Anda di halaman 1dari 27

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu kawasan yang dibatasi oleh

pemisah topografis yang menampung, menyimpan dan mengalirkan air hujan

yang jatuh di atasnya ke sungai yang akhirnya bermuara ke danau atau ke laut

(Nilda, 2014). Saat ini fungsi DAS mulai menurun, dikarenakan terdapat berbagai

masalah pada pengelolaan DAS seperti perubahan alih fungsi hutan,

pendangkalan aliran sungai, longsor, dan erosi memberikan dampak perubahan ke

arah lahan kritis. Menurut Asdak (2004) pengelolaan DAS merupakan upaya

manusia dalam mengendalikan hubungan timbal balik antara sumber daya alam

dengan manusia di dalam DAS dan segala aktivitasnya dengan tujuan membina

kelestarian dan keserasian ekosistem serta meningkatkan kemanfaatan sumber

daya alam bagi manusia secara berkelanjutan.

Sungai Tulis merupakan salah satu sungai besar yang menjadi batas antara

Kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten Wonosobo. Beberapa penggunaan lahan

yang ada di Sub DAS Tulis yaitu pemukiman, sawah, tegalan, hutan, kebun

campur, perkebunan, dan perikanan. Sub DAS Tulis mempunyai luas wilayah

sekitar 15.037,889 ha dengan fisiografi lahan didominasi oleh bentuk lahan

bergelombang (8%-15%) sampai sangat curam (>40%), curah hujan rata-rata

3143,3 mm/tahun dan jumlah hari hujan ± 180 hari, memungkinkan terjadinya

tingkat erosi sangat tinggi.

1
Sesuai dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.61 /Menhut-II/2014

mengenai Monitoring dan Evaluasi Pengelolaan DAS, monitoring berbagai

indikator kinerja DAS yang meliputi komponen biofisik, hidrologis, sosial

ekonomi, investasi bangunan dan pemanfaatan ruang wilayah DAS merupakan

upaya mengumpulkan dan menghimpun data dan informasi yang dibutuhkan

untuk tujuan evaluasi kinerja pengelolaan DAS. Berdasarkan hal tersebut maka

perlu dilakukan penilaian atas kinerja Sub DAS Tulis yang telah dilakukan.

Kriteria yang digunakan dalam monitoring dan evaluasi kinerja Sub DAS Tulis

adalah penggunaan lahan. Indikator yang digunakan pada yaitu Indeks Penutupan

Lahan (IPL) dan Kesesuaian Penggunaan Lahan (KPL).

B. Tujuan

Tujuan dilakukannya praktikum ini adalah untuk mengetahui kinerja Sub

DAS Tulis berdasarkan penggunaan lahan.

2
II. TINJAUAN PUSTAKA

Definisi Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disebut DAS menurut

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2012 adalah suatu

wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak

sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang

berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat

merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan

yang masih terpengaruh aktivitas daratan. Asdak (2010) berpendapat bahwa DAS

adalah suatu wilayah daratan yang secara topografik dibatasi punggung-punggung

gunung yang menampung dan menyimpan air hujan untuk kemudian

menyalurkannya ke laut melalui sungai utama.

Menurut Asdak (2010) DAS dibagi menjadi 3 (tiga) bagian yaitu bagian

hulu, bagian tengah, dan bagian hilir. Ciri-ciri pada setiap bagian DAS dapat

dijelaskan sebagai berikut:

1. Bagian Hulu

a. Merupakan daerah konservasi.

b. Mempunyai kerapatan drainase lebih tinggi.

c. Merupakan daerah dengan kemiringan lereng besar (lebih besar dari

20%).

d. Bukan merupakan daerah banjir.

e. Pengaturan air ditentukan oleh pola drainase.

2. Bagian Tengah

3
Daerah Aliran Sungai bagian tengah merupakan daerah transisi dari

kedua karakteristik biogeofisik DAS yang berbeda tersebut di atas.

