Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PENGARUH MODIFIKASI JENIS TERAS TERHADAP EFEKTIVITAS


TERAS

Dibuat Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Konservasi Tanah dan Air

Disusun oleh : Kelompok 4

Garnesa Lusiamda S 150510210246

Muhammad Al Faatih 150510210238


Mufiid

Nadhiya Luqyana 150510210189

Nur Fitri Dewi 150510210230

Sheryl Valentina 150510210241

Yuandika Surya 150510210224

Yunus Setiawan 150510210251

AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2022
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Teknik konservasi tanah merupakan upaya yang dilakukan untuk mencegah kerusakan
tanah dan memperbaiki tanah yang rusak akibat erosi dan aliran permukaan. Pada dasarnya
teknik konservasi tanah dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1. Vegetatif = Metode vegetatif dilakukan dengan menggunakan tanaman atau tumbuhan
dan sisa-sisanya untuk mengurangi daya rusak hujan yang jatuh, erosi. pertanaman lorong
(alley cropping), pertanaman menurut strip (strip cropping), strip rumput (grass strip)
barisan sisa tanaman, tanaman penutup tanah (cover crop), penerapan pola tanam
termasuk di dalamnya adalah pergiliran tanaman (crop rotation), tumpang sari
(intercropping), dan tumpang gilir (relay cropping).
2. Kimia = penggunaan preparat kimia sintetis atau alami.
3. Mekanik = semua perlakuan fisik mekanik yang diberikan terhadap tanah, pembuatan
bangunan untuk mengurangi aliran permukaan dari erosi dan meningkatkan penggunaan
lahan. Contoh penggunaan metode mekanik yaitu pengolahan tanah dan teras, seperti
pembuatan teras guludan, teras buntu (rorak), teras kredit, teras individu, teras kebun,
teras datar, teras batu, dan teras bangku.
Metode mekanik memiliki beberapa tujuan, diantaranya :
a. Memperlambat aliran permukaan
b. Menampung dan menyalurkan aliran permukaan
c. Memperbaiki infiltrasi
d. Penyediaan air bagi tanaman
Teras merupakan metode konservasi yang bertujuan untuk :
1. Mengurangi panjang lereng
2. Mengurangi kemiringan lahan. Berkurangnya kemiringan lahan menyebabkan
kecepatan aliran air dipermukaan menjadi berkurang, sehingga pengikisan lapisan
atas tanah (top soil) dapat diminimalisir.
3. Menahan air
4. Mengurangi kecepatan dan jumlah aliran permukaan
5. Memperbesar peluang penyerapan air oleh tanah.
Dalam pembuatan teras, perlu diperhatikan lapisan olah tanah dan tingkat kemiringan
lahan. Pada saat pembuatan teras akan terjadi pemindahan tanah akibat penggalian. Oleh karena
itu, setelah dilakukan penggalian, lapisan tanah bagian atas harus diusahakan tetap berada di
bagian atas setelah penggalian. Hal ini dilakukan agar lapisan atas tanah dapat dipertahankan
sehingga kesuburan tanah pun dapat dipertahankan.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan teras bangku (teras tangga) ?


2. Apa saja hal yang harus diperhatikan dalam membuat teras bangku (teras tangga) ?
3. Apa yang dimaksud dengan teras gulud ?
4. Apa saja hal yang harus diperhatikan dalam membuat teras gulud ?
5. Apa yang dimaksud dengan teras kredit ?
6. Apa syarat yang harus dipenuhi dalam pembuatan teras kredit ?
7. Apa yang dimaksud dengan teras individu ?
8. Apa syarat yang harus dipenuhi dalam pembuatan teras individu ?
9. Apa yang dimaksud dengan teras kebun ?
10. Apa syarat yang harus dipenuhi dalam pembuatan teras kebun ?
11. Apa pengaruh modifikasi jenis teras terhadap efektivitas teras?
1.3 Tujuan

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, penyusunan makalah ini
bertujuan untuk :
1. Mengetahui pengertian serta proses dalam pembuatan teras bangku, teras gulud,
teras kredit, teras individu, dan teras kebun.
2. Mengetahui syarat pembuatan setiap teras.
3. Mengetahui pengaruh modifikasi jenis teras terhadap efektivitas teras.
BAB II

PEMBAHASAN

Teras adalah salah satu metode konservasi yang tujuannya untuk mengurangi panjang
lereng sehingga akan mengurangi kecepatan dan jumlah aliran permukaan, serta peluang
penyerapan air oleh tanah menjadi lebih besar.

