Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Meningkatnya populasi manusia di dunia secara drastis telah menjadi permasalahan besar
bagi kehidupan manusia di bumi. Akhir-akhir ini, telah terjadi penurunan kualitas udara dan air
yang tinggi khususnya di daerah perkotaan. Pada awalnya, sebagian besar lahan perkotaan terdiri
atas ruang terbuka hijau, namun seiring meningkatnya kebutuhan ruang untuk menampung
kebutuhan manusia beserta aktivitasnya maka terjadilah alih guna ruang terbuka hijau secara
besar-besaran. Padahal, perlu kita ketahui bahwa keberadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH)
memiliki banyak sekali peranan penting dalam lingkungan, diantaranya :

1. Pengendali pencemaran dan kerusakan tanah, air dan udara;


2. Tempat perlindungan plasma nutfah dan keanekaragaman hayati;
3. Pengendali tata air; dan
4. Sarana estetika kota

Ruang terbuka hijau yang ideal adalah 40% (30% menurut Data Dinas Pertamanan dan
Pemakaman DKI Jakarta) dari luas wilayah, selain sebagai sarana lingkungan juga dapat
berfungsi untuk perlindungan habitat tertentu atau budidaya pertanian dan juga untuk
meningkatkan kualitas atmosfer serta menunjang kelestarian air dan tanah. Permasalahan ruang
terbuka hijau sebagian besar berada di perkotaan yang padat akan bangunan-bangunan dan
aktivitas. Salah satunya adalah kota Jakarta. Menurut Data di Dinas Pertamanan dan Pemakaman
DKI Jakarta (2016) menyebutkan, sampai sejauh ini total luas ruang terbuka hijau (RTH) yang
sudah terbangun di Jakarta baru sekitar 9,98 persen. Sementara ruang hijau ideal yang dimiliki
adalah 30% dari luas wilayah.

Green Roof adalah inovasi sekaligus solusi dalam pembuatan ruang terbuka hijau yang semakin
sulit didapatkan di kota-kota besar sekarang ini. Green Roof atau taman atap dapat menjadi
solusi dalam pembuatan taman jika lahan yang tersedia pada rumah, apartement, kantor, dsb
memiliki lahan yang sempit. Ini merupakan suatu upaya mengatasi isu hangat saat ini mengeai
masalah pemanasan global.

1
Pengembangan Green Roof atau taman atap adalah sebuah fenomena yang terbilang baru
Green roof pertama kali dikembangkan di Jerman pada tahun 1980-an yang kemudian menyebar
ke negara-negara Eropa lainnya seperti Belanda, Swiss, Inggris, Perancis, Austria dan Swedia.
Di Indonesia, khususnya Jakarta, Roof Garden sebenarnya sudah cukup lama ada, namun belum
menjadi suatu hal yang signifikan. Penerapan green roof di Indonesia hingga saat ini belum
banyak diimplementasikan oleh setiap pelaku konstruksi skala besar maupun dalam skala
lingkungan.

Salah satu bangunan di Indonesia yang menggunakan Green Roof adalah Perpustakaan
UI Depok. Pemilihan objek bangunan Perpustakaan UI mengingat bangunan ini merupakan
bangunan yang berbasis lingkungan dan memanfaatkan Green Roof sebagai potensi penghijauan.
Pemaparan dalam penelitian ini diharapkan dapat menjadi alternatif dalam membangun
bangunan dengan pertimbangan pelestarian ruang terbuka hijau guna mengurangi pemanasan
global.

1.2. Tujuan
1. Memahami keterkaitan antara arsitektur dan lingkungan

2. Mengenal Ruang Terbuka Hijau dan permasalahannya

3. Dapat memahami manfaat Green Roof terhadap lingkungan

4. Mengetahui hubungan penggunaan Green Roof terhadap lingkungan pengguna

1.3. Ruang Lingkup


Penulisan issue paper dibatasi pada hal-hal sebagai berikut :
1. Permasalahan Ruang Terbuka Hijau di Kota Jakarta
2. Pemanfaatan Green Roof pada perpustakaan UI
3. Pengaruh Bangunan Perpustakaan UI terhadap lingkungan dan pengguna di dalamnya

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Green Architecture adalah pendekatan perencanaan arsitektur atau interior bangunan


yang berusaha meminimalisasi berbagai pengaruh membahayakan bagi kesehatan manusia
maupun lingkungan. Menurut Jimmy Priatman dalam jurnalnya yang berjudul ”Energy-Efficient
Architecture” Paradigma Dan Manifestasi Arsitektur Hijau, Arsitektur yang berwawasan
lingkungan dan berlandaskan kepedulian tentang konservasi lingkungan global alami dengan
penekanan pada efisiensi energi (energy-efficient), pola berkelanjutan (sustainable) dan
pendekatan holistik (holistic approach).

