Anda di halaman 1dari 13

ARTIKEL ARSITEKTUR LINGKUNGAN

Sustainable Development pada Menara BCA Jakarta dengan


konsep Green Building

DISUSUN OLEH :
IYAD NAUFAL MAS’UM
03420200062
A2

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2021
PENDAHULUAN

Bermula dari munculnya kesadaran manusia bahwa sejak revolusi industri tingkat
kemajuan teknologi, pertumbuhan jumlah penduduk dan eksploitasi yang dilakukan
terhadap sumber-sumber daya alam yang ada di muka bumi ini tidak dapat dikendalikan
lagi.

Akibatnya adalah polusi, sampah beracun, pemanasan global, berkurangnya


sumber daya alam, penipisan lapisan ozon, hilangnya hutan dan lain-lain. Timbul
kekhawatiran bahwa bumi mempunyai keterbatasan dalam menyediakan sumber-sumber
alam yang dibutuhkan demi keberlanjutan hidup seluruh mahluk yang ada di muka bumi
sehingga efisiensi penggunaan sumber-sumber alam pada seluruh aspek kegiatan manusia
harus dilakukan salah satunya dalam pembangunan.

Keberadaan bangunan sejak awal berdirinya dan selama operasional bangunan


dengan aktifitas manusia di dalamnya akan mempengaruhi lingkungan secara lokal
maupun global. Pembangunan berkelanjutan (sustainable development) menjadi salah
satu solusi atau gerbang menuju pembangunan yang lebih sehat serta lebih efisien dalam
pemanfaatan sumber-sumber alam.

Pada dasarnya pembangunan berkelanjutan (sustainable development)


pembangunan yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat masa kini tanpa
mengabaikan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka,
sebagai suatu proses perubahan dimana pemanfaatan sumberdaya, arah investasi,
orientasi pembangunan dan perubahan kelembagaan selalu dalam keseimbangan dan
secara sinergis saling memperkuat potensi masa kini maupun masa mendatang untuk
memenuhi kebutuhan dan aspirasi manusia (Brundtland dalam Budihardjo & Sujarto,
1999).

Kemudian, dalam dunia arsitektur muncul fenomena sick building syndrome yaitu
permasalahan kesehatan dan ketidaknyamanan karena kualitas udara dan polusi udara
dalam bangunan yang ditempati dan yang mempengaruhi produktivitas penghuni, adanya
ventilasi udara yang buruk, dan kurangnya pencahayaan alami.

Oleh sebab itu muncul adanya konsep arsitektur hijau (green architecture), yang
merupakan salah satu cara untuk mewujudkan arsitektur yang ekologis atau ramah
lingkungan demi mencapai keseimbangan di dalam sistem interaksi manusia dengan
lingkungan. Tema ini juga memberi kontribusi pada masalah lingkungan khususnya
mengatasi pemanasan global.

