GREEN BUILDING
NIM : 1421042013
NAMA : Adnan Fauzan A. Husaini
PRODI : S1 ARSITEKTUR
FAKULTAS TEKNIK
PENDIDIKAN TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Batuwangala dalam Gupta (2013) menyatakan bahwa green building atau bisa disebut
dengan bangunan hijau adalah suatu konsep dalam mendesain, membangun, mengelola dan
memelihara bangunan dengan tujuan untuk menjaga kesehatan penghuni, meningkatkan
produktivitas penghuni bangunan, menggunakan bahan-bahan alam dengan baik, dan
mengurangi dampak buruk bangunan terhadap lingkungan. Dengan kata lain, konsep green
building sangat mempertimbangan lingkungan dalam setiap aspek konstruksi bangunan.
Sementara itu, menurut Green Building Council Indonesia (GBCI) bangunan hijau merupakan
bangunan baru yang direncanakan dan dilaksanakan, atau bangunan yang sudah terbangun yang
dioperasikan dengan memerhatikan faktor-faktor lingkungan/ekosistem dan memenuhi kinerja:
bijak guna lahan, kualitas udara dalam ruangan, hemat air, hemat energi, hemat bahan, dan
mengurangi limbah. Keuntungan membangun sebuah bangunan hijau adalah sebagai berikut.
1. Desain yang lebih kompak dan efisien sehingga mengoptimalkan fungsi-fungsi gedung.
3. Hemat biaya dalam operasional sehari-hari untuk energi dan konsumsi air.
4. Kesehatan jasmani dan rohani yang lebih baik bagi pengguna gedung,
7. Preferensi pasar yang lebih tinggi, terutama perusahaan internasional dan multinasional.
9. Munculnya ketertarikan yang tinggi, baik pada konsumen/klien atau pun karyawan
karena sebuah produk/perusahaan yang memerhatikan lingkungan.
10. Tumbuhnya sikap ramah lingkungan pada para penggunanya, yang diharapkan dapat
meneruskan sikap tersebut di rumah tangga masing-masing dan menimbulkan efek
multiplier.
3. Pemerintah,
Salah satu program GBCI adalah menyelenggarakan kegiatan Sertifikasi Bangunan Hijau di
Indonesia berdasarkan perangkat penilaian khas Indonesia yang disebut greenship.
Greenship
Greenship adalah sistem penilaian bangunan yang merupakan bentuk dari salah satu
upaya untuk menjembatani konsep ramah lingkungan dan prinsip keberlanjutan dengan praktik
yang nyata. Hadirnya perangkat rating ini diharapkan dapat mendorong transformasi di industri
bangunan, sehingga praktik-praktik ramah lingkungan dapat diterapkan di Indonesia. Setiap
bangunan yang mendeklarasikan diri sebagai bangunan hijau akan dinilai dan disertifikasi
berdasarkan kriteria-kriteria baku yang ada dalam sistem pemeringkatan ini. Kriteria penilaian
Greenship bukan merupakan penemuan baru, melainkan kumpulan dan pengelompokan dari
praktik-praktik terbaik di industri bangunan yang kemudian diidentifikasi oleh GBCI. Sistem
rating ini juga dapat mengedukasi industri bangunan dan khalayak umum tentang aspek-aspek
yang harus dipenuhi sebuah bangunan hijau. Dokumen sistem pemeringkatan Greenship dibagi
menjadi tiga, yaitu Greenship Interior Space (untuk perencanaan, operasional, dan pemeliharaan
ruangan dalam gedung), Greenship Existing Building (untuk manajemen, operasional dan
pemeliharaan bangunan yang sudah terbangun dan dioperasionalkan), dan Greenship New
Building (untuk perencanaan dan aktivitas konstruksi bangunan baru dalam tahap desain). (Laila,
2014)
Berdasarkan kategori yang ditentukan oleh GBCI, dalam Greenship EB terdapat enam kategori
Green Building:
1. Appropriate Site Development
Kategori ini mencakup akses ke sarana-sarana umum, pengurangan kendaraan bermotor,
penggunaan sepeda, lansekap tumbuhan hijau, heat island effect, pengurangan beban
volume limpasan air hujan, site management, perhatian terhadap bangunan atau sarana di
sekitarnya.
3. Water Conservation
Kategori Water Conservation meliputi sub metering konsumsi air, pemeliharaan dan
pemeriksaan sistem plambing, efisiensi penggunaan air bersih, pengujian kualitas air,
penggunaan air daur ulang, penggunaan sistem filtrasi untuk menghasilkan air minum,
pengurangan penggunaan air dari sumur dalam dan penggunaan kran auto stop.