Menurut Brenda dan Robert Vale dalam buku “Green Architecture : Design for A
Sustainable Future”, ada 6 prinsip dasar dalam perencanaan Green Architecture:

1. Conserving energy
Sebuah bangunan seharusnya didesain / dibangun dengan pertimbangan operasi
bangunan yang meminimalisir penggunaan bahan bakar dari fosil
2. Working with climate
Bangunan seharusnya didesain untuk bekerja dengan baik dengan iklim dan sumber daya
energi alam
3. Minimizing new resources
Bangunan seharusnya didesain untuk meminimalisir penggunaan sumber daya dan pada
akhir penggunaannya bisa digunakan untuk hal (arsitektur) lainnya
4. Respect for users
Green architecture mempertimbangkan kepentingan manusia didalamnya
5. Respect for site
Bangunan didesain dengan sesedikit mungkin merusak alam
6. Holism
Semua prinsip diatas harus secara menyeluruh dijadikan sebagai pendekatan dalam
membangun sebuah lingkungan

Ada berbagai hal yang merupakan solusi dalam merancang arsitektur hijau. Keberadaan
bukaan pada bangunan untuk memanfaatkan potensi cahaya matahari dan penghawaan alami,

3
teknologi daur ulang air hujan untuk dimanfaatkan penghuni rumah, pembuatan inner court, dan
Garden Roof yang saat ini menjadi tren dalam upaya pelestarian Ruang Terbuka Hijau, meskipun
di Indonesia sendiri masih belum banyak digunakan. Pada dasarnya, solusi-solusi ini merupakan
konsep yang didasari pada prinsip-prinsip yang disampaikan oleh Brenda dan Robert Vale dalam
buku “Green Architecture : Design for A Sustainable Future”

Permasalahan-permasalahan saat ini merupakan pembangunan yang terus berlanjut,


kebutuhan manusia akan rumah tinggal yang semakin banyak, namun lahan yang dibutuhkan
untuk pemenuhan tersebut sangatlah terbatas. Sehingga, hal ini banyak mengorbankan lahan
terbuka yang seharusnya menjadi tempat menyerap panas matahari, penyerapan air hujan, dan
penghasil O2 . Tentunya hal ini memberikan dampak negatif bagi lingkungan dan manusia itu
sendiri di masa mendatang. Terjadinya banjir, kurangnya air bersih untuk konsumsi, dan
meningkatnya suhu lingkungan karena meningkatnya CO2 di atmosfer.

Roof Garden merupakan salah satu solusi yang sudah banyak dilakukan di belahan dunia
lain. Mengingat keadaan bumi yang sudah tidak baik-baik saja, sementara kehidupan masih
harus terus berlanjut ke generasi selanjutnya. Menurut International Green Roof Association
(IGRA), manfaat Roof Garden antara lain:

1. Meningkatkan daya tahan atap/bagian atas bangunan


Dak beton sangat rentan terhadap kerusakan akibat pana matahari dan paparan hujan.
Terutama pada iklim tropis yang memiliki curah hujan cukup tinggi. Keberadaan Roof
Garden dapat melindungi beton dimana tanaman akan terlebih dahulu menerima paparan
hujan dan panas matahari. Sehingga, dak beton dapat bertahan lebih lama.
2. Mengurangi Kebisingan
Roof Garden dapat mengurangi pantulan suara sampai dengan 3 db dan meredam suara
sampai dengan 8 db karena terdapat lapisan vegetasi yang dapat secara efektif meredam
gelombang elektromagnetik yang dipancarkan oleh tranmisi.
3. Penurun Suhu Udara
Roof Garden dapat menurunkan suhu dan memberikan hawa sejuk pada ruang-ruang di
dalam gedung sehingga dapat mengurangi penggunaan AC dan menghemat energi.
4. Ruang yang Berguna

4
Roof Garden dapat dijadikan sebagai taman, area berkebun, cafe, maupun area olahraga
yang sangat menyenangkan bila dirancang dengan baik sesuai dengan tujuan
penggunanya.
5. Mengurangi debu dan asap
Tanaman hijau melakukan proses fotosintesis yang menyerap CO2 dan akan
mengeluarkan O2. Sehingga, CO2 di udara dapat dikurangi dan O2 dapat dihasilkan lebih
banyak.
6. Mempercantik wajah kota
Keberadaan roof garden juga menjadi nilai estetika pada bangunan dan kota jika
diterapkan di seluruh bagian kota.