3. Bagian Hilir

a. Merupakan daerah pemanfaatan.

b. Kerapatan drainase lebih kecil.

c. Merupakan daerah dengan kemiringan lereng kecil sampai sangat

kecil (kurang dari 10%).

d. Pada beberapa tempat merupakan daerah banjir (genangan).

e. Pengaturan pemakaian air ditentukan oleh bangunan irigasi.

DAS yang sehat dapat menyediakan unsur hara bagi tumbuhan, sumber

makanan bagi manusia dan hewan, air minum yang sehat bagi manusia dan

makhluk lainnya, serta empat berbagai aktivitas lainnya. Manusia hidup di bumi

akan selalu dipengaruhi baik secara positif dan negatif oleh adanya interaksi dari

sumber daya air dengan sumber daya alam lainnya. Dampak dari interaksi

sumberdaya tersebut tidak terbatas pada batasan politik saja. Sebagai contoh yang

nyata adalah air. Air yang mengalir dalam kapasitas yang sangat besar akan

mengakibatkan terjadinya banjir. aliran air yang besar akan mengalir dari

permukaan yang tinggi ke permukaan yang lebih rendah tanpa memperdulikan

batas-batas administrasi. Dari sinilah diperlukan suatu pengelolaan DAS (Agus

dan Widianto, 2004).

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2012,

pengelolaan DAS adalah upaya manusia dalam mengatur hubungan timbal balik

antara sumberdaya alam dengan manusia di dalam DAS dan segala aktivitasnya,

4
agar terwujud kelestarian dan keserasian ekosistem serta meningkatnya

kemanfaatan sumberdaya alam bagi manusia secara berkelanjutan. Pada dasarnya

pengelolaan DAS merupakan upaya manusia untuk mengendalikan hubungan

timbal balik antara sumber daya alam dengan manusia dan keserasian ekosistem

serta meningkatkan kemanfaatan sumber daya alam bagi manusia secara

berkelanjutan (Departemen Kehutanan, 2000).

DAS sebagai suatu sistem hidrologi meliputi jasad hidup, lingkungan fisik

dan kimia yang berinteraksi secara dinamik dan di dalamnya terjadi keseimbangan

dinamik antara energi dan material yang masuk dengan energi dan material yang

keluar. Energi matahari, iklim di atas DAS dan unsur-unsur endogenik di bawah

permukaan DAS merupakan masukan, sedangkan air dan sedimen yang keluar

dari muara DAS serta air yang kembali ke udara melalui evapotranspirasi adalah

keluaran DAS. Konsep dasar yang digunakan dalam setiap hidrologi adalah Daur

Hidrologi. Konsep Daur Hidrologi merupakan titik awal pengetahuan mengenai

hidrologi (Galleguillos et al., 2011).

Ahli hidrologi banyak yang menaruh perhatian terhadap perolehan debit dan

curah hujan. Semakin besar curah hujan yang jatuh di sungai atau sekitar aliran

sungai, debit sungai akan semakin besar. Debit adalah volume aliran yang terjadi

di suatu sungai pada periode waktu tertentu. Bila terjadi hujan yang sangat lebat,

debit akan sangat tinggi melampaui kapasitas aliran sungai atau kapasitas

tampung bendung, sehingga dapat menimbulkan banjir di sungai dan DAS. Pada

suatu sungai besarnya debit aliran susah untuk di ukur, biasanya angka yang

menjadi patokan sebagai pemantau adalah tinggi muka air. Nilai tinggi muka air

5
kemudian digunakan menduga besarnya debit yang terjadi pada sungai atau DAS.

Hubungan antara tinggi muka air dan debit ditentukan oleh ciri-ciri fisik dari

aliran disebelah hilir alat ukur. Semakin besar debit aliran, muka air juga akan

semakin tinggi. Besarnya debit air sungai selain dipengaruhi oleh limpasan

permukaan juga dipengaruhi aliran bawah permukaan dan air tanah (Hwan et al.,

2013).