Sehingga dengan tema arsitektur hijau (green architecture) ini, maka akan
memiliki beberapa manfaat, di antaranya bangunan lebih tahan lama, hemat energi,
perawatan bangunan lebih minimal, lebih nyaman ditinggali, serta lebih sehat bagi
penghuni.
PEMBAHASAN
1. Konsep Green Building dan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development)
Istilah green di dalam green building bukan berarti bangunan berwarna hijau atau
dikelilingi pohon pohon, tetapi lebih menekankan pada keselarasan dengan
lingkungan global, yaitu udara, air, tanah dan api. Green Building adalah adalah
bangunan berkelanjutan yang mengarah pada struktur dan pemakaian proses yang
bertanggung jawab terhadap lingkungan dan hemat sumber daya sepanjang siklus
hidup bangunan tersebut, mulai dari pemilihan tempat sampai desain, konstruksi,
operasi, perawatan, renovasi, dan peruntuhan.
Green Building merupakan salah satu konsep yang muncul dalam mendukung
pembangunan rendah karbon yakni melalui kebijakan dan program peningkatan
efisiensi energi, air dan material bangunan serta peningkatan penggunaan teknologi
rendah karbon. Penerapan Green Building bukan saja memberikan manfaat secara
ekologis, tetapi juga bernilai ekonomis, dengan cara menurunkan biaya operasional
dan perawatan gedung. Bangunan ramah lingkungan (Green Building) menurut
peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 8 tahun 2010 tentang Kriteria
dan Sertifikasi Bangunan Ramah Lingkungan, adalah suatu bangunan yang
menerapkan prinsip lingkungan dalam perancangan, pembangunan, pengoperasian,
dan pengelolaannya dan aspek penting penanganan dampak perubahan iklim.
Bangunan dikatakan sudah menerapkan konsep bangunan hijau (green
building) jika berhasil melalui proses evaluasi penilaian, yang disebut Sistem Rating.
Sistem Rating adalah suatu alat yang berisi butir-butir dari aspek yang dinilai yang
disebut rating dan setiap butir rating mempunyai nilai. Jika jumlah semua nilai yang
berhasil dikumpulkan bangunan tersebut dalam melaksanakan Sistem Rating
mencapai suatu jumlah yang ditentukan, maka bangunan tersebut dapat disertifikasi
pada tingkat sertifikasi tersebut. Namun sebelum mencapai tahap penilaian rating
terlebih dahulu dilakukan pengkajian bangunan untuk pemenuhan persyaratan awal
penilaian (eligibilitas).
Pembangunan berkelanjutan (sustainable development) adalah proses
pembangunan (lahan, kota, bisnis, masyarakat, dsb) yang berprinsip untuk memenuhi
kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan
(sumber: Brundtland Report dari PBB). Pembangunan berkelanjutan bisa dicapai jika
ada kepedulian baik dari pihak pemerintah maupun swasta dalam merencanakan dan
mengelola perkembangan kota, dengan memperbaiki atau mengurangi kerusakan
lingkungan tanpa mengorbankan kebutuhan pembangunan ekonomi dan keadilan
sosial. Pelaksanaan pembangunan berkelanjutan telah diperkuat oleh kesepakatan
para pemimpin bangsa, antara lain dalam Deklarasi Rio pada KTT Bumi tahun 1992,
Deklarasi Millenium PBB tahun 2000, dan Deklarasi Johannesburg pada KTT Bumi
tahun 2002.
Pada tahun 1992, dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Bumi telah
dipublikasikan konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development) yang
mencakup tiga pilar utama, yaitu: (a) pembangunan ekonomi; (b) pembangunan sosial,
dan (c) pelestarian lingkungan hidup. Ketiga pilar tersebut tidak mungkin dipisahkan
karena satu sama lain saling terkait dan saling menunjang. Sebagai respon terhadap
gerakan tersebut, dalam konferensi Bali yang diselenggarakan tahun 2007, Indonesia
telah menyepakati untuk menurunkan konsentrasi CO2 di udara sebesar 26% - 41%
di akhir tahun 2020.
Salah satu agenda yang diusulkan dalam dokumen Konstruksi Indonesia 2030,
adalah melakukan promosi sustainable construction untuk penghematan bahan dan
pengurangan limbah/bahan sisa serta kemudahan pemeliharaan bangunan pasca
konstruksi (LPJKN, 2007). Tujuan sustainable construction adalah menciptakan
bangunan berdasarkan disain yang memperhatikan lingkungan, efisien dalam
penggunaan sumberdaya alam, dan ramah lingkungan selama operasional bangunan
(CIB, 1994).
2. Prinsip-prinsip Arsitektur Hijau menurut Brenda dan Robert Vale (1991) dalam