4. Material Resources and Cycle
Kategori ini mencakup penggunaan refrigerant, penggunaan materi yang ramah
lingkungan, pengelolaan sampah, pemilahan sampah, pengelolaan limbah B3 dan
penyaluran barang bekas.
5. Indoor Health and Comfort
Kategori ini mencakup kualitas udara ruangan, pengaturan lingkungan asap rokok,
pengawasan gas CO2 dan CO, pengukuran kualitas udara dalam ruang, pengukuran
kenyamanan visual, pengukuran tingkat bunyi dan survei kenyamanan gedung.
B. A
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Green Building
Pengertian Green Building dalam konteks arsitektur bangunan tidak terlepas dengan
pengertian arsitektur bioklimatik, arsitektur ramah lingkungan maupun arsitektur hemat energi.
Karena untuk menuju kualifikasi bangunan hijau, suatu produk konstruksi bangunan gedung
tentu saja perlu bersifat ramah lingkungan dan hemat energi, dimana pendekatan bioklimatik bisa
dipakai sebagai dasar konsep desain. Arsitektur bioklimatik adalah suatu konsep terpadu pada
rancangan bangunan dimana struktur, ruang, dan kosntruksi bangunan tersebut dapat menjamin
adanya kondisi nyaman bagi penghuninya.Penggunaan perangkat elektro-mekanik dan energi
tak terbarukan adalah seminimal mungkin, sebaliknya memaksimalkan pemanfaatan energi dari
alam sekitar bangunan tersebut. (ENEA , IN-ARCH, 1989)
Dengan demikian, maka pendekatan bioklimatik pada desain arsitektur pada hakekatnya
bertitik tolak dari dua hal fundamental untuk menentukan strategi desain yang responsif terhadap
lingkungan global yaitu kondisi kenyamanan manusia dan penggunaan energi secara pasif (J
Priatman,1997)
Secara umum definisi bangunan hijau menurut Office of the Federal Environmental
Executive (AS), adalah bangunan yang meningkatkan efisiensi bangunan dan lahannya terhadap
penggunaan energi, air, dan bahan, dan mengurangi dampak negative terhadap kesehatan,
lingkungan melalui penataan tapak, desain, konstruksi, operasional, pemeliharaan serta akibat
produk limbahnya.
Sepadan dengan pengertian menurut GBCI (Green Building Council Indonesia, 2010),
bahwa bangunan hijau (green building) adalah bangunan baru yang direncanakan dan
dilaksanakan atau bangunan sudah terbangun yang dioperasikan dengan memperhatikan faktor-
faktor lingkungan/ekosistem dan memenuhi kinerja: bijak guna lahan, hemat air, hemat
energi, hemat bahan kurangi limbah, kualitas udara dalam ruangan.
Adapun pengertian menurut India Green Building Council, bahwa bangunan hijau harus
hemat air, efisiensi energi, mengkonservasi sumber daya alam, mengurangi limbah, memberikan
ruangan lebih sehat dibandingkan dengan bangunan konvensional. Namun secara lebih teknis,
bahwa suatu bangun arsitektur dikatakan tergolong dalam klasifikasi arsitektur atau bangunan
hijau secara terukur apabila memiliki kapasitas atau kinerja terukur yakni untuk
meminimalkan produksi ekuivalen CO2, baik ditinjau dari segi desain, saat pelaksanaan
konstruksi maupun saat beroperasi. Pada saat beroperasinya bangunan, indikator konsumsi
energi listrik dalam satuan kWh dikonversikan kedalam produk kg CO2, sehingga semakin
hemat energi listrik maka semakin baik kontribusinya untuk turut meredam peningkatan
pemanasan global, dan menyumbangkan suatu nilai tertentu dalam proses kuantifikasi suatu
bangunan agar termasuk dalam kualifikasi bangunan hijau dengan rating atau star tertentu.
Di Negara-negara yang telah menerapkan Green Building ada 6 kriteria yang diukur, yakni :
Pengolahan lahan sekitar,
Penggunaan air,
Penggunaan energi, material dan dari mana sumber material itu,
Kualitas di dalam ruangan, dan inovasi.
Masing-masing kriteria ini dibagi-bagi lagi menjadi beberapa poin. Tiap poinnya diberi
nilai yang berbeda. Jika satu gedung mampu mengumpulkan nilai sejumlah tertentu, barulah ia
bisa diberikan sertifikat green building.
