Anda di halaman 1dari 17

KONSEP, PRINSIP ARSITEKTUR HIJAU

SINERGI TEKNOLOGI-LOKALITAS
MATA KULIAH ARSITEKTUR HIJAU
P2T PROGRAM STUDI ARSITEKTUR
FAKULTAS TEKNIK INSTITUT TEKNOLOGI BUDI UTOMO
Aristia Kusuma, ST., M.Ars –5 April, 2020
PARA PAKAR ARSITEKTUR HIJAU
Arsitektur hijau merupakan konsep arsitektur yang berusaha untuk meminimalkan
dampak negatif yang ditimbulkan oleh moderasi dan efisiensi dalam pemakaian bahan
bangunan, energi, serta ruang pembangunan terhadap lingkungan alam. Konsep ini
juga biasa disebut arsitektur berkelanjutan. Di dalam konsep arsitektur hijau,
pendekatan utama yang digunakan yaitu kesadaran pada energi dan konservasi ekologi
dalam pengelolaan lingkungan. Sedangkan manfaat utama dari green architecture
diharapkan bisa melestarikan lingkungan alam sekitar sehingga tetap layak huni bagi
generasi yang akan datang.

Ada dua tokoh penting dalam topik arsitektur hijau yakni Profesor Brenda Vale dan
Doktor Robert Vale. Perlu diketahui, kedua pakar ini merupakan arsitek, penulis,
peneliti, sekaligus ahli dalam bidang arsitektur berkelanjutan. Mereka mengemukakan
bahwa arsitektur hijau merupakan suatu pendekatan desain bangunan yang berfokus
pada sumber daya alam yang dipakai baik material bangunan, bahan bakar selama
pembangunan, dan peran dari bangunan tersebut. Mereka menambahkan bahwa
arsitektur hijau bukan merupakan konsep yang wajib diikuti, melainkan berguna
sebagai pengingat supaya para pelaku arsitektur tidak mengabaikan konsep ini.
“Brenda Vale is a professor of
architecture at Victoria University in
Wellington, New Zealand. This book
provides a balanced overview of the
way forward for architecture,
showing how the choice of materials
and construction processes,
response to the landscape and
climate, and the involvement of
users can solve environmental
problems”.
PRINSIP ARSITEKTUR HIJAU
Pada tahun 1994 the one arsitektur hijau Amerika atau U.S. Green building
Council mengeluarkan sebuah standar yang bernama Leadership in Energy and
Environmental Design (LEED) standards. Adapun Dasar kualifikasinya adalah sebagai
berikut :

1. Pembangunan yang berkelanjutan


Diusahakan menggunakan kembali bangunan yang ada dan dengan pelestarian
lingkungan sekitar. Tersedianya tempat penampungan tanah, Taman diatas atap,
penanaman pohon sekitar bangunan juga dianjurkan.

2. Pelestarian air
Dilakukan dengan berbagai cara termasuk diantaranya pembersihan dan daur ulang air
bekas serta pemasangan bangunan penampung air hujan. Selain itu penggunaan dan
persediaan air harus juga di pantai secara berkelanjutan.

3. Peningkatan efisiensi energi


Dapat dilakukan dengan berbagai cara misalnya membuat layout dengan orientasi
bangunan yang mampu beradaptasi dengan perubahan musim terutama posisi
matahari.
4. Bahan bangunan terbarukan
Material terbaik untuk arsitektur hijau adalah usahakan menggunakan bahan daur ulang
atau bisa juga dengan menggunakan bahan terbarukan sehingga membutuhkan sedikit
energi untuk diproduksi. Bahan bangunan ini idealnya adalah bahan bangunan lokal dan
bebas dari bahan kimia berbahaya. Sifat bahan bangunan yang baik dalam arsitektur
hijau adalah bahan mentah tanpa polusi yang dapat bertahan lama dan juga bisa didaur
ulang kembali.

5. Kualitas lingkungan dan ruangan


Dalam ruangan diperhatikan hal-hal yang mempengaruhi bagaimana pengguna merasa
dalam sebuah ruangan itu. Hal ini seperti penilaian terhadap kenyamanan dalam
sebuah ruang yang meliputi ventilasi, pengendalian suhu, dan penggunaan bahan yang
tidak mengeluarkan gas beracun.
Sementara Brenda dan Robert Vale, 1991, Green Architecture Design fo Sustainable
Future mengungkapkan bahwa Arsitektur Hijau memiliki kriteria sebagai berikut :

