Anda di halaman 1dari 18

PENERAPAN

ARSITEKTUR HIJAU
PADA GEDUNG
PERKANTORAN

TEKNIK ARSITEKTUR
ANGGOTA KELOMPOK FAKULTAS TEKNIK
Rika hasanudin E1B120081 UNIVERSITAS HALUOLEO
ZOEL VIKAL. P E1B120087 KENDARI
RECHAN RIFALDI E1B120079
ABDURRAHMAN ALWI E1B120056 2022
DENI PURNAMA SUDARMO E1B120065
MUH. SAMSUL RIDWAN RAONA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Isu tentang Green Building – yang dalam hal ini juga disebut sebagai Arsitektur
Hijau (Green Architecture) – mulai muncul setelah isu lingkungan yang bermuara
pada pemanasan global (global warming) ) muncul. Arsitektur/bangunan hijau
menjadi sebuah 'gerakan' khususnya bagi para praktisi di bidang arsitektur bangunan
dan lingkungan binaan untuk merespon dampak dari kondisi lingkungan yang terjadi
dalam beberapa dekade ini. Gerakan arsitektur hijau merupakan upaya bagi para
arsitek/developer untuk dapat lebih bijak dalam mengelola bangunan dan lingkungan,
sehingga tidak saja dapat bermanfaat bagi generasi saat ini, namun juga bagi generasi
mendatang. Faktor pemicu pemanasan global ini disebabkan oleh semakin
menurunnya daya dukung lingkungan akibat pencemaran/polusi dan eksploitasi
sumber daya alam yang berlebih. Pemenuhan kebutuhan untuk pembangunan dalam
kerangka pertumbuhan ekonomi sering dilakukan tanpa mengindahkan kondisi
lingkungan. Begitu pula dengan sisa-sisa proses/kegiatan dalam setiap bangunan yang
tidak dikelola dengan benar akan dapat mencemari lingkungan sekitar yang tentunya
berdampak buruk terhadap kehidupan. Berikut rancangan tahap produktif serta
menyempitnya ruang terbuka hijau sebagai area resapan air juga menjadi faktor
pendorong munculnya gerakan green building ini.
Keberlanjutan menjadi sangat penting dalam dunia global arsitektur dimasa
sekrang. Tidak hanya berkaitan pada desain bangunan tetapi semua aspek merupakan
komponen yang penting, baik dari segi arsitektural, konstruksi maupun ekonomi.
Konsep green building adalah upaya agar bangunan dapat mengurangi konsumsi
energi (memaksimalkan energi alam) dan memiliki dampak negatif yang minimal
pada lingkungan. Gedung kantor merupakan salah satu fungsi bangunan yang
memiliki tingkat konsumsi energi yang besar. Untuk menanggulangi dampak tersebut
dapat dilakukan dengan penerapan konsep hijau pada gedung kantor.
Pemerintah Kota Kendari, Sulawesi Tenggara, terus menerapkan konsep
pembangunan yang disebut `green building` atau bangunan hijau sebagai salah satu

2
upaya mewujudkan Kendari Green City. Kepala Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah (Bappeda) Kendari Ir Askar di Kendari, Rabu, mengatakan dalam konsep
green building atau bangunan hijau diperlukan suatu acuan yang pengembangannya
menuju konsep bangunan yang hijau terukur dan kondusif. "Bangunan hijau
mengarah pada struktur dan pemakaian proses yang bertanggungjawab terhadap
lingkungan dan hemat sumber daya sepanjang siklus hidup bangunan tersebut. Mulai
dari pemilihan tempat, desain, konstruksi, operasi, perawatan renovasi dan
peruntuhan," katanya. Tujuan utama dari konsep itu katanya, bahwa bangunan hijau
dirancang untuk mengurangi dampak lingkungan bangunan terhadap kesehatan
manusia dan lingkungan alami dengan menggunakan energi, air, dan sumber daya
lain secara efisien.
Perancangan bangunan sering kurang memperhatikan keselarasan dengan alam,
dalam hal pemanfaatan sumberdaya alam ataupun penggunaan teknologi yang tidak
ramah terhadap alam. Oleh karena itu, perancangan bangunan secara arsitektur
mempunyai andil besar memicu pemanasan global dan berakibat pada turunnya
kualitas hidup manusia. Diperlukan upaya rancangan arsitektur yang selaras dengan
alam serta memperhatikan kelangsungan ekosistem, yaitu dengan pendekatan Green
Building.
Dalam proses pembangunan green building, diperlukan ahli yang berpengalaman
dalam merencanakan, membangun, dan merawat bangunan. Melihat beberapa fakta
tersebut, perlu diadakan penelitian mengenai penerapan konsep Green Building Hasil
temuan terhadap implementasi konsep Green Building dapat dijadikan referensi
selanjutnya pembangunan gedung perkantoran berkonsep Green Building di kota.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka didapatkan rumusan
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana penerapan Green Building pada bangunan perkantoran ?
2. Sejauh mana konsep Green Building diimplementasikan dalam bangunan?

