Anda di halaman 1dari 6

Teknik Konservasi Tanah dan Air

26 March 2011 Leave a Comment

Degradasi lahan dapat terjadi lantaran masyarakat cenderung mengeksploitasi  lahan-lahan


pertanian dan mengakibatkan penambangan pada tanah. perubahan teknologi atau
intensifikasi penggunaan lahan bahkan bisa menggantikan pepohonan dan vegetasi yang
berakar dalam dengan tanaman bahan makanan yang berakar dangkal sehingga tanah mudah
tererosi. sementara itu laju pembentukan kembali tanah dan lapisan permukaan yang tererosi
sangat lamban sehingga degradasi lahan nyaris tidak dapat tergantikan kembali secara cepat.
konsep laju kehilangan lapisan permukaan digunakan sebagai pendekatan degradasi lahan.
laju erosi diantaranya dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakni :

1. tingkat erosivitas atau faktor curah hujan.


2. sifat fisik tanah
3. kemiringan  lahan dan pannjang lansekap
4. karakteristik tanaman penutup tanah dan manajemen usaha tani.

untuk daerah yang berpendapatan rendah atau tidak ada mempunyai alternatif mata
pencaharian lain yang memadai, eksploitasi lahan pertanian yang berlebihan justru akan
meningkatkan kecenderungan degradasi lahan. hal yang perlu dicatat adalah apabila
intensifikasi penggunaan lahan kering lebih banyak berlangsung pada lahan yang kemiringan
curam dan tanpa menghiraukan aspek konservasi, konsekuensi pada degradasi lahan akan
semakin besar.

untuk menanggulangi fenomena degradasi lahan adopsi teknologi konservasi masih


ditentukan oleh faktor-faktor keterkaitan antara tingginya tingkat degradasi lahan dan tingkat
keuntungan usaha tani pada suatu lahan dan tingkat kemiringan yang berbeda. pada keadan
ekstrim, para petani akan mau mengadopsi teknologi konservasi hanya jika terdapat manfaat
ekonomi dari kegiatan tersebut. kemungkinan ekstrim lainnya adalah masyarakat petani
sayuran dilereng-lereng bukit yang jelas-jelas mempunyai kecenderungan degradasi lahan
yang sangat tinggi mungkin saja enggan mengadopsi teknologi konservasi jika penghasilan
dari usaha tani sayuran itu tidak terpengaruh oleh degradasi lahan.

beberapa rekomendasi makro yang mungkin dapat secara efektif untuk menurunkan tingkat
degradasi lahan adalah upaya-upaya yang mengarah pada penurunan derajat intensifikasi
penggunaan lahan, pengurangan tekanan penduduk, dan peningkatan serta pemantapan
strategi yang mampu meningkatkan pendapatan petani. selain itu juga penerapan teknologi
konservasi yang ramah lingkungan dan murah serta aplikatif adalah salah satu jalan
mengurangi laju erosi/ degradasi lahan.

Salah satu kegiatan dalam menyelamatkan lahan dari tingkat erosi yang tinggi adalah
penerapan teknik konservasi tanah dan air disamping kegiatan reboisasi, penghijauan,
pemeliharan dan pengayaan tanaman. Konservasi tanah dan air merupakan upaya untuk
penggunaan lahan sesuai dengan syarat–syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan
tanah. Konservasi tanah dan air mempunyai tujuan utama untuk mempertahankan tanah dan
air dari kehilangan dan kerusakannya melalui pengendalian erosi, sedimentasi dan banjir
sehingga lahan dan air dapat dimanfaatkan secara optimal dan lestari untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat.
Penerapan teknik konservasi tanah dan air meliputi teknik vegetatif, sipil teknis dan kimiawi.
Penerapan teknik vegetaif berupa penanaman vegetasi tetap, budidaya tanaman lorong, strip
rumput dan lain–lain, penerapan sipil teknis berupa pembuatan bangunan dam pengendali,
dam penahan, teras, saluran pembuagan air, sumur resapan, embung, parit buntu (rorak),
perlindungan kanan kiri tebing sungai dan lain–lain, serta penerapan teknik kimiawi berupa
pemberian mulsa, bitumen zat kimia (soil conditioner).

