Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 latar belakang

Kegiatan tata guna lahan yang bersifat merubah tipe atau jenis penutup lahan
dalam suatu DAS seringkali dapat memperbesar atau memperkecil hasil air.
Pada batas-batas tertentu, kegiatan ini juga dapat mempengaruhi status
kualitaas air. Pengaruh yang sama juga dapat terjadi oleh aktivitas
pembalakan hutan yang pada saat ini sedang gencar dilakukan oleh negra-
negara tropis, terutama yang masih memiliki hutan alam yang cukup luas.
Perubahan dari satu jenis vegetasi ke jenis vegetasi yang lain adalah umum
dalam pengelolaan DAS atau pengelolaan sumber daya alam. Pembbalakan
hutan, perubahan dari jenis vegetasi hutan ke vegetasi hutan lainya,
perladangan berpindah, atau perubahana tata guna lahan hutan menjadi
pertanian atau padang rumput adalah contoh-contoh kegiatan yang sering
dijumpai di Negara berkembang. Terjadinya perubahan tata guna lahan dan
jenis vegetasi tersebut, dalam skala besar dan bersifat permanen dapat
mempengaruhi terhadap besar kecilnya aliran air. Vegetasi yang keragaman
hayatinya cukup tingi dalam ekosistem DAS merupakan salah satu instrument
yang mendukung kestabilan ekosistem terutama untuk melindungi permukaan
tanah dari ancaman erosi yang berdampak terhadap proses sedimentasi dan
longsor. Peran ekologi tersebut lebih efektif diperankan oleh jenis vegetasi
hutan, sehingga keberadaan vegetasi hutan di daerah hulu, tengah dan hilir
DAS menjadi prasyarat penentu kelestarian ekosistemnya. Pada umumnya
persoalan yang terjadi dalam sumber daya air berkaitan dengan waktu dan
penyebara aliran air sebagai akibat dari perubahan kondisi tata guna lahan dan
factor meteorology yaitu curah hujan. Peranan vegetasi dalam DAS
berpengaruh terhadap arah sirkulasi air dalam suatu ekosistem hutan,
kerapatan penutupan tanaman baik pada lokasi cagar alam maupun pada
daerah perkebunan masyarakat mampu mempertahankan kelembaban udara,

1
selanjutnya menurunkan energi panas sehingga mengurangi hilangnya air
melalui proses evaporasi dari permukaan tanah. Beberapa pengelolaan DAS
memandang bahwa hutan nerupakan pengatur aliran air (stream flow
regulator) yaitu hutan dapat menyimpan air selama musim hujan dan
melepaskannya pada musim kemarau. Hubungan timbal balik antara vegetasi
hutan dan ketersediaan sumberdaya air pada satuan ekosistem DAS sangat
berpengaruh nyata, sehingga kelestarian hutan dan komponen lingkungan
disekitar daerah DAS menjadi indikasi kelestarian lingkungan yang
dihasilkan, salah satunya sumberdaya air.

1.2 Rumusan Masalah

Bagimana cara pengelolaaan vegetasi yaang baik serta kaitannya dengan


Aliran Air?

1.3 Tujuan Dan Manfaat

Mengetahui bagaimana cara pengelolaan vegetasi yang baik serta kaitannya


dengan aliran sungai.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 pengelolaan vegetasi dan aliran air

Adanya kegiatan merubah tipe dan jenis vegetasi penutup lahan


seringkali menyebabkan membesar atau mengecilnya hasil air (water yield)
serta juga mempengaruhi kualitas air dilahan tersebut. Terjadinya kebakaran
hutan (forest logging), perubahan jenis vegetasi, ladang berpindah atau
perubahan tata guna lahan hutan menjadi lahan pertanian atau sebagainya,
dikhawatirkan dapat mempengaruhi penyebaran curah hujan dan perubahan
iklim mikri (setempat).

Vegetasi yang keragaman hayatinya cukup tingi dalam ekosistem DAS


merupakan salah satu instrument yang mendukung kestabilan ekosistem
terutama untuk melindungi permukaan tanah dari ancaman erosi yang
berdampak terhadap proses sedimentasi dan longsor. Peran ekologi tersebut
lebih efektif diperankan oleh jenis vegetasi hutan, sehingga keberadaan
vegetasi hutan di daerah hulu, tengah dan hilir DAS menjadi prasyarat penentu
kelestarian ekosistemnya. Ekosistem hulu DAS memiliki komposisi dan
tingkatan vegetasi yang cukup tinggi sehingga memiliki kemampuan yang
lebih baik dalam menunjang fungsi lindung dan tangkapan airnya.

Kebanyakan persoalan sumber daya air berkaitan dengan waktu dan


penyebaran aliran air. Kekeringan dan banjir adalah dua contoh klasik yang
kontras tentang perilaku aliran air sebagai akibat perubahan tata guna lahan
dan kondisi meteorology, terutama curah hujan. Penelaahan masalah sumber
daya air melibatkan berbagai macam pendekatan pengelolaan vegetasi dan
usaha-usaha keteknikan lainya. Sebagai contoh, waduk dapat menampung
aliran air hujan ketika hujan deras berlangsung di hulu dan dengan demikian
mengurangi kemungkinan terjadinya banjir di daerah hilir. Ia juga dapat
dimanfaatkan untuk meningkatkan aliran air selama musim kemarau sehingga

3
dapat menambah debit air untuk irigasi pada saat-saat yang kritis tersebut.
Pengelolaan vegetasi di daerah hulu juda dapat menurunkan liran sedimen
yang masuk kedalam waduk sehingga umur waduk dapat diperpanjang dan
dengan demikian mendukung kelangsungan pemanfaatan waduk. Tapi,
perencanaan pengelolaan vegetasi, terutama dalam pemilihan jenis vegetasi,
untuk meningkatkan hasil air yang tidak benar dapat memberikan hasil hasil
yang sebaliknya, yaitu menurunkan besarnya hasil air karena cadangan iar
tanah di tempat berlangsungnya kegiatan tersebut berkurang oleh adanya
proses evapotranspirasi vegetasi.