Lahan adalah suatu wilayah daratan yang ciri-cirinya merangkum semua

tanda pengenal biosfer, atmosfer, tanah, geologi, timbulan (relief), hidrologi,

populasi tumbuhan dan hewan serta hasil kegiatan manusia masa lampau dan

masa kini yang bersifat mantap dan mendaur (PP No. 150 tahun 2000). Sedangkan

menurut Widyaningsih (2008) lahan (land) didefinisikan sebagai bagian dari

bentang alam yang mencakup pengertian lingkungan fisik termasuk iklim,

topografi/relief, hidrologi termasuk keadaan vegetasi alami yang semuanya

potensial akan berpengaruh terhadap penggunaan lahan. Wahyunto et al. (2001)

berpendapat bahwa perubahan tata guna lahan adalah berubahnya penggunaan

lahan dari satu sisi penggunaan ke penggunaan yang lain diikuti dengan

berkurangnya tipe penggunaan lahan yang lain dari suatu waktu ke waktu

berikutnya atau berubahnya fungsi lahan suatu daerah pada kurun waktu yang

berbeda.

Perubahan fungsi tutupan lahan dari kawasan konservasi (lahan hijau)

menjadi kawasan terbangun (permukiman) akan memperberat tekanan terhadap

kondisi lingkungan antara lain pengaruhi besarnya laju erosi dan sedimentasi di

wilayah hulu, menimbulkan banjir dan genangan diwilayah hilir, serta tanah

6
longsor dan kekeringan. Pergeseran fungsi lahan di kawasan pinggiran, dari lahan

pertanian dan tegalan atau kawasan hutan yang juga berfungsi sebagai daerah

resapan air, berubah menjadi kawasan perumahan, industri dan kegiatan usaha

non pertanian lainnya, berdampak pada ekosistem alami setempat. Fenomena ini

memberi konsekuensi logis terjadinya penurunan jumlah dan mutu lingkungan,

baik kualitas maupun kuantitasnya, yaitu menurunnya sumberdaya alam seperti,

tanah dan keanekaragaman hayati serta adanya perubahan siklus hidrologi dan

keanekaragaman hayati. Perubahan siklus hidrologi adalah terjadinya perubahan

perilaku dan fungsi air permukaan, yaitu menurunnya aliran dasar (base flow) dan

meningkatnya aliran permukaan (surface run off), yang menyebabkan terjadinya

ketidakseimbangan hidrologis dan terjadinya banjir dan genangan di daerah hilir.

Perubahan fungsi lahan dalam suatu DAS juga dapat menyebabkan peningkatan

erosi, yang mengakibatkan pendangkalan dan penyempitan sungai atau saluran air

(Suripin, 2003).

Penggunaan lahan adalah hasil usaha manusia dalam mengelola sumber

daya yang tersedia untuk memenuhi berbagai kebutuhannya. Menurut

Soeryanegara (2003) terdapat tiga aspek kepentingan pokok di dalam penggunaan

sumber daya lahan, yaitu 1) lahan diperlukan manusia untuk tempat tinggal,

tempat bercocok tanam, memelihara ternak, memelihara ikan dan lainnya, (2)

lahan mendukung kehidupan berbagai jenis vegetasi dan satwa, dan (3) lahan

mengandung bahan tambang yang bermanfaat bagi manusia. Pada pengelolaan

lahan sering terjadi adanya benturan kepentingan antara pihak-pihak pengguna

lahan atau sektor-sektor pembangunan yang memerlukan lahan. Hal ini seringkali

7
mengakibatkan penggunaan lahan kurang sesuai dengan kapabilitasnya. Beberapa

faktor yang mempengaruhi kapabilitas lahan adalah : (1) jenis tanah dan

kesuburannya, (2) keadaan lapangan, relief, topografi, dan ketinggian tempat, (3)

aksesbilitas, (4) kemampuan dan kesesuaian tanah dan (5) besarnya tekanan

penduduk.

