Anda di halaman 1dari 16

PRINSIP - PRINSIP GREEN ARCHITECTURE

1. Conserving Energy (Hemat Energi)


Sungguh sangat ideal apabila menjalankan secara operasional suatu bangunan dengan
sedikit mungkin menggunakan sumber energi yang langka atau membutuhkan waktu yang
lama untuk menghasilkannya kembali. Solusi yang dapat mengatasinya adalah desain
bangunan harus mampu memodifikasi iklim dan dibuat beradaptasi dengan lingkungan bukan
merubah lingkungan yang sudah ada. Lebih jelasnya dengan memanfaatkan potensi matahari
sebagai sumber energi. Cara mendesain bangunan agar hemat energi, antara lain:
a. Banguanan dibuat memanjang dan tipis untuk memaksimalkan pencahayaan dan
menghemat energi listrik.
b. Memanfaatkan energi matahari yang terpancar dalam bentuk energi thermal sebagai
sumber listrik dengan menggunakan alat Photovoltaic yang diletakkan di atas atap.
Sedangkan atap dibuat miring dari atas ke bawah menuju dinding timur-barat atau
sejalur dengan arah peredaran matahari untuk mendapatkan sinar matahari yang
maksimal.
c. Memasang lampu listrik hanya pada bagian yang intensitasnya rendah. Selain itu juga
menggunakan alat kontrol penguranganintensitas lampu otomatis sehingga lampu
hanya memancarkan cahaya sebanyak yang dibutuhkan sampai tingkat terang tertentu.
d. Menggunakan Sunscreen pada jendela yang secara otomatis dapat mengatur intensitas
cahaya dan energi panas yang berlebihan masuk ke dalam ruangan.
e. Mengecat interior bangunan dengan warna cerah tapi tidak menyilaukan, yang
bertujuan untuk meningkatkan intensitas cahaya.
f. Bangunan tidak menggunkan pemanas buatan, semua pemanas dihasilkan oleh
penghuni dan cahaya matahari yang masuk melalui lubang ventilasi.
g. Meminimalkan penggunaan energi untuk alat pendingin (AC) dan lift.
2. Working with Climate (Memanfaatkan kondisi dan sumber energi alami)
Melalui pendekatan green architecture bangunan beradaptasi dengan lingkungannya. Hal
ini dilakukan dengan memanfaatkan kondisi alam, iklim dan lingkungannya sekitar ke dalam
bentuk serta pengoperasian bangunan, misalnya dengan cara:
a. Orientasi bangunan terhadap sinar matahari.
b. Menggunakan sistem air pump dan cros ventilation untuk mendistribusikan udara
yang bersih dan sejuk ke dalam ruangan.
c. Menggunakan tumbuhan dan air sebagai pengatur iklim. Misalnya dengan membuat
kolam air di sekitar bangunan.
d. Menggunakan jendela dan atap yang sebagian bisa dibuka dan ditutup untuk
mendapatkan cahaya dan penghawaan yang sesuai kebutuhan.
e.

3. Respect for Site (Menanggapi keadaan tapak pada bangunan)


Perencanaan mengacu pada interaksi antara bangunan dan tapaknya. Hal ini dimaksudkan
keberadan bangunan baik dari segi konstruksi, bentuk dan pengoperasiannya tidak merusak
lingkungan sekitar, dengan cara sebagai berikut.
a. Mempertahankan kondisi tapak dengan membuat desain yang mengikuti bentuk tapak
yang ada.
b. Luas permukaan dasar bangunan yang kecil, yaitu pertimbangan mendesain bangunan
secara vertikal.
c. Menggunakan material lokal dan material yang tidak merusak lingkungan.