1. Conserving Energy (Hemat Energi)


Sungguh sangat ideal apabila menjalankan secara operasional suatu bangunan dengan
sedikit mungkin menggunakan sumber energi yang langka atau membutuhkan waktu
yang lama untuk menghasilkannya kembali.
Solusi yang dapat mengatasinya adalah desain bangunan harus mampu memodifikasi
iklim dan dibuat beradaptasi dengan lingkungan bukan merubah lingkungan yang sudah
ada. Lebih jelasnya dengan memanfaatkan potensi matahari sebagai sumber energi.
Cara mendesain bangunan agar hemat energi, antara lain:
• Bangunan dibuat memanjang dan tipis untuk memaksimalkan pencahayaan dan
menghemat energi listrik.
• Memanfaatkan energi matahari yang terpancar dalam bentuk energi thermal sebagai
sumber listrik dengan menggunakan alat photovoltaic yang diletakkan di atas atap.
Sedangkan atap dibuat miring dari atas ke bawah menuju dinding timur-barat atau
sejalur dengan arah peredaran matahari untuk mendapatkan sinar matahari yang
maksimal.
• Memasang lampu listrik hanya pada bagian yang intensitasnya rendah. Selain itu juga
menggunakan alat kontrol pengurangan intensitas lampu otomatis sehingga lampu
hanya memancarkan cahaya sebanyak yang dibutuhkan sampai tingkat terang
tertentu.
• Menggunakan Sunscreen pada jendela yang secara otomatis dapat mengatur
intensitas cahaya dan energi panas yang berlebihan masuk ke dalam ruangan.
• Mengecat interior bangunan dengan warna cerah tapi tidak menyilaukan, yang
bertujuan untuk meningkatkan intensitas cahaya.
• Bangunan tidak menggunakan pemanas buatan, semua pemanas dihasilkan oleh
penghuni dan cahaya matahari yang masuk melalui lubang ventilasi.
• Meminimalkan penggunaan energi untuk alat pendingin (AC) dan lift.

2. Working with Climate (Memanfaatkan kondisi dan sumber energi alami)


Melalui pendekatan green architecture bangunan beradaptasi dengan lingkungannya.
Hal ini dilakukan dengan memanfaatkan kondisi alam, iklim dan lingkungannya sekitar
ke dalam bentuk serta pengoperasian bangunan, misalnya dengan cara:
• Orientasi bangunan terhadap sinar matahari.
• Menggunakan sistem air pump dan cros ventilation untuk mendistribusikan udara
yang bersih dan sejuk ke dalam ruangan.
• Menggunakan tumbuhan dan air sebagai pengatur iklim. Misalnya dengan membuat
kolam air di sekitar bangunan.
• Menggunakan jendela dan atap yang sebagian bisa dibuka dan ditutup untuk
mendapatkan cahaya dan penghawaan yang sesuai kebutuhan.
3. Respect for Site (Menanggapi keadaan tapak pada bangunan)
Perencanaan mengacu pada interaksi antara bangunan dan tapaknya. Hal ini
dimaksudkan keberadan bangunan baik dari segi konstruksi, bentuk dan
pengoperasiannya tidak merusak lingkungan sekitar, dengan cara sebagai berikut:
• Mempertahankan kondisi tapak dengan membuat desain yang mengikuti bentuk
tapak yang ada.
• Luas permukaan dasar bangunan yang kecil, yaitu pertimbangan mendesain
bangunan secara vertikal.
• Menggunakan material lokal dan material yang tidak merusak lingkungan.

4. Respect for User (Memperhatikan pengguna bangunan)


Antara pemakai dan green architecture mempunyai keterkaitan yang sangat erat.
Kebutuhan akan green architecture harus memperhatikan kondisi pemakai yang
didirikan di dalam perencanaan dan pengoperasiannya.

5. Limitting New Resources (Meminimalkan Sumber Daya Baru)


Suatu bangunan seharusnya dirancang mengoptimalkan material yang ada dengan
meminimalkan penggunaan material baru, dimana pada akhir umur bangunan dapat
digunakan kembali unutk membentuk tatanan arsitektur lainnya.
6. Holistic
Memiliki pengertian mendesain bangunan dengan menerapkan 5 poin di atas
menjadi satu dalam proses perancangan. Prinsip-prinsip green architecture pada
dasarnya tidak dapat dipisahkan, karena saling berhubungan satu sama lain.

Tentu secara parsial akan lebih mudah menerapkan prinsip-prinsip tersebut. Oleh
karena itu, sebanyak mungkin dapat mengaplikasikan green architecture yang ada
secara keseluruhan sesuai potensi yang ada di dalam site.
CONTOH ARSITEKTUR HIJAU
Hingga saat ini telah banyak bangunan yang menggunakan prinsip arsitektur hijau
terutama di negara-negara maju. Kali ini kita mengambil contoh sebuah universitas di
Singapura.