Tipe penggunaan lahan secara umum meliputi pemukiman, kawasan

budidaya pertanian, padang penggembalaan, kawasan rekreasi dan lainnya. Badan

Pertanahan Nasional mengelompokkan jenis penggunaan lahan sebagai berikut :

(1) pemukiman, berupa kombinasi antara jalan, bangunan, tegalan/pekarangan,

dan bangunan itu sendiri (kampung dan emplasemen); (2) kebun, meliputi kebun

campuran dan kebun sayuran merupakan daerah yang ditumbuhi vegetasi tahunan

satu jenis maupun campuran, baik dengan pola acak maupun teratur sebagai

pembatas tegalan; (3) tegalan merupakan daerah yang ditanami umumnya

tanaman semusim, namun pada sebagian lahan tak ditanami dimana vegetasi yang

umum dijumpai adalah padi gogo,singkong, jagung, kentang, kedelai dan kacang

tanah; (4) sawah merupakan daerah pertanian yang ditanami padi sebagai tanaman

utama dengan rotasi tertentu yang biasanya diairi sejak penanaman hingga

beberapa hari sebelum panen; (5) hutan merupakan wilayah yang ditutupi oleh

vegetasi pepohonan, baik alami maupun dikelola manusia dengan tajuk yang

rimbun, besar serta lebat; (6) lahan terbuka, merupakan daerah yang tidak terdapat

vegetasi maupun penggunaan lain akibat aktivitas manusia; (7) semak belukar

adalah daerah yang ditutupi oleh pohon baik alami maupun yang dikelola dengan

tajuk yang relatif kurang rimbun (Widyaningsih, 2008).

8
Berdasarkan buku Pedoman Monev (Ditjen RLPS, 2009), Indeks Penutup

Lahan (IPL) DAS dihitung berdasarkan luas lahan bervegetasi permanen sebagai

berikut:

LVP
IPL = x100%
Luas DAS

Keterangan :

LVP (ha) = Luas lahan bervegetasi permanen (Land area of permanent

vegetation)

Luas DAS (ha) = Luas DAS mikro/Sub-DAS/ DAS yang dimonev (Area of mikro

Watershed/SubWatershed/Watershed)

Indikator Kemampuan Penggunaan Lahan (IKPL) dinilai berdasarkan ada

tidaknya penerapan konservasi tanah, besarnya erosi, kharakteristik tanah, curah

hujan dan kelerengan (Priyono et al., 1999). Selanjutnya, IKPL untuk seluruh sub-

DAS dihitung sebagai berikut:

LPS
KPL = x100%
Luas D AS

Keterangan :

LPS (ha) = luas penggunaan lahan yang sesuai di DAS/Sub-DAS (The suitable

land use area in a watershed/sub-watershed)

Luas DAS (The area of watershed) (Ha) = luas DAS/Sub-DAS yang di monev

(The area of a watershed/sub-watershed that is monitored and evaluated).

9
II. METODE PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan

Alat yang dibutuhkan adalah laptop dan kalkulator dan bahan yang

dibutuhkan adalah skripsi.

B. Prosedur Kerja

1. Skripsi dibaca dan dianalisis data yang tersedia dan bandingkan dari literatur.

2. Data yang telah dianalisis diketik di laptop dan dibuat kesimpulannya.

10
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabel 1. Penggunaan lahan Sub DAS Tulis


No Penggunaan Lahan Luas (ha) (%)
1 Sawah Tadah Hujan 1.364,268 9,07
2 Belukar/Semak 1.570,025 10,44
3 Pemukiman 750,411 4,99
4 Kebun Campur 3.014,114 20,04
5 Hutan 1.055,961 7,02
6 Tegalan 7.134,909 47,45
7 Rawa 5,888 0,04
8 Air Tawar 60,766 0,41
9 Gedung 10,820 0,07
10 Rumput/Lahan Kosong 67,008 0,45
11 Sawah irigasi 3,719 0,02
Total 15.037,889 100,00
1. Menghitung Indeks Penutupan Lahan (IPL)