Universitas Tadulako Jurasan Teknik Arsitektur

4. Respect for User (Memperhatikan pengguna bangunan)


Antara pemakai dan green architecture mempunyai keterkaitan yang sangat erat.
Kebutuhan akan green architecture harus memperhatikan kondisi pemakai yang didirikan di
dalam perencanaan dan pengoperasiannya.
5. Limitting New Resources (Meminimalkan Sumber Daya Baru)
Suatu bangunan seharusnya dirancang mengoptimalkan material yang ada dengan
meminimalkan penggunaan material baru, dimana pada akhir umur bangunan dapat
digunakan kembali unutk membentuk tatanan arsitektur lainnya.
6. Holistic
Memiliki pengertian mendesain bangunan dengan menerapkan 5 poin di atas menjadi satu
dalam proses perancangan. Prinsip-prinsip green architecture pada dasarnya tidak dapat
dipisahkan, karena saling berhubungan satu sama lain. Tentu secar parsial akan lebih mudah
menerapkan prinsip-prinsip tersebut. Oleh karena itu, sebanyak mungkin dapat
mengaplikasikan green architecture yang ada secara keseluruhan sesuai potensi yang ada di
dalam site.

Universitas Tadulako Jurasan Teknik Arsitektur

SIFAT - SIFAT GREEN ARCHITECTURE


Green architecture (arsitekture hijau) mulai tumbuh sejalan dengan kesadaran dari para arsitek akan
keterbatasan alam dalam menyuplai material yang mulai menipis.Alasan lain digunakannya arsitektur hijau
adalah untuk memaksimalkan potensi site.
Penggunaan material-material yang bisa didaur-ulang juga mendukung konsep arsitektur hijau, sehingga
penggunaan material dapat dihemat.
Green dapat diinterpretasikan sebagai sustainable (berkelanjutan), earthfriendly (ramah lingkungan), dan
high performance building (bangunan dengan performa sangat baik).
A.Sustainable ( Berkelanjutan ).
Yang berarti bangunan green architecture tetap bertahan dan berfungsi seiring zaman, konsisten terhadap
konsepnya yang menyatu dengan alam tanpa adanya perubahan perubuhan yang signifikan tanpa
merusak alam sekitar.
a. Earthfriendly ( Ramah lingkungan ).
Suatu bangunan belum bisa dianggap sebagai bangunan berkonsep green architecture apabila bangunan
tersebut tidak bersifat ramah lingkungan. Maksud tidak bersifat ramah terhadap lingkungan disini tidak
hanya
dalam
perusakkan
terhadap
lingkungan.
Tetapi
juga
menyangkut
masalah
pemakaian energi.Olehkarena itu bangunan berkonsep green architecture mempunyai sifat ramah terhadap
lingkungan sekitar, energi dan aspek aspek pendukung lainnya.
b. High performance building.
Bangunan berkonsep green architecture mempunyai satu sifat yang tidak kalah pentingnya dengan sifat
sifat lainnya. Sifat ini adalah High performance building. Mengapa pada bangunan green architecture
harus mempunyai sifat ini?. Salah satu fungsinya ialah untuk meminimaliskan penggunaan energi dengan
memenfaatkan energi yang berasal dari alam ( Enrgy of nature ) dan dengan dipadukan dengan teknologi
tinggi ( High technology performance ). Contohnya :
Penggunaan panel surya ( Solar cell ) untuk memanfaatkan energi panas matahari sebagai
sumber pembangkit tenaga listrik rumahan.
Penggunaan material material yang dapat di daur ulang, penggunaan konstruksi
konstruksi maupun bentuk fisik dan fasad bangunan tersebut yang dapat mendukung
konsep green architecture. bangunan perkantoran yang menggunakan bentuk bangunan
untuk menyatakan symbol green architecture.