Pengelolaan vegetasi khususnya vegetasi hutan, telah lama dipercayai


dapat mempengaruhi waktu dan penyebaran aliran air. Beberapa pengelola
DAS bahkan beranggapan bahwa hutan dapat dipandang sebagai pengatur
aliran air, artinya bahwa hutan dapat dapat menyimpan air selama musim
hujan dan melepaskanya pada musim kemarau. Konsekuensi logis anggapan
seperti itu adalah bahwa keberadaan hutan lalu dapat menghidupkan mata-
mata air yang telah lama tidak mngalirkan air, keberadaan hutan dapat
mencegah terjadinya banjir dan kemudian menjadi logis bahwa hilangnya
areal hutan akan mengakibatkan terjadinya kekringan atau bahkan dapat
mengubah daerah yang sebelumnya tampak hijau dan subur menjadi daerah
seperti padang pasir.

Hasil penelitian yang dilakukan secara intensif tentang pengaruh dari


pengaturan jumlah dan komposisi vegetasi terhadap perilaku aliran air
menunjukkan bahwa aliran air tahunan (musim hujan) meningkat apabila
vegetasi dihilangkan atau dikurangi dalam jumlah cukup besar (Bosch &
Hewlett, 1982; Hamilton & King, 1984; Bruijnzeel, 1990; Malmer, 1992).
Secara umum, kenaikan akan aliran air disebabkan oleh aktivitas penurunan
penguapan air oleh vegetasi (transpiration), dan dengan demikian aliran air
permukaan maupun air tanah menjadi lebih besar.

4
Hasil penelitian jangka panjang dan dilakukan di berbagai penjuru
dunia juga menunjukan bahwa jumlah aliran air meningkat apabila :

1. Hutan ditebang atau dikurangi dalam jumlah yang besar


2. Jenis vegetasi di ubah dari tanaman yang berakar dalam menjadi
tanaman berakar dangkal
3. Vegetasi penutup tanah diganti dari tanaman dengan kapasitas intersepsi
tinggi ke tanaman dengan tingkat intersepsi rendah

Ada pula faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap besarnya


perubahan debit aliran air seperti faktor tanah, iklim dan presentase luas DAS.
Semakin besar perubahan dalam tataguna lahan (seperti perubahan dari hutan
menjadi lahan pertanian) maka semakin besar pula perubahan yang terjadi
pada aliran air. Respon aliran air diperkirakan akan lebih besar di daerah
dengan tanah yang dalam dan dengan curah hujan tahunan tinggi, sedangkan
respon perubahan aliran air akan lebih rendah di daerah dengan iklim panas

Dari jumlah keseluruhan curah hujan yang diterima oleh vegetasi,


bagian air yang diuapkan oleh vegetasi terbilang cukup besar. Oleh
karenanya, untuk meningkatkan jumlah keseluruhan aliran air dalam suatu
DAS kemungkinan perlu menurunkan aktivitas transpirasi yang dilakukan
oleh vegetasi. Maka, kehadiran vegetasi terutama jenis yang memiliki
aktivitas transpirasi rendah yang memberikan kontribusi dalam membantu
persediaan air tanah diperlukan, terutama yang memiliki efek spons (sponge
effect) yakni menyerap dan menahan air hujan sehingga lebih lambat dan
merata, mengurangi kecenderungan banjir pada musim hujan lebat serta
melepaskan air secara terus menerus pada musim kemarau sehingga mampu
menjaga kestabilan debit air dalam suatu DAS.

Dalam rangka mendukung fungsi DAS terhadap kelestarian tata air, maka
program pembangunan ekosistem hutan atau komunitas pepohonan yang
berpegaruh baik terhadap tata air dan lingkungan merupakan salah alternatif
yang ditempuh. Berbagai pola pendekatan yang mengarah pada
kesinambungan pelestarian tata air dilakukan melalui macam bentuk

5
pengelolaan dan penyelamatan ekosistem DAS seperti kegiatan reboisasi,
penghijauan, hutan rakyat maupun pengembangan teknologi tradisional yang
di miliki oleh masyarakat seperti terasering, dll.
Pengelolaan vegetasi dalam rangka pengelolaan ekosistem DAS diarahkan
untuk tercapainya kondisi ekosistem hulu yang sehat dan lestari melalui
terpeliharanya vegetasi sebagai komponen pendukung tata air. Perlu dipahami
bahwa kerusakan daerah hulu tidak saja berdampak sektoral seperti pertanian
dan kehutanan, tetapi dampak multidimensi bagi keberlangsungan proses-
proses pembangunan yang berkaitan dengan sumberdaya air, seperti sektor
industri, pariwisata dan kebutuhan domestik. Pembinaan aktivitas manusia
terutama masyarakat di daerah hulu perlu dilakukan dengan melibatkan multi
pihak baik pemerintah, LSM maupun swasta.

2.2 Kasus Di Daerah Tropis

Hubungan pengelolaan hutan dan air larian di daerah tropis sampai saat ini
belum banyak di ketahui. Salah satu alasan mengapa tidak banyak tersedia
informasi tentang itu adalah bahwa penelitian tentang manipulasi daerah
tangkapan air dalam hubunganya dengan aliran air belum banyak dilakukan.

2.2.1 perubahan vegetasi dan curah hujan

Dari beberapa ilustrasi hubungan perubahan vegetasi penutup tanah dari


hutan menjadi bentuk vegetasi penutup tanah lainya ( bukan hutan) dan
penaruhnya terhadap pola curah hujan nampaknya ada kesamaan
kecenderungan yaitu terjadinya penurunan kuantitas hujan lokal.
Penurunan curah hujan ini sebagian besar disebabkan oleh perubahan
kekasaran permukaan tajuk hutan dan albedo. Penurunan kekasaran bidang
permukaan tajuk hutan menurunkan besarnya evapotranspirasi ( dan
meningkatkan suhu udara), sedangkan meningkatnya albedo merupakan
penyebab utama berkurangnya aliran kelembaban udara (dihitung dari
beda antara presipitasi dan evapotranspirasi). Kombinasi dari kedua factor
tersebut diatas mengakibatkan penurunan jumlah curah hujan di daerah
tersebut. Penellitian dengan pendekatan lain tentanng pengaruh

6
penebangan hutan yang meluas (deforestasi) terhadap berkurangnya curah
hujan lokal bahkan regional adalah dengan pemodelan juga yang
dinamakan global climate model (GCM). Perubahan curah hujan
dipengaruhi oleh proses perubahan aliran energy antara permukaan bumi
dan atmosfer dalam skala yang luas. Penelitian awal mengenai pengaruh
deforestasi terhadap iklim hanya mempertimbangkan perubahan albedo,
kapasitas kelembaban tanah, dan kekasaran bidang penguapan atau tajuk
hutan.

