Disusun Oleh:
MARET 2020
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun jurnal ini dengan baik
dan benar, serta tepat pada waktunya. Dalam jurnal ini akan dibahas tentang “ Permukiman
Tropis Berkonsep Hijau Ramah Lingkungan ” untuk memenuhi tugas mata kuliah Bahasa
Indonesia dan untuk menambah wawasan kami.
Penyusun berterima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan jurnal ini. Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar
pada makalah ini. Oleh karena itu kami berharap kepada pembaca untuk memberikan saran
serta kritik yang membangun untuk penyempurnaan makalah kedepannya.
Penyusun juga berharap semoga jurnal ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca
dan dapat memberikan sebuah wawasan bagi semua pihak yang membutuhkan.
i|Page
PERMUKIMAN TROPIS BERKONSEP HIJAU RAMAH LINGKUNGAN
ABSTRAK
Kata kunci: arsitektur hijau, energi terbarukan, hemat energi, pemanasan bumi,
permukiman ramah lingkungan (eco settlement), tropis lembab
1|Page
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
Dari permasalahan diatas dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut ini:
1. Bagaimana rancangan permukiman ramah lingkungan di Indonesia?
2|Page
PEMBAHASAN
Ramah lingkungan dapat dicapai oleh kawasan permukiman jika dalam rancangan
permukiman memperhatikan sejumlah aspek terkait dengan pendekatan arsitektur hijau, di
antaranya adalah, pemilihan dan pengolahan tapak, penyediaan jalur pedestrian,
penyelesaian transportasi kawasan, konservasi air, penghematan energi, penggunaan
energi terbarukan, penggunaan material yang berkelanjutan, penutup permukaan tanah,
meminimalkan efek heat island, penggunaan material bangunan yang sehat, serta perilaku
warga masyarakat yang tanggap terhadap konsep keberlanjutan.
A. Pemilihan Tapak
Dalam membangun permukiman/perumahan baru lokasi sebaiknya dekat dengan
pusat transportasi masal (stasiun kereta, bis, dan lainnya). Jarak yang direkomendasi
dalam standar LEED tidak lebih dari 800m (0,5 mil), atau tidak lebih dari 400m (0,25) mil
dari halte bis, pemberhentian kereta, dan sebagainya. Rekomendasi ini dimaksudkan
untuk memudahkan warga bepergian ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan
umum sehingga mengurangi penggunaan kendaran pribadi.
B. Penggunanan dan pengolahan tapak
Dalam aspek penggunaan dan pengolahan tapak, massa bangunan, jalan dan
sarana aktifitas ruang luar sebaiknya dibangun tanpa banyak harus memodifikasi
tapak/permukaan tanah. Perkerasan permukaan tanah harus mempertimbangkan aspek
‘penyerapan’ air hujan. Material berpori, conblock, grassblock merupakan material yang
direkomendasi.
C. Rancangan Transportasi Kawasan
Perpindahan manusia di seputar kawasan permukiman, perumahan atau bagian
kota sebaiknya diakomodir seoptimal mungkin dengan jenis transportasi yang tidak
menggunakan bahan bakar minyak. Jalur pedestrian, jalur sepeda perlu disediakan
secara memadai dari sisi dimensi dan kenyamanan penggunaan. Jalur transportasi,
baik jalan kendaraan, jalur sepeda, jalur pedestrian, perlu diteduhi dengan pohon-pohon
pelindung, sehingga pengguna jalan ataupun jalur tidak langsung terkena sengatan
matahari, sementara itu pemanasan perkerasan jalan dan jalur akibat radiasi langsung
matahari dapat diminimalkan, sehingga efek ‘heat island’ juga dapat dikurangi.
D. Konservasi Air
Selain upaya menghimbau warga untuk menghemat penggunaan air bersih,
kawasan permukiman/perumahan perlu dirancang untuk mampu mengkonservasi air,
baik air tanah maupun air hujan. Kawasan permukiman/perumahan dapat dilengkapi
dengan danau-danau kecil sebagai tempat penampungan air yang sekaligus dapat
berfungsi sebagai tempat rekreasi, pemancingan misalnya.