3
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian
ini untuk:
1. Mengetahui penerapan green building pada perkantoran
2. Mengetahui sejauh mana konsep Green Building diimplementasikan di bangunan

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Akademis
Manfaat akademis pada bidang ilmu arsitektur, penelitian ini diharapkan
bermanfaat untuk mengetahui dan memahami teknik penerapan Green building
pada perkantoran.
2. Manfaat Praktis
Manfaat praktis pada bidang konstruksi bangunan, penelitian ini
diharapkan bermanfaat untuk memberi masukan bagi pihak-pihak yang akan
merancang bangunan perkantoran Green building, yaitu sistem kinerja agar
mendukung konsep Green building.
E. Sistematika Penulisan
Sistematika pembahasan adalah sebagai berikut :
BAB I. Pendahuluan
Berisi tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan sasaran, lingkup
pembahasan, manfaat, ruang lingkup pembahasan, dan sistematika pembahasan
BAB II. Kajian pustaka
Membahas tentang pengertian kantor sewa, pengertian green building, karakteristik
green building.
BAB III. Penutup
Membahas mengenai kesimpulan dari hasil analisis yang telah dilakukan pada bab
sebelumnya, serta rekomendasi.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Pengertian Green Building dan Green Architecture


Green Architecture atau yang biasa dikenal dengan arsitektur hijau merupakan
suatu konsep yang memanfaatkan energi dan sumber daya alam secara efisien dan
optimal. Konsep ini sangat berupaya agar dapat meminimalisir dampak buruk terjadi
pada manusia dan lingkungan. Pendekatan inilah yang menjadi salah satu langkah dalam
pembangunan yang didasarkan atas prinsip ekologis dan konservasi lingkungan untuk
menghasilkan bangunan yang hemat energi.
Green Architecture muncul sebagai trend/gerakan baru dalam perancangan
bangunan dan lingkungan, terutama sejak munculnya formulasi Komisi PBB, Brundtland
Commision tahun 1987 tentang Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development).
Pembangunan berkelanjutan di ter jemahkan sebagai -“development that meets the needs
of the present without compromising the ability of future generations to meet their own
needs”. Sejak saat itu, isu 'hijau' mulai menjadi perhatian di dunia perancangan bangunan,
sebagai bentuk kepedulian dan partisipasi dunia arsitektur dalam menjaga kelestarian
lingkungan. Arsitektur hijau me rupakan konsekuens i da r i konsep pembangunan
berkelanjutan. Arsitektur hijau meminimalkan penggunaan sumber daya alam oleh
manusia untuk menjamin generasi mendatang dapat merasakan hal yang minimal sama
dengan yang dirasakan saat ini. Arsitektur h i j au ada l ah a r s i t ekt ur yang mi n im
mengkonsumsi sumber daya alam, termasuk energi, air, mineral, serta minim
menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan (Karyono, 2008).
Menurut Brenda dan Robert Vale dalam bukunya “Green Architecture :
Design for A Sustainable Future” ada 6 prinsip dasar dalam perencanaan Green
Architecture, yaitu :
Conserving energy, pengoperasian bangunan harus meminimalkan penggunaan bahan
bakar atau energi listrik dengan memaksimalkan energi alam sekitar lokasi bangunan.
Working with climate, mendesain bangunan harus berdasarkan iklim yang berlaku di
lokasi tapak bangunan itu berada.