Green Architecture Design for Sustainable Future:
a. Conserving Energy (hemat energi)
Pada arsitektur hijau, pemanfaatan energi secara baik dan benar menjadi
prinsip utama. Bangunan yang baik harus memperhatikan pemakaian energi
sebelum dan sesudah bangunan dibangun. Desain bangunan harus mampu
memodifikasi iklim dan dibuat beradaptasi dengan lingkungan bukan merubah
kondisi lingkungan yang sudah ada. Berikut ini desain bangunan yang menghemat
energi :
- Bangunan dibuat memanjang dan tipis untuk memaksimalkan pencahayaan
dan menghemat energi listrik.
- Memanfaatkan energi matahari yang terpancar dalam bentuk energi termal
sebagai sumber listrik dengan menggunakan alat photovoltaic yang diletakkan
di atas atap. Sedangkan atap dibuat miring dari atas ke bawah menuju dinding
timur-barat atau sejalur dengan arah peredaran matahari untuk mendapatkan
sinar matahari yang maksimal
- Memasang lampu listrik hanya pada bagian yang intensitasnya rendah. Selain
itu juga menggunakan alat kontrol pengurangan intensitas lampu otomatis
sehingga lampu hanya memancarkan cahaya sebanyak yang dibutuhkan
sampai tingkat terang tertentu.
- Menggunakan sunscreen pada jendela yang secara otomatis dapat mengatur
intensitas
- cahaya dan energi panas yang berlebihan masuk ke dalam ruangan.
- Mengecat interior bangunan dengan warna cerah tapi tidak menyilaukan, yang
bertujuan untuk meningkatkan intensitas cahaya.
- Bangunan tidak menggunkan pemanas buatan, semua pemanas dihasilkan
oleh penghuni dan cahaya matahari yang masuk melalui lubang ventilasi
- Meminimalkan penggunaan energi untuk alat pendingin (AC) dan lift.
b. Working with Climate (memanfaatkan kondisi dan sumber energi alami)
Pendekatan green architecture bangunan berdaptasi dengan lingkungannya,
hal ini dilakukan dengan memanfaatkan kondisi alam, iklim dan lingkungan
sekitar ke dalam bentuk serta pengoperasian bangunan, misalnya dengan cara :
- Orientasi bangunan terhadap sinar matahari
- Menggunakan sistem air pump dan cross ventilation untuk mendistribusikan
udara yang bersih dan sejuk ke dalam ruangan.
- Menggunakan tumbuhan dan air sebagai pengatur iklim.
- Menggunakan jendela dan atap yang sebagian bisa dibuka dan ditutup untuk
mendapatkan cahaya dan penghawaan yang sesuai kebutuhan.
c. Respect for Site (menanggapi keadaan tapak pada bangunan)
Perencanaan mengacu pada interaksi antar bangunan dan tapaknya. Hal ini
bertujuan keberadaan bangunan baik dari segi konstruksi, bentuk dan
pengoperasiannya tidak merusak lingkungan sekitar, dengan cara sebagai berikut :
- Mempertahankan kondisi tapak dengan membuat desain yang mengikuti
bentuk tapak yang ada.
- Luas permukaan dasar bangunan yang kecil, yaitu pertimbangan mendesain
bangunan secara vertikal.
- Menggunakan material lokal dan material yang tidak merusak lingkungan.
d. Respect for User (memperhatikan pengguna bangunan)
Antara pemakai dan green architecture mempunyai keterkaitan yang sangat
erat. Kebutuhan akan green architecture harus memperhatikan kondisi pemakai
yang didirikan di dalam perencanaan dan pengoperasiannya.
e. Limitting New Resources (meminimalkan sumber daya baru)
Suatu bangunan seharusnya dirancang mengoptimalkan material yang ada
dengan meminimalkan penggunaan material baru, dimana pada akhir umur
bangunan dapat digunakan kembali untuk membentuk tatanan arsitektur lainnya.
f. Holistic
Memiliki pengertian mendesain bangunan dengan menerapkan 5 poin di atas
menjadi satu dalam proses perancangan. Prinsip-prinsip green architecture pada
dasarnya tidak dapat dipisahkan, karena saling berhubungan satu sama lain. Tentu
secara parsial akan lebih mudah menerapkan prinsip-prinsip tersebut. Oleh karena
itu, sebanyak mungkin dapat mengaplikasikan green architecture yang ada secara
keseluruhan sesuai potensi yang ada di dalam site.
3. Green Building dan Pembangunan Berkelanjutan pada Menara BCA
Menara BCA adalah sebuah gedung pencakar langit di Jalan M. H.
Thamrin, Jakarta Pusat, Indonesia. Gedung ini terdiri dari 56 lantai yang ditempati
sebagai kantor pusat Bank Central Asia (BCA). Bangunan ini terhubung
dengan Grand Indonesia Shopping Town, Hotel Indonesia, Kempinski Residences,
dan pusat hiburan. Kolam renang dan pusat kebugaran modern terdapat di lantai 11.