3|Page
E. Penggunaan Material
Bahan bangunan yang secara kesehatan tidak direkomendasikan sebaiknya
dihindari untuk digunakan. Penggunakan material lokal lebih disarankan agar energi
yang digunakan untuk pengangkutan (transportasi) rendah. Material yang bersifat re-
useable, dapat digunakan/dipasang kembali jika bangunan diruntuhkan lebih disarankan
untuk digunakan. Demikian pula material yang dapat di recycle direkomendasikan untuk
digunakan.
F. Penghematan Energi
Dalam hal ini penghematan energi lebih mengarah kepada penghematan
operasional kawasan dan bangunan. Sejumlah strategi penghematan perlu diterapkan
dalam kawasan maupun bangunan.
1. Penghematan Energi Secara Umum dan Kawasan
Rancangan dan tata letak massa bangunan di suatu kawasan permukiman
sangat mempengaruhi penggunaan energi kawasan secara menyeluruh. Orientasi
bangunan-bangunan mempengaruhi tingkat kenyamanan fisik serta konsumsi
energi, demikian pula ‘jarak’ antara bangunan atau fungsi yang saling terkait akan
mempengaruhi konsumsi energi untuk pencapaian/transportasi. Rancangan jalur-
jalur pedestrian yang tidak memadai akan membuat warga enggan berjalan kaki,
cenderung menggunakan kendaraan bermotor meskipun untuk menempuh jarak
pendek sekalipun.
2. Penghematan Energi Bangunan
Prinsip utama dalam menurunkan suhu (panas) di dalam rumah adalah
mengurangi ‘perolehan panas’ (heat gain) radiasi matahari yang jatuh mengenai
bangunan rumah. Pengurangan radiasi matahari ini dapat melalui ‘pembayangan’
bangunan lain di sekitarnya, atau dengan pembayangan pohon besar di sekitar
rumah. Jika perolehan panas matahari dapat diminimalkan, maka suhu udara di
dalam rumah cenderung akan rendah.
3. Meminimalkan Perolehan Panas Matahari
Untuk meminimalkan panas yang diterima bangunan dari matahari perlu dilakukan
sejumlah langkah. Pertama, menghalangi jatuhnya radiasi matahari langsung pada
dinding-dinding transparan bangunan yang dapat mengakibatkan terjadinya efek
rumah kaca. Efek rumah kaca akan menaikkan suhu dalam bangunan secara
signifikan. Kedua, mengurangi transmisi panas dari dinding-dinding masif yang
terkena radiasi matahari
4. Orientasi bangunan utara-selatan (memanjang timur-barat)
Efek dari orientasi bangunan, ketebalan dinding dan warna dinding terhadap
suhu udara di dalam bangunan diperlihatkan oleh percobaan Givoni (1998). Di
4|Page
kawasan sekitar equator, sisi barat-timur mendapatkan panas yang lebih tinggi
dibanding sisi utara-selatan.
5. Organisasi ruang
Dalam pengorganisasian ruang di bangunan rumah, ruang-ruang yang
digunakan untuk aktifitas penting/utama diletakan di tengah, kemudian diapit oleh
ruang-ruang yang berfungsi sebagai penunjang/service di sisi timur-barat.
Hindarkan penempatan ruang-ruang utama, seperti ruang tidur, ruang keluarga,
dan lainnya pada sisi barat, kecuali jika ada pembayangan dari bangunan lain atau
pohon besar pada sisi tersebut. Dinding ruang di bagian barat akan mendapatkan
radiasi matahari siang dan sore yang sangat tinggi, dan membuat ruang di
dalamnya panas.
6. Memaksimalkan pelepasan panas bangunan
Untuk mengurangi pemanasan bangunan, panas matahari yang masuk ke
dalam bangunan harus segera dibuang. Hal ini dapat dilakukan dengan pemecahan
rancangan arsitektur yang memungkinkan terjadinya aliran udara silang secara
maksimum di dalam bangunan.
7. Meminimalkan radiasi panas dari plafon (untuk lantai teratas)
Usahakan agar ruang di bawah atap (antara penutup atap dan langit-langit)
diberi ventilasi semaksimal mungkin. Hal ini dimaksudkan agar udara panas yang
terperangkap di bawah penutup atap (karena radiasi matahari) dapat dibuang atau
dialirkan keluar, sehingga panas tersebut tidak merambat ke langit-langit melalui
proses konveksi dan konduksi, yang akhirnya memanaskan ruang di bawahnya
melalui proses radiasi. Dalam membuat bukaan pada ’ruang atap’ perlu
diperhatikan masuknya burung atau kelelawar, untuk itu lubang-lubang ventilasi di
ruang atap perlu diberi kawat (ayakan pasir). Atap merupakan komponen utama
yang membuat rumah menjadi panas. Jika panas dari atap dapat dibuang, ruangan
di bawahnya cenderung lebih dingin. Atap yang tinggi (volume ruang antara
penutup atap dan langit-langit besar) membantu mengurangi pemanasan ruang-
ruang di dalam rumah.