5
Minimizing new resources, mendesain dengan memi n ima l i s i r kebu t uhan
sumberdaya alam, agar sumberdaya tersebut tidak habis dan dapat digunakan di masa
mendatang.
Respect for site, bangunan yang dibangun jangan sampai merusak kondisi tapak aslinya,
dengan perubahan tapak seminimal-mungkin.
Respect for user, memperhatikan semua pengguna bangunan dan memenuhi semua
kebutuhannya.
Da l am “De s i gn fo r En v i ronme n t a l Sustainability” oleh Vezolli dan Manzini
disebutkan beberapa kriteria perancangan bangunan dan lingkungan yang mendukung
perwujudan lingkungan yang berkelanjutan, yaitu:
Minimise Materials Consumption, meminimalisasi konsumsi terhadap material seperti
efisiensi penggunaan, mengurangi sampah/sisa, menghindari kemasan serta perancangan
yang hemat energi.
- Minimising Energy Consumption, meminimalisasi penggunaan energi pada proses
produks i , t ranspor tas i dan penyimpanan
- Minimising Toxic Emissions, pemilihan bahan/material dan sumer daya energi yang
tidak beracun
- Renewable and Bio-compatible Resources, pemilihan material dan sumber daya energi
terbarukan
- Optimisation of Product Lifespan, optimalisasi usia/umur produk melalui perancangan
yang handal dan adaptif.
-Improve Lifespan of Materials, memilih material yang efisien dan terbarukan dan
kompatibel (Kendari, 2022)
Green Building merupakan salah satu konsep yang muncul dalam mendukung
pembangunan rendah karbon yakni melalui kebijakan dan program peningkatan efisiensi
energi, air dan material bangunan serta peningkatan penggunaan teknologi rendah
karbon. Penerapan Green Building bukan saja memberikan manfaat secara ekologis,
tetapi juga bernilai ekonomis, dengan cara menurunkan biaya operasional dan perawatan
gedung. Bangunan ramah lingkungan (Green Building) menurut peraturan Menteri
Negara Lingkungan Hidup Nomor 8 tahun 2010 tentang Kriteria dan Sertifikasi
Bangunan Ramah Lingkungan, adalah suatu bangunan yang menerapkan prinsip

6
lingkungan dalam perancangan, pembangunan, pengoperasian, dan pengelolaannya dan
aspek penting penanganan dampak perubahan iklim.
Green building adalah bangunan yang minim mengonsumsi sumber daya alam,
ternasuk energi, air, dan material, serta minim menimbulkan dampak negatif bagi
lingkungan (Karyono, 2010). Menurut Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.
8 Tahun 2010 tentang Kriteria dan Sertifikasi Bangunan Ramah Lingkungan Bab I Pasal
1, bangunan ramah lingkungan (green building) adalah bangunan yang menerapkan
prinsip lingkungan dalam perancangan, pembangunan, pengoperasian, dan
pengelolaannya dan aspek penting penanganan dampak perubahan iklim. Prinsip
lingkungan yang dimaksud adalah prinsip yang mengedepankan dan memperhatikan
unsur pelestarian fungsi lingkungan.
Konsep Green building adalah bangunan yang mempertimbangkan lalu
mengurangi dampak negatifnya terhadap lingkungan hidup dan kesehatan manusia.
Green building menggunakan lebih sedikit energi dan sumber daya air dari pada
bangunan biasa, mempunyai lebih sedikit dampak terhadap tata guna lahan dan umumnya
kualitas udara dalam ruangan yang lebih tinggi (Nabilla, 2018)
Bangunan dikatakan sudah menerapkan konsep bangunan hijau (green building)
jika berhasil melalui proses evaluasi penilaian, yang disebut Sisterm Rating. Sistem
Rating adalah suatu alat yang berisi butir-butir dari aspek yang dinilai yang disebut rating
dan setiap butir rating mempunyai nilai. Jika jumlah semua nilai yang berhasil
dikumpulkan bangunan tersebut dalam melaksanakan Sistem Rating mencapai suatu
jumlah yang ditentukan, maka bangunan tersebut dapat disertifikasi pada tingkat
sertifikasi tersebut. Namun sebelum mencapai tahap penilaian rating terlebih dahulu
dilakukan pengkajian bangunan untuk pemenuhan persyaratan awal penilaian
(eligibilitas) (Widyawati, 2018).

B. Standar Perancangan Bangunan Hijau


Prinsip perwujudan bangunan/arsitektur hijau adalah harus hemat dalam
penggunaan-. energi dan sumber daya alam. Lalu bagaimana kita mengetahui jika
bangunan/rancangan bangunan telah mengadopsi prinsip-prinsip hijau tersebut? Dalam
hal ini diperlukan standar/tolok ukur yang dapat digunakan sebagai panduan (guidelines)