2.2.2. perubahan vegetasi dan aliran air

Dalam kaitanya dengan perilaku aliran air, berikut ini adalah


bentuk hubungan vegetasi-aliran air yang umum terjadi di beberapa
daerah hutan hujan tropis. Terutama dalam kaitanya dengan pembalakan
hutan. Pembalakan hutan yang lazim dilakukan di hutan hujan tropis
adalah dengan sistem tebang pilih. Pembalakan hutan dengan sistem
tebang pilih dilakukan dengan cara menebang jenis-jenis pohon komersil
yang memiliki diameter batang 50 cm atau lebih. Dengan cara penebangan
pohon seperti ini, kondisi hutan setelah pembalakan akan tampka tidak
beraturan dimana pada beberapa bagian hutan mengalami kerusakan
sebagai akibat broperasinya lat-alat berat dan pada bagian hutan lainya
diakibatkan oleh gangguann pohon-pohon yang roboh dengan tingkat
kerusakan yang lebih kecil. Sebagai akibat adanya pembukaan tajuk
penutupan hutan, sebagian cahaya matahari yang sebelumnya tidak dapat
mencapai permukaan tanah hutan menjadi tidak terhalang lagi sehingga
menyebabkan ermukaan tanah hutan dan udara diatasnya menjadi lebih
hangat.

Perlu dikemukakan juga bahwa bahwa pengaruh yang ditimbulkan


oleh penebangan hutan terhadapa aliran air di daerah tropis adalah lebih
singkat bila dibandingkan dengan daerah beriklim sedang karena
pertumbuhan vegetasi di daerah ikli tropis lebih cepa disbanding dengan
iklim sedang. Kebanyakan pengelolaan dan aktivitas penebangan hutan
dalam suatu DAS diperkirakan tidak akan mempengaruhi aliran air untuk

7
waktu beberapa tahun. Sementara itu, perubahan tata guna lahan hutan
atau padang rumput dapat meningkatkan aliran air dalam jangka panjang.
Makin besar persentase DAS yang diubah, makin besar kenaikan aliran air
yang terjadi.

Dari uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa pengerauh


pengelolaan vegetasi terhadap debit aliran adalah sebagai berikut :

1. Pembalakan hutan dengan cara tebang pilih tidak memberikan dampak


yang signifikan terhadap aliran air total bulanan dan terhadap laju aliran
lambat selama periode musim kemarau.
2. Pembalakan hutan dengan cara tebang habis memberikan dampak yang
siignifikan terhadap kedua parameter tersebut diatas.
3. Perubahan vegetasi hutan menjadi non vegetasi hutan yang bersifat
permanen memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap
besarnya aliran air total dan memberikan dampak yang cukup signifikan
terhadap laju aliran lambat.

Debit aliran adalah jumlah air yang mengalir dalam satuan volume
per waktu. Debit adalah satuan besaran air yang keluar dari Daerah Aliran
Sungai (DAS). Satuan debit yang digunakan adalah meter kubir per detik
(m3/s). Debit aliran adalah laju aliran air (dalam bentuk volume air) yang
melewati suatu penampang melintang sungai per satuan waktu
(Asdak,2002).
Dalam praktek, sering variasi kecepatan pada tampang lintang diabaikan,
dan kecepatan aliran dianggap seragam di setiap titik pada tampang lintang
yang besarnya sama dengan kecepatan rerataV, sehingga debit aliran
adalah:
Q = AxV

Dengan : Q =Debit Aliran (m3/s)

A = Luas Penampang (m2)

V = Kecepatan Aliran (m/s)

8
Hidrograf aliran merupakan perubahan karakterisitik yang
berlangsung dalam suatu DAS oleh adanya kegiatan pengelolaan DAS dan
adanya perubahan iklim lokal ( Asdak, 1995). Aliran sungai berasal dari
hujan yang masuk kedalam alur sungai berupa aliran permukaan dan aliran
air dibawah permukaan,debit aliran sungai akan naik setelah terjadi hujan
yang cukup , kemudian yang turun kembali setelah hujan selesai. Grafik
yang menunjukan naik turunnya debit sungai menurut waktu disebut
hidrograf, bentuk hidrograf sungai tergantung dari sifat hujan dan sifat
daerah aliran sungai ( Arsyad,2006). Terdapat tiga kemungkinan
perubahan debit sungai yaitu laju pertambahan air bawah tanah lebih kecil
dari penurunan aliran air bawah tanah normal, laju pertambahan air bawah
tanah sama dengan laju penurunannya, sehingga debit aliran menjadi
konstan untuk sementara, dan laju pertambahan air bawah tanah melebihi
laju penurunan normal, sehingga terjadi kenaikan permukaan air tanah dan
debit sungai (Arsyad, 2006). Perlu diingat bahwa distribusi kecepatan
aliran di dalam aluran tidak sama arah horizontal maupun arah vertikal.
Dengan kata lain kecepatan aliran pada tepi alur tidak sama dengan tengah
alur, dan kecepatan aliran dekat permukaan air tidak sama dengan
kecepatan pada dasar alur.

Hal-hal berikut ini adalah yang mempengaruhi debit air :

1. Intensitas hujan.
Karena curah hujan merupakan salah satu faktor utama yang memiliki
komponen musiman yang dapat secara cepat mempengaruhi debit air,
dan siklus tahunan dengan karakteristik musim hujan panjang (kemarau
pendek), atau kemarau panjang (musim hujan pendek). Yang
menyebabkan bertambahnya debit air.
2. Pengundulan Hutan.
Fungsi utama hutan dalam kaitan dengan hidrologi adalah sebagai
penahan tanah yang mempunyai kelerengan tinggi, sehingga air hujan
yang jatuh di daerah tersebut tertahan dan meresap ke dalam tanah untuk
selanjutnya akan menjadi air tanah. Air tanah di daerah hulu merupakan