Universitas Tadulako Jurasan Teknik Arsitektur

KEBERLAKUAN STANDAR ARSITEKTUR HIJAU


Dari sejumlah standar pengukuran yang di kembangkan, beberapa aspek atau parameter dominan
yang di ukur untuk menentukan tingkat hijau adalah: pengolahan tapak, energi, material, air, limbah
dan kualitas ruang dalam. Berikut adalah ulasannya.
1. Pemilihan dan pengolahan tapak
Parameter ini terkait dengan bagaimana memiih tapak yang aman untuk mendirikan
bangunan atau sekumpulan bangunan. Sejumlah kemungkinan terhadap terjadinya
bencana alam, seperti tanah longsor, gempa bumi, banjir, gunung meletus dan
lainnya, patut di perhitungkan dalam memiih lokasi tapak. Di sisi lain, dalam
pembangunan rumah atau bangunan, perubahan fisik tapak seperti sistem cut and fill
di harapkan dapat di minimalkan. Penyelesaian bangunan dengan konsep panggung
dianggap paling aman terhadap tapak, dan tidak mengurangi kemampuan permukaan
tapak meresap air hujan.
2. Energi
Dalam konsep arsitektur hijau, parameter energi terkait dengan besarnya energi yang
dikonsumsi serta presentase pemanfaatan sumber energi terbarukan di bangunan.
Bangunan di nilai baik jika dalam mewadahi aktifitas manusia energi yang di
konsumsi rendah, sementara kenyamanan fisik manusia seperti kenyamanan termal,
visual, dan spasial tetap dapat di penuhi.
Di sisi lain, sumber energi yang terbarukan seperti bahan bakar nabati, panas dan
sinar matahari, sumber energi air, angin dan lainnya dapat di manfaatkan secara
maksimal. Sumber energgi terbarukan di perkirakan mengemisi karbon dioksida
dallam jumlah yang relatif rendah dibanding emisi karbon dari pembakaran bahan
bakar fosil sepperti minyak bumi.

Universitas Tadulako Jurasan Teknik Arsitektur

3. Material
Arsitetur hijau menuntut penggunaan material yang tidak
mengontaminasi lingkungan dan membahayakan manusia.
Material terbarukan seperti kayu, bambu, dahan, daun, dan
lainnya merupakan salah satu material yang re-use dan recycle. Material dari tumbbuhan merupakan material yang
dalam pembentukannya menyerapa CO2 dari udara. Hal ini
berbeda
dengan
material
non-organik
yang
dalam
pembentukannya justru mengemisi CO2 ke udara karena
memerlukan bahan bakar. Meskipun demikian, sejumah
material non-organik yang dalam proses pembuatannya tidak
konsumtif energi dan tidak mencemari lingkungan, tetap di
rekomendasikan dalam konsep arsitektur hijau.
4. Air
Konsumsi air dalam satuan waktu per individu merupakan
salah satu parameter dominan yang di ukur dalam konsep
arsitektur hijau. Bangunan yang rendah dalam konsumsi
airnya akan mendapat nilai baik atau tinggi dalam konsep
arsitektur hijau.

Universitas Tadulako Jurasan Teknik Arsitektur

5. Limbah
Filosopi utama daam aspek ini adalah bagaimana agar limbah bangunan seminimal
mungkin mencemari lingkungan. Pembuangan limbah dengan frekuensi tinggi, atau
selang waktu pembuangan pendek, peluang tanah atau alam dalam mempurifikasi
limbah menjadi sangat kecil. lingkungan dalam skaa kecil dan besar akan tercemar,
alam tercemar dan akhirnya vegetasi tercemar, manusia pun kesehatan dan
keberllangsungan hidupnya. Oleh karena itu, dalam konsep arsitektur hijau, semakin
rendah kemampuan lahan mempurifikasi limbah karena besarnya limbah yang di
buang atau karena terbatasnya lahan yang mempurifikasi limbah, maka semakin
tinggi nilai atau tingkatan hijau bangunan tersebut.
6. Kualitas ruang dalam.
Kualitas ruang dalam menyangkut kimiawi udara dan kualitas fisik ruangan. Dengan
komposisi udara yang baik, suatu ruangan di anggap bersih atau sehat secara kimiawi.
Sedangkan kualitas fisik ruang terkait dengan kenyamanan fisik ruang.
Bagaimana pengguna banguna dapat merasakan nyaman dari semua aspek
kenyamanan fisik, yakni kenyamanan spasial (ruang), kenyamanan termal (suhu),
kenyamanan
visual
(penglihatan/cahaya),
kenyamanan
auditorial
(pendengaran/suara), kenyamanan olfaktual (penciuman/bau). Demikian, jika
pengguna bangunan dapat merasakan ruang dengan dimensi yang mencukupi untuk
menyelenggarakan aktivitas di sertai dengan kenyamanan fisik sebuah bangunan
maka tingkat hijau bangunan di nilai tinggi.