7
dalam merancang atau mengukur tingkat ke-hijau-an sebuah bangunan atau lingkungan.
Hasil dari pengukuran ini adalah semacam pengakuandari pengukuran ini adalah
semacam pengakuan kehijauan bangunan melalui penerbitan sertifikat hijau (semacam
sertifikasi) bagi bangunan yang lulus penilaian.
Green building merupakan konsep bangunan yang dikenal sebagai bangunan yang
ramah lingkungan. Pada skala yang lebih kecil, bangunan ini serupa dengan natural
building. Lingkup terkecil bangunan ini dikenal dengan penggunaan material alami yaitu
material-material yang tersedia secara lokal. Konsep ini ada untuk dapat memenuhi
kebutuhan generasi-generasi berikutnya akan dapat bertahan hingga massa yang akan
dating. Ada beberapa aspek fungsi bangunan dengan konsep green building diantaranya:
1. Efisiensi Desain Struktur.
Tujuan utamanya yaitu meminimalkan dampak buruk yang disebabkan oleh
bangunan baik itu selama pelaksanaan atau penggunaannya.
2. Efisiensi Energi Mengurangi penggunaan energi buatan, mengoptimalkan
penggunaan jendela dan insulasi pada dinding, plafon atau tempat masuknya
aliran udara ke dalam bangunan.
3. Efisiensi Air Mengurangi penggunaan air tanah dengan menerapkan rain
water harvesting agar lebih memaksimalkan memaksimalkan air hujan.
4. Efisiensi Material (Nugroho, 1386)
C. ARSITEKTUR HIJAU (GREEN ARCHITECTURE)
Arsitektur Hijau adalah suatu pendekatan perencanaan bangunan yang berusaha
untuk meminimalisasi berbagai pengaruh yang membahayakan kesehatan manusia dan
lingkungan. Elemen-elemen yang terdapat di dalam Arsitektur Hijau yang berkelanjutan
adalah lansekap, interior, yang menjadi satu kesatuan dalam segi arsitekturnya. Dalam
contoh kecil, Arsitektur Hijau dapat juga diterapkan di sekitar lingkungan kita. Yang
paling ideal adalah menerapkan komposisi 60 : 40 antara bangunan rumah dan lahan
hijau, membuat atap dan dinding dengan konsep roof garden dan green wall. Dinding
bukan sekadar beton atau batu alam, melainkan dapat ditumbuhi tanaman merambat.
Tujuan utama dari green architecture adalah menciptakan eco design, arsitektur ramah
lingkungan, arsitektur alami, dan pembangunan berkelanjutan. Arsitektur Hijau juga
dapat diterapkan dengan meningkatkan efisiensi pemakaian energi, air, dan pemakaian

8
bahan-bahan yang mereduksi dampak bangunan terhadap kesehatan. Perancangan
Arsitektur Hijau meliputi tata letak, konstruksi, operasi, dan pemeliharaan bangunan.
Konsep ini sekarang mulai dikembangkan oleh berbagai pihak menjadi Bangunan.
D. BANGUNAN HIJAU (GREEN BUILDING)
Bangunan Hijau adalah bangunan yang cerdas mengelola konsumsi energi dan
kenyamanan huniannya. Saat ini menjadi konsep berbagai fasilitas pelayanan umum
pemerintahan, kesehatan, pendidikan, rekreasi, maupun properti pribadi. Konsep yang
mengutamakan perencanaan, konstruksi, dan pengelolaan bangunan yang hemat energi
ini dapat diwujudkan melalui sistem otomasi bangunan yang terintegrasi (intelligent &
integrated building Optimalisasi automation systems). Sistem otomasi ini mengaktifkan
jaringan sistem tata udara, pencahayaan, akustika dan utilitas bangunan, sesuai tingkat
hunian dan aktivitas di dalamnya. Elemen dalam sistem ini meliputi sensor, sistem
komunikasi data modular, pengontrol yang mengoperasikan perangkat utilitas bangunan,
serta melaporkan tingkat konsumsi energi. Sistem otomasi ini dapat menghemat biaya
energi dan pemeliharaan gedung secara signifikan setiap tahun. Untuk mengurangi
pemakaian energi, digunakan jendela yang seefisien mungkin dan insulasi pada dinding,
plafon atau tempat masuknya aliran udara ke dalam bangunan gedung. Strategi lain yang
dapat dilakukan adalah dengan mendesain bangunan surya pasif. Penempatan jendela
yang efektif (pencahayaan) dapat memberikan cahaya lebih alami dan mengurangi
kebutuhan penerangan listrik di siang hari.
Berikut beberapa manfaat terhadap lingkungan apabila kita menerapkan konsep
Bangunan Hijau:
1. bangunan lebih awet dan tahan lama, dengan perawatan minimal,
2. efisiensi energi menyebabkan pembiayaan rutin lebih efektif,
3. bangunan lebih nyaman untuk ditinggali,
4. penghuni mendapatkan kualitas hidup yang lebih sehat,
5. ikut berperan serta dalam kepedulian lingkungan.
Efisiensi energi pada Bangunan Hijau merupakan salah satu bentuk respon
masyarakat dunia akan perubahan iklim. Penerapan ini mempromosikan bahwa perbaikan
perilaku (dan teknologi) terhadap bangunan tempat aktivitas hidup dapat
menyumbangkan banyak pengurangan pemanasan global. Dalam hal ini

