Anda di halaman 1dari 18

UJIAN AKHIR SEMESTER

MK. MANAJEMEN DAS (SEMESTER GENAP TAHUN


2018/2019)
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS JAMBI

DOSEN: DR. IR. H. ASWANDI, M.SI

Soal-Soal:

1. Pendekatan analisis sistem menjadi syarat utama untuk analisis


Manajemen DAS, sehingga konsep pengelolaannya harus berbasis:
one watershed, one plan, dan one management, jelaskan maksudnya
dan kenapa seperti itu.

One watershed, one plan, one management merupakan suatu konsep


pengelolaan sumber daya air di Indonesia. Konsep tersebut dicetuskan oleh Emil
Salim pada tahun 1970 an. One Watershed, one plan, one management digunakan
dalam perencanaan DAS Brantas.
Konsep One watershed, one plan, one management mengartikan bahwa DAS
merupakan satu kesatuan fungsional yang terdiri dari daerah hulu-tengah-hilir dan
tidak bisa ditangani seepenggal-penggal. Sehingga harus diadakan suatu
keserasian perencanaan pembangunan maupun pengelolaan dalam satu aliran
DAS. Perencanaan pembangunan yang dimaksud di sini adalah suatu perencanaan
yang terpadu dan berkelanjutan.
Terpadu yaitu terdapatnya keserasian atar lembaga dan stake-holders.
sehingga dengan adanya keserasian dan keterpaduan tersebut peraturan yang ada
akan ikut selaras dan harmonis antara daerah hulu sampai daerah hilir. Kemudian
keterpaduan yang ada diharapkan juga mencakup sumber daya yang terlibat
sehingga dapat mengurangi atau bahkan meniadakan konflik antar sektor
kegiatan. Sementara yang dimaksud berkelanjutan adalah perencanaan atau
pengelolaan yang dilakukan memiliki prinsip berwawasan lingkungan yaitu
kegiatan yang diadakan dapat mendukung kelestarian sumber daya yang
digunakan dalam hal ini pengembangan Sumber Daya Air harus sinkron dengan
upaya konservasi.
Prinsip dasar dari DAS sebagai bio-region adalah adanya keterkaitan berbagai
komponen dalam DAS secara spasial (ruang), fungsional, dan temporal (waktu).
Perubahan salah satu salah satu bagian dari bio-region akan mempengaruhi bagian
lainnya, sehingga dampak dari perubahan bagian bio-region tidak hanya akan
dirasakan oleh kawasan itu sendiri (on site) namun juga di luar kawasan (off site).
Pengelolaan DAS tidak dapat difragmentasi, satu sungai (DAS) harus satu
pengelolaan dan satu aksi. Pengelolaan DAS harus dilakukan secara utuh dari
hulu sampai hilir, dan melibatkan semua para pihak yang ada didalamnya.
Mengingat sumberdaya air adalah merupakan suatu aset yang mengalir
(flowing aset), artinya pengelolaan di daerah hulu akan mempengaruhi daerah
hilirnya. Maka, pendekatan pengelolaan sumberdaya air baru akan berhasil
dengan baik apabila pengelolaannya dilakukan secara terpadu dalam satu kesatuan
wilayah sungai, atau yang dikenal dengan istilah “one watershed, one plan, one
management” (satu DAS, satu perencanaan, satu kesatuan pengelolaan).
Pengelolaan DAS harus dilakukan secara utuh dari hulu sampai hilir, dan
melibatkan semua para pihak yang ada didalamnya. Adapun pemangku
kepentingan dalam pengelolaan DAS terdapat pada beberapa kementrian, antara
lain Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian LHK,
Kementerian Agraria dan Tata Ruang sehingga pengelolaan DAS tidak bisa
ditangani secara sektoral tetapi pengelolaan DAS ditangani sebagai sebuah
ekosistem yang menyatu. Sehingga dalam pengelolaan DAS dilakukan dengan
mengikutsertakan dan memperhatikan kepentingan semua pihak yang terkait
termasuk peran serta masyarakat (Isnugroho, 2002). Keberhasilan peningkatan
kapasitas alamiah DAS akan dapat dicapai jika pengelolaan DAS dilakukan secara
terpadu, baik antar pemerintah propinsi/kabupaten maupun antar sektor, dengan
dukungan partisipasi aktif dari berbagai kelompok masyarakat.

2. Salah satu variable yang sangat menentukan dalam pengelolaan DAS adalah
tutupan hutan, jelaskan kenapa demikian, terutama untuk DAS di daerah
hutan hujan tropis, spt di Indonesia.