9
cadangan air bagi sumber air sungai. Oleh karena itu hutan yang terjaga
dengan baik akan memberikan manfaat berupa ketersediaan sumber-
sumber air pada musim kemarau. Sebaiknya hutan yang gundul akan
menjadi malapetaka bagi penduduk di hulu maupun di hilir. Pada musim
hujan, air hujan yang jatuh di atas lahan yang gundul akan menggerus
tanah yang kemiringannya tinggi. Sebagian besar air hujan akan menjadi
aliran permukaan dan sedikit sekali infiltrasinya. Akibatnya adalah
terjadi tanah longsor dan atau banjir bandang yang membawa kandungan
lumpur.
3. Pengalihan hutan menjadi lahan pertanian
Risiko penebangan hutan untuk dijadikan lahan pertanian sama besarnya
dengan penggundulan hutan. Penurunan debit air sungai dapat terjadi
akibat erosi. Selain akan meningkatnya kandungan zat padat tersuspensi
(suspended solid) dalam air sungai sebagai akibat dari sedimentasi, juga
akan diikuti oleh meningkatnya kesuburan air dengan meningkatnya
kandungan hara dalam air sungai.Kebanyakan kawasan hutan yang
diubah menjadi lahan pertanian mempunyai kemiringan diatas 25%,
sehingga bila tidak memperhatikan faktor konservasi tanah, seperti
pengaturan pola tanam, pembuatan teras dan lain-lain.
4. Intersepsi Adalah proses ketika air hujan jatuh pada permukaan vegetasi
diatas permukaan tanah, tertahan bebereapa saat, untuk diuapkan
kembali(”hilang”) ke atmosfer atau diserap oleh vegetasi yang
bersangkutan. Proses intersepsi terjadi selama berlangsungnya curah
hujan dan setelah hujan berhenti. Setiap kali hujan jatuh di daerah
bervegetasi, ada sebagian air yang tak pernah mencapai permukaan tanah
dan dengan demikian, meskipun intersepsi dianggap bukan faktor penting
dalam penentu faktor debit air, pengelola daerah aliran sungai harus tetap
memperhitungkan besarnya intersepsi karena jumlah air yang hilang
sebagai air intersepsi dapat mempengaruhi neraca air regional.
Penggantian dari satu jenis vegetasi menjadi jenis vegetasi lain yang
berbeda, sebagai contoh, dapat mempengaruhi hasil air di daerah
tersebut.

10
5. Evaporasi dan Transpirasi.
Evaporasi transpirasi juga merupakan salah satu komponen atau
kelompok yang dapat menentukan besar kecilnya debit air di suatu
kawasan DAS, mengapa dikatakan salah satu komponen penentu debit
air, karena melalu kedua proses ini dapat membuat air baru, sebab kedua
proses ini menguapkan air dari per mukan air, tanah dan permukaan
daun, serta cabang tanaman sehingga membentuk uap air di udara dengan
adanya uap air diudara maka akan terjadi hujan, dengan adanya hujan
tadi maka debit air di DAS akan bertambah juga.

2.3 Hutan Di Daerah Berkabut

Hutan yang terletak disepanjang pantai atau daerah pegunungan dapat


menghasilkan kelembaban udara yang lebih besar dibandingkan air yang
hilang sebagai hasil proses transpirasi vegetasi di adaerah tersebut. Hal ini
dikarenakan pada daerah tersebut biasanya di jumpai kabut (fog) dan awan
dalam jumlah yang cukup untuk terjadinya proses kondensasi. Awan atau
kabut yang bersifat gas ini dapat bentuk menjadi zat cair karena proses
kondensasi yang berlangsung diatas permukaan daun vegetasi hutan
tersebut. Meskipun bukan tergolong air hujan, proses kondensasi ini dapat
memberikan masukan air kedalam tanah. Hal ini tidak akan terjadi apabila
keberadaan hutan ditempat tersebut dihilangkan atau dikurangi secara
besar-besaran.

Hutan berkabut di daerah tropis umumnya tumbuh di tanah volkanik


tua atau didaerah gunung yang tinggi, telah memberikan sumbangan air
yang cukup besar ke wilayah DAS daerah tersebut. Hutan berkabut
umunya terpencil letaknya dan tidak menempati daerah yang luas.
Besarnya air yang berasal dari hutan yang berkabut tersebut tergantung
pada kerapatan pohon hutan, luas permukaan daun tempat berlangsungnya
penguapan, dan pendedahan (exposure) pohon ditempat tersebut terhadap
hembusan angin yang berkabut. Hutan berkabut ini menjadi penting
perananya apabila terletak dibagian atas suatu daerah tangkapan air DAS.

11
Oleh karenya perlu dikelola sampai mencapai usia tua untuk kepentingan
keterlanjutan pemasokan air di DAS yang bersangkutan.

2.4. Prakiraan Perubahan Aliran Air

Perubahan aliran air yang disebabkan oleh perubahan vegetasi penutup


tanah pada suatu DAS dapat diperkirakan melalaui :

1. Hubungan perubahan vegetasi penutup tanah dan perubahan air larian


2. Hubungan matematis pengaruh perubahan vegetasi terhadap air larian
3. Analisis neraca air pada keadaan sebelum dan sesudah diadakan
perubahan kondisi vegetasi penutup tanah
4. Model simulasi computer yang telah disesuaikan untuk daerah
penelitian.
2.4.1 Persamaan Matematis
Persamaan matematis seing digunakan untuk memprakirakan
besarnya pengaruh perubahan vegetasi terhadap aliran air. Persamaan
matematis tersebut seringkali merupakan bentuk persamaan regresi
yang yang diperoleh dari hasil penelitian didaerah tertentu, dan
karenanya hanya berlaku uuntuk daerah setempat. Namun demikian,
model matematis ini dapat juga digunakan di tempat lain sepanjang
daerah tersebut memiliki kemiripan dalam hal iklim, tanah, topografi,
dan tipe vegetasi dengn tempat dimana persamaan matematis tersebut
diikembangkan.

2.4.2 Analisis Neraca Air

Pendekatan analisis neraca air dapat digunakan untuk


memprakirakan besarnya aliran air permukaan dalam suatu DAS
dengan kapasitas infiltrasi dan kedalaman tanah yang tinggi. aliran air
tersebut pada umunya dipegaruhi oleh sifat-sifat atau karakteristik
yang berkaitan dengan kapasitas simpan kelembaban tanah. Perubahan
aliran air sebagai hasil perubahan vegetasi penutup tanah dapat
diprakirakan besarnya melalui analisis neraca air dengan
menggunakan indikasi kedalaman akar vegetasiyang berbeda.

12
Neraca air (water balance) merupakan neraca masukan dan
keluaran air disuatu tempat pada periode tertentu, sehingga dapat
untuk mengetahui jumlah air tersebut kelebihan (surplus) ataupun
kekurangan (defisit). Kegunaan mengetahui kondisi air pada surplus
dan defisit dapat mengantisipasi bencana yang kemungkinan terjadi,
serta dapat pula untuk mendayagunakan air sebaik-baiknya.

Kesetimbangan air dalam suatu sistem tanah-tanaman dapat


digambarkan melalui sejumlah proses aliran air yang kejadiannya
berlangsung dalam satuan waktu yang berbeda-beda. Beberapa proses
aliran air dan kisaran waktu kejadiannya yang dinilai penting adalah: 
Hujan atau irigasi (mungkin dengan tambahan aliran permukaan yang
masuk ke petak atau run-on) dan pembagiannya menjadi infiltrasi dan
limpasan permukaan (dan/atau genangan di permukaan) dalam skala
waktu detik sampai menit. Infiltrasi kedalam tanah dan drainasi
(pematusan) dari dalam tanah melalui lapisan- lapisan dalam tanah
dan/atau lewat jalan pintas seperti retakan yang dinamakan by-pass
flow dalam skala waktu menit sampai jam.Drainasi lanjutan dan aliran
bertahap untuk menuju kepada kesetimbangan hidrostatik dalam skala
waktu jam sampai hari.  Pengaliran larutan tanah antara lapisan-
lapisan tanah melalui aliran massa (mass flow) . Penguapan atau
evaporasi dari permukaan tanah dalam skala waktu jam sampai hari.

Penyerapan air oleh tanaman dalam skala waktu jam hingga


hari, tetapi sebagian besar terjadi pada siang hari ketika stomata
terbuka. Kesetimbangan hidrostatik melalui sistem perakaran dalam
skala waktu jam hingga hari, tetapi hampir semua terjadi pada malam
hari pada saat transpirasi nyaris tidak terjadi.  Pengendali hormonal
terhadap transpirasi (memberi tanda terjadinya kekurangan air) dalam
skala waktu jam hingga minggu. Perubahan volume ruangan pori
makro (dan hal lain yang berkaitan) akibat penutupan dan pembukaan
rekahan (retakan) tanah yang mengembang dan mengerut serta
pembentukan dan penghancuran pori makro oleh hewan makro dan

13
akar. Peristiwa ini terjadi dalam skala waktu hari hingga minggu.
Pengaruh utama kejadian adalah terhadap aliran air melalui jalan
pintas (by-pass flow) dan penghambatan proses pencucian unsur hara.

4.5 Hubungan Hutan, Iklim Dan Banjir

Aspek yang paling menonjol dalam kaitanya dengan penelolaan DAS,


terutama hutan, didaerah hulu serta pengaruh yang yang ditimbulkanya
didaerah hilir adalah banjir, pemasokan air (minum, irigasi, industry) dan
transport sedimen. Dalam perkembangan selanjutny isu keberadaan hutan
telah dikaitkan dengan masalah yang berdimensi lebih luas seperti hutan
yang mencegah banjir, hutan mencegah kekeringan, hutan menambah curah
hujan, dan hutan mengalirkan sumber-sumber air yang sebelumnya tidak
ada.

 Hutan dan banjir


Banjir diartikan sebagai aliran atau genangan air yang menimbulkan
kerugian ekonomi atau bahkan menyebabkan kehilangan jiwa.dalam istilah
teknis, bannjir adalah aliran air sungai yang mengalir melampaui kapasitas
tampung sungai, dan dengan demikian aliran air sungai tersebut akan
melewati tebingsungai dan menggenangi daerah sekitarnya.
Menentukan pengaruh gangguan DAS bagian hulu (kerusakan
hutan) terhadap kemungkinan terjadinya banjir didaerah hilir memerlukan
observasi respon DAS bagian hulu terhadap masukan curah hujan. Respon
DAS tersebut dapat digambarkan melalui karakteristik hidrograf aliran. Baik
atau buruknya (dalam kaitanya dengan terjadinya banjir) respon DAS
terhadap curah hujan banyak diitentukan oleh karakteristik DAS yang,
antara lain terdiri atas keadaan topografi, kelembaban dan jenis tanah,
penutupan vegetasi dan ukuran kerapatan drainase DAS. Analisis hubungan
curah hujan-banjir untuk skala DAS dapat dipelajari melalui studi
karakteristik hidrograf aliran dari DAS yang bersangkutan serta
menghubungkanya dengan factor-faktor yang mempenngaruhi karakteristik
hidrograf tersebut. Karakteristik hidrograf yang penting adalah volume
aliran air, debit puncak, dan waktu sampai terjdinya debit puncak tersebut.

14
Bentuk dan ukuran DAS, kemiringan permukan tanah dan
sungai/saluran air dan kerapatan sungai adalah karakteristik DAS yang
relative tidak berubah. Masing-masing karakteristik DAS tersebut, secara
bersam-sama akan mempengaruhi respon DAS untuk keadaan curah hujan
tertentu. sementara sistem tanam dan keadaan tanah adalah komponen DAS
yang bersifat dinamik dan apabila bentuk vegetasi diubah, dalam batas
tertentu, dapat mempengaruhi respon aliran air dalam DAS untuk curah
hujan tertentu.
Pengaruh tata guna lahan dan aktifitas lain terhadap perilaku aliran
air terjadi dengan cara seperti di bawah ini :
1. Pergantian atau konversi vegetasi dengan transpirasi/intersepsi tahunan
tinggi menjadi vegetasi dengan transpirasi/intersepsi rendah dapat
meningkatkan volume aliran air dan mempercepat waktu yang diperlukan
untuk mencapai debit puncak. Mekanisme peningkatan volume aliran air
tersebut terjadi ketika hujan turun, kelembaban tanah awal cenderung
meningkat dan karenanya daya tampung air dalam tanah menjadi
berkurang.
2. Kegiatan yang bersifat memadatkan tanah seperti penggembalaan yang
intensif, pembuatan jalan dan bangunan lainya, dan pembalakan hutan.
Kegiatan-kegiatan tersebut dalam batas tertentu dapat meningkatkan
volume dan waktu berlangsungnya air larian dan dengan demikian
memperbesar debit puncak. Kegiatan yang bersifat memacu laju infiltrasi
diharapkan dapat memberikan pengaruh sebaliknya.
Pengaruh aktifitas tata guna lahan tersebut memberikan akibat pada
voume aliran air dan waktu tercapainya dabit puncak sebagai respon
DAS terhadap curah hujan pada tingkat awal. Sejalan dengan bertambah
besar dan lama waktu hujan, pengaruh kombinasi tanaman-tanah
terhadap aliran air menjadi berkurang. Oleh karenanya, pengaruh
vegetasi hutan terhadap terjadinya banjir adalah kecil untuk curah hujan
besar.
Factor-faktor lain yang juga perlu dipertimbangkan dalam evaluasi
pengaruh gangguan vegetasi penutup tanah terhadap aliran air adalah :

15
1. Luas vegetasi penutup tanah yang terganggu, terutama yang secara
langsung berhubungan dengan proses perubahan intersepsi dan
kelembaban awal tanah.
2. Kapasitas kelembaban tanah dan persyaratan hidrolik serta
kemungkinan adanya lapisan kedap air
3. Mekanisme pembentukan aliran air
4. Karakteristik sistem saluran air dan perubahanya sebagai akibat
perubahan kecepatan air larian dan bentuk cekungan permukaan
bumi.
5. Perubahan sistem saluran air dalam DAS yang dapat
mempenngaruhi waktu konsentrasi aliran air
6. Luas erosi permukaan dan tanah longsor dalam hubunganya dengan
cekungan permukaan tanah dalam DAS atau pada saluran air.
Peranan yang dimainkan hutan dalam kaitanya dengan peristiwa banjir:
1. Keberadaan hutan mempertahankan tanah tetap pada tempatnya.
Erosi yang sering kali terjadi setelah penebangan hutan adalah
penyebab utama adanya kaitan antara hutan dan banjir. Erosi dan
tanah longsor yang menyertai pembuatan jalan hutan dapat
mengakibatkan pendangkalan pada sungai-sungai dii dalam
hutanatau di daerah yang lebih rendah dan dengan demikian dapat
mengakibatkan melimpasnya aliran air aliran air dari sungai-sungai
tersebut.
2. Keberadaan hutan memberikan tambahan kapasitas tampung air.
Karena besarnya evapotranspirasi hutan lebih besar daripada jenis
tataguna lahan lainya.
3. Keberadaan hutan meningkatkan infiltrasi. Gangguan pada
permukaan tanah hutan setelah penebangan hutan dalam bentuk
bercocok tanam yang rridak mengindahkan kaidah konservasi,
pembakaran tumbuhhan bawah yang terus menerus atau
penggemablaan yang berlebih dapat menurunkan laju infiltrasi dan
meningkatkan debit puncak dan besarnya volume air lokal.

16
 Hutan Dan Kekeringan
Beberapa ahli konservasi beranggapan bahwa kita harus melestarikan
hutan, terutama hutan hujan tropis karena pembalakan atau penebangan hutan
hujan tropis yang meluas dapat mengubah daerah tersebut menjadi gurun dan
menciptakan kekeringan (Goodland dan Irwin,. 1975; Salati, et al., 1983).
Benarkah demikian? Memang benar bila pembalakan hutan itu diikuti oleh
pembakaran dan perladangan yang berpindah-pindah secara intensif maka
dapat mengakibatkan tanah kritis.
Meskipun bukti-bukti yang menyakinkan telah dikemukakan oleh Lee
(1980), bahwa penebangan hutan memberikan pengaruh kecil terhadap curah
hujan di daerah yang beriklim sedang (temperate zone). Kesimpulan dari
hidrometeorologi yang cukup kontroversial dilaporkan oleh Salatiet al.
(1983) dari hutan hujan tropis Amazon. Dilaporkan bahwa setengah dari
seluruh curah hujan yang jatuh di daerah Amazon berasal dari
evapotranspirasi vegetasi hutan di daerah itu. Apabila laporan ini benar, maka
penebangan hutan di tempat tersebut akan berdampak pada penurunan jumlah
curah hujan yang dari proses evapotranspirasi vegetasi di daerah yang lebih
ke pedalaman. Dengan kata lain, penebangan hutan yang meluas dan
permanen dapat mengurangi tingkat kelembaban udara, dan selanjutnya dapat
menurunkan jumlah curah hujan di kawasan DAS tersebut.
Dalam menelaah bentuk hubungan kausalitas antara hutan dan curah
hujan ada satu perkecualian yang patut diperhatikan. Pada keadaan fisiografis
tertentu, misalnya, di daerah sepanjang pantai atau daerah pegunungan yang
selalu diselimuti kabut, hutan dapat "menangkap" dan mengembunkan uap air
di tempat tersebut dan mengubahnya menjadi butiran-butiran hujan (Brooks
et al., 1987). Curah hujan yang dikenal dengan istilah "occult" precipitation
ini dapat memberikan tambahan curah hujan yang relatif besar. Penebangan
hutan di daerah berkabut tersebut akan mengurangi terjadinya "occult"
precipitation(curah hujan yang berasal dari proses pengembunan kabut di
permukaan daun atau tajuk vegetasi). Pada kasus ini, konservasi hutan
menjadi ladang pertanian atau bentuk non-hutan lainnya akan menghilangkan
kelembaban udara dari sistem neraca air di tempat tersebut, dan dengan
demikian akan menurunkan jumlah curah hujan lokal.

17
 Hutan Dan Mata Air
Ada anggapan yang kuat diantara ahli konservasi bahwa pembalakan
hutan tropis telah menyebabkan mata air, sumur, dan bahkan aliran sungai
berhenti mengalir, paling tidak selama musim kemarau (Eckholm, 1976).
Ahli konservasi tersebut pada mulanya beranggapan bahwa tegakan hutan
akan meningkatkandebit aliran air sungai dan pada daerah yang tidak
berhutan akan menurunkan debit aliran air. Sehingga hutan dianggap
sebagai‘kantongair' yang dapat menyimpan air selama musim basah dan
melepaskan air pada musim kemarau.
Sementara itu, kebanyakan hasil penelitian menunjukkan bahwa
hubungan vegetasi-evapotranspirasi-aliran airtidak sepertianggapan diatas.
Bosch and Hewlett (1982) menelaah hasil penelitian dari 94 daerah aliran
sungai yang telah terjadi penebangan, Bosch dan Hewlett menyimpulkan
bahwa penebangan hutan akan meningkatkan aliran air untuk periode
tertentu. Setiap pengurangan tegakan hutan berdaun jarum (coniferus) dan
ekaliptus sebesar l0%, akan menghasilkan kenaikan aliran air sebesar 40
mm.Keadaan yang sebaliknya, yaitu penghutanan kembali ataun aktivitas
reboisasi baik buatan atau secara aiam, akan mengurangi aliran air total.
4.6 Pengaruh Hutan Terhadap Erosi Dan Persediaan Air

1. Pengaruh Hutan Terhadap Erosi


Pengaruh vegetasi penutup tanah terhadap erosi adalah : (1) melindungi
permukaan tanah dari permukaan tanah dari tumbukan air hujan (menurunkan
kecepatan terminal dan memperkecil diamater air hujan), (2) menurunkan
kecepatan dan volume air larian, (3) menahan partikel tanah pada tempatnya
melalui sistem perakarannya dan serasah yang dihasilkan, dan (4)
mempertahankan kemantapan kapasitas tanah dalam menyerap air (Arsyad,
2000). Dalam meninjau pengaruh vegetasi terhadap mudah-tidaknya tanah
tererosi, harus dilihat apakah vegetasi penutup tanah tersebut mempunyai
struktur tajuk yang berlapis sehingga dapat menurunkan kecepatan terminal
air hujan dan memperkecil diameter tetesan air hujan. Telah dikemukakan
bahwa yang lebih berperan dalam menurukan besarnya erosi adalah
tumbuhan bawah karena tumbuhan bawah merupakan stratum vegetasi

18
terakhir yang akan menentukan besar-kecilnya erosi. Dengan kata lain,
semakin rendah atau rapat tumbuhan bawah semakin efektif pengaruh
vegetasi dalam melindungi permukaan tanah terhadap ancaman erosi karena
tumbuhan bawah akan menurunkan kecepatan aliran terminal air hujan, dan
dengan demikian, menurunkan besarnya tumbukan tetesan air hujan
kepermukaan tanah. Oleh karenanya, dalam melaksanakan program
konservasi tanah dan air melalui cara vegetatif, sistem pertanaman (tanaman
pertanian) dan pengaturan struktur tegakan (vegetasi hutan) diusahakan agar
tidak terjadi erosi (Arsyad, 2000).
2. Pengaruh Hutan Terhadap Persedian Air
Kegiatan tata guna lahan yang bersifat mengubah bentang lahan dalam suatu
DAS sering kali dapat mempengaruhi hasil air (water yield). Pada batas
tertentu, kegiatan tersebut juga dapat mempengaruhi kondisi kualitas air.
Pengaruh yang sama juga dapat terjadi oleh aktivitas pembalakan hutan
(forest logging) yang saat ini sedang gencar dilakukan oleh negara-negara
tropis, terutama yang masih memiliki hutan yang cukup luas. Pembalakan
hutan, perubahan dari satu jenis vegetasi hutan menjadi jenis vegetasi hutan
yang lainnya, perladangan berpindah, atau perubahan tata guna lahan hutan
menjadi areal pertanian atau padang rumput adalah contoh-contoh kegiatan
yang sering dijumpai pada negara berkembang. Terjadinya perubahan
tataguna lahan dan jenis vegetasi tersebut, dalam skala besar dan bersifat
permanen, dapat mempengaruhi besar-kecilnya hasil air. Meskipun masih
dalam perbedaan pendapat, pembabatan hutan (biasanya mengacu kepada
hutan tropis) secara meluas dikhawatirkan dapat mempengaruhi distribusi dan
pola curah hujan dan perubahan iklim lokal, regional dan bahkan lokal global
(Hariyadi, 1988). Pengelolaan vegetasi, khususnya vegetasi hutan, dapat
mempengaruhi waktu dan penyebaran aliran air. Beberapa pengelola DAS
beranggapan bahwa hutan dapat dipandang sebagai pengatur aliran air
(streamflow regulator), artinya bahwa hutan dapat menyimpan air selama
musim hujan dan melepaskannya pada musim kemarau. Konsenkuensi logis
dari adanya anggapan seperti itu adalah bahwa keberadaan hutan dapat
menghidupkan mata-mata air yang telah lama tidak mengalirkan air,

19
keberadaan hutan dapat mencegah terjadinya banjir besar (flash flood) dan
kemudian menjadi kelihatan logis bahwa hilangnya areal hutan akan
mengakibatkan terjadinya kekeringan atau bahkan mengubah daerah yang
sebelumnya tampak hijau dan subur menjadi daerah seperti padang pasir
(desertification). Anggapan diatas tersebut, pada banyak kasus tidak sesuai
dengan hasil-hasil penelitian hidrologi hutan yang telah banyak dilakukan di
daerah berilklim sedang (temperate zone) maupun didaerah tropis. Oleh
karena itu, lebih didasarkan pada anggapan atau mitos daripada kenyataan,
bahkan di negara yang sudah majupun sekalian. Namun demikian, harus
diakui bahwa adanya anggapan tersebut telah mengilhami meluasnya gerakan
konservasi air dan tanah dibeberapa negara Eropa lainnya ( Hariyadi,1988).

4.7 Aliran Air Lambat (low streamflow)

Aliran air lambat sering menjadi perhatian pengelola DAS karena terjadi
pada waktu keperluan akan air. Aliran air lambat terdapat adanya
kemungkinan terjadinya pengendapan limbah pencemar lingkungan, dengan
demikian aliran air lambat dapat menyebabkan terganggunya kehidupan
organisme air sungai. Dalam mempertimbangkan kemungkinan terjadinya hal
tersebut, usaha pengelolaan sumberdaya air seharusnya ditujukan untuk
meningkatkan aliran air, terutama selama musim kering atau paling tidak
mencegah menurunnya aliran air lambat lebih lanjut. Aliran air seIama musim
kering umumnya berasal dari air tanah, dan oleh karenanya, setiap perubahan
yang terjadi pada perilaku aliran air selama musim kering dapat dianggap
sebagai akibat perubahan karakteristik air tanah.

Di atas telah dikemukakan bahwa risiko yang dapat ditimbulkan oleh


berlangsungnya aliran air lambat tidaklah kecil. Sementara pada saat
bersamaan dirasakan kurangnya upaya para pakar hidrologi untuk
mengembang kanmetode atau teknik yang memadai dan praktis untuk
mengenali karakteristik aliran air lambat. Tidak memadainya
teknikataumetode yang ada dan dapat dimanfaatkan untuk identifikasi
karakteristik aliran air lambat disebabkan terutama karena masih rancunya
pemahaman tentang definisi aliran air lambat.

20
Sebagaimana dikemukakan oleh Pirt dan Douglas (1982) bahwa
karakteristik aliran air lambat dapat dikenali berdasarkan beberapa
kenampakan. Disebutkan bahwa ukuran yang dianjurkan untuk identifikasi
aliran air lambat adalah dengan mendasarkan pada "95
percentexceedenceflow" atau sering dikenal sebagai Q95, yaitu suatu aliranair
yang diplotkan pada posisi 95% pada kurva lama waktu aliran tersebut
atau,secara rata-rata, plot yang tergambar dalam grafik mewakilikurang lebih
147 hari aliran sehingga ada 18 hari yang tidak diikutsertakan.

Oleh karena tidak seperti halnya dengan debit banjir yang berlangsungnya
secara mendadak, aliran air lambat cenderung berlangsung dalam waktu
relatif lama, maka interval waktu aliran harian menjadi kurang memadai
untuk digunakan sebagai pengenal adanya aliran lambat. Dalam hal ini,
periode lama aliran dengan interval 7 atau 10 hari dianggap lebih memadai.
Dalam kaitannya dengan hal ini, British's Institute of Hydrology menekankan
pemakaian persamaan untuk memprakirakan besarnya Q95 (10), yaitu 95oo
aliran yang berlangsung selama 10 hari dijadikan patokan untuk analisis
(Ward dan Robinson, 1990).

Alternatif lain yang dapat dimanfaatkan untuk menentukan aliran air


lambat adalah dengan menggunakan karakteristik frekuensi aliran sebagai
pengganti karakteristik lama waktu aliran. Dalam hal ini, yang digunakan
adalah aliran minimum rata-rata 10 hari dalam kurun waktu satu tahun (mean
annual minimum 10-day flow). Metode lain yang juga dapat digunakan untuk
menentukan aliran lambat dan dianggap memadai adalah teknik yang dikenal
dengan nama "Dry Weather Flow" (DWF). yaitu suatu teknik yang
memanfaatkan aliran air minimum rata- rata 7 hari dalam waktu satu tahun.
Tampaknya periode waktu 7 hari ini merupakan minggu yang paling kering
selamamusim kemarau (Pirt dan Douglas, l982). DiAmerika Serikat, teknik
yang paling umum digunakan untuk memprakirakan aliran air lambat adalah
aliran minimum 7 hari untuk periode berulang 10 tahun atau (Q7, l0).

21
Faktor-faktor Penentu Aliran Lambat

Dalam perspektif yang lebih luas, aliran air lambat ditentukan oleh
keseimbangan antara besarnya presipitasi dan evaporasi. Dengan demikian, ia
peka terhadap periode waktu kemarau yang kering. Peneliti menyadari bahwa
aliran lambat pada dasarnya terdiri dari aliran mantap (base flow) dan aliran
bawah permukaan (subsurface flow), dan dalam hal ini ke dua jenis aliran air
tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor geologi dan jenis tanah. Besarnya
pengaruh faktor geologi dapat dilihat dari kenyataan bahwa debit aliran air
bawah tanah pada struktur geologi berkapur dapat terus bertahan bahkan pada
keadaan kekeringan sekalipun. Sementara, debit aliran air bawah tanah pada
tanah berlempung menjadi sangat lamban.

22
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Dalam kegiatan penatagunaan lahan yang bersifat merubah tipe atau jenis
penutup lahan (Vegetasi) dalam suatu kawasan DAS, perlu dilakukan suatu
tindakan yang dapat membuat suatu kawasan DAS stabil dan tidak adanya
pengurangan/mempengaruhi besar kecilnya hasil air, serta dapat
mempertahan penyebaran dan besarnya curah hujan serta memperkecil
terjadinya perubahan iklim setempat. Kegiatan pengelolaan vegetasi dan
aliran air ini, baru bias dikatakan berpengaruh terhadap besar kecilnya aliran
air, jika pengelolaan vegetasi didaerah hulu sungai tepat dalam pemilihan
jenis vegetasi yang bisa meningkatkan hasil air. Artinya tidak semua vegetasi
hutan dapat menambah debit aliran air, karena ada beberapa vegetasi justru
sebaliknya, malah mengurangi jumlah aliran air tahunannya. Sebab adanya
Evapotranspirasi vegetasi yang besar, sehingga terjadi penyerapan air tanah
yang cukup besar, selain faktor vegetasi ada juga faktor lain seperti; tanah,
iklim dan persen luas DASnya. Pengaruh penebangan hutan terhadap curah
hujan sangat kecil, masih banyak menimbulkan silang pendapat menyangkut
daerah tropis. Menurut tulisan Asdak ini, yang perlu diingat ialah bahwa
pengaruh hutan terhadap curah hujan hanya terjadi bersifat local.Namun
demikian bukan berarti kita boleh menebang kawasan yang berhutan
seenaknya saja, sebelum melakukan penebangan hutan ada hal-hal yang harus
dipertimbnagkan, bukan hanya tentang pengaruh besar kecilnya curah hujan
saja, tapi faktor-faktor lain juga harus di perhatikan misalnya kelangsungan
ekosistem yang ada di suatu kawasan berhutan yang akan di tebang itu,
seperti hutan itu tempat tinggalnya binatang-binatang, burung-burung dan
lain sebagainya.

23
DAFTAR PUSTAKA

Asdak, C. 1995. Hidrologi Dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta:


Gajah Mada University Press.

Asdak,C. 2002. Hidrologi Dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gajah Mada
University Press, Yogyakarta

http://diangeologist.blogspot.com/2016/11/pengelolaan-vegetasi-dan-hasil-
air.html

https://forestryinformation.wordpress.com/2012/06/05/pengelolaan-vegetasi-dan-
hasil-air/
http://dtkgeo.blogspot.com/2009/04/pengelolaan-vegetasi-dan-hasil-air-pada.html
https://andrendre.wordpress.com/2013/03/18/debit-aliran/

http://farensapetanisukses1.blogspot.com/2012/03/neraca-air.html

http://ejurnal.bppt.go.id/index.php/JSTMC/article/do

24

Anda mungkin juga menyukai