Dalam Wikipedia, green building dapat disebut juga green construction atau sustainable
building. mengacu pada struktur dan menggunakan proses yang bertanggung jawab terhadap
lingkungan dan sumber daya yang efisien sepanjang siklus hidup bangunan: dari tapak untuk
desain, konstruksi, operasi, pemeliharaan, renovasi, dan pembongkaran. Di bidang arsitektur dan
teknik sipil, konstruksi (construction) adalah suatu proses yang terdiri dari membangun atau
perakitan infrastruktur.
Dalam melakukan suatu perencanaan bangunan seharusnya melakukan kajian AMDAL apakah
dalam pengadaan bangunan tersebut dapat mempengaruhi lingkungan sekitar baik itu segi sosial,
ekonomi ataupun alam sekitar. Karena jika itu memberikan pengaruh yang cukup besar maka
bangunan tersebut sudah menyalahi konsep dasar dari green building.
2. Efisiensi Desain Struktur
3. Efisiensi Energi
4. Efisiensi Air
5. Efisiensi Material
Berbicara mengenai bangunan maka akan menjurus kepada
penggunaan material yang ada. Hal ini ada hubungannya
dengan efisiensi dari desain struktur. Selain struktur, segi
arsitektural juga diperhatikan seperti penggunaan dinding yang
terlalu tebal, penggunaan material yang berat yang memberikan efek pada kekuatan struktur
yang lebih dll. Sehingga semakin banyak material yang digunakan maka akan memberikan efek
kepada pengeluaran dana, impact terhadap lingkungan, pengeluaran energi dalam konstruksi, dll.
2. Waldspirale di Jerman
Waldspirale merupakan sebuah apartemen di Darmstadt,
Jerman, dibangun tahun 1990-an. Namanya berarti spiral
berpohon, merefleksikan plan dari bangunan itu dan juga
memiliki taman di atas atapnya. Arsiteknya Heinz M.
Springmann, bangunan ini selesai dibangun tahun 2000
Untuk menghemat energi dan uang untuk biaya pendingin ruangan saat musim panas, sebuat
taman hijau dicptakan di atas bangunan City Hall Chicago tahun 2000. Saat ini ribuan jenis
tenaman tumbuh di sini dengan lebih dari 150 species tanaman
dan sanggup menghemat tagihan utilitas hingga $5000 dollar
per-tahunnya.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Greenship adalah sistem penilaian bangunan yang merupakan bentuk dari salah satu
upaya untuk menjembatani konsep ramah lingkungan dan prinsip keberlanjutan dengan praktik
yang nyata. Hadirnya perangkat rating ini diharapkan dapat mendorong transformasi di industri
bangunan, sehingga praktik-praktik ramah lingkungan dapat diterapkan di Indonesia. Setiap
bangunan yang mendeklarasikan diri sebagai bangunan hijau akan dinilai dan disertifikasi
berdasarkan kriteria-kriteria baku yang ada dalam sistem pemeringkatan ini.
Penggunaan material bangunan yang sesuai dengan penerapan bangunan hijau (green
building) memiliki peranan untuk menekan pemanasan global. Infrastruktur bangunan dengan
kesesuaian bahan material menjadi elemen penting dalam membentuk konsep green building.
Green Building dalam konteks arsitektur bangunan tidak terlepas dengan pengertian
arsitektur bioklimatik, arsitektur ramah lingkungan maupun arsitektur hemat energi. Karena
untuk menuju kualifikasi bangunan hijau, suatu produk konstruksi bangunan gedung tentu saja
perlu bersifat ramah lingkungan dan hemat energi, dimana pendekatan bioklimatik bisa dipakai
sebagai dasar konsep desain. Arsitektur bioklimatik adalah suatu konsep terpadu pada rancangan
bangunan dimana struktur, ruang, dan kosntruksi bangunan tersebut dapat menjamin adanya
kondisi nyaman bagi penghuninya.
B. SARAN
Dengan pembahasan masalah ini diharapkan kita sebagai warga negara dapat menerapkan
manfaat dari bangunan green building di Indonesia. Oleh karena itu, kita harus dapat menguasai
dan memahami seluk beluk apa yang ada di Indonesia, baik iklim, budaya, kondisi alam dan
sebagainya agar dapat menerapkan atau pengaplikasikannya dalam pembangunan yang ada di
indonesia.
Sumber:
http://aulianuranjainah.blogspot.com/2013/09/green-building.html
http://archiholic99danoes.blogspot.com/2011/11/bangunan-hijau-green-building.html
http://archzal.blogspot.com/2011/03/pengertian-green-building.html
http://helmizulmar.blogspot.com/2012/06/definisi-greenbuilding-adalah-bangunan.html
http://rizqifirdha.blogspot.com/2012/10/green-building-for-better_23.html