9
bangunan/gedung adalah penghasil terbesar (lebih dari 30%) emisi global karbon
dioksida (CO2), salah satu penyebab utama pemanasan global. Saat ini Amerika, Eropa,
Kanada dan Jepang berkontribusi terhadap sebagian besar emisi gas rumah kaca.
Pertumbuhan penduduk di Cina, India, Asia Tenggara, Brazil, dan Rusia menyebabkan
emisi CO2 bertambah dengan cepat. Pembangunan infrastruktur dan industri di Indonesia
juga meningkatkan kontribusi CO2 secara signifikan. Hal ini akan memperburuk kondisi
lingkungan Indonesia umumnya, dan kondisi lingkungan global.
Bangunan Hijau dapat diartikan sebagai sebuah bangunan yang memberikan
solusi untuk keharmonisan hunian dan lingkungan, menggunakan material alami yang
tidak merusak lingkungan, menggunakan sumber daya berkelanjutan dan terbarukan,
biaya pemeliharaan yang optimal (Sinha, 2009). Penggunaan material alami yang tidak
merusak lingkungan atau produk hijau (green product) menurut Sinha (2009) adalah:
a. Produk yang dibuat dengan isi sampah limbah, daur ulang, atau sampah pertanian.
Lebih baik menggunakan kembali sebuah produk daripada menghasilkan
yang baru. Contoh bahan daur ulang pasca industri adalah batu bata, millwork,
framing kayu, perlengkapan pipa air (plumbing fixture), terak biji besi yang
digunakan untuk membuat mineral isolasi wol, hasil proses semen yang berupa
partikel debu semen (fly ash) digunakan untuk membuat skrap beton, dan
Polyvinyl Chloride (PVC) dari pembuatan pipa digunakan untuk membuat
asesoris pipa air. Fitur penting dari produk hijau adalah material daur ulang.
Contohnya, minyak jeruk yang merupakan produk limbah dari ekstraksi jus jeruk
dan lemon dapat digunakan sebagai produk hijau.
b. Produk yang menghemat Sumber Daya Alam.
Yaitu produk yang menggunakan lebih sedikit pemakaian bahan daripada
produk standar, produk yang sangat tahan lama dan karena itu tidak sering
memerlukan penggantian. Produk tersebut antara lain produk yang terbuat dari
kayu bersertifikasi FSC, dan produk buatan yang berasal dari sumber daya cepat
terbarukan seperti clip dry wall yang memungkinkan penghapusan kancing sudut,
jendela dari fiberglass dan material batu kali, produk yang memiliki daya tahan
yang luar biasa atau perawatan rendah.
c. Produk yang menghindari emisi beracun atau lainnya.

10
Produk yang alami atau minimal olahan dapat disebut hijau apabila
penggunaan energinya rendah dan risiko pelepasan kimiawi selama proses
pembuatannya rendah. Contohnya produk kayu, pertanian atau tanaman non-
pertanian, dan produk mineral seperti batu alam. Beberapa produk dibuat dengan
meminimalkan bahan yang mengandung senyawa toksik, unsur perantara, atau
produk sampingan, misalnya lampu neon dengan kadar merkuri rendah, PVC dan
material penghambat api yang sudah dilapisi brom (brominated fire retardants).
Ada pula material bangunan yang lain, seperti produk bangunan yang diobati
dengan asam borat, paving berpori yang menyerap air hujan ke dalam tanah
dengan volume air lebih besar dari pada paving beton, sistem atap hijau yang
menghasilkan pelepasan oksigen ke udara lebih besar dari pada atap beton, dan
daur ulang air bekas pakai di dalam gedung untuk mengurangi pembuangan air
limbah. Sedangkan contoh sistem produk hijau adalah sistem umpan yang
menghilangkan kebutuhan akan aplikasi pestisida berbasis luas.
d. Produk yang hemat energi atau air.
Komponen bangunan yang mengurangi pemanasan global dan mengurangi
beban bangunan struktural, misalnya Insulated Panels (SIPs), Insulated Concrete
Forms (ICFs), Autoclaved Blok Aerated Concrete (AAC), dan jendela dari bahan
kaca dengan performa tinggi. Selain itu peralatan yang dipergunakan dalam
gedung dan bangunan hunian seperti pemanas air tenaga surya, sistem fotovoltaik,
dan turbin angin adalah beberapa produk yang memungkinkan kita untuk
menggunakan energi terbarukan dan bukan bahan bakar fosil. Beberapa produk
seperti sistem tangkapan air hujan, toilet hijau, dan pancuran berfungsi sebagai
perlengkapan yang menghemat air.
e. Produk yang berkontribusi pada lingkungan yang sehat.
Produk yang berkontribusi pada lingkungan yang sehat adalah produk
yang tidak melepaskan polutan signifikan ke dalam bangunan, seperti cat dengan
tingkat Volatile Organic Compound (VOC) rendah, atau perekat dan produk
dengan emisi sangat rendah (seperti non formaldehida yang terdapat pada produk
kayu). Produk lain seperti material insulasi (pencegah panas) yang minim polutan
juga digunakan dalam ruang. Ada pula saringan udara untuk sirkulasi yang

