Anda di halaman 1dari 10

PERMUKIMAN TROPIS BERKONSEP HIJAU RAMAH LINGKUNGAN

Disusun Oleh:

Maulidia Dewi Nur Aini (19232010011)

MKDU BAHASA INDONESIA

UNIVERSITAS MERDEKA SURABAYA

MARET 2020
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun jurnal ini dengan baik
dan benar, serta tepat pada waktunya. Dalam jurnal ini akan dibahas tentang “ Permukiman
Tropis Berkonsep Hijau Ramah Lingkungan ” untuk memenuhi tugas mata kuliah Bahasa
Indonesia dan untuk menambah wawasan kami.

Penyusun berterima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan jurnal ini. Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar
pada makalah ini. Oleh karena itu kami berharap kepada pembaca untuk memberikan saran
serta kritik yang membangun untuk penyempurnaan makalah kedepannya.

Penyusun juga berharap semoga jurnal ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca
dan dapat memberikan sebuah wawasan bagi semua pihak yang membutuhkan.

i|Page
PERMUKIMAN TROPIS BERKONSEP HIJAU RAMAH LINGKUNGAN

ABSTRAK

Permukiman ramah lingkungan (eco settlement) merupakan permukiman berkonsep


hijau atau berkelanjutan. Eco settlement merupakan langkah untuk merespons
permasalahan lingkungan permukiman yang muncul di berbagai belahan dunia. Penurunan
kualitas lingkungan, emisi karbondioksida secara berlebihan menimbulkan berbagai
permasalahan kehidupan manusia. Kelangkaan air bersih, kontaminasi tanah, air, dan
udara, pemanasan bumi dan perubahan iklim global memaksa semua pihak memikirkan
langkah-langkah penanggulangannya. Dunia arsitektur pun tidak tinggal diam. Sebagian
besar permasalahan di atas muncul sebagai konsekuensi ketidakcermatan arsitek dalam
mengolah fisik kulit bumi. Pertambahan penduduk dan perkembangan aktifitas manusia
memicu pembangunan fisik kawasan, meningkatkan jumlah hunian yang dibangun untuk
mengakomodasinya. Permukiman lama tumbuh dan berkembang, dibarengi munculnya
sejumlah permukiman baru. Sejumlah lahan terbuka hijau atau lingkungan alami dirubah
menjadi lingkungan binaan yang padat bangunan dan infra struktur. Terjadi penurunan daya
dukung lingkungan, menurunnya kemampuan alam dalam mensuplai air bersih,
menurunnya kemampuan lingkungan mempurifikasi limbah padat, cair, dan gas hasil
aktifitas manusia. Diperlukan suatu langkah pembangunan permukiman/perumahan yang
menerapkan konsep eco atau green settlement. Latar belakang perlunya menerapkan
konsep eco settlement dalam pembangunan permukiman. Perlunya menyediakan sarana
dan prasarana fisik permukiman yang aman, nyaman, sehat, hemat energi, serta rendah
emisi karbondioksida.

Kata kunci: arsitektur hijau, energi terbarukan, hemat energi, pemanasan bumi,
permukiman ramah lingkungan (eco settlement), tropis lembab

1|Page
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Laju pertambahan penduduk di negara berkembang seperti Indonesia secara


langsung meningkatkan kebutuhan sarana hunian beserta fasilitas pendukungnya.
Kebutuhan utilitas permukiman seringkali tidak cukup tersedia secara memadai karena
keterbatasan pelayanan kota di mana permukiman tersebut berada. Tidak tersedianya
rencana induk utilitas kota, serta tidak cukupnya peraturan yang membatasi perluasan
bangunan rumah mendorong terjadinya penurunan kualitas lingkungan dan perusakan
kawasan permukiman. Kawasan permukiman atau perumahan cenderung rentan
terhadap banjir. Tidak memadainya sistem drainase serta berkurangnya area resapan
akibat pertumbuhan permukiman yang tidak terkendali hanya sedikit dari sejumlah
penyebab sering terjadinya banjir.