8. Hindari radiasi matahari memasuki bangunan atau mengenai bidang kaca
Ketika sinar matahari secara langsung menembus bidang kaca, radiasi (dalam
bentuk gelombang pendek) yang dipancarkan akan memanaskan (menaikkan
suhu) bendabenda seperti halnya lantai, meja, kursi, manusia di dalam bangunan
tersebut, selain memanaskan kaca itu sendiri. Akibat pemanasan tersebut, benda-
benda memancarkan kembali panasnya ke udara di sekelilingnya, dalam bentuk
radiasi gelombang panjang.
5|Page
Karena secara umum bahan kaca tidak dapat meneruskan gelombang
panjang, panas yang dipancarkan benda-benda tersebut akhirnya terperangkap di
dalam bangunan. Hal ini mengakibatkan kenaikkan suhu ruang bangunan.
Peristiwa ini disebut dengan 'effek rumah kaca' (the green house effect).
6|Page
yang umumnya tahan terhadap lingkungan kering sehingga tidak banyak
memerlukan air.
13. Warna dan Tekstur Dinding Luar Bangunan
Warna terang cenderung memantulkan panas, sementara warna gelap
menyerap lebih banyak panas. Agar radiasi matahari tidak memberikan tambahan
panas ke dalam bangunan, dinding luar dan atap bangunan di daerah beriklim
panas atau tropis perlu berwarna terang (misalnya putih). Sementara untuk wilayah
beriklim dingin dengan suhu rata-rata rendah, warna dinding dan atap bangunan
sebaiknya gelap. Hal ini dimaksudkan agar lebih banyak radiasi matahari yang
dapat diserap bangunan sehingga bangunan menjadi lebih hangat. Demikian pula
di daerah dataran tinggi Dieng, rumah-rumah penduduk setempat banyak dicat
hitam. Hal ini diharapkan agar lebih banyak radiasi mathari yang dapat diserap
bangunan sehingga bangunan hangat.
G. Perilaku Warga
Rancangan arsitektur permukiman/perumahan yang ramah lingkungan perlu
didukung oleh perilaku warga yang ramah terhadap lingkungan. Diperlukan konsep
hidup sederhana, hemat, tidak konsumtif, tidak bermewahan, disiplin, tertib, mematuhi
aturan hidup bersama, memelihara lingkungan alami, dan lainnya, agar kualitas
lingkungan permukiman/perumahan dapat terjaga dan dapat mendukung kehidupan
warga secara layak, aman, nyaman dan sehat.
PENUTUP
7|Page
Penghematan energi merupakan bagian penting dalam konsep perancangan arsitektur
permukiman ramah lingkungan. Penghematan energi dapat menyisakan sumber energi bagi
generasi mendatang serta meminimalkan emisi CO2 sebagai penyebab utama pemanasan
bumi dan perubahan iklim global.
DAFTAR PUSTAKA
Blowers, Andrew (ed.)(1993), Planning for a sustainable environment a report by the Town
and Country Planning Association, Earthscan Publications Ltd., London.
Dean Hawkes (1996), The Environmental Tradition Studies in the architecture of
environment, E&FN Spon
Givoni B. (1969), Man, Climate and Architecture, Elsevier Publishing Company Ltd., London
http://en.wikipedia.org/wiki/Leadership_in_Energy_and_Environmental_Design
http://www.seattle.gov/dpd/GreenBuilding/OurProgram/DesignToolsStrategies/LEED/default.
asp
http://en.wikipedia.org/wiki/NABERS - Home Page.mht
Karyono, T.H. (1995), Arsitektur dan Energi, Harian Kompas, 21 September 1995
Karyono, T.H. (1995), Higher PMV causes Higher Energy Consumption in Air-conditioned
Buildings: A Case Study in Jakarta, Indonesia, in Standards for Thermal Comfort Indoor
Air Temperature Standards for the 21st Century, edited by Fergus Nicol,
8|Page