Pemilihan material pada perancangan bangunan Green Building juga harus


memperhatikan material bangunan yang akan digunakan. Pemilihan material yang ramah
lingkungan dan tidak berbahaya menjadi pertimbangan penting, misalnya dengan meminimalisir
penggunaan asbes. Untuk penggunaan material, lebih baik menggunakan lampu yang hemat
energi,semen instan yang praktis, dan sebagainya.

5
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. LOKASI BANGUNAN

Gedung bernama “The Crystal of Knowledge” ini selesai dibangun di awal tahun 2011,
dan proses integrasi dimulai pada bulan Maret 2012. Bangunan ini berlokasi di Lingkungan
Universitas Indonesia di Kota Depok, Jawa Barat. Peta lokasi dapat dilihat pada gambar 3.1.

Bangunan ini berada di antara bangunan-bangunan Fakultas yang ada di Universitas Indonesia.
Bangunan Perpustakaan UI yang berada di lingkungan Universitas Indonesia ini dikelilingi oleh
fakultas-fakultas yanga terdapat di Universitas Indonesia. Namun, kembali pada lingkungan kota
Depok, Jakarta, kota ini merupakan kota dengan kepadatan yang cukup tinggi dimana terdapat
banyak bangunan-bangunan tinggi. Hal ini menyebabkan kurangnya Ruang Terbuka Hijau pada
lingkungan kota.

Gambar 1. Peta Lokasi Perpustakaan UI (Google Earth 2018)

3.2. STUDI PUSTAKA

Tahap studi pustaka merupakan tahap mengumpulkan berbagai materi yang berhubungan
dengan permsalahan dalam penelitian dan mempelajarinya. Materi tersebut dapat berupa tulisan

6
ilmiah, jurnal yang telah diseminarkan, diktat, maupun internet sebagai sumber informasi
pendukung yang memiliki keterkaitan dengan masalah dalam penelitian.

3.3. PENGUMPULAN DATA

Data yang dikumpulkan dalam menunjang penelitian ini merupakan data sekunder yang
diperoleh dari beberapa sumber buku, jurnal, dan internet yang berkaitan dengan masalah dalam
penelitian.

3.4. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

Tahap analisis dan pengolahan data dilakukan setelah pengumpulan data yang diperlukan
telah terpenuhi. Tahapan analisis dilakukan dengan membandingkan beberapa data yang
diperoleh sekaligus memastikan kebenaran data.

7
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. HASIL

Berdasarkan data-data yang diperoleh, UI merupakan salah satu destinasi yang unik
dengan ruang terbuka yang sangat nyaman. Luas UI tercatat sekitar 312 hektar yang dibagi
dalam empat area. Yaitu sebagai hutan kota (110 hektar), danau dan resapan (30 hektar),
penyangga lingkungan (12 hektar) dan bangunan fisik (170 hektar).

Selain itu, UI juga memiliki enam danau, yaitu Danau Kenanga (2,8 hektar), Danau
Agatis (2 hektar), Danau Mahoni (4,5 hektar), Danau Puspa (2 hektar), Danau Ulin (7,2 hektar)
dan Danau Salam (4,2 hektar). Setiap danau memiliki fungsi masing-masing.

Gambar 2. Bangunan Perpustakaan UI dan Lahan Hijau di Sekitarnya

Salah satu area Ruang Terbuka Hijau adalah Perpustakaan UI dengan bentuk bangunan
yang dibuat sedemikian rupa dengan keberadaan green roof dan bukit buatan. Hal ini tentunya
menjadi upaya penambahan Ruang Terbuka Hijau di daerah Jakarta yang belum tercapai target
luasannya.

8
Gambar 3. Bukit Buatan pada Bangunan Perpustakaan UI

Selain itu, pemanfaatan green roof memberikan pengaruh termal pada ruangan yang
mempengaruhi aktivitas pengguna di dalamnya.

4.2. PEMBAHASAN

Saat ini, maraknya pembangunan tanpa ruang terbuka menyebabkan suhu udara di
Jakarta meningkat. Menurut Badan Meteorologi, Klimatolo, dan Geofisika (BMKG), suhu udara
di wilayah Jakarta hampir mencapai 40 derajat celcius, yang persisnya 38 – 39 derajat celcius.
Pembangunan perkotaan yang semakin masif menyisakan sedikit ruang terbuka hijau yang
menyebabkan fenomena Urban Heat Island. Fenomena ini adalah peningkatan suhu di wilayah-
wilayah metropolitan akibat aktivitas manusia yang meliputi pembangunan, penggunaan
kendaraan bermotor yang tidak ramah lingkungan, serta faktor lain.

Penggunaan aspal pada jalan dan beton pada bangunan menyebabkan panas memantul ke
udara. Berbeda dengan makhluk hidup yang cenderung menyerap panas.

Kawasan Perpustakaan UI yang menggunakan green roof tentunya menambah Ruang


Terbuka Hijau yang saat ini terus ditingkatkan. Ruang terbuka hijau ini berfungsi sebagai tempat
penyerapan panas, daerah resapan air, dan lain sebagainya.

Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau juga memengaruhi kondisi termal ruangan yang turut
memengaruhi aktivitas pengguna. Berdasarkan hasil penelitian dalam jurnal “Pengaruh Green
Roof terhadap Kenyamanan Termal Bangunan Perpustakaan Pusat Universitas Indonesia” karya
Dewini Putritama dan Heru Sufianto, Ruang A11 pada lantai 2 bangunan memiliki suhu pada
pagi hari sebesar 28.0 derajat celcius, 29.2 derajat celcius pada siang hari, dan 27.1 derajat

9
celcius pada sore hari. Hal yang sama juga terjadi di beberapa ruangan, sehingga jika dirata-
ratakan, suhu pada pagi hari adalah 28.6 derajat celcius, pada siang hari adalah 29.3 derajat
celcius, dan pada sore hari adalah 28.3 derajat celcius.

Pada ruang B11 di lantai 3 bangunan, temperatur udara pada pagi hari adalah 29.2 derajat
celcius, kemudian meningkat menjadi 30.4 derajat celcius pada siang hari, dan kembali turun
menjadi 28.4 derajat celcius pada sore hari. Hal ini juga terjadi di ruangan lain, sehingga dapat
diperoleh rata-rata ruangan, yaitu 29.5 derajat celcius pada pagi hari, 30.2 derajat celcius pada
siang hari, dan 29.2 derajat celcius pada sore hari.

Pada ruang C11 di lantai 4 bangunan, pada pagi hari suhu mencapai 29.2 derajat celcius.
Sementara pada siang hari, suhu udara meningkat menjadi 30.4 derajat celcius, dan kembali
turun menjadi 28.4 derajat celcius pada sore hari. Hal ini juga terjadi di ruangan lain. Dengan
demikian diperoleh rata-rata suhu adalah 29.4 derajat celcius pada pagi hari, 30.2 derajat celcius
pada siang hari, dan 29.2 derajat celcius pada sore hari.

Selanjutnya, dilakukan simulasi dengan mengganti atap roof garden dengan atap material
tanah liat dan beton. Warna biru dan ungu menunjukkan suhu yang lebi rendah daripada warna
merah hingga kuning. Berdasarkan simulasi pada lantai 2,diperoleh selisih rata-rata temperatur
ruang antara menggunakan green roof dan tanah liat adalah sebesar 0.1°C – 0.27°C, sedangkan
saat dibandingkan dengan menggunakan beton selisihnya mencapai 0.47°C – 0.77°C, dengan
suhu green yang lebih rendah.

Gambar 4. Visualisasi Termal Lantai 2

10
Hasil simulasi pada lantai 3 menunjukkan selisih rata-rata temperatur ruang antara
menggunakan green roof dan tanah liat adalah sebesar 0.1°C – 0.55°C, sedangkan saat
dibandingkan dengan menggunakan beton selisihnya mencapai 0.18°C – 0.44°C. Dengan suhu
penggunaan green roof yang lebih rendah.

Gambar 5. Visualisasi Termal Lantai 3

Hasil simulasi pada lantai 4 selisih rata-rata temperatur ruang antara menggunakan green
roof dan tanah liat adalah sebesar 0.32°C – 1.78°C, sedangkan saat dibandingkan dengan
menggunakan beton selisihnya mencapai 0.22°C – 1.47°C. Perbedaan temperatur yang cukup
tinggi terjadi pada ruang-ruang yang beradai di lantai 4. Penurunan suhu bekerja maksimal
kerena lantai 4 berhubungan langsung dengan green roof.

Gambar 6. Visualisasi Termal Lantai 4

Hasil simulasi material yang dilakukan pada bangunan, diperoleh bahwa material atap
green roof ternyata mampu menurunkan temperatur dalam ruang dibandingkan temperatur

11
luarnya lebih besar daripada 2 jenis atap lainnya hingga 4.74°C. Sehingga dapat dikatakan bahwa
green roof berpengaruh terhadap kenyamanan termal bangunan perpustakaan UI. Hal ini
memengaruhi kenyamanan pengguna dalam ruangan dimana kenyamanan pengguna berkisar
pada suhu 27.8 – 29.9 derajat celcius.

12
BAB V

PENUTUP

5.1. KESIMPULAN

Pemanfaatan Green Roof memberikan banyak manfaat terhadap lingkungan. Meskipun


pembangunan bangunan merupakan perusak lingkungan yang besar, namun pemanfaatan green
roof mampu meminimalisir kerusakan pada lingkungan. Dengan metode ini, upaya peningkatan
luas ruang terbuka hijau dapat tercapai. Selain memberikan pengaruh yang baik pada lingkungan,
tentunya hal ini memengaruhi kenyamanan pengguna di ruangan karena material yang
digunakan.

5.2. SARAN

Saat ini pembangunan tengah banyak digalakkan untuk menunjang kesejahteraan


masyarakat. Namun, alangkah baiknya jika pembangunan dapat menjadi sahabat lingkungan
dengan meminimalisir kerusakan-kerusakan. Penggunaan green roof dapat menjadi salah satu
alternatif untuk merawat lingkungan.

13
DAFTAR PUSTAKA

Nur’aini, Ratna Dewi. 2017. Analisis Konsep Green Roof pada Kampus School Of Art, Design
And Media NTU Singapore dan Perpustakaan UI Depok. NALARs Jurnal Arsitektur. 16(2) : 161-168.

Putritama, Dewini, Heru Sufianto. 2018. Pengaruh Green Roof terhadap Kenyamanan Termal
Bangunan Perpustakaan Pusat Universitas Indonesia. Jurnal Mahasiswa Jurusan Arsitektur. 6(1).
http://arsitektur.studentjournal.ub.ac.id/index.php/jma/article/view/510. Diakses pada : 07 November
2018.

Rachmayanti, Sri, Christianto Roesli. 2014. Green Design dalam Desain Interior dan
Arsitektur. HUMANIORA. 5(2) : 930-939.

Surjono, Wega Syamdermawan, Eddi Basuki Kurniawan. 2012. Pengaruh Ruang Terbuka Hijau
Terhadap Kualitas Lingkungan pada Perumahan Menengah Atas. Teknologi dan Kejuruan. 35(1) : 8192.

Susilowati, Diana, Feri Wahyudi. 2014. Kajian Pengaruh Penerapan Arsitektur Tropis Terhadap
Kenyamanan Termal Pada Bangunan Publik Menggunakan Software Ecotech Studi Kasus: Perpustakaan
Universitas Indonesia. Jurnal Desain Konstruksi.13(2).

John. 2014. Gedung Tinggi dan Efek Rumah Kaca : Ruang Terbuka Minim Penyebab Suhu
Udara Meningkat. POSKOTANEWS [Internet]. [Diunduh 2018 November 22]. Tersedia pada :
http://poskotanews.com/2014/10/11/ruang-terbuka-minim-penyebab-suhu-udara-meningkat/

Purnama, R Ratna. 2013. RTH UI Jadi Wisata Alam Masyarakat. SINDONEWS.com


[Internet]. [Diunduh 2018 November 08] . Tersedia pada :
https://metro.sindonews.com/read/746609/31/rth-ui-jadi-wisata-alam-masyarakat-
1370427891/15

14

Anda mungkin juga menyukai