Melonjaknya kebutuhan sarana hunian bagi warga di kota-kota negara


berkembang cenderung sulit dielakkan. Kecepatan pertumbuhan manusia di kota
memerlukan imbangan kecepatan dalam penyediaan sarana hunian untuk
mengakomodasi. Berbagai masalah di sektor permukiman pun muncul akibat minimnya
fasilitas sarana dan prasarana penunjang kehidupan warga.
Pembangunan permukiman/ perumahan diperlukan bagi peningkatan kualitas
hidup manusia. Meskipun demikian, disadari atau tidak tidak, pembangunan seringkali
menimbulkan masalah lingkungan dan memicu terjadinya bencana, yang justru
menurunkan kualitas hidup.

Rancangan permukiman ramah lingkungan atau permukiman hijau adalah suatu


rancangan yang secara arsitektur, lingkungan, dan sistem mekanikal-elektrikal menekan
penggunaan energi yang bersumber dari energi fosil tanpa mengorbankan kenyamanan
(termal dan visual) yang dibutuhkan penghuni, menekan penggunaan sumber daya
alam lain termasuk material bangunan, dan mampu menekan dampak negatif terhadap
lingkungan termasuk emisi CO2, banjir, kontaminasi air, tanah dan udara.

B. Rumusan Masalah
Dari permasalahan diatas dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut ini:
1. Bagaimana rancangan permukiman ramah lingkungan di Indonesia?

2|Page
PEMBAHASAN

Ramah lingkungan dapat dicapai oleh kawasan permukiman jika dalam rancangan
permukiman memperhatikan sejumlah aspek terkait dengan pendekatan arsitektur hijau, di
antaranya adalah, pemilihan dan pengolahan tapak, penyediaan jalur pedestrian,
penyelesaian transportasi kawasan, konservasi air, penghematan energi, penggunaan
energi terbarukan, penggunaan material yang berkelanjutan, penutup permukaan tanah,
meminimalkan efek heat island, penggunaan material bangunan yang sehat, serta perilaku
warga masyarakat yang tanggap terhadap konsep keberlanjutan.

A. Pemilihan Tapak
Dalam membangun permukiman/perumahan baru lokasi sebaiknya dekat dengan
pusat transportasi masal (stasiun kereta, bis, dan lainnya). Jarak yang direkomendasi
dalam standar LEED tidak lebih dari 800m (0,5 mil), atau tidak lebih dari 400m (0,25) mil
dari halte bis, pemberhentian kereta, dan sebagainya. Rekomendasi ini dimaksudkan
untuk memudahkan warga bepergian ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan
umum sehingga mengurangi penggunaan kendaran pribadi.
B. Penggunanan dan pengolahan tapak
Dalam aspek penggunaan dan pengolahan tapak, massa bangunan, jalan dan
sarana aktifitas ruang luar sebaiknya dibangun tanpa banyak harus memodifikasi
tapak/permukaan tanah. Perkerasan permukaan tanah harus mempertimbangkan aspek
‘penyerapan’ air hujan. Material berpori, conblock, grassblock merupakan material yang
direkomendasi.
C. Rancangan Transportasi Kawasan
Perpindahan manusia di seputar kawasan permukiman, perumahan atau bagian
kota sebaiknya diakomodir seoptimal mungkin dengan jenis transportasi yang tidak
menggunakan bahan bakar minyak. Jalur pedestrian, jalur sepeda perlu disediakan
secara memadai dari sisi dimensi dan kenyamanan penggunaan. Jalur transportasi,
baik jalan kendaraan, jalur sepeda, jalur pedestrian, perlu diteduhi dengan pohon-pohon
pelindung, sehingga pengguna jalan ataupun jalur tidak langsung terkena sengatan
matahari, sementara itu pemanasan perkerasan jalan dan jalur akibat radiasi langsung
matahari dapat diminimalkan, sehingga efek ‘heat island’ juga dapat dikurangi.
D. Konservasi Air
Selain upaya menghimbau warga untuk menghemat penggunaan air bersih,
kawasan permukiman/perumahan perlu dirancang untuk mampu mengkonservasi air,
baik air tanah maupun air hujan. Kawasan permukiman/perumahan dapat dilengkapi
dengan danau-danau kecil sebagai tempat penampungan air yang sekaligus dapat
berfungsi sebagai tempat rekreasi, pemancingan misalnya.