Nanyang Technological University Singapura


Berkat adanya dukungan dari pemerintah, bangunan-bangunan yang bergaya arsitektur
hijau di Singapura bisa semakin bertambah, salah satunya yang cukup menarik adalah
Nanyang technological University yang ada di pusat kota Singapura.
Bangunan ini menggunakan fasad kaca yang dapat mengurangi dampak buruk radiasi
dan panas matahari sehingga suhu ruangan terjaga namun tidak mengurangi natural
view dan pencahayaan yang efektif pada bangunan.
Bangunan ini juga terkenal
karena adanya green roof
yang melengkung di atas
bangunan yang berfungsi
sebagai ruang terbuka
hijau. Ruang ini difungsikan
sebagai tempat berkumpul
yang indah di tengah
suasana kota yang padat.

Tidak hanya itu, atap ini juga berfungsi


sebagai insulasi termal dan penangkap
air hujan yang kemudian digunakan
untuk irigasi di area lanskap bangunan.
Secara desain rumput yang ditanam
pada atap juga menjadi bentuk
Siteplan NTU Singapura
penyesuaian pola yang menyatu
dengan lingkungan sekitar.
TEKNOLOGI TEPAT GUNA
DAN LOKALITAS DALAM ARSITEKTUR
• Teknologi tepat guna adalah teknologi yang cocok dengan kebutuhan masyarakat
sehingga dapat dimanfaatkan secara optimal. Biasanya teknologi tepat guna
dipakai sebagai istilah untuk teknologi yang tidak terlalu mahal, tidak perlu
perawatan yang rumit, dan penggunaan nya ditujukan bagi masyarakat yang
kurang mampu secara ekonomi.
• Lokalitas telah dianggap sebagai senjata yang tepat untuk menahan lajunya ruang-
ruang kapitalis yang telah menyusup dalam kehidupan manusia di dunia modern
ini. Alexanander Tzonis mengungkapkan bahwa seharusnya Lokalitas bukanlah
sebuah Tema Gerakan tetapi lebih kepada conceptual device yang kita pilih sebagai
alat untuk melakukan analisis dan sintesis. Lokalitas membantu kita untuk
menempatkan identitas sebagai prioritas ketimbang intervensi internasional atau
pun dogma yang bersifat universal. Lokalitas adalah tentang bagaimana melihat
bahwa seharus sebuah tempat memiliki sentuhan personal, untuk sebuah
keindahan yang tidak terduga. Lokalitas dalam perkembangannya harus
memanfaatkan teknologi yang berkelanjutan, dan ini menjadi penting dalam
membangun sebuah tradisi baru. Lokalitas harus memberikan kegunaan terhadap
penggunanya, modifikasi terhadap Lokalitas harus dibuat bukan hanya sekedar
memenuhi kebutuhan.
• Meminjam Vitruvius yang mengatakan: “unsur alam dan raisonalitas manusia
membangun sebuah bentuk arsitektur”. Vitruvius percaya bahwa perbedaan dari
bangunan-bangunan yang ada di muka bumi ini adalah akibat dari dialog bolak-balik
dari manusia dengan lingkungannya = “There is an in-between `temperate` kind of
environment that creates temperate architecture and temperate people.

• Global dan Lokalitas bukanlah sesuatu yang harus dipertentangkan tetapi mereka
saling melengkapi, Mumford menekankan perlu ada keseimbangan diantara mereka.
Keseimbangan dimana Global men-print mesin-mesin kapitalis sedang Lokal mem-
print komunitas.

• Memaknai Lokalitas artinya memaknai tentang bagaimana kita melakukan


pembelajaran tentang sejarah bangunan, material, latar belakang social, isu-isu
konservasi, konstruksi bangunan… yang pada akhirnya keunikan sebuah Lokalitas
dalam arsitektur adalah tentang bagaimana material lokal – teknologi dan formasi
social dapat ditranfer dalam bahasa arsitektur yang segar.
Kalau kita bisa mengoptimalkan segala sesuatu
BERARSITEKTUR HIJAU DENGAN LOKALITAS: berdasarkan semangat lokalitas dimana kita
BELAJAR DARI REMPAH RUMAH KARYA berada—dengan barang yang ada, dengan
potensi yang ada, tentu akan bermanfaat bagi
manusianya. Selain itu energi yang digunakan juga
lebih sedikit, dampak terhadap lingkungannya
otomatis ya… akan bagus. – Paulus Mintarga
https://awibisono.wordpress.com/2014/01/27/lokalitas-arsitektur/

ARSITEKTUR PERADABAN
MERANCANG RUANG, MERANCANG PERADABAN

Sebuah karya arsitektur adalah membangun PERADABAN dengan memfasilitasi


membangun wadah untuk “ruang kehidupan”. Unsur lokalitas dalam arsitektur akan
membangun rasa nyaman atau “homy” pada diri manusia yang menempati karena
sudah disesuaikan dengan ikilm, teknologi dan budaya setempat. Sehingga lokalitas
arsitektur juga mengandung unsur kearifan lokal atau “local wisdom”.
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai