OLEH :
F22120045
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS TADULAKO
2022/2023
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kerusakan alam menjadi salah satu bencana besar bagi dunia, tidak terkecuali
seperti pemanasan global, pembuangan limbah, polusi dan lain-lain. Keseimbangan
antara lingkungan dan sekitarnya juga merupakan hal yang sangat penting, mengingat
generasi penerus kita semua akan menikmati keindahan serta kekayaan alamnya.
Namun, dari kita semua semakin sedikit yang peduli tentang hal tersebut. Banyak
penyebab yang membuat alam kita rusak, sebut saja seperti didirikannya bangunan
tanpa melihat lingkungan sekitarnya, yang hanya mementingkan fungsi serta estetika
tanpa melihat pohon-pohon yang tumbuh di area tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Arsitektur Hijau ?
2. Bagaimana Prinsip-prinsip Arsitektur Hijau ?
3. Bagaimana Penerapan Konsep Arsitektur Hijau pada Bangunan ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian Arsitektur Hijau
2. Untuk mengetahui Prinsip-prinsip Arsitektur Hijau
3. Untuk mengetahui Penerapan Konsep Arsitektur Hijau pada Bangunan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Arsitektur Hijau
Dapat disimpulkan bahwa aristektur hijau merupakan salah satu konsep yang
lebih memanfaatkan sumber daya alam dibanding sumber daya buatan, hal ini
mengingat kesadaran kita akan dampak-dampak yang ditimbulkan jika terus-menerus
menggunakan sumber energi buatan terhadap manusia maupun bangunan itu sendiri.
Karena arsitektur hijau juga merupakan sebuah konsep yang mempelajari
berkelanjutan, maksudnya adalah arsitektur hijau mengurangi pemakaian sumber
energi yang tidak dapat diperbaharui dengan tujuan agar tidak cepat habis pakai dan
menjamin untuk generasi yang akan datang agar bisa merasakan juga (Afifah, Anisa,
& Hakim, 2018).
Pada tahun 1994 the one arsitektur hijau Amerika atau U.S. Green building
Council mengeluarkan sebuah standar yang bernama Leadership in Energy and
Environmental Design (LEED) standards. Adapun Dasar kualifikasinya adalah
sebagai berikut :
1. Pembangunan yang berkelanjutan
Diusahakan menggunakan kembali bangunan yang ada dan dengan
pelestarian lingkungan sekitar. Tersedianya tempat penampungan tanah, Taman
diatas atap, penanaman pohon sekitar bangunan juga dianjurkan
2. Pelestarian air
Dilakukan dengan berbagai cara termasuk diantaranya pembersihan dan
daur ulang air bekas serta pemasangan bangunan penampung air hujan. Selain
itu penggunaan dan persediaan air harus juga di pantai secara berkelanjutan
3. Peningkatan efisiensi energi
Dapat dilakukan dengan berbagai cara misalnya membuat layout dengan
orientasi bangunan yang mampu beradaptasi dengan perubahan musim terutama
posisi matahari.
4. Bahan bangunan terbarukan
Material terbaik untuk arsitektur hijau adalah usahakan menggunakan
bahan daur ulang atau bisa juga dengan menggunakan bahan terbarukan sehingga
membutuhkan sedikit energi untuk diproduksi. Bahan bangunan ini idealnya
adalah bahan bangunan lokal dan bebas dari bahan kimia berbahaya. Sifat bahan
bangunan yang baik dalam arsitektur hijau adalah bahan mentah tanpa polusi
yang dapat bertahan lama dan juga bisa didaur ulang kembali.
5. Kualitas lingkungan dan ruangan
Dalam ruangan diperhatikan hal-hal yang mempengaruhi bagaimana
pengguna merasa dalam sebuah ruangan itu. Hal ini seperti penilaian terhadap
kenyamanan dalam sebuah ruang yang meliputi ventilasi, pengendalian suhu, dan
penggunaan bahan yang tidak mengeluarkan gas beracun.
Sementara Brenda dan Robert Vale, 1991, Green Architecture Design fo
Sustainable Future mengungkapkan bahwa Arsitektur Hijau memiliki kriteria sebagai
berikut :
1. Conserving Energy (Hemat Energi)
Solusi yang dapat mengatasinya adalah desain bangunan harus mampu
memodifikasi iklim dan dibuat beradaptasi dengan lingkungan bukan merubah
lingkungan yang sudah ada. Lebih jelasnya dengan memanfaatkan potensi
matahari sebagai sumber energi. Cara mendesain bangunan agar hemat energi,
antara lain:
• Banguanan dibuat memanjang dan tipis untuk memaksimalkan pencahayaan
dan menghemat energi listrik.