11
digunakan untuk melindungi masuknya udara kotor atau serat insulasi ke dalam
sistem saluran udara. Penggunaan sistem Track-off yang diletakkan di pintu
masuk dimaksudkan untuk membantu menyingkirkan polutan dari sepatu. Sistem
ini dilapisi duct board untuk mencegah penumpahan serat dan membantu
mengendalikan pertumbuhan jamur. Contoh lainnya adalah alat penangkapan
Linoleum untuk mencegah pertumbuhan mikroba karena oksidasi asam linoleat.
Untuk menjaga supaya udara dalam gedung tetap sehat, terdapat produk yang
dapat mengurangi polutan dalam ruangan seperti produk ventilasi tertentu, filter,
peralatan mitigasi radon. Selain itu ada produk seperti detektor karbon monoksida
(CO), untuk mendeteksi kadar CO dalam ruangan, alat uji timbal yang mungkin
terdapat dalam cat di dalam ruangan. Secara keseluruhan alat uji kualitas udara
(IAQ) adalah produk yang mengingatkan penghuni tentang ancaman kesehatan di
dalam gedung. Produk hijau memungkinkan kita untuk membawa cahaya
matahari ke dalam sebuah bangunan, termasuk skylight tubular, skylight
komersial khusus, dan sistem pencahayaan fiber optic, pencahayaan sistem
spektrum penuh, dan panel langit-langit yang reflektif.
E. MENGAPA BANGUNAN HIJAU
Konsep Bangunan Hijau pada dasarnya bertujuan untuk menghemat pemakaian energi
pada bangunan bertingkat komersial secara umum. Pada skala nasional, pemerintah
mendorong pemilik bangunan komersial untuk menggunakan bangunan yang ramah
lingkungan, menghemat energi untuk mendukung program Bangunan Hijau. Strategi
Bangunan Hijau dapat dicapai dari lima tahapan Go Green (Armstrong, 2008),
diantaranya adalah:
1. Mengurangi konsumsi sumber daya (energi dan air).
2. Mengurangi limbah dan melakukan upaya daur ulang.
3. Material bangunan (meniadakan material berbahaya, memilih material yang ramah
lingkungan, mempergunakan material yang tidak menyebabkan lubang pada ozon).
4. Lingkungan di dalam bangunan (kualitas udara, suhu ruang, pemeliharaan AC dan
saluran udara).
5. Kepedulian penghuni/pemakai bangunan (komunikasi antara pemilik dan
penghuni/pemakai bangunan). Komunikasi ini sangat penting sebagai upaya

12
mengurangi dampak lingkungan yang bersifat negatif. Sebagai contoh, apabila
pemilik bangunan akan mengubah sistem AC atau pembuangan limbah, pemilik
bangunan harus dikomunikasikan dengan penghuni/pemakai terlebih dahulu, supaya
hasilnya efektif.(Triwidiastuti, 2017)
F. Perkantoran Green Building
a. Acuan Perkantoran Green Building
Konsep Green Building untuk perkantoran mengacu kepada (Hardjono, 2009):
1. Ramah terhadap lingkungan.
2. Efisiensi dalam penggunaan energi, air, dan sumber daya.
3. Menjaga dan melindungi kesehatan penghuni dan meningkatkan produktivitas
pekerja.

Produktivitas penghuni gedung yang menerapkan konsep Green Building


akan meningkat. Konsep Green Building menciptakan lingkungan kerja dan
tempat yang nyaman, ramah lingkungan, dan sehat khususnya dengan kualitas
udara yang baik. Karena 70% waktu manusia digunakan dengan kegiatan di
dalam ruang yaitu di rumah ataupun di kantor. Green buidling menambah
kenyamanan dengan menaruh tanaman dalam ruangan, untuk menyerap zat-zat
polutan yang dihasilkan oleh lantai, cat dinding, meja yang baru divernis,
komputer, alat elektronik lainnya. 4. Mengurangi polusi dan penurunan tehadap
lingkungan. 5. Mengurangi biaya operasional dan biaya pemeliharaan Gedung
konvensional umumnya menanggung biaya operasional dan biaya pemeliharaan
cukup besar, dengan adanya konsep Green Building, biaya operasional secara
langsung menurun dan biaya pemeliharaan yang relatif stabil. Hal ini dibuktikan
dengan melihat Life Cycle Cost untuk Green Building lebih menguntungkan
dibanding gedung konvensional pada umumnya. Contoh dengan konsep Green
Building dapat menghemat air sehingga biaya operasional juga akan berkurang.

13
b. Keuntungan perkantoran Green Building Keuntungan perkantoran Green Building
dalam hal manajemen gedung (Kementerian Perindustrian, 2012) adalah:
1. Menjaga kelestarian fungsi lingkungan
2. Meningkatkan keuntungan melalui peningkatan efisiensi sehingga dapat
mengurangi biaya operasi, pengurangan biaya pengelolaan limbah
3. Meningkatkan nilai properti dan image gedung Gedung
Gedung berkonsep Green Building akan diminati karena selain
peduli pada kesehatan, juga peduli terhadap lingkungan. Dengan demikian
gedung Green Building akan lebih memiliki nilai lebih dibandingkan gedung
konvensional.
4. Meningkatkan volume penjualan
Dengan banyaknya keuntungan pada gedung perkantoran Green Building,
menjadikan gedung berkonsep Green Bulding sebagai produk properti akan
diminati banyak orang. (Nabilla, 2018)
G. Konsep Green Building
Penjabaran prinsip-prinsip green architecture beserta langkah- langkah mendesain green
building (Vale, 1991):
1. Conserving Energy (Hemat Energi)
Desain bangunan harus mampu memodifikasi iklim dan dibuat beradaptasi dengan
lingkungan bukan merubah lingkungan yang sudah ada. Lebih jelasnya dengan
memanfaatkan potensi matahari sebagai sumber energi. Cara mendesain bangunan
agar hemat energi, antara lain:
- Banguanan dibuat memanjang dan tipis untuk memaksimalkan pencahayaan dan
menghemat energi listrik.
- Memanfaatkan energi matahari yang terpancar dalam bentuk energi thermal sebagai
sumber listrik dengan menggunakan alat Photovoltaicyang diletakkan di atas atap.
Sedangkan atap dibuat miring dari atas ke bawah menuju dinding timur-barat atau sejalur
dengan arah peredaran matahari untuk mendapatkan sinar matahari yang maksimal.
- Memasang lampu listrik hanya pada bagian yang intensitasnya rendah. Selain itu juga
menggunakan alat kontrol pengurangan intensitas lampu otomatis sehingga lampu hanya
memancarkan cahaya sebanyak yang dibutuhkan sampai tingkat terang tertentu.

14
- Menggunakan sunscreen pada jendela yang secara otomatis dapat mengatur intensitas
cahaya dan energi panas yang berlebihan masuk ke dalam ruangan.
- Mengecat interior bangunan dengan warna cerah tapi tidak menyilaukan, yang bertujuan
untuk meningkatkan intensitas cahaya.
- Bangunan tidak menggunkan pemanas buatan, semua pemanas dihasilkan oleh penghuni
dan cahaya matahari yang masuk melalui lubang ventilasi.
- Meminimalkan penggunaan energi untuk alat pendingin (AC) dan lift.
2. Working with Climate (Memanfaatkan kondisi dan sumber energi alami)
Melalui pendekatan green architecture bangunan beradaptasi dengan lingkungannya.
Hal ini dilakukan dengan memanfaatkan kondisi alam, iklim dan lingkungannya
sekitar ke dalam bentuk serta pengoperasian bangunan, misalnya dengan cara:
- Orientasi bangunan terhadap sinar matahari.
- Menggunakan sistem cross ventilation untuk mendistribusikan udara yang bersih dan
sejuk ke dalam ruangan.
- Menggunakan tumbuhan dan air sebagai pengatur iklim. Misalnya dengan membuat
kolam air di sekitar bangunan.
- Menggunakan jendela dan atap yang sebagian bisa dibuka dan ditutup untuk
mendapatkan cahaya dan penghawaan yang sesuai kebutuhan.
3. Respect for Site (Menanggapi keadaan tapak pada bangunan)
Perencanaan mengacu pada interaksi antara bangunan dan tapaknya. Hal ini
dimaksudkan keberadan bangunan baik dari segi konstruksi, bentuk dan
pengoperasiannya tidak merusak lingkungan sekitar, dengan cara sebagai berikut. ?
Mempertahankan kondisi tapak dengan membuat desain yang mengikuti bentuk tapak
yang ada.
- Luas permukaan dasar bangunan yang kecil, yaitu pertimbangan mendesain bangunan
secara vertikal.
- Menggunakan material lokal dan material yang tidak merusak lingkungan.
4. Respect for User (Memperhatikan pengguna bangunan).
Antara pemakai dan green architecture mempunyai keterkaitan yang sangat erat.
Kebutuhan akan green architecture harus memperhatikan kondisi pemakai yang
didirikan di dalam perencanaan dan pengoperasiannya.