LVP
IPL = x 100%
Luas DAS

Luas lahan bervegetasi permanen


= x 100%
Luas DAS

Semak Belukar + Hutan


= x 100%
Luas DAS

1.570,025+1.055,961
= x 100% = 17,46%
15.037,889

2. Menghitung Kesesuaian Penggunaan Lahan

LPS
KPL = x 100%
Luas DAS

Luas Penggunaan Lahan Yang Sesuai di DAS


= x 100%
Luas DAS

15.037,889
= x 100%
15.037,889

11
= 1%

B. Pembahasan

Sub DAS tulis merupakan bagian dari DAS Serayu Bagian Hulu, dimana

Sungai Tulis merupakan batas antara kabupaten Banjarnegara dan kabupaten

Wonosobo. Secara astronomis Sub DAS Tulis terletak antara 109° 44’ 55” BT -

109° 55’ 04” BT dan 07° 10’ 36” LS dan 07° 23’ 24” LS. Berdasarkan analisis

spasial yang dilakukan oleh Palupi (2011) dengan menggunakan program Arc

View 3.2, luas wilayah Sub DAS Tulis 15.037,889 ha. Wilayah Sub DAS Tulis

meliputi Kabupaten Banjarnegara (Kecamatan Batur, Kecamatan Pagentan,

Kecamatan Madukara) dan Kabupaten Wonosobo (Kecamatan Kejajar,

Kecamatan Watumalang, Kecamatan Sukoharjo). Secara geografis batas wilayah

Sub DAS Tulis adalah sebagai berikut :

Sebelah Utara : Sub DAS Progo Hulu

Sebelah Timur : Sub DAS Serayu Hulu

Sebelah Selatan : Sub DAS Serayu Hulu

Sebelah Barat : Sub DAS Merawu

Berdasarkan topografinya Sub DAS Tulis berupa daerah yang

bergelombang sampai sangat curam, dengan tingkat kelerengan 8 sampai > 40

persen, dengan ketinggian antara 600-2.100 m dpl (Kab. Wonosobo dan Kab.

Banjarnegara, 2010). Jenis tanah yang terdapat di wilayah Sub DAS Tulis terdiri

atas grumosol seluas 1.513,283 ha (10,06%), latosol seluas 3.813,218 ha

12
(25,36%), andosol seluas 9.200,064 ha (61,18%) dan alluvial seluas 511,323

(3,4%).

13
Gambar 1. Peta Lokasi Sub DAS Tulis

14
Gambar 2. Peta Areal Sub DAS Tulis

15
Gambar 3. Peta Kelas Lereng Sub DAS Tulis

16
Gambar 4. Peta Jenis Tanah Sub DAS Tulis

17
Hasil Analisis dari Dinas Pengairan dan ESDM (1990-1999) curah hujan di

Sub DAS Tulis berkisar 2.879 mm/tahun hingga 3.360 mm/tahun dan jumlah hari

hujan antara 174,5 hari/tahun hingga 190,3 hari/tahun dengan curah hujan rata-

rata sebesar 3.143,3 mm/tahun dan jumlah curah hujan rata-rata harian 180,6

hari/tahun. Klasifikasi iklim Sub DAS Tulis menurut Smidt-Ferguson termasuk

dalam iklim B yang memiliki 3 bulan kering (<60 mm) dan 9 bulan basah (>100

mm). Sedangkan berdasarkan klasifikasi menurut Oldeman Sub DAS Tulis

termasuk dalam zona iklim B dengan jumlah bulan basah 7 bulan ( ≥ 200 mm),

jumlah bulan kering 3 bulan ( ≤ 100 mm), dan bulan lembab 2 bulan (100-200

mm).

Penggunaan lahan yang ada di Sub DAS Tulis (Gambar 5) diantaranya

pemukiman, kebun campur, hutan, sawah, dan tegalan. Sebagian besar warga

sekitar Sub DAS Tulis mencari penghidupan dengan cara memanfaatkan lahan,

seperti berkebun, berladang, dan mengambil hasil-hasil hutan. Aktivitas tersebut

dapat memberikan dampak positif bagi aliran sungai yang ada dibawahnya.

Penggunaan paling luas di daerah Sub DAS Tulis yaitu Tegalan. Tegalan

dinominasi oleh tanaman jagung dan sayur-sayuran, kemudian kebun campur

didominasi oleh tanaman salak, hutan didominasi oleh tanaman pinus. Sawah

didominasi oleh tanaman padi, sebagian besar termasuk sawah tadah hujan,

bahkan sawah irigasi mempunyai luasan paling kecil dari keseluruhan luas

wilayah Sub DAS Tulis. Luas masing-masing penggunaan lahan yang ada di Sub

DAS Tulis tersaji pada Tabel 1.