Keberhasilan penerapan teknologi konservasi tanah dan air tersebut sangat tergantung pada
kesesuaian dan kemampuan lahan, biaya murah dan, dan dalam pelaksanaannya diarahkan
untuk menerapkan teknologi sederhana yang ramah lingkungan dan dapat diterima oleh
masyarakat.

Terjunan

salah satu bentuk bangunan konservasi yang bisa dikembangkan adalah dengan dibangunnya
terjunan. bangunan ini dimaksudkan untuk menahan laju air sehingga dapat  mengurangi
besarnya erosi yang terjadi di saluran pembuangan air.

Manfaat dari bangunan terjunan air merupakan kelengkapan SPA agar air yang jatuh pada
SPA tidak menyebabkan erosi dan menimbulkan longsor. tentunya bangunan ini tidak berdiri
sendiri, untk lebih efektif juga perlu dibangun bangunan konservasi lainnya. diantaranya
adalah rorak (saluran buntu) dan dam pengendali untuk mengurangi laju air yang menuju
terjunan.

lahan bisa dibangun terjunan apabila pada lahan ini telah ada atau akan dibangun saluran
pembuangan air dimana Lahan usaha atau lahan terbuka lainnya terutama yang terletak di
lereng dengan tingkat kelerengan cukup curam dan jenis tanah mudah tererosi dan longsor.
untuk membuat bangunan konservasi ini (baca terjunan, red) perlu dilakukan beberapa
persiapan sebagai berikut

Persiapan
 Alat dan bahan, untuk membuat terjunan yang aplikatif perlu dipikirkan bahan yang
murah dan mudah didapat. bahan yang dibutuhkan diantaranya adalah bambu &
karung (bagor)
 Persiapan lapangan untuk membuat terjunan. Persiapan pembuatan bangunan terjunan
yang dilakukan adalah : Pemancangan patok-patok disepanjang SPA untuk
menentukan letak terjunan, jarak antara dua patok disesuaikan dengan lebar bidang
olah teras. Letak bangunan terjunan harus lebih ke dalam dari pada talud teras dan
pada tanah asli (bukan tanah urugan).

Pembuatan

Pembuatan bangunan terjunan

 pada bagian dasar yang menempel tanah dipasang lembaran plastik atau sak (karung
bagor) agar air tidak masuk di balik bambu dan menciptakan putaran yang justru akan
merusak permukaan tanah dibalik bangunan terjunan.
 Bambu belah dipasang melintang terjunan, kulit bagian luar bambu diletakan di
bagian luar.
 Pemasangan bambu disusun mulai dari bawah dengan kedua ujungnya dimasukan ke
dalam bagian kanan kiri dinding SPA dan dengan bilah bambu yang tegak lurus
terhadap bambu yang melintang dan dipaku (pasak) ke dalam tanah sedalam ± 50 cm.

Pemeliharaan

untuk menjaga agar bangunan konservasi (terjunan) dapat berfungsi optimal maka perlu
dilakukan pemeliharaan terjunan berupa :

 membersihan saluran dari endapan


 Perbaikan bambu apabila rusak baik karena sudah lapuk atau karena akibat lain

Kelompok Peduli Lahan di Lencoh dan Samiran telah mulai mengaplikasikan TEKNIK
KONSERVASI TANAH DAN AIR
Persiapan alat dan bahan