3|Page
E. Penggunaan Material
Bahan bangunan yang secara kesehatan tidak direkomendasikan sebaiknya
dihindari untuk digunakan. Penggunakan material lokal lebih disarankan agar energi
yang digunakan untuk pengangkutan (transportasi) rendah. Material yang bersifat re-
useable, dapat digunakan/dipasang kembali jika bangunan diruntuhkan lebih disarankan
untuk digunakan. Demikian pula material yang dapat di recycle direkomendasikan untuk
digunakan.
F. Penghematan Energi
Dalam hal ini penghematan energi lebih mengarah kepada penghematan
operasional kawasan dan bangunan. Sejumlah strategi penghematan perlu diterapkan
dalam kawasan maupun bangunan.
1. Penghematan Energi Secara Umum dan Kawasan
Rancangan dan tata letak massa bangunan di suatu kawasan permukiman
sangat mempengaruhi penggunaan energi kawasan secara menyeluruh. Orientasi
bangunan-bangunan mempengaruhi tingkat kenyamanan fisik serta konsumsi
energi, demikian pula ‘jarak’ antara bangunan atau fungsi yang saling terkait akan
mempengaruhi konsumsi energi untuk pencapaian/transportasi. Rancangan jalur-
jalur pedestrian yang tidak memadai akan membuat warga enggan berjalan kaki,
cenderung menggunakan kendaraan bermotor meskipun untuk menempuh jarak
pendek sekalipun.
2. Penghematan Energi Bangunan
Prinsip utama dalam menurunkan suhu (panas) di dalam rumah adalah
mengurangi ‘perolehan panas’ (heat gain) radiasi matahari yang jatuh mengenai
bangunan rumah. Pengurangan radiasi matahari ini dapat melalui ‘pembayangan’
bangunan lain di sekitarnya, atau dengan pembayangan pohon besar di sekitar
rumah. Jika perolehan panas matahari dapat diminimalkan, maka suhu udara di
dalam rumah cenderung akan rendah.
3. Meminimalkan Perolehan Panas Matahari
Untuk meminimalkan panas yang diterima bangunan dari matahari perlu dilakukan
sejumlah langkah. Pertama, menghalangi jatuhnya radiasi matahari langsung pada
dinding-dinding transparan bangunan yang dapat mengakibatkan terjadinya efek
rumah kaca. Efek rumah kaca akan menaikkan suhu dalam bangunan secara
signifikan. Kedua, mengurangi transmisi panas dari dinding-dinding masif yang
terkena radiasi matahari
4. Orientasi bangunan utara-selatan (memanjang timur-barat)
Efek dari orientasi bangunan, ketebalan dinding dan warna dinding terhadap
suhu udara di dalam bangunan diperlihatkan oleh percobaan Givoni (1998). Di