18
Gambar 1.5 Peta Penggunaan Lahan Sub DAS Tulis

19
Menurut Arsyad (1989) aktivitas pemanfaatan dapat mengubah kondisi

permukaan tanah, yang biasanya dikonsentrasikan di daerah hulu dan tengah suatu

DAS. Erosi tanah yang terjadi akan membawa dampak negatif maupun positif

bagi daerah hilir maupun hulu. Sedimen yang dihasilkan oleh proses erosi akan

terbawa oleh aliran permukaan yang kemudian diendapkan pada suatu tempat

yang kecepatan airnya melambat. Aliran permukaan dipengaruhi oleh kemiringan

lahan, morfometri DAS, topografi, geologi, dan tataguna lahan. Semakin besar

ukuran DAS, semakin besar air larian dan volume air larian, tetapi laju maupun

volume air larian per satuan wilayah dalam DAS turun. Laju aliran dipengaruhi

oleh kemiringan lahan, semakin besar kemiringan lahan suatu DAS, maka

semakin cepat laju air larian. Air larian/aliran permukaan merupakan awal dari

terjadinya debit aliran. Air hujan yang tidak dapat terserap ke dalam tanah dan

tanaman karena kondisi tertentu akan menjadi aliran permukaan yang kemudian

menjadi debit aliran pada sungai. Debit yang terjadi pada sungai berpengaruh

terhadap besarnya kandungan sedimen yang ada di sungai.

Aktivitas pemanfaatan lahan dapat mengubah kondisi permukaan tanah,

yang biasanya dikonsentrasikan di daerah hulu dan tengah suatu DAS.

Pemanfaatan lahan tersebut dapat meningkatkan jumlah mineral-mineral dan

komponen-komponen (organik dan non organik) lain terangkut masuk ke sungai

menimbulkan dampak yang signifikan terhadap keseimbangan ion-ion yang ada

dalam suatu DAS. Berdasarkan variasi penggunaan lahan Sub DAS Tulis, Palupi

(2011) menguji pengaruh terhadap besarnya sedimen, dan besarnya debit aliran.

20
Hasil analisis data yang dilakukan oleh Palupi (2011) menunjukan bahwa

penggunaan lahan memberikan pengaruh terhadap besarnya sedimentasi dan

besarnya debit yang terjadi pada Sub DAS Tulis. Menurut Rahim (2003)

penggunaan lahan merupakan salah satu faktor terjadinya erosi. Vegetasi pada

dasarnya mampu mempengaruhi erosi dan debit aliran karena adanya (1)

intersepsi air hujan oleh tajuk dan absorb energi air hujan, sehingga memperkecil

erosivitas; (2) pengaruh terhadap limpasan permukaan; (3) peningkatan aktivitas

biologi dalam tanah; dan (4) peningkatan kecepatan kehilangan air karena

transpirasi.

Hasil pengukuran sedimentasi dari daerah kajian paling besar secara

berturut-turut terjadi pada penggunaan lahan sawah, hutan, tegalan, kebun

campur, dan pemukiman. Pengukuran pada debit secara berturut-turut yaitu

sawah, hutan, kebun campur, pemukiman, tegalan. Menurut Rahim (2003) secara

karakteristik penggunaan lahan dapat dibedakan dilihat dari tanaman yang

menutupi lahan. Hal ini dipengaruhi karena vegetasi yang berbeda-beda

tergantung pada jenis tanaman perakaran, tinggi tanaman, tajuk, dan tingkat

pertumbuhan serta musim. Pengaruh musim erat hubungannya dengan

pengelolaan lahan atau tanaman.

Sawah merupakan lahan yang ditanami oleh tanaman semusim. Tanaman

ini pada umumnya tidak memiliki perakaran yang kuat, tanamannya pendek, tajuk

tidak lebar, dan dibudidayakan hanya pada musim tertentu. Jenis tanaman yang

ditanam pada lahan sawah adalah padi. Padi tidak memilki perakaran yang kuat,

sehingga tidak dapat mengikat tanah dengan kuat. Hal ini menunjukan bahwa

21
pada lahan sawah sangat berpotensi terjadinya erosi dan mudah meloloskan air

menjadi aliran permukaan yang pada akhirnya akan menjadi debit aliran.