2.1 Teras Bangku

Teras bangku termasuk teknik konservasi tertua dan sudah banyak diaplikasikan di
berbagai negara. Di Indonesia, aplikasi teras bangku juga sudah lama dilakukan, walaupun pada
awalnya dititikberatkan pada lahan sawah atau lebih difungsikan sebagai teras irigasi. Teras
bangku dibuat dengan cara memotong panjang lereng dan meratakan tanah di bagian bawahnya,
hingga terbentuk deretan yang bentuknya seperti tangga. Fungsi utama teras bangku adalah
memperlambat aliran permukaan, menampung dan menyalurkan aliran permukaan dengan
kekuatan yang tidak merusak, meningkatkan laju infiltrasi, serta mempermudah pengolahan
tanah. Dilihat dari petani yang tetap menggunakan teknik ini meski proyek telah selesai dapat
dikatakan bahwa teras bangku merupakan teknik konservasi tanah dengan tingkat adopsi yang
tergolong tinggi.
Efektivitas teras bangku dapat ditingkatkan jika ditanami tanaman penguat teras pada
bibir dan tampingan teras. Penanaman tanaman penguat akan menjadikan diperolehnya nilai
tambah lainnya, yakni sumber pakan ternak dan bahan organik tanah. Jenis tanaman yang dapat
digunakan adalah tanaman legum, seperti hahapaan dan gamal. Selain itu juga dapat digunakan
rumput, seperti bahia gajah, bede, setaria, dan akar wangi. Teras bangku juga dapat diperkuat
dengan batu (khususnya pada tampingan).
Teras bangku memiliki beberapa tipe. Pertama, teras bangku datar yang bidang olahnya
datar atau membentuk sudut 0o . Kedua, teras miring ke dalam/ goler kampang yang bidang
olahnya miring beberajat de ke arah yang berlawanan dengan lereng asli. Teras bangku miring ke
dalam dibangun pada tanah yang memiliki permeabilitas rendah agar air tidak langsung
terinfiltrasi tidak mengalir ke luar melalui talud di bibir teras. Namun, biaya yang diperlukan
relatif lebih mahal dibanding dengan teras bangku datar atau teras bangku miring ke luar karena
diperlukan penggalian bidang olah. Ketiga, teras miring keluar yang bidang olah miringnya ke
arah lereng asli. Teras ini membutuhkan biaya paling rendah dibanding dengan teras yang
lainnya, tetapi efektivitasnya rendah dalam menekan erosi dan aliran permukaan (Haryati et al.,
1995; Agus dan Widianto, 2004). Selanjutnya teras irigasi yang merupakan teras bangku datar
tanpa saluran teras. Biasanya digunakan pada sawah dengan sistem tadah hujan.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan teras bangku:

● Diterapkan pada kemiringan lahan 10%-40%. Tidak dianjurkan pada lahan kemiringan
>40% karena bidang olah terlalu sempit.
● Tidak cocok pada tanah dangkal (<60 cm) dan lahan yang menggunakan mesin pertanian
● Tidak dianjurkan pada tanah dengan kandungan AL dan Fe tinggi, serta tanah mudah
longsor
● Diperlukan tenaga dan modal yang besar
● Perlu perhatian yang cukup dalam penambahan bahan organik sekitar 2-3 tahun setelah
pembangunan karena bagian bawah tanah yang kurang subur akan muncul di permukaan
akibat pemotongan dan perataan tanah
● Dengan bertambahnya kecuraman lereng, luas lahan yang dapat ditanami akan semakin
berkurang
Sumber: Sketsa P3HTA, 1990

2.2 Teras Gulud

Teras gulud adalah barisan guludan yang dilengkapi dengan saluran air di bagian
belakang guludnya. Metode ini dikenal pula dengan istilah guludan bersaluran. Bagian-bagian
dari teras gulud terdiri atas guludan, saluran air, dan bidang olah.

Sumber: Sketsa P3HTA, 1990


Fungsi dari teras gulud hampir sama dengan teras bangku, yaitu untuk menahan laju
aliran permukaan dan meningkatkan penyerapan air ke dalam tanah. Saluran air dibuat untuk
mengalirkan aliran permukaan dari bidang olah ke SPA. Untuk meningkatkan efektivitas teras
gulud dalam menanggulangi erosi dan aliran permukaan, serta agar guludan tidak mudah rusak
sebaiknya guludan diperkuat tanaman penguat teras. Jenis tanaman yang dapat digunakan
sebagai penguat teras bangku, dapat juga digunakan sebagai tanaman penguat teras gulud.
Sebagai kompensasi kehilangan luas bidang olah, bidang teras gulud dapat juga ditanami cash
crops misalnya tanaman katuk, cabai rawit, dan jenis cash crops lainnya. Beberapa hal yang
perlu diperhatikan dalam pembuatan teras gulud adalah:
● Teras gulud cocok untuk kemiringan lahan antara 10-40%, dapat juga diterapkan pada
kemiringan 40-60%, namun relatif kurang efektif (Agus et al., 1999).
● Pada tanah yang permeabilitasnya tinggi, guludan dapat dibuat tepat menurut arah garis
kontur. Sedangkan pada tanah yang permeabilitasnya rendah, guludan dibuat miring
terhadap kontur sebesar tidak lebih dari satu persen menuju ke arah saluran pembuangan.
Hal ini ditujukan agar air yang tidak segera masuk ke dalam tanah dapat disalurkan
dengan kecepatan rendah keluar lapangan.

2.3 Teras Kredit

Teras kredit adalah teras yang terbentuk secara bertahap karena tertahannya
partikel-partikel tanah yang tererosi oleh barisan tanaman yang ditanam secara rapat seperti
tanaman pagar atau strip rumput yang ditanam searah kontur. Teras kredit biasanya dibuat pada
tempat dengan kemiringan lahan 5-40%, dengan cara membuat jalur tanaman penguat teras
(lamtoro, kaliandra, gamal) yang ditanam mengikuti kontur. Jarak antara larikan 5-12 meter.
Tanaman pada larikan teras berfungsi untuk menahan butir-butir tanah akibat erosi dari bagian
atas larikan. Lama kelamaan permukaan tanah bagian atas akan menurun, sedangkan bagian
bawah yang mendekat dengan jalur tanaman akan semakin tinggi. Proses ini akan berlangsung
terus-menerus hingga bidang olah menjadi datar atau mendekati datar (Sukartaatmadja, 2004).
Waktu yang dibutuhkan untuk proses pembentukan teras relatif lama yaitu sekitar 2-5
tahun. Namun, hal ini dapat dipercepat melalui beberapa tindakan yakni sebagai berikut.
a. Menarik tanah yang ada di bagian atas larikan ke arah larikan tanaman penguat teras
(lereng bagian bawah).
b. Membuat guludan di sepanjang tanaman sehingga dapat memperbesar sedimentasi.
c. Pemberian serasah atau limbah pertanian atau batu-batuan di sepanjang tanaman
memperbesar sedimentasi.

Sumber: Sukartaatmadja (2004)

Adapun menurut Agus et al. (1999) syarat yang harus dipenuhi dalam aplikasi teras kredit
adalah sebagai berikut.

a. Kemiringan lahan 5-40%.


b. Struktur tanah remah dan permeabilitasnya tinggi.
c. Dapat diterapkan pada tanah dangkal (40 cm), namun untuk tanah sangat dangkal seperti
Entisol (Litosol), penggunaan teras ini tidak disarankan.
d. Tidak sesuai diterapkan pada tanah rawan longsor.

2.4 Teras Kebun

Teras kebun merupakan teras yang dirancang untuk ditanami tanaman tahunan, terutama
untuk tanaman perkebunan. Teras dibentuk sepanjang kontur dan sesuai interval variasi jarak
tanam. Teras hanya dibangun di sepanjang jalur pertanaman tanaman perkebunan, sedangkan
lahan yang tidak dibentuk teras ditumbuhi tanaman penutup tanah. Lebar dan jarak antar jalur
teras disesuaikan dengan komoditas. Lahan di antara dua teras yang bersebelahan dibiarkan tidak
diolah. Teras kebun cocok dibuat pada lahan dengan kemiringan 10-30%, namun pada beberapa
kasus dimana kondisi tanah cukup stabil atau tidak rawan longsor, teras kebun masih dapat
dibentuk pada lahan sampai kemiringan 50%.

Gambar Penampang Teras Kebun


Sumber: Sukartaatmadja (2004)

Tujuan utama dalam pembuatan teras kebun selain dari efisiensi teknik konservasi tanah,
teras kebun juga dapat berperan dalam memfasilitasi pengelolaan lahan, diantaranya fasilitas
jalan kebun, dan penghematan tenaga kerja dalam pemeliharaan kebun.

Teras kebun dibangun dengan cara: (a) membuat batas galian dengan menghubungkan
patok-patok penyangga dengan cangkul tanah, (b) menggali tanah di dasar batas galian dan
menimbunnya sampai ke patok batas timbunan, (c) memadatkan tanah timbunan dan kemiringan
permukaan tanah ke dalam sekitar 1%, dan (d) pembuatan parit teras atau saluran buntu dengan
panjang 2 m, lebar 20 cm, dan kedalaman 10 cm di bawah tanah (Yuliarti, et. al. , 2004)
Gambar sebelum di teras dan teras kebun yang telah ditanami

Sumber: Sukartaatmadja (2004)

2.5 Teras Individu

Teras individu merupakan teras yang dibuat pada masing-masing individu tanaman
terutama pada tanaman tahunan. Teras dibuat untuk setiap tanaman sebagai tempat pembuatan
lubang tanam. Jenis teras ini biasa diaplikasikan pada areal perkebunan atau tanaman
buah-buahan. Pembuatan teras ini tidak perlu searah kontur tetapi menurut arah yang paling
cocok dengan pertanaman tanaman yang dibudidayakan. Ukuran teras individu tergantung jenis
komoditas dan ukuran tanaman tetapi pada umumnya, teras ini panjang dan lebarnya berukuran
antara 50-100 cm dan 10-30 cm untuk kedalamannya. Tanah di sekeliling teras individu tidak
diolah (tetap berupa padang rumput) atau ditanami dengan rumput atau tanaman penutup tanah.
(Sukartaatmadja, 2004).
Penerapan teras individu pada tanaman tahunan telah terbukti efektif mengendalikan
erosi. Berdasarkan hasil penelitian Haryati et al. (1992) yang menunjukkan bahwa pembuatan
teras individu menunjukkan penurunan tingkat erosi yang awalnya 8,5 t/ha pada tahun pertama
menjadi 3,3 t/ha pada tahun kedua. Selain menurunkan laju erosi, teras individu juga berfungsi
untuk meningkatkan ketersediaan air bagi tanaman tahunan (Aus dan Widianto, 2004) serta
memfasilitasi pemeliharaan tanaman tahunan sehingga tidak semua lahan di sekitar tanaman
terganggu akibat aktivitas pemeliharaan seperti pemberian pupuk.
Sama seperti jenis teras lain, teras individu juga memiliki persyaratan teknis tertentu
meliputi kemiringan lereng antara 10-50%, kedalaman tanah lebih dari 30 cm dengan jenis erosi
permukaan dan penggunaan lahan untuk tanaman kayu dan tanaman penutup tanah (Priyono et
al. 2002).

Sumber : Sketsa S.Marwanto

2.6 Studi Kasus Pengaruh Jenis Teras Terhadap Keefektifan Pencegahan Erosi

Judul Penelitian :

“Rancang Bangun Model Usahatani Konservasi Sebagai Upaya Peningkatan Produktivitas Lahan
Kering”

Metode Penelitian :

Penelitian ini merupakan penelitian pilot project dalam menemukan model pengelolaan
lahan kering berbasis usahatani konservasi. Penelitian model usaha tani lahan kering ini telah
diimplementasikan kebun praktek Osesao, yang berlangsung selama 10 bulan (bulan Desember
2007 – September 2008).
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari peta lokasi, dan benih
tanaman konservasi serta benih tanaman kacang hijau dan pupuk kandang untuk menguji
produktivitas lahan dari ketiga model usahatani yang dicobakan. Sementara alat yang dibutuhkan
terdiri dari: bingkau A, penyipat datar, abney hand level, pacul, parang, sekop, loup, ring sampel
dan alat analisis tanah.

Penelitian ini merupakan percobaan lapangan untuk menguji beberapa model usahatani
konservasi yang disesuaikan dengan kondisi lahan pada lokasi percobaan. Untuk itu model
usahatani konservasi yang akan diuji sebagai perlakuan adalah:

Model Usahatani Konservasi Komponen Konservasi Tanaman Semusim

A Teras Bangku Kacang hijau

B Teras Gulud Kacang hijau

C Tanpa Teras Kacang hijau

Desain percobaan dalam menguji model usahatani menggunakan rancangan acak


kelompok dengan 4 ulangan. Luas masing-masing perlakuan sekitar 10 x 25 m2, sehingga secara
keseluruhan lahan yang akan dikonservasi adalah seluas 0,5 ha. Untuk mengukur tingkat erosi
pada masing-masing model, digunakan metode USLE. Sedangkan untuk mengukur produktivitas
lahan pada masing-masing model teras, maka setiap model pada bidang olah akan ditanami
dengan tanaman kacang hijau.

Hasil dan Pembahasan :

Model Usahatani Tingkat Erosi (ton/ha/5 Produksi Kacang Hijau


Konservasi bulan) (ton/ha)

A = Teras Bangku 3,56 0,834

B = Teras Gulud 7,05 0,652

C = Tanpa Teras 11,53 0,557

Nilai erosi dalam percobaan ini dihitung dengan menggunakan metode USLE.
Hasil percobaan Tabel 1 menunjukkan bahwa rata-rata tingkat erosi yang terjadi pada
ketiga model teras yang diuji memberikan respons yang signifikan dan berbeda-beda. Perbedaan
nilai tingkat erosi pada ketiga model ini diduga karena karakteristik dari ketiga model teras
berbeda-beda. Terlihat bahwa aplikasi teras bangku cukup efektif dalam mengendalikan erosi
permukaan yaitu sebesar 3,56 ton/ha/tahun. Nilai erosi yang terjadi pada teras bangku ini sudah
sangat kecil dan berada dibawah nilai erosi yang diperkenankan sebesar 5 ton/ha/tahun. Erosi
yang terjadi pada teras bangku biasanya hanya terjadi longsoran pada tampingan teras akibat
aliran air yang tidak terkendali.

Tabel 1 juga memperlihatkan bahwa perlakuan model B (teras gulud), nilai erosi yang
terjadi masih cukup besar yaitu sebesar 7,05 ton/ha/5 bulan dan berada diatas nilai erosi yang
diperbolehkan. Sedangkan model C yang tanpa teras menunjukkan nilai erosi yang cukup tinggi
sebesar 11,53 ton/ha/5 bulan.

Kesimpulan Penelitian :

Berdasarkan data penelitian yang didapat, penggunaan teras bangku pada kebun praktek
Osesao sangat efektif terhadap pencegahan erosi tanah. Tentu setiap karakteristik lahan akan
berbeda-beda jenis teras yang paling cocok dalam mencegah erosi tanah.
BAB III

KESIMPULAN

Teknik konservasi tanah terbagi ke dalam 3 metode, yaitu vegetatif, kimia, dan mekanik.
Penggunaan teras merupakan salah satu contoh konservasi tanah yang termasuk ke dalam metode
mekanik. Teras itu sendiri terbagi ke dalam 5 jenis, yaitu teras bangku (teras tangga), teras gulud,
teras kredit, teras individu, dan teras kebun. Penggunaan teras dapat disesuaikan dengan aspek
budidaya, seperti kemiringan lahan dan jenis tanaman yang akan ditanam.

Pada studi kasus yang dicantumkan pada makalah ini, jenis teras yang efektif dalam
mencegah erosi di kebun prakter Osesao adalah jenis teras bangku. Tentu dalam setiap
karakteristik lahan yang berbeda-beda akan menghasilkan keputusan yang berbeda pula terkait
jenis teras yang paling cocok dalam mencegah erosi tanah.
Daftar Pustaka

Dariah, A., Haryati, U., & Budhyastoro, T. (2004). Teknologi konservasi tanah mekanik.
Teknolologi Konservasi Tanah pada Lahan Kering Berlereng; Kurnia, U.,
Rachman, A., Dariah, A., Eds, 103-126.

Dumanski, J. 2001. Sustainable Land Management Estern cereal and soilseede Reasearch
Centre. Canada

Haryati, U., Haryono, dan A. Abdurachman. (1995). Pengendalian Erosi dan Aliran
Permukaan Serta Produksi Tanaman Pangan dengan Berbagai Teknik Konservasi
pada Tanah Typic Eutropept di Ungaran, Jawa Tengah. Pemberitaan Penelitian
Tanah dan Pupuk 13: 40-50.

Hawkins, R; H. Sembiring; D. Lubis; dan Suwardjo. 1991. The Potensial of Alleyr


Copping in the Uplands of East and Central Java. Upland and Agricultura and
Conservation Project – Farming System Research. Agency for Agriculture
Research and Devolopment. Salatiga

Matheus, R. (2009). RANCANG BANGUN MODEL USAHATANI KONSERVASI


SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN PRODUKTIVITAS LAHAN KERING.
jurnal.politanikoe.ac.id, 38 - 44.

Sukartaatmadja, S. (2004). Konservasi Tanah dan Air, Laboratorium Teknik Tanah dan
Air IPB, Bogor.

Anda mungkin juga menyukai