4|Page
kawasan sekitar equator, sisi barat-timur mendapatkan panas yang lebih tinggi
dibanding sisi utara-selatan.
5. Organisasi ruang
Dalam pengorganisasian ruang di bangunan rumah, ruang-ruang yang
digunakan untuk aktifitas penting/utama diletakan di tengah, kemudian diapit oleh
ruang-ruang yang berfungsi sebagai penunjang/service di sisi timur-barat.
Hindarkan penempatan ruang-ruang utama, seperti ruang tidur, ruang keluarga,
dan lainnya pada sisi barat, kecuali jika ada pembayangan dari bangunan lain atau
pohon besar pada sisi tersebut. Dinding ruang di bagian barat akan mendapatkan
radiasi matahari siang dan sore yang sangat tinggi, dan membuat ruang di
dalamnya panas.
6. Memaksimalkan pelepasan panas bangunan
Untuk mengurangi pemanasan bangunan, panas matahari yang masuk ke
dalam bangunan harus segera dibuang. Hal ini dapat dilakukan dengan pemecahan
rancangan arsitektur yang memungkinkan terjadinya aliran udara silang secara
maksimum di dalam bangunan.
7. Meminimalkan radiasi panas dari plafon (untuk lantai teratas)
Usahakan agar ruang di bawah atap (antara penutup atap dan langit-langit)
diberi ventilasi semaksimal mungkin. Hal ini dimaksudkan agar udara panas yang
terperangkap di bawah penutup atap (karena radiasi matahari) dapat dibuang atau
dialirkan keluar, sehingga panas tersebut tidak merambat ke langit-langit melalui
proses konveksi dan konduksi, yang akhirnya memanaskan ruang di bawahnya
melalui proses radiasi. Dalam membuat bukaan pada ’ruang atap’ perlu
diperhatikan masuknya burung atau kelelawar, untuk itu lubang-lubang ventilasi di
ruang atap perlu diberi kawat (ayakan pasir). Atap merupakan komponen utama
yang membuat rumah menjadi panas. Jika panas dari atap dapat dibuang, ruangan
di bawahnya cenderung lebih dingin. Atap yang tinggi (volume ruang antara
penutup atap dan langit-langit besar) membantu mengurangi pemanasan ruang-
ruang di dalam rumah.
8. Hindari radiasi matahari memasuki bangunan atau mengenai bidang kaca
Ketika sinar matahari secara langsung menembus bidang kaca, radiasi (dalam
bentuk gelombang pendek) yang dipancarkan akan memanaskan (menaikkan
suhu) bendabenda seperti halnya lantai, meja, kursi, manusia di dalam bangunan
tersebut, selain memanaskan kaca itu sendiri. Akibat pemanasan tersebut, benda-
benda memancarkan kembali panasnya ke udara di sekelilingnya, dalam bentuk
radiasi gelombang panjang.

5|Page
Karena secara umum bahan kaca tidak dapat meneruskan gelombang
panjang, panas yang dipancarkan benda-benda tersebut akhirnya terperangkap di
dalam bangunan. Hal ini mengakibatkan kenaikkan suhu ruang bangunan.
Peristiwa ini disebut dengan 'effek rumah kaca' (the green house effect).

9. Manfaatkan radiasi matahari tidak langsung untuk penerangan ruang


Untuk penerangan ruang perlu diusahakan mengambil cahaya langit, bukan
cahaya langsung matahari. Cahaya langit adalah cahaya yang dihasilkan dari
cahaya diffuse matahari.
10. Optimalkan ventilasi silang (untuk bangunan non-AC)
Jika ruang tidak menggunakan AC, usahakan agar terjadi aliran udara yang
menerus (ventilasi silang) di dalam rumah, terutama bagi ruang-ruang yang dirasa
panas. Dari sisi akustik hal ini memang kurang menguntungkan, meskipun dengan
penyelesaian rancangan yang tepat hal ini dapat diatasi. Hindari menutup seluruh
lahan dengan bangunan, atau dengan kata lain tidak ada ruang terbuka di dua sisi
bangunan yang berlawanan. Jika hal ini terjadi, aliran udara menerus tidak
dimungkinkan. Aliran udara penting untuk menciptakan efek dingin bagi tubuh
manusia. Ciptakan ruang-ruang terbuka di sekitar rumah jika lahan memungkinkan
agar terjadi aliran udara silang dengan baik.
11. Hindari pemanasan permukaan tanah sekitar bangunan
Untuk menghindari pemanasan udara luar di sekitar bangunan, penggunaan
material keras (beton, aspal) sebagai penutup permukaan halaman, taman atau
parkir yang tidak terlindung, perlu diminimalkan. Material keras yang terkena radiasi
matahari langsung akan menaikkan suhu udara di sekitar rumah dan akhirnya
membuat ruangan di dalam rumah panas. Penelitian karakteristik suhu pada
beberapa tipe pelapis permukaan tanah di Afrika Selatan yang di laporkan oleh
Lippsmeier (1980) dinyatakan bahwa suhu di atas permukaan rumput pendek dapat
mencapai 4 oC lebih rendah dari suhu di atas permukaan beton dan 5 oC lebih
rendah seandainya rumput tersebut terlindung dari sinar matahari.
12. Penghijauan Atap
Penghijauan atap atau atap hijau (green roof) merupakan salah satu cara untuk
mengurangi pemanasan bangunan dan pemanasan kawasan. Penghijauan atap
atau sering disebut sebagai atap bervegetasi atau atap-ekologis merupakan
penghijauan di atas permukaan atap datar yang sudah diberi lapisan water-profing.
Penghijauan atap dapat berupa taman atap yang dapat digunakan sebagai aktifitas
manusia, atau sekadar penghijauan yang diisi oleh tanaman-tanaman jenis tertentu