• Memanfaatkan energi matahari yang terpancar dalam bentuk energi thermal
sebagai sumber listrik dengan menggunakan alat Photovoltaic yang
diletakkan di atas atap. Sedangkan atap dibuat miring dari atas ke bawah
menuju dinding timur-barat atau sejalur dengan arah peredaran matahari
untuk mendapatkan sinar matahari yang maksimal.
• Memasang lampu listrik hanya pada bagian yang intensitasnya rendah.
Selain itu juga menggunakan alat kontrol penguranganintensitas lampu
otomatis sehingga lampu hanya memancarkan cahaya sebanyak yang
dibutuhkan sampai tingkat terang tertentu.
• Menggunakan Sunscreen pada jendela yang secara otomatis dapat mengatur
intensitas cahaya dan energi panas yang berlebihan masuk ke dalam
ruangan.
• Mengecat interior bangunan dengan warna cerah tapi tidak menyilaukan,
yang bertujuan untuk meningkatkan intensitas cahaya.
• Bangunan tidak menggunkan pemanas buatan, semua pemanas dihasilkan
oleh penghuni dan cahaya matahari yang masuk melalui lubang ventilasi.
• Meminimalkan penggunaan energi untuk alat pendingin (AC) dan lift.
2. Working with Climate (Memanfaatkan kondisi dan sumber energi alami)
Melalui pendekatan green architecture bangunan beradaptasi dengan
lingkungannya. Hal ini dilakukan dengan memanfaatkan kondisi alam, iklim dan
lingkungannya sekitar ke dalam bentuk serta pengoperasian bangunan, misalnya
dengan cara:
• Orientasi bangunan terhadap sinar matahari.
• Menggunakan sistem air pump dan cros ventilation untuk mendistribusikan
udara yang bersih dan sejuk ke dalam ruangan.
• Menggunakan tumbuhan dan air sebagai pengatur iklim. Misalnya dengan
membuat kolam air di sekitar bangunan.
• Menggunakan jendela dan atap yang sebagian bisa dibuka dan ditutup untuk
mendapatkan cahaya dan penghawaan yang sesuai kebutuhan.
3. Respect for Site (Menanggapi keadaan tapak pada bangunan)
Perencanaan mengacu pada interaksi antara bangunan dan tapaknya. Hal
ini dimaksudkan keberadan bangunan baik dari segi konstruksi, bentuk dan
pengoperasiannya tidak merusak lingkungan sekitar, dengan cara sebagai berikut.
• Mempertahankan kondisi tapak dengan membuat desain yang mengikuti
bentuk tapak yang ada.
• Luas permukaan dasar bangunan yang kecil, yaitu pertimbangan mendesain
bangunan secara vertikal.
• Menggunakan material lokal dan material yang tidak merusak lingkungan.
4. Respect for User (Memperhatikan pengguna bangunan)
Antara pemakai dan green architecture mempunyai keterkaitan yang
sangat erat. Kebutuhan akan green architecture harus memperhatikan kondisi
pemakai yang didirikan di dalam perencanaan dan pengoperasiannya.
5. Limitting New Resources (Meminimalkan Sumber Daya Baru)
Suatu bangunan seharusnya dirancang mengoptimalkan material yang ada
dengan meminimalkan penggunaan material baru, dimana pada akhir umur
bangunan dapat digunakan kembali unutk membentuk tatanan arsitektur lainnya.
6. Holistic
Memiliki pengertian mendesain bangunan dengan menerapkan 5 poin di
atas menjadi satu dalam proses perancangan. Prinsip-prinsip green architecture
pada dasarnya tidak dapat dipisahkan, karena saling berhubungan satu sama lain.
C. Penerapan Konsep Arsitektur Hijau pada Bangunan (Nanyang Technological
University Singapura)
Gedung studi teknik yang dibangun diatas lahan seluas 200 hektar terbilang
cukup unik. Kenapa ? Karena terlihat pada semua tampak, ada sebuah tekanan yang
sangat spontan dari bangunan ini sendiri, yaitu warna hijau. Apakah ini yang disebut
Green Architecture?
Pada bagian atap gedung, terdapat tangga untuk para pengguna yang akan
menuju lantai atas. Ini dapat meminimalisasi penggunaan listrik untuk lift atau
eskalator. Tentu lebih menyehatkan, selain sejuk karena disepanjang anak tangga
terdapat rumput yang digunakan sebagai green roof, pengguna juga
mendapatkan sinar matahari.
4. Memiliki konsep climate supportly.
Penggunaan green roof pada kampus ini, selain untuk keindahan dan agar
terlihat menyatu dengan alam, juga dapat digunakan sebagai water catcher sebagi
proses pendingin ruangan alami karena sinar matahari tidak diserap beton secara
langsung. Ini juga menurunkan suhu panas di siang hari dan sejuk di malam
hari untuk lingkungan sekitarnya. Desainnya yang melengkung digunakan agar
penyerapan matahari oleh kulit bangunan dapat di minimalisasikan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran