Anda di halaman 1dari 5

KONSEP BANGUNAN RAMAH LINGKUNGAN

(GREEN BUILDING)

MAKALAH

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Bangunan Ramah Lingkungan

Yang dibina oleh Bapak Dian Ariestadi

Oleh

Dea Putri Lailatul Qudus

(170521626012)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS TEKNIK

TEKNIK SIPIL

S1 PENDIDIKAN TEKNIK BANGUNAN

JANUARI 2020
1.1 Latar Belakang
Konsep bangunan ramah lingkungan atau green building concept adalah terciptanya
konstruksi dari tahap perencanaan, pelaksanaan dan pemakaian produk konstruksi yang ramah
lingkungan, efisien dalam pemakaian energi dan sumber daya, serta berbiaya rendah, dan
memperhatikan kesehatan, kenyamanan penghuninya yang semuanya berpegang kepada
kaidah bersinambungan.Bangunan hijau juga harus dimulai dengan penggunaan lahan yang
sesuai dengan tata ruang kota dan merupakan daerah peruntukan. Selain itu Green Building
juga memperhatikan sampai taraf pengoperasian hingga dalam operasional pemeliharaannya.
Manfaat Pembangunan Green Building meliputi manfaat lingkungan, manfaat ekonomi,
manfaat sosial. Setiap kawasan memiliki peraturan mendirikan bangunan yang harus dipatuhi
seperti Koefisien Dasar Bangunan (KDB), Koefisien Lantai Bangunan (KLB), Garis Sepadan
Bangunan (GSB), dan Ruang Terbuka Hijau (RTH).

Green building dimulai dengan perencanaan pada pemilihan lahan yang sesuai dengan
tata ruang kota yaitu sesuai dengan peruntukannya, kemudian membuat bangunan hijau sebagai
desain bangunan yang hemat energy, dimana system bangunan yang didesain dapat
mengurangi pemakaian listrik untuk pencahayaan dan sirkulasi udara yang memungkinkan
mengurangi penggunaan AC juga konstruksi yang menggunakan material bangunan yang
ramah lingkungan. Konsep hijau yang terdiri dari enam aspek penting untuk bangunan ramah
lingkungan meliputi:

1) Penataan dan penggunaan lahan sesuai dengan peruntukannya dan berkelanjutan;

2) Penghematan sumber daya energi;

3) Konservasi sumber daya air untuk menjamin keberlanjutan penyediaan air bersih;

4) Pemilihan material yang ramah lingkungan

1.2 Pembahasan

1.) Pemilihan Lahan Proses Deforestasi

Pembahasan mengenai parameter Tepat Guna Llahan sebenarnya sudah banyak dibahas
dalam UU no 26 tentang Bangunan Gedung, bahwa bangunan harus sesuai dengan
peruntukannya. Namun demikian apabila berbicara mengenai tapak berkelanjutan maka
konteksnya sudah melebar ke arah tata ruang termasuk di dalamnya lingkungan perkotaan. Jadi
pada dasarnya tapak berkelanjutan itu merupakan perenca naan tapak dalam arti makro dan

2
mikro. Dalam arti lingkungan makro contohnya adalah lingkungan perkotaan sedangkan
lingkungan mikro seperti bangunan-bangunan dan lingkungannya. Peraturan perundang-
undangan yang berkaitan dengan tepat guna lahan/ tapak berkelanjutan : Undang-undang No.
32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan, Undang-undang No. 7/
Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, Undangundang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang, Undang-undang No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung Dari keempat undang-
undang di atas maka dua kelompok pertama merupakan peraturan yang bersifat umum, artinya
belum langsung menyentuh bangunan dan atau lingkungan bangunan. Sedangkan dua
peraturan lainnya berkaitan langsung dengan bangunan dan atau lingkungan bangunan.

Pembabatan hutan untuk tujuan atau fungsi lain telah menyumbang 18,3% emisi gas
CO2. Disini terlihat emisi yang dikeluarkan secara tidak langsung menunjukkan bahwa
kegiatan tersebut baik pada pembukaan hutan maupun setelah digunakan fungsi lain
menggunakan energi yang cukup besar. Oleh karenanya pemilihan lahan sudah sepantasnya
mendapat perhatian dan ertimbangan yang cermat, terutama pada proses konstruksi berskala
besar maupun kecil. Misal : perumahan, apartemen, supermal, rumah tinggal. Sehingga dalam
hal alih fungsi, dibutuhkan kemampuan manusia untuk menjaga keseimbangan rantai fungsi
lahan, terutama dari keadaan alamiah menjadi buatan yang tidak merusak lingkungan, tempat
kehidupan makhluk hidup setempat (ekosistem). Contoh : pemilihan lahan yang
memperhatikan kemiringan tanah dan keindahan alam.

2) Penghematan Sumber Daya Energi;

Aspek yang berkaitan dengan efisiensi energi sudah menjadi perhatian dari peme rintah,
yaitu sejak diundangkannya UU no.30 tentang Energi tahun 2007. Kemudian disu sul dengan
PP no. 70 tahun 2009 serta yang terakhir Permen ESDM no. 14 tentang Manajemen Energi.
Salah satu pesan utama dari peraturan-peraturan adalah tentang konservasi energi. Dalam
peraturan ini dinyatakan bahwa konservasi energi adalah upaya sistematis, terencana, dan
terpadu guna melestarikan sumber daya energi dalam negeri serta meningkatkan efisiensi
pemanfaatannya. Konservasi energi nasional menjadi tang gung jawab Pemerintah, pemerintah
daerah provinsi, pemerintah, daerah kabupaten/ kota, pengusaha dan masyarakat.

