On Crop Income In Tembaro District, Southern Ethiopia. Heliyon, 8: 1 – 9.
Wang, N., B. Huaxing., C. Yanhong., Z, Danyang., H. Guirong., Y, Huiya., L. Zehui., L.
Daoyun Dan J. Chuan. 2022. Optimization Of Stand Structure In Robinia
Pseudoacacia Linn. Based On Soil And Water Conservation Improvement Function.
Ecological Indicators, 36: 1 – 11.
Wang, Y., L. Xuan., X. Qi., Y, Limeng., L. Chouhuang dan L. An. 2022. Evaluation Of Soil
And Water Conservation Performance Under Promotion Incentive Based On
Stochastic Frontier Function Model. Alexandria Engineering Journal: 1 – 8.

Anda mungkin juga menyukai