Perubahan penutupan lahan berhutan menjadi tidak berhutan (deforestasi)


yang marak terjadi menyebabkan penurunan daya dukung daerah aliran sungai
(DAS). Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (2016) tahun
2015 sampai dengan tahun 2016 menyebutkan bahwa laju deforestasi yang
terjadi di Indonesia mencapai 847.006,8 ha, sedangkan deforestasi di salah satu
Provinsi yaitu Kalimantan Selatan mencapai 40.069,7 ha. Selain itu, dalam
kurun waktu 13 tahun antara tahun 1990-2003 telah terjadi pengurangan
tutupan lahan di DAS Barito Hulu yang disebabkan oleh deforestasi sebesar
220.947,02 ha yang mempengaruhi respon hidrologi DAS (Anwar, Pawitan,
Murtilaksono, & Jaya, 2011).

Harjadi (2009) menyebutkan bahwa keseimbangan lingkungan hidup di


sekitar DAS akibat kerusakan sumber daya hutan telah menyebabkan erosi,
banjir, kekeringan, pendangkalan sungai dan waduk serta saluran irigasi.
Rusaknya sumber daya hutan akan menyebabkan erosi karena air hujan tidak
ditahan oleh hutan lagi melainkan akan langsung jatuh ke tanah. Erosi terjadi
akibat turunnya air hujan yang mengenai permukaan tanah secara langsung dan
menghancurkan agregat tanah sekaligus melepaskan partikel tanah
(Sridaryanti, 2008).

Selain erosi, banjir dapat terjadi akibat hilangnya fungsi hutan sebagai
peresap air hujan. Banjir terjadi sebagai akibat dari ketidakmampuan sungai
dalam menampung air hujan maupun limpasan yang masuk ke dalam sungai.
Tingginya limpasan terjadi akibat kurangnya tutupan lahan berhutan yang
berfungsi untuk meresapkan air hujan ke dalam tanah. Padahal, air hujan yang
diresapkan ke dalam tanah oleh hutan di daerah hulu memiliki manfaat untuk
ketersediaan air di daerah hilir. Air yang meresap ke dalam tanah akan
dikeluarkan kembali dalam bentuk mata air di daerah yang lebih rendah,
sehingga ketiadaan hutan di daerah hulu akan mengakibatkan kekeringan di
daerah yang lebih rendah.

Pawitan (2004) dalam tulisannya juga menyebutkan jika berbagai dampak


negatif seperti bencana banjir dan kekeringan, serta bencana longsor, korban
jiwa, pengungsian penduduk, gangguan kelaparan dan anak putus sekolah
semakin sering terjadi yang disebabkan oleh berkurangnya daya dukung
lingkungan sebagai akibat dari perubahan penggunaan lahan.Perubahan
penggunaan lahan ber-pengaruh terhadap luas hutan. Keberadaan hutan
berperan dalam mengatur tata air dan proses sedimentasi pada luasan sedang
dan sempit (Junaidi & Tarigan, 2011).

Persentase penutupan lahan hutan memegang peran penting dalam


mengatur
tata air DAS. Melalui proses evapotranspirasi, sistem perakaran mampu mengikat
tanah lepas dan juga lapisan seresah, sehingga hutan dapat mengendalikan
aliran permukaan dalam batas-batas curah hujan tertentu, sebaliknya pada
waktu musim kemarau, air yang tertahan dapat dilepaskan. Hutan merupakan
perwujudan dari tata ruang yang didominasi oleh pepohonan dan berpengaruh
terhadap proses penerimaan air yang tercurah dari atmosfer pada lahan di
bawahnya (Pudjiharta, 2008).

Hutan pada prosesnya berpengaruh terhadap debit sungai. Tajuk hutan


akan menerima hujan pertama kali kemudian air hujan menjadi air lolos dan
aliran batang.
Air hujan kemudian diresapkan ke dalam tanah melalui perakaran pohon sehingga
mengurangi aliran permukaan dan berimplikasi terhadap berkurangnya debit
puncak. Perubahan penggunaan lahan hutan menurunkan kapasitas infiltrasi
dan meningkatkan air limpasan (Anwar et al., 2011).

Keberadaan hutan akan mampu menjaga debit sungai tetap ada saat musim
kemarau dan menjaga agar tidak berlebihan pada saat musim hujan. Debit
puncak merupakan debit tertinggi yang terjadi saat hari hujan. Curah hujan
tinggi dan air limpasan yang masuk ke dalam sungai menyebabkan debit air
memuncak yang
dikenal dengan istilah debit puncak.
Menurut Pramono & Wijaya (2012) debit puncak yang terjadi di sungai
dapat digunakan untuk mengetahui kesehatan DAS, yaitu dengan membuat
rasio antara debit puncak dan debit minimum atau sering disebut dengan
koefisien regim sungai (KRS) (Antoko & Sukmana 2007).

3.Jelaskan strategi manajemen DAS (sekurang-kurangnya 5 buah) dan


uraikan masing masing strategi tersebut.

 Penataan ruang dan rencana pengelolaan


 Rehabilitasi dan pelestarian hutan dan lahan, perlindungan dan pengaturan
fungsi daerah resapan.
 Mencegah dan mengendalikan pencemaran air dan udara
 Pelestarian dan peningkatan produktivitas lahan untuk mendukung
kehidupan.
 Pelestarian dan pemulihan hutan lindung dan kawasan peletarian alam.
 Pengembangan forum komunikasi, koordinasi, dan kerjasama pengelolaan.
 Penyempurnaan dan penyesuaian regulasi serta penegakan
hokum.Peningkatan
 kemampuan kelembagaan dengan sasaran :
 Kemampuan SDM aparat dan masyarakat
 Pengembangan basis data yang mendukung perencanaan, pelaksanaan,
dan evaluasi.
4. Ada 5 kriteria yang digunakan dalam mengevaluasi DAS, yaitu
penggunaan lahan, tata air, sosial, ekonomi dan kelembagaan. Jelaskan
apa saja indikator untuk masing-masing kelima varibel tersebut.
Penjelasan Tabel Diatas

Monitoring dan Evaluasi Penggunaan Lahan

Kegiatan ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran mengenai


perubahan penggunaan lahan pada suatu DAS/Sub-DAS. Data yang dikumpulkan
dalam monitoring penggunaan lahan adalah luas masing-masing jenis penggunaan
dan penutupan lahan. Tujuan monitoring penggunaan lahan adalah untuk
mengetahui perubahan pemanfaatan lahan dan perubahan luas masing-masing
jenis penggunaan dan penutupan lahan. Evaluasi penggunaaan lahan terutama
untuk melihat hubungannya dengan dampak terhadap erosi, sedimentasi,
produktivitas lahan dan sosial ekonomi masyarakat.

Monitoring dan Evaluasi Tata Air

Monitoring tata air salah satunya dimaksudkan untuk mengetahui


perkembangan kuantitas, kualitas dan kontinuitas aliran air dari DAS/Sub-DAS
bersangkutan setelah dilaksanakan kegiatan atau program-program pengelolaan
DAS.

Data yang dikumpulkan antara lain:


a) Data curah hujan; diperoleh dari stasiun pencatat hujan yang ada di wilayah
kerja.
b) Data besarnya aliran air sungai (debit sungai) diperoleh dari outlet DAS/Sub
DAS.
c) Data kualitas air terutama kandungan lumpur terlarut (suspended sediment).

Evaluasi tata air didasarkan pada hasil analisis terhadap debit sungai
maksimum dan minimum hingga dapat diketahui nilai koefisien rejim sungai
(KRS)-nya, hasil perhitungan muatan sedimen sungai sehingga dapat dipakai
untuk memperkirakan erosi yang terjadi, membandingkan antara debit sungai
dengan curah hujan, sehingga dapat diketahui perubahan koefisien run-off dari
tahun ke tahun.

Monitoring dan Evaluasi Sosial-Ekonomi


Kegiatan ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran tentang pengaruh
dan hubungan timbal balik antara faktor-faktor sosial ekonomi dengan kondisi
sumberdaya alam (tanah dan air) di dalam DAS. Data yang dikumpulkan dalam
monitoring sosial ekonomi mencakup kependudukan dan aspek sosial ekonomi
seperti pendapatan, perilaku, pendidikan, persepsi, dan mata pencaharian. Sasaran
yang ingin dicapai adalah mengetahui perubahan kondisi sosial ekonomi sebelum
ada program pengelolaan DAS dan setelah adanya kegiatan- kegiatan pengelolaan
sumberdaya alam seperti rehabilitasi hutan dan lahan baik secara vegetativ
maupun secara sipil teknis.

Kelembagaan
Kelembagaan dimaksudkan agar pelaksanaan kegiatan pengelolaan DAS
lebih efektif dan efisien, dalam arti masing-masing pihak yang terlibat dapat
menjalankan tugasnya dengan baik dan bertanggungjawab. Untuk itu diperlukan
kriteria manajemennya, yaitu :

 Dikembangkan pengorganisasian yang melibatkan seluruh stakeholder.


 Dijalankannya sistem koordinasi yang efektif menurut bentuk kegiatan dan
sistem informasinya.
 Dikembangkannya sistem koordinasi interdependensi sehingga tercipta
kerja antar stakeholder yang bersinergis.

5. Jelaskan tujuan Manajemen-DAS dan jelaskan minimal ada tiga


konsekuensi akibat pengelolaannya dengan pendekatan interdependensi
(saling ketergantungan hulu-hilir) dalam DAS.

Pengelolaan Manajemen DAS bertujuan untuk:

 Mengkonservasi tanah pada lahan pertanian.


 Memanen/menyimpan kelebihan air pada musim hujan dan
memanfaatkannya pada musim kemarau.
 Memacu usahatani berkelanjutan dan menstabilkan hasi l panen melalui
perbaikan pengelolaan sistem pertanian.
 Memperbaiki keseimbangan ekologi (hubungan tata air hulu dengan hilir,
kualitas air, kualitas dan kemampuan lahan, dan keanekaragaman hayati)

DAS dapat dibagi ke dalam tiga komponen yaitu: bagian hulu, tengah dan
hilir. Ekosistem bagian hulu merupakan daerah tangkapan air utama dan
pengatur aliran. Ekosistem tengah sebagai daerah distributor dan pengatur air,
sedangkan ekosistem hilir merupakan pemakai air. Hubungan antara
ekosistem-ekosistem ini menjadikan DAS sebagai satu kesatuan hidrologis. Di
dalam DAS terintegrasi berbagai faktor yang dapat mengarah kepada
kelestarian atau degradasi tergantung bagaimana suatu DAS dikelola.

Setiap ekosistem di dalam DAS memiliki komponen hidup dan tak-hidup


yang saling berinteraksi. Memahami sebuah DAS berarti belajar tentang segala
proses-proses alami yang terjadi dalam batas sebuah DAS.

Beberapa proses alami dalam DAS bisa memberikan dampak


menguntungkan kepada sebagian kawasan DAS tetapi pada saat yang sama
bisa merugikan bagian yang lain. Banjir di satu sisi memberikan tambahan
tanah pada dataran banjir tetapi untuk sementara memberikan dampak negatif
kepada manusia dan kehidupan lain.

Pengelolaan DAS terpadu selain mempertimbangkan faktor biofisik dari


hulu sampai hilir juga perlu mempertimbangkan faktor sosial-ekonomi,
kelembagaan, dan hukum. Dengan kata lain, pengelolaan DAS terpadu
diharapkan dapat melakukan kajian integratif dan menyeluruh terhadap
permasalahan yang ada, upaya pemanfaatan dan konservasi sumberdaya alam
skala DAS secara efektif dan efisien

Sebagai suatu kesatuan tata air, DAS dipengaruhi kondisi bagian hulu
khususnya kondisi biofisik daerah tangkapan dan daerah resapan air yang di
banyak tempat rawan terhadap ancaman gangguan manusia. Hal ini
mencerminkan bahwa kelestarian DAS ditentukan oleh pola perilaku, keadaan
sosial-ekonomi dan tingkat pengelolaan yang sangat erat kaitannya dengan
pengaturan kelembagaan (institutional arrangement).

Tidak optimalnya kondisi DAS antara lain disebabkan tidak adanya


adanya ketidakterpaduan antar sektor dan antar wilayah dalam pengelolaan
sumberdaya alam dan lingkungan DAS tersebut. Dengan kata lain, masing-
masing berjalan sendiri-sendiri dengan tujuan yang kadangkala bertolak
belakang. Sulitnya koordinasi dan sinkronisasi tersebut lebih terasa dengan
adanya otonomi daerah dalam pemerintahan dan pembangunan dimana daerah
berlomba memacu meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan
memanfaatkan sumberdaya alam yang ada.

6. Jelas dengan baik, kenapa unit DAS dapat digunakan untuk alat monev
kerusakan lingkungan akibat aktivitas pembangunan di dalamnya,
uraikan contoh kasus pada DAS Batanghari.

Selain sebagai sistem ekologi yang bersifat kompleks, DAS juga dapat
dianggap