Sebagai contoh bangunan yang ramah lingkungan adalah dengan mendesain bangunan
yang memperhatikan banyak bukaan untuk memaksimalkan sirkulasi udara dan cahaya alami.
Seperti desain interior, menggunakan interior yang ramah lingkungan dan mengurangi
pengunaan listrik yang sangat berlebihan, misalnya menggunakan lampu hemat energi seperti

3
lampu LED yang rendah konsumsi listrik, memperbanyak penggunaan panel sel surya sehingga
bisa mengurangi kebutuhan energi listrik bangunan dan memberikan keuntungan antara lain
tidak perlu takut kebakaran, hubungan pendek (korsleting), bebas polusi, hemat listrik, hemat
biaya listrik, dan rendah perawatan. Sesedikit mungkin penggunaan pendingin ruang / AC pada
siang hari dan memperbanyak pembuatan taman di lingkungan rumah dan gedung. Dengan
jendela besar untuk lubang sirkulasi udara ke dalam ruangan.

3) Konservasi Sumber Daya Air Untuk Menjamin Keberlanjutan Penyediaan Air Bersih;

Walaupun Indonesia kaya dengan sumber daya air, namun Pemerintah tetap peduli
terhadap kesinambungan salah satu sumber alam ini. Untuk parameter pengurangan kebutuhan
air sudah diatur dalam Inpres No.2 Th. 2008 mengenai penghematan energi dan air, namun
peraturan ini dikhususkan pada bangunan negara. Untuk pemanenan air hujan sudah diatur
dalam UU tentang Sumber Daya Air. Pengembangan sumber daya air ( Pasal 34) meliputi: air
hujan. Instalasi tangki penyimpanan air hujan kapasitas 50% dari jumlah air hujan yang jatuh
di atas atap bangunan sesuai dengan kondisi intensitas curah hujan tahunan setempat menurut
BMK. Pemanenan air hujan atau penam pungan air hujan sudah disinggung dalam
undangundang air yaitu termasuk dalam kategori pengawetan air yaitu ditujukan untuk
memelihara keberadaan dan keter sediaan air atau kuantitas air, sesuai dengan fungsi dan
manfaatnya. Hal ini dilakukan dengan cara menyimpan air yang berlebihan di saat hujan untuk
dapat dimanfaatkan pada waktu diperlukan dan juga mengendalikan penggunaan air tanah

Untuk mengantisipasi krisis air bersih, dikembangkan sistem pengurangan pemakaian


air (reduce), penggunaan kembali air untuk berbagai keperluan sekaligus (reuse), mendaur
ulang buangan air bersih (recycle), dan pengisian kembali air tanah (recharge). Dikembangkan
sistem pengolahan air limbah bersih yang mendaur ulang air buangan sehari-hari (cuci tangan,
piring, kendaraan, bersuci diri) maupun air limbah (air buangan dari kamar mandi) yang dapat
digunakan kembali untuk mencuci kendaraan, membilas kloset, dan menyirami taman, serta
membuat sumur resapan air (1 x 1 x 2 meter) dan lubang biopori (10 sentimeter x 1 meter)
sesuai kebutuhan.

4) Pemilihan Material yang Ramah Lingkungan

Sedangkan untuk material bangunan yang ramah lingkungan seperti misalnya kerangka
bangunan utama dan atap, menggunakan material baja memiliki keunggulan lebih kuat,
antikarat, antikeropos, antirayap, lentur, mudah dipasang, dan lebih ringan sehingga tidak
membebani konstruksi dan fondasi, sehingga baja dapat digunakan sebagai pengganti

4
pemakaian material kayu, untuk mengurangi penebangan hutan/pembabatan kayu hutan yang
tak terkendali menempatkan bangunan berbahan kayu mulai berkurang sebagai wujud
kepedulian dan keprihatinan terhadap penebangan kayu dan kelestarian hutan sebagai paru-
paru dunia. Material bangunan lainnya yang ramah lingkungan misalnya semen instan, keramik
( untuk dinding pengganti wallpaper dan lantai ). Dinding keramik memberikan kemudahan
dalam perawatan, pembersihan dinding (tidak perlu dicat ulang, cukup dilap), motif beragam
dengan warna pilihan eksklusif dan elegan, serta menyuguhkan suasana ruang yang bervariasi,
batu bata, aluminium (bisa untuk kusen jendela dan pintu juga sudah mulai menggunakan
bahan aluminium sebagai generasi bahan bangunan masa datang). Aluminium memiliki
keunggulan dapat didaur ulang (digunakan ulang), bebas racun dan zat pemicu kanker, bebas
perawatan dan praktis (sesuai gaya hidup modern), hemat biaya, lebih kuat, tahan lama,
antikarat.

REFERENSI

Karuniastuti, Nurhenu. Bangunan Ramah Lingkungan. Forum Teknologi Vol. 5 No. 1.

Mohd Syarif Hidayat.Perancanagan lingkungan Bangunan di Indonesia, Tata Loka Vol. 19


No. 1

Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2008 tentang Penghematan Energi dan
Air.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Tata Ruang

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan


Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Anda mungkin juga menyukai