Hutan merupakan tanaman tahunan yang sengaja dibudidayakan oleh

manusia dan yang tumbuh secara alami. Tanaman tahunan pada umumnya sangat

baik untuk menahan erosi, tetapi pada jenis tumbuhan tertentu juga berpotensi

menimbulkan erosi. Tanaman hutan yang ada pada Sub DAS Tulis yaitu pinus.

Pinus memiliki tajuk daun yang runcing, sehingga air hujan langsung mengenai

permukaan tanah, hal ini sangat berpotensi terjadinya erosi. Erosi juga

dipengaruhi oleh jenis tanah dan kelerengan. Meskipun akar tanaman pinus

merupakan akar yang kuat, dan seharusnya tidak menimbulkan potensi erosi,

tetapi jenis tanah dan kelerengan tidak mendukung untuk pengikatan tanah secara

kuat. Tanah yang ditanami pohon pinus merupakan jenis latosol dengan

kelerengan 15% - 25%.

Tegalan merupakan lahan kering yang biasanya ditanami oleh tanaman

sayuran (tanaman semusim). Tegalan daerah kajian berjenis tanah andosol dan

memiliki kelerengan 15% - 25%. Keadaan ini mengakibatkan terjadinya erosi,

dikarenakan lahan tegalan ini termasuk lahan kering, yang apabila terjadi hujan

akan langsung mengenai permukaan tanah. Lahan kering memiliki sifat mudah

meloloskan air. Tanah tidak mampu menahan air hujan, sehingga terjadi infiltrasi

rendah yang menyebabkan terjadinya aliran permukaan besar. Tanaman semusim

yang ditanam adalah tanaman jagung dan tanaman sayuran, seperti kentang.

Tanaman tersebut sangat mudah meloloskan tanah, karena memiliki perakaran

yang tidak kuat.

22
Kebun campur merupakan pertanaman tanaman tahunan yang diusahakan

oleh penduduk dengan luasan yang tidak begitu besar. Penggunaan lahan kebun

campur didominasi oleh tanaman kalba, pisang, salak, dan sengon. Tanaman

tersebut sebagian memiliki sistem perakaran yang kuat dan sebagian lagi tidak

memilki sistem perakaran yang kuat. Hal ini menyebabkan besarnya kandungan

sedimen yang terjadi tidak begitu besar dibandingkan dengan sawah dan tegalan.

Tanaman perdu yang tumbuh juga membantu dalam menekan terjadinya erosi

karena dapat menahan air. Jenis tanahnya yaitu andosol dan memiliki kelerengan

sebesar 15% - 25%.

Pemukiman merupakan lahan terbangun. Disini lahan kosong sangat

jarang. Lahan yang ada sudah terbangun oleh material-material yang menutupi

tanah, seperti paving, plester (lapisan beton), bangunan rumah, dan lain-lain,

sehingga air hujan tidak langsung mengenai permukaan tanah, dengan begitu

terjadinya sedimentasi dapat diminimalisir, tetapi keadaan ini seperti tidak baik.

Air hujan yang jatuh di daerah pemukiman tidak dapat masuk ke tanah (infiltrasi

sangat rendah), sehingga sebagian besar menjadi aliran permukaan.

Berdasarkan parameter dan standar evaluasi kinerja DAS, Sub DAS Tulis

termasuk dalam kategori jelek, yaitu kurang dari 30%. Menurut Menteri

Kehutanan (2001), standar evaluasi kinerja DAS, yaitu

Tabel 2. Standar Evaluasi Parameter


Kategori
Parameter Baik sedang Jelek
No.
Penetuan Nilai skor Nilai skor Nilai skor
1. IPL >75% 1 30-75% 3 <30% 5
2. KPL >75% 1 40-75% 3 <40% 5
3. IE <50% 1 50-100% 3 >100% 5
4. KRS <50% 1 50-120% 3 >120% 5

23
V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil evaluasi kinerja DAS, Sub DAS Tulis memiliki kinerja

yang jelek, karena perhitungan Indeks Penutupan Lahan (IPL) sebesar 17,46%

dan perhitungan Kesesuaian Penggunaan Lahan (KPL) sebesar 1% atau kurang

dari 30%.