Sebuah restoran, bernama Skye di lantai paling atas menyajikan pemandangan Kota
Jakarta, yang menjadi tempat populer untuk melihat matahari terbenam dan langit
malam kota.
Sejak awal didirikannya, Menara BCA sekejap menjadi gedung perkantoran
yang sangat menarik perhatian di pusat jantung kota. Bahkan, gedung ini masuk
dalam salah satu list gedung pencakar langit tertinggi di Jakarta dengan ketinggian
230 meter. Terdapat pula ragam fungsi gedung selain perkantoran, yakni pusat
perbelanjaan, restoran, hingga fitness center yang dapat diakses dengan mudah.
Menara BCA adalah gedung pertama di Indonesia yang meraih sertifikat
GREENSHIP EB Platinum pada tahun 2012, sebuah penghargaan untuk gedung
ramah lingkungan berkategori paling prestisius. Menara BCA telah melalui proses
sertifikasi yang meliputi 6 butir parameter seperti kesesuaian tata guna lahan, efisiensi
dan konservasi energi, konservasi air, sumber dan siklus material, kualitas udara dan
kenyamanan ruang, dengan penilaian tertinggi pada efisiensi dan konservasi energi.
Butir butir penilaian dalam rating yang menjadi kategori penilaian green building
meliputi 6 butir yaitu:
a. ASD (Appropriate Site Development)
Penilaian ini merupakan kriteria kesesuaian tata guna lahan. Di Menara BCA
kriteria ini dipenuhi karena ada site manajement policy dan motor vehicle policy.
Detail antara lain:
- Menyediakan shuttle bus untuk jangkauan ke BSD
- Menyediakan fasilitas pejalan kaki, parkir dan jalur sepeda, shower untuk
bikers
- Finishing lansekap bukan warna hitam
- Terdapat serapan air hujan yang ditampung dalam sumur dan langsung
dialirkan ke sungai
b. EEC (Energy Efficiency & Cooling)
Pemenuhan kriteria efisiensi energi bangunan pada Menara BCA dicapai melalui
usaha efisiensi energi baik untuk pencahayaan, AC, maupun elevator dan
escalator
- Efisiensi AC dengan sistem pengelolaan cooling tower yang dimonitor secara
periodik (energy monitoring system).
- Efisiensi tenaga listrik untuk penerangan (lampu) dengan ballast frequency
- Penggunaan kaca penyerap radiasi panas sampai 30% mengurangi beban AC
dan heater (pemanas)
c. WAC (Water Conservation)
Konseravi air Menara BCA disini antara lain dilakukan dengan
- Tidak menggunaan deep well, untuk mencegah penyusutan bumi
- Sistem monitoring water untuk menjamin kualitas air, yang diuji secara
periodik.
- Penggunaan kran air auto stop untuk menghemat pemakaian air
- Make up water untuk cooling tower bisa menghemat 4,500 m3/bulan dan
- Water recycling dari tempat wudhu di musholla (lt 10) langsung dimanfaatkan
untuk penyiraman taman dan cuci mobil.
d. MRC (Material Resources & Cycle)
Meliputi Sumber & Siklus Material Menara BCA antara lain dengan
- penggunaan material non-R22 untuk mengurangi efek gas rumah kaca.
- Material purchasing practice: penjualan olie aki bekas, di luar equipment
- Waste management: pemisahan sampah organic dan dimasukkan dalam ruang
bersuhu 15oC sebelum dibuang pada malam hari untuk mencegah bau dan
perkembangan bakteri yang merugikan kesehatan.
e. IHC (Indoor Air Health & Comfort)
Kualitas Udara & Kenyamanan Ruang Menara BCA antara lain dilakukan
dengan:
- Pengukuran kualitas udara dalam ruang setiap 3 bulan
- CO2 monitoring di lt 37
- Visual comfort
- Acoustic level noise dengan batas 65Db
f. BEM ((Building & Enviroment Management)
Manajemen lingkungan bangunan Menara BCA antara lain dengan green
occupancy, training karyawan, perilaku membuang sampah sendiri pada kantin,
dan lain sebagainya
4. Penerapan 6 Prinsip Utama Arsitektur Hijau Di Gedung Menara BCA
a. Conserving Energy (hemat energi)
Pada bangunan ini menerapkan pemanfaatan energi dengan menurunkan emisi
gas karbon dioksida (CO2) sebesar 6.360 ton per tahun. Pemakaian lampu LED-
light emitting diode, yang mampu menghemat listrik hingga 70% dibandingkan
lampu lain berdaya sama, dan memasang lampu tabung T5 yang dilengkapi sensor
cahaya untuk mengukur tingkat pencahayaan saat ruangan gelap atau terang.
Memakai lampu hemat energi juga meringankan kerja penyejuk udara atau AC,
karena suhu ruangan tidak bertambah dari panas cahaya lampu. Bangunan ini pun
dapat melakukan penghematan listrik mencapai 35% dari baseline.

b. Working with Climate (memanfaatkan kondisi dan sumber energi alami)


Bangunan ini didesain dengan memperhatikan pemanfaatkan kondisi alam,
iklim dan lingkungan sekitar. Menara BCA ini merupakan bagian dari
pengembangan Grand Indonesia, gedung ini memanfaatkan orientasi datangnya
sinar matahari dan pemakaian kaca ganda pada jendela.

c. Respect for Site (menanggapi keadaan tapak pada bangunan)


Desain bangunan sudah mengacu pada interaksi bangunan dan tapak, sehingga
bentuk bangunan mengikuti bentuk tapak. Hanya saja keberadaan bangunan ini
menyatu dengan bangunan lainnya.
d. Respect for Use (memperhatikan pengguna bangunan)
Bangunan menara BCA didesain dan dibangun dengan konsep ramah
lingkungan dengan tujuan untuk mencegah dan mengurangi pencemaran yang
disebabkan oleh aktifitas perkantoran. Pemanfaatan pencahayaan alami terbukti
meningkatkan tingkat produktifitas kerja.

e. Limitting New Resources (meminimalkan sumber daya baru)


Kantor Menara BCA ini dirancang dengan mengoptimalkan material yang ada
dan meminimalkan penggunaan material baru. Selain itu, pemanfaatan grey water
menjadikan hal yang terpenting di kantor ini, karena kantor ini mempunyai
penampungan air dari air bekas wudhu sebagai bahan outdoor AC yang kemudian
air tersebut diolah kembali agar bisa digunakan untuk flushing di toilet.
Penggunaan material pada fasad bangunan ini menggunakan kaca Low-e yaitu
kaca ganda pada jendela dengan tujuan untuk mengurangi suhu panas dan
mempertahankan keadaan suhu ideal lebih lama di dalam ruangan.
f. Holistic
Bangunan Menara BCA sudah menerapkan prinsip arsitektur hijau dengan
mendesain bangunan kantor yang memanfaatkan kondisi bangunan, menanggapi
keadaan tapak pada bangunan, meminimalkan sumber daya dan hemat energi serta
memperhatikan penggunanya.
KESIMPULAN
Menara BCA Jakarta ini adalah bangunan yang tergolong sustainable design
dengan konsep green building. Bangunan ini memiliki berbagai dobrakan dalam
meminimalkan penggunaan sumber daya, mulai dari memperhatikan pemakaian energi
yang digunakan, penghematan penggunaan air, pemanfaatan grey water, pemanfaatan
kondisi alam seperti iklim dan lingkungan sekitar, serta penggunaan material – material
yang ramah terhadap lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA
Hakim, T. D., & Dimyati, A. (2018). Jurnal Ilmiah Elektrokrisna Vol. 6 No.3 Juni 2018
108. Jurnal Ilmiah Elektrokrisna, 6(3), 108–113.
Mauludi, A. F., Anisa, & Satwikasari, A. F. (2020). Kajian Prinsip Arsitektur Hijau
Pada Bangunan Perkantoran ( Studi Kasus United Tractor Head Office Dan
Menara Bca ). Sinektika, 17(2), 155–161.
Priyoga, I. (2010). Desain Berkelanjutan (Sustainable Design). Jurusan Teknik
Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Pandanaran, 8(1), 16–26.
RA Laksmi Widyawati1. (2018). Green Building Dalam Pembangunan Berkelanjutan
Konsep Hemat Energi Menuju Green Building Di Jakarta. Karya Lintas Ilmu
Bidang Rekayasa Arsitektur, Sipil, Industri, 13.
Talarosha, B. (2013). Sustainable Design , Sebuah Pendekatan dalam Perancangan
Arsitektur. March, 0–6.

Anda mungkin juga menyukai