Universitas Tadulako Jurasan Teknik Arsitektur

PENGUKURAN DAN STANDAR PENILAIAN ARSITEKTUR HIJAU


Tingkat kehijauan suatu bangunan atau kawasan harus diposisikan dengan level yang dapt
dimengerti atau diukur oleh suatu acuan (standar) tertentu. Diperlukan suatu alat ukur dan tolak
ukur untuk mengukur level kehijauan suatu bangunan atau kawasan. Berbagai acuan alat ukur, dan
standar telah banyak dirumuskan negara-negara maju untuk mengukur tingkat kehijauan suatu
rancangan suatu kawasan dan bangunan.
1. BREEAM (Building research establisments enviromental assessment metodh)
Standardisasi dan penilaian tingkat hijau di mulai di inggris tahun 1990. BREEAM merupakan
acuan penilaian tingkat hijau tertua di dunia, paling lengkap, paling detail, paling banyak
digunakan di dunia saat ini. Dengan parameter yang di nilai BREEAM meliputi 10 aspek
yaitu:
Manajemen
Kesehatan
Kualitas hidup
Energi
Transportasi
Air
Material
Limbah
Tata guna lahan dan ekologi
Polusi dan inovasi
Standar ini memberikan 5 kategori hasil penilaian yakni pass, good, very good, excelent dan
outstanding. Meskipun diklaim dapat digunakan secara universal di seluruh dunia, namun
standar ini tidak praktis digunakan di sejumlah negara berkembang seperti Indonesia karena
keterbatasan data dan standar bangunan pendukung lainnya yang dimiliki negara berkembang
masih terbatas.
Contoh bangunan yang menggunakan acuan parameter BREEAM dengan kategori predikat
outstanding.

Universitas Tadulako Jurasan Teknik Arsitektur

(Ben Ainslie Racing building)

Land rover ben ainslie racing merupakan sebuah bangunan dengan komitmen untuk menjadi tim
olahraga paling berkelanjutan di Inggris, telah menciptakan markas yang menampilkan semua yang
berkelanjutan. Ia menunjukkan bahwa keberlanjutan tidak hanya dapat memperbaiki kondisi kerja dan
dampak lingkungan yang lebih rendah tetapi memberikan penghematan biaya yang signifikan.
Efisiensi dalam waktu, energi dan bahan sebagai akibat dari BREEAM dan BIM melaju penghematan
50% dalam penyampaian program yang telah menyebabkan penghematan keuangan yang signifikan
2. LEED (Leadersip in Energy and Enviromental Design)
LEED dicetuskan oleh United States Green Building Council (USGBC) tahun 1998, standar
ini mengembangkan konsep BREEAM untuk allikasi yang lebih praktis. LEED digunakan
untuk menilai bangunan atau lingkunan binaan, baik dalam tahap pra-rancangan maupun
sudah terbangun. Parameter yang digunakan LEED lebih simpel dibanding BREEAM, namun
lebih variatif dibanding sejumlah standar lain di luar BREEAM. Diantara tolak ukur yang
digunakan dalam LEED untuk merating tingkat hijau suatu bangunan atau lingkungan binaan
adalah:
Keberlanjutan tapak
Penghematan air
Penghematan energi
Atmosfer
Material dan sumber daya
Kualitas lingkungan ruang dalam
Inovasi dan proses desain.
Standar LEED memberikan kemungkinan skor tertinggi penilaian 69, dimana didalamnya
diberikan empat penggolongan sertifikasi, yakni Certified (26-32 points), Silver (33-38
points), Gold (39-51 points), dan Platinum (52-69 points).

Universitas Tadulako Jurasan Teknik Arsitektur

(Bank of America Tower, New York)


Bank of America Tower di New York merupakan bangunan ramah lingkungan dengan 54
lantai ini menggunakan energi matahari yang dikumpulkan sendiri memanfaatkan kembali
limbah dan air hujan, menggunakan bahan baku untuk kontruksi dari sumber daya yang dapat
terbarukan dan dari bahan daur ulang.
3. NABERS (the National in Australian Built Enviroment Rating System)
NABERS merupakan penilaian kinerja bangunan eksisting terkait dengan dampak yang
ditimbulkan dari pengoperasian bangunan tersebut terhadap lingkungan. Pemilik, pengelola
atau pengguna bangunan dapat mengelola bangunan sedemikian rupa untuk mengurangi atau
meminimalkan dampak negatif pengoperasian bangunan terhadap lingkungan.
Standa NABERS mengukur tingkat hijau bangunan eksisting atas dasar empat parameter,
yaitu:
Penggunaan energi dan emisi gas rumah kaca
Penggunaan air
Penanganan limbah
Kualitas lingkungan ruang dalam
Untuk memberikan gambaran tentang tingkat hijau suatu bangunan, diperkenalkan
penggunaan jumlah bintang (stars) dari satu bintang hingga empat bintang sebagai indikasi
tingkat hijau. Semakin besar jumlah bintang, bangunan diindikasikan semakin hijau atas
semakin ramah lingkungan.
4. GREEN STAR (standar bangunan hijau Australia)
Standar penilaian Green Star, dicetuska oleh Green Building Council Australia (GBCA) tahun 2002.
GBCA merupakan lembaga non profit yang dibentuk untuk mengembangkan industri properti di
Australia yang memenuhi kriteria keberlanjutan. Lembaga ini mendorong para praktisi yang bergerak
di bidang properti bangunan

Universitas Tadulako Jurasan Teknik Arsitektur

untuk mengaplikan rancangan bangunan yang berkonsep hijau. Lembaga ini di dukung oleh
sektor industri dan pemerintah secara bersama-sama.
Green star memiliki tiga kategori kualitas lingkungan pada suatu bangunan:
(1) Best Practice, (2) Australian Excellence, dan (3) World Leadership. Pengelompokan ini
didasarkan atas penilaian dari sembilan hal, antara lain: manajemen, kualitas lingkungan di
dalam ruangan, transportasi, energi, air, bahan material, penggunaan lahan dan ekologi, inovasi
dan emisi. Best practice atau 4 Green Star merupakan kategori terendah dengan hasil penilaian
sebesar 45-59. Australian Excellence atau 5 Green Star sebesar 60-74, dan yang terbaik adalah
World Leadership atau 6 Green Star dengan hasil penilaian sebesar 75-100.

(CH2 in melbourne)
CH2 (Council House 2) adalah gedung pemerintahan Melbourne yang diresmikan pada tahun
2006. Gedung ini dirancang dengan kolaborasi bersama Design Incorporated Melbourne dan
melibatkan beberapa ahli lingkungan. Saat ini CH2 disebut-sebut sebagai bangunan yang
paling sustainable di dunia karena dinilai mampu mengurangi penggunaan listrik sebesar 85
persen, penggunaan air sebesar 72 persen, penggunaan gas sebagai penghangat ruangan
sebesar 87 persen dan hanya menghasilkan emisi sebesar 13 persen. CH2 dirancang tidak
hanya untuk meningkatkan penghematan energi dan air, tetapi juga untuk meningkatkan
kenyamanan penghuninya melalui kualitas internal lingkungan gedung yang baik.
CH2 memberikan pendekatan baru dalam mendesain perkantoran, menciptakan model bagi
orang lain untuk belajar dan meniru. Pada tahun 2010, CH2 berhasil mendapatkan predikat 6
Green Star dan sejumlah penghargaan lainnya di bidang arsitektur (sustainable architecture,
green building dan best commercial architecture) dan lingkungan.

Universitas Tadulako Jurasan Teknik Arsitektur

CH2 memiliki sistem pendingin internal yang terintegrasi. Saat malam hari jendela gedung
akan terbuka sehingga udara dingin dari luar gedung akan masuk dan mendinginkan udara di
dalam ruangan serta panel-panel pendingin yang menempel pada langit-langit dan pondasi
ruangan. Panel yang telah didinginkan berfungsi untuk membuat ruangan di pagi hingga siang
hari tetap sejuk.
Air juga memiliki peran yang sangat penting pada sistem ini. Ketika siang hari, beberapa
menara setinggi 15 meter akan mengalirkan air dingin (shower). Beberapa bagian di antaranya
akan menguap sehingga mendinginkan ruangan di tiap-tiap lantai gedung. Sebagian lainnya
akan berfungsi untuk mendinginkan panel-panel pendingin ruangan.
Penggunaan air pada sistem ini bersifat reusable (berulang). Uap air yang telah digunakan
akan mengalami peningkatan suhu dari 22 derajat celcius menjadi 25 derajat celcius, sehingga
dengan sendirinya ia akan naik ke atas.Turbin angin yang berada pada atap gedung juga
membantu proses tersebut. Kemudian uap air ditampung dalam sebuah kolam yang berada
pada atap gedung untuk kemudian digunakan kembali.
Ornamen kayu yang menempel di bagian timur dinding CH2 dibentuk sedemikian rupa
sehingga cahaya matahari dapat masuk ke dalam ruangan ketika jam kerja sedang
berlangsung. Dengan demikian, penggunaan cahaya lampu dapat dikurangi. CH2 sendiri
menggunakan sistem cahaya buatan untuk penerangan lampu. Dengan menggunakan sistem
tersebut, intensitas cahaya lampu secara otomatis akan menyesuaikan terhadap tingkat
aktivitas dalam suatu ruangan.
Pada atap gedung juga dipasang panel surya seluas 25 meter persegi yang berfungsi sebagai sumber
energi listrik CH2. Listrik yang dihasilkan dari panel tersebut sebesar 3,5 kW. Namun, panel tersebut
belum cukup untuk memenuhi seluruh kebutuhan listrik gedung. Oleh karena itu, 30% kebutuhan
listrik dari CH2 berasal dari pembangkit mini berbahan bakar gas. Selain listrik, pembangkit yang
terletak di atap

Universitas Tadulako Jurasan Teknik Arsitektur

gedung ini berfungsi menghasilkan panas sehingga CH2 mengurangi ketergantungannya pada
jaringan listrik umum. Pembangkit listrik ini menghasilkan emisi karbon dioksida jauh lebih
rendah dari pembangkit listrik batu bara.
Saat ini Melbourne menetapkan persyaratan green star sebagai standar minimum bagi
pengembangan tiap bangunan baru maupun renovasi. Green star melakukan penilaian
terhadap sistem lingkungan pada gedung-gedung di Australia. Program ini diperkenalkan pada
tahun 2003 oleh Green Building Council of Australia. Program ini mempertimbangkan
beberapa hal yang dapat mengurangi dampak buruk terhadap lingkungan, seperti inovasi
bangunan yang berkelanjutan, kesehatan penghuni, dan penghematan biaya.
CH2 sendiri menjadi gedung pertama yang mendapatkan predikat sebagai World Leadership.
Bahkan sejak adanya CH2 dan diluncurkannya program Green Star, semakin banyak gedunggedung di Melbourne, juga di Australia, yang mengikuti langkah CH2 menjadi gedung ramah
lingkungan, baik itu sebagai gedung baru maupun hasil renovasi dari gedung-gedung
sebelumnya. Semoga kota-kota di Indonesia bisa meniru dan bahkan mengembangkan konsep
ecocity seperti Kota Melbourne.
5. GREEN MARK (Standar Bangunan Hijau Singapore)
BCA Green Mark merupakan acuan penilaian bangunan hijau untuk menilai kinerja dan
dampak yang ditimbulkan suatu bangunan terhadap lingkungan. Stan yang dikeluarkan oleh
Building Council Association (BCA) Singapore pada bulan januari 2005 ini mencoba
menstimulasi pengembangan bangunan yang ramah lingkungan dan mendorong para
pengembang, arsitek, kontraktor, agar lebihh sadar terhadap perlunya penerapan konsep
arsitektur hijau, arsitektur ramah lingkungan dari sejak rancangan masih berwujud konsep,
hingga pada tahap rancangan dan pembangunan.
Tingkat hijau suatu bangunan atau proyek diukur berdasarkan beberapa kriteria atau parameter,
yakni:
Efesiensi penggunaan energi
Efesiensi penggunaan air
Perlindungan terhadap lingkungan
Kualitas fisik ruang dalam
Aspek hijau lainnya
Inovasi desain