B. Saran

Praktikum Perencanaan Pertanian Konservasi dan Pengelolaan Daerah

Aliran Sungai perlu direalisasikan agar mahasiswa dapat lebih mengerti tentang

pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS).

24
DAFTAR PUSTAKA

Agus, F., dan Widianto. 2004. Konservasi Tanah Pertanian Lahan Kering. World
Agroforestry Centre ICRAF. Bogor.

Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Penerbit IPB. Bogor.

Asdak, C. 2004. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.

_______. 2010. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.

Departemen Kehutanan. 2000. Statistik Kehutanan Indonesia. Departemen


Kehutanan Republik Indonesia. Jakarta.

Ditjen Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial. 2009. Pedoman monitoring dan
evaluasi DAS. DRLPS Press. Jakarta.

Galleguillos et al. 2011. Comparison of two temparature differencing methods to


estimate daily evapotranspiration over a mediteranean vineyard
watershed from ASTER data.

Keputusan Menteri Kehutanan. 2001. Pedoman Penyelenggaraan Pengelolaan


Daerah Aliran Sungai. Kementerian Kehutanan. Jakarta.

Nilda. 2014. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan dan Dampaknya terhadap


Hasil Air di Daerah Aliran Sungai Cisadane Hulu. TESIS. Prodi
Magister Ilmu Lingkungan. Denpasar.

Palupi, T. 2011. Kajian Sedimen Terlarut dan Material Nutrien (N dan P) di Sub
DAS Tulis Provinsi Jawa Tengah. SKRIPSI. Universitas Jenderal
Soedirman. Purwokerto.

Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia. 2000. Monitoring dan Evaluasi


Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Kementerian Kehutanan. Jakarta.

Priyono, C.N.S, Mastur dan S. Donie. 1999. Pengelolaan DAS dalam Kaitannya
dengan Otonomi Daerah. Surakarta.

Rahim, S.E. 2003. Pengendalian Erosi Tanah dalam Rangka Pelestarian


Lingkungan Hidup. Penerbit Bumi Aksara. Jakarta.

25
Soerianegara. I., 2003. The Primary Productivity of Selected Forest Indonesia.
Rimba Indon, 10 (4) : 246-256.

Suripin. 2003. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Penerbit Andi.
Yogyakarta.

Wahyunto. 2001. Studi Perubahan Lahan di Sub Das Citarik, Jawa Barat dan
Kali Garang Jawa Tengah. Prosiding Seminar Nasional Multif.

Widyaningsih, I. 2008. Pengaruh Perubahan Tata Guna Lahan di Sub DAS


Keduang ditinjau dari aspek Hidrologi. Universitas Sebelas Maret.
Surakarta.

26
BIODATA

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 6 Oktober 1997


sebagai anak ke-2 dari 4 bersaudara dari pasangan Bapak
H. Mardiyo, S.IP dan Ibu Sukirah. Saat ini penulis
bertempat tinggal di Jl. Pangkalan Jati VII RT 005 RW 009
No.28 Kelurahan Cipinang Melayu Kecamatan Makasar
Jakata Timur 13620 dengan nomor telepon 082295453883
dan e-mail wijidwilestari@gmail.com .Penulis memulai pendidikan tingkat dasar
di SDN Jatiwaringin IX lulus tahun 2009, kemudian melanjutkan ke jenjang
tingkat menengah pertama di SMPN 51 Jakarta Timur lulus tahun 2012. Jenjang
pendidikan menengah lulus tahun 2015 di SMAN 44 Jakarta Timur sebelum
melanjutkan ke Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas
Jenderal Soedirman, melalui program Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru di
tahun yang sama. Selama penulis menempuh studi, penulis masih aktif menjadi
pengurus gamais faperta unsoed departemen humas dan media, dan pengurus
himagrotek unsoed departemen kewirausahaan.

27

Anda mungkin juga menyukai