Persiapan lokasi

Beranjak dari kesadaran akan lingkungannya, maka dengan didampingi Infront dan Pepeling,
diawal bulan Februari 2011, anggota kelompok Peduli Lahan di Lencoh dan Samiran mulai
menerapkan teknik konservasi tanah dan air. Setelah berdiskusi cukup banyak tentang teknik
yang akan diterapkan, serta titik mana yang rawan, maka bangunan pertama dikerjakan pada
tanggal 15 Februari 2011. Dengan penuh semangat warga bergotong royong membawa alat
dan bahan yang diperlukan ke lokasi yang telah ditentukan sebelumnya. Meskipun pagi itu
cukup dingin dan berkabut, namun tak pula menyurutkan semangat mereka. Bahu membahu
mereka mulai mendesain, menyiapkan bahan dan akhirnya mulai membuat bangunan
konservasi tersebut. Hingga akhir Februari target mereka untuk membuat bangunan tersebut
di 20 titik rawan di masing-masing desa, telah terpenuhi. Pemantauan kelayakan bangunan
tersebut juga mereka lakukan. Dan ternyata hasil kerja mereka tidak sia-sia. Setelah hujan
deras mengguyur desa mereka, ternyata bangunan tetap bertahan dan mulai terisi tanah yang
turut hanyut bersama aliran air. Bahkan saat ini, menurut mereka, warga lain yang melihat
hasil kerja mereka ingin saluran air yang melintasi lahannya juga dibuatkan bangunan
konservasi, baik dam penahan maupun terjunan. Memang unutk memulai satu hal yang baru,
perlu sebuah teladan, dan kelompok Peduli Lahan di Desa Lencoh dan Samiran ini mulai
merintis untuk peduli pada lingkungan sekitar..

Written by : mas Isur & Putri

Photo by : Hilman

http://infront.web.id/394/teknik-konservasi-tanah-dan-air/
BAMBU UNTUK KONSERVASI TANAH DAN AIR

Diperkirakan sekitar 15 tahun hingga 20 tahu ke deapan orang Indonesia tidak


akan melihat lagi pohon bambu akibat akibat eksplorasi besar-besaran
tanpa disertai budidaya. Kenyataan ini, jika dibiarkan akan berpangaruh
terhadap keseimbangan lingkungan.

Penelitu Lembaga Ilmu Pengetahun Indonesia (LIPI), Prof. Dr. Elizabeth A.


Widjaja, mengatakan itu kepada wartawan di Bandung, Sabtu (27/6).
Menurutnya, pemerintah Indonesia hingga kini belum menunjukkan
kepeduliannya.
“Buktinya, hingga saat ini pemerintah Indonesia belum memasukkan bambu ke
dalam jenis tanaman yang dilindungi,” kata Elizabeth seusai bicara dalam
Seminar sehari Bambu untuk Kehidupan Modern (Bamboo for Modern Life)
di Saung Angklung Udjo Bandung itu. Untuk melindungi pohon bambu dari
kepunahan, menurut Elizabeth, salah satunya tidak mengeksplorasi secara
besar-besaran dan ada upaya pengendalian atau kuota dalam
mengeksplorasinya.
“Selain itu, juga harus ada upaya budidaya, sehingga habitatnya tetap
seimbang,” kata Elizabeth, seraya menambahkan pohon ini sangat baik
untuk konservasi air. Selain upaya tersebut, lanjut perempuan yang selama
33 tahun hingga sekarang eksis dalam penelitian bambu itu, harus ada
kemauan pemerintah Indonesia membuat regulasi perlindungan bambu.
“Bisa saja pemerintah memasukkan bambu ke dalam jenis tanaman lain
yang dilindungi, lengkap dengan sanksi, sebagaimana regulasi lainnya,”
katanya. Ancaman lain terhadap kepunahan bambu, sebagai pohon penahan
erosi tersebut karena semakin sempitnya lahan kebun bambu akibat
berubah fungsi, antara lain jadi perumahan atau industri.

Di Indonesia terdapat 160 jenis bambu, dan 88 jenis di antaranya, merupakan


bambu endmik atau jenis bambu khas yang terdapat di suatu daerah. Semua
jenis bambu itu memiliki barbagai nilai yang bermanfaat bagi kehidupan
manusia, selain untuk kebutuhan perumahan dan perkakas rumah tangga
atau tanaman hias, bambu merupakan salah satu jenis pohon yang sangat
baik untuk kelestarian lingkungan. Sebagai fungsi pelestari lingkungan yang
paling baik, bisa kita buktikan setiap ada rumpun bambu di sana sudah pasti
ada sumber air, ya kan?
sumber: kompas.com

Anda mungkin juga menyukai