6. CASBEE (Comprehensive Assessment System for Built Environment Effeciency)

Universitas Tadulako Jurasan Teknik Arsitektur

CASBEE didirikan oleh sebuah komite penelitian pada tahun 2001 sebagai bagian dari proyek
industri bersama pemerintah akademik. CASBEE untuk New Konstruksi (NC) adalah alat
penilaian pertama, diterbitkan pada tahun 2003.
Kinerja dihitung melalui Built Environment Efeciency (BEE) Indikator, di mana BEE = Q / L.
Ada 5 peniaian penghargaan, dinyatakan secara bintang lima: Superior: S (BEE3.0 dan Q
50), Very Good: A (BEE1.5), Good: B + (BEE1.0), Slighty Poor: B- (BEE 0,5) dan Poor:
C (BEE < 0.5)
Sebuah bangunan yang berkelanjutan adalah salah satu yang dirancang berdasarkan kriteria:
untuk menghemat energi dan sumber daya, mendaur ulang bahan dan meminimalkan
emisi beracun zat seluruh siklus hidupnya,
untuk menyelaraskan dengan iklim setempat, tradisi, budaya dan lingkungan
sekitarnya,
untuk dapat mempertahankan dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia dengan
tetap menjaga kapasitas ekosistem di daerah dan tingkat global.

(The Nissan Advanced Technology Center, Jepang)


Gedung ini dirancang sebagai Research dan Development (R & D) hub untuk teknologi
canggih, dikeiingi oleh alam. Desain bangunan yang unik ini dilengkapi dengan bermacam macam teknologi kontrol lingkungan, seperti ventilasi alami, tirai eksterior dan atap kaca
sprinkler. atap hijau, batu hijau dan gundukan hijau menggunakan puing-puing beton
dirancang selaras dengan lingkungan sekitarnya .

Universitas Tadulako Jurasan Teknik Arsitektur

7. IGEM (Indonesian Green Enviromental Measurement)


Dalam standar ini, tingkat hijau yang diberikan kepada bangunan dibagi menjadi empat
kategori, yaitu sangat aman (very safe), aman (safe), cukup aman (fairly safe), dan tidak
aman (unsafe).
Terdapat 9 parameter yang digunakan untuk mengukur tingkat hijau bangunan atau
lingkungan, meliputi:
Pemilihan dan pengolahan tapak
Penggunaan energi (listrik dan gas)
Penggunaan energi yang terbarukan (kayu, biomasa, biogas, dan sebagainya)
Penggunaan air bersih
Penggunaan material
Kenyamanan fisik dan kualitas udara di dalam bangunan
Penerapan konsep bangunan hemat energi
Rancangan ruang luar
Pengolahan limbah
8. GREENSHIP (Standar Bangunan Hijau Indonesia)
Greenship merupakan standar bangunan hijau yang dikembangkan oleh Lembaga Konsul
Bangunan Hijau Indonesia atau Green Building Council Indonesian (GBCI). Lembaga
GBCI dibentuk tahun 2009 merupakan lembaga yang dibentuk atas inisiatif sektor non
pemerintah, meskipun dalam perkembangannya kemudian di dukung oleh sejumlah
lembaga pemerintah di Indonesia.
GBC Indonesia menyusun standar bangunan hiau yang di berlakukan di Indonesia dengan
sebutan Greenship. Ada 7 aspek penilaian yang di nilai dalam standar Greenship, yakni:
Ketepatan pengembangan tapak
Efesiensi dan penghematan energi
Penghematan air
Sumber material dan daur ulang
Kesehatan ruang dalam dan kenyamanan
Kondisi lingkungan bangunan dan manajemen bangunan
Masing-masing aspek dibagi kedalam butir-butir penilaian yang lebih detail dimana masingmasing butir memiliki skor tertentu. Tingkat hijau bangunan ditentukan oleh skor. Nilai skor
tertinggi menunjukkan bangunan mengarah kepada pemenuhan kriteria hijau, sementara skor
rendah diartikan sebaliknya.

Universitas Tadulako Jurasan Teknik Arsitektur

Anda mungkin juga menyukai