15
5. Limitting New Resources (Meminimalkan Sumber Daya Baru)
Suatu bangunan seharusnya dirancang mengoptimalkan material yang ada dengan
meminimalkan penggunaan material baru, dimana pada akhir umur bangunan dapat
digunakan kembali untuk membentuk tatanan arsitektur lainnya.
6. Holistic
Memiliki pengertian mendesain bangunan dengan menerapkan 5 poin di atas menjadi
satu dalam proses perancangan. Prinsip-prinsip green architecture pada dasarnya tidak
dapat dipisahkan, karena saling berhubungan satu sama lain. Desain yang
berkelanjutan mendorong penggunaan bahan alami dan terbarukan, teknologi baru
untuk mengontrol penggunaan energi, bahan dan produk yang memiliki umur panjang
dan dapat didaur ulang. Terdapat 4 prinsip untuk menerapkan green building (Park,
1998):
- Penyediaan kesehatan lingkungan untuk bangunan seperti ventilasi yang baik,
menggunakan pencahayaan alami, menyediakan aksesibilitas yang baik untuk
mendukung pejalan kaki.
- Memilih teknologi bangunan yang mendukung keberlanjutan seperti menggunakan
maerial yang dapat didaur ulang, tidak berbahaya bagi kesehatan, memilih produk
dengan energi rendah.
- Konservasi energi dengan penggunaan sistem utilitas yang hemat energi seperti
lampu timer, lampu sensor gerak, lampu dengan watt rendah, penggunaan alernatif
energi listrik dari panel surya.
- Memiliki rencana daur ulang manajemen limbah. Seperti sampah dapat didaur ulang
menjadi kompos, menggunakan air hujan untuk irigasi, menggunakan air daur ulang
untuk kebutuhan air dalam gedung. Green

16
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Konsep green building merupakan konsep yang sangat dibutuhkan bagi bangunan
tinggi untuk mengurangi degradasi kualitas lingkungan akibat pembangunan yang tidak
memperhatikan kelestarian lingkungan. Dengan cara ini pembangunan gedung tinggi
akan mendukung pembangunan berkelanjutan. Konsep green building harus memenuhi 6
kriteria, yaitu : kesesuaian tata guna lahan (ASD), Efisiensi dan Konservasi energi
( EEC), Konservasi Air (WAC), Sumber dan Siklus Material (MRC), Kualitas Udara dan
Kenyamanan Ruang (IHC), dan Manajemen Lingkungan Bangunan (BEM). Agar konsep
green building bisa diterapkan untuk seluruh bangunan tinggi diperlukan regulasi yang
kuat dari pemerintah sehingga setiap pengembang harus menerapkan aspek aspek
persyaratan green building.
Di masa sekarang, konsep green building merupakan konsep yang sangat
dibutuhkan, mengingat terjadinya degradasi kualitas lingkungan besar-besaran. Dengan
dukungan pemerintah terutama dalam regulasi dan kompensasi terhadap pelaksana
konsep green buiding tentu akan menstimuli setiap pembangunan bangunan tinggi sesuai
persyaratan greenship dalam konsep green building sehingga pembangunan berkelanjutan
terwujud.
Konsep green building perlu mendapat perhatian lebih dari pemerintah agar
pembangunan yang dilaksanakan dalam perkotaan tidak hanya merusak lingkungan tetapi
juga berusaha memperbaiki lingkungan perkotaan menjadi lebih baik dari sebelumnya.

17
DAFTAR PUSTAKA

Kendari, D. I. K. (2022). PENERAPAN GREEN ARCHITECTURE PADA PERANCANGAN


GEDUNG MICE ( MEETING , INCENTIVE , CONVENTION , EXHIBITION ). 2(1), 39–
46.

Nabilla, S. R. (2018). Penerapan Green Building Di Perkantoran Menara Suara Merdeka,


Semarang. Nature: National Academic Journal of Architecture, 5(2), 124.
https://doi.org/10.24252/nature.v5i2a5

Nugroho, A. cahyo. (1386). Sertifikasi Arsitektur Hijau. 283.

Triwidiastuti, S. E. (2017). Model Green Building Di Indonesia Berbasis Konsep Kualitas


DMAIC SIX SIGMA. Optimalisasi Peran Sains Dan Teknologi Untuk Mewujudkan Smart
City, 141–166. http://repository.ut.ac.id/7075/1/UTFMIPA2017-06-sri.pdf

Widyawati, R. L. (2018). Green Building Dalam Pembangunan Berkelanjutan Konsep Hemat


Energi Menuju Green Building Di Jakarta. Karya Lintas Ilmu Bidang Rekayasa Arsitektur,
Sipil, Industri, 13, 01–17. https://ejournal.borobudur.ac.id/index.php/teknik/article/view/463

18

Anda mungkin juga menyukai