6|Page
yang umumnya tahan terhadap lingkungan kering sehingga tidak banyak
memerlukan air.
13. Warna dan Tekstur Dinding Luar Bangunan
Warna terang cenderung memantulkan panas, sementara warna gelap
menyerap lebih banyak panas. Agar radiasi matahari tidak memberikan tambahan
panas ke dalam bangunan, dinding luar dan atap bangunan di daerah beriklim
panas atau tropis perlu berwarna terang (misalnya putih). Sementara untuk wilayah
beriklim dingin dengan suhu rata-rata rendah, warna dinding dan atap bangunan
sebaiknya gelap. Hal ini dimaksudkan agar lebih banyak radiasi matahari yang
dapat diserap bangunan sehingga bangunan menjadi lebih hangat. Demikian pula
di daerah dataran tinggi Dieng, rumah-rumah penduduk setempat banyak dicat
hitam. Hal ini diharapkan agar lebih banyak radiasi mathari yang dapat diserap
bangunan sehingga bangunan hangat.

Tekstur material permukaan luar bangunan juga berpengaruh terhadap


penyerapan radiasi panas matahari. Tekstur kasar menyerap lebih banyak panas
dibanding tekstur halus. Fenomena ini perlu dipahami arsitek untuk digunakan
dalam mengantisipasi iklim setempat secara benar.

G. Perilaku Warga
Rancangan arsitektur permukiman/perumahan yang ramah lingkungan perlu
didukung oleh perilaku warga yang ramah terhadap lingkungan. Diperlukan konsep
hidup sederhana, hemat, tidak konsumtif, tidak bermewahan, disiplin, tertib, mematuhi
aturan hidup bersama, memelihara lingkungan alami, dan lainnya, agar kualitas
lingkungan permukiman/perumahan dapat terjaga dan dapat mendukung kehidupan
warga secara layak, aman, nyaman dan sehat.

PENUTUP

Permukiman/perumahan tropis ramah lingkungan merupakan suatu rancangan


kawasan dan bangunan rumah yang mempertimbangkan kondisi fisik lingkungan setempat,
dan menjawab permasalahan iklim tropis. Rancangan arsitektur kawasan dan bangunan
harus mempertimbangkan faktor lokasi/tapak, iklim setempat, sistem transportasi kawasan,
konservasi air hujan dan air tanah, meminimalkan limbah padat, cair dan gas, penghijauan
kawasan, dan lainnya yang sesuai dengan kaidah-kaidah perancangan arsitektur ramah
lingkungan atau arsitektur hijau – berkesinambungan.

7|Page
Penghematan energi merupakan bagian penting dalam konsep perancangan arsitektur
permukiman ramah lingkungan. Penghematan energi dapat menyisakan sumber energi bagi
generasi mendatang serta meminimalkan emisi CO2 sebagai penyebab utama pemanasan
bumi dan perubahan iklim global.

DAFTAR PUSTAKA

Blowers, Andrew (ed.)(1993), Planning for a sustainable environment a report by the Town
and Country Planning Association, Earthscan Publications Ltd., London.
Dean Hawkes (1996), The Environmental Tradition Studies in the architecture of
environment, E&FN Spon
Givoni B. (1969), Man, Climate and Architecture, Elsevier Publishing Company Ltd., London
http://en.wikipedia.org/wiki/Leadership_in_Energy_and_Environmental_Design
http://www.seattle.gov/dpd/GreenBuilding/OurProgram/DesignToolsStrategies/LEED/default.
asp
http://en.wikipedia.org/wiki/NABERS - Home Page.mht
Karyono, T.H. (1995), Arsitektur dan Energi, Harian Kompas, 21 September 1995
Karyono, T.H. (1995), Higher PMV causes Higher Energy Consumption in Air-conditioned
Buildings: A Case Study in Jakarta, Indonesia, in Standards for Thermal Comfort Indoor
Air Temperature Standards for the 21st Century, edited by Fergus Nicol,

8|Page

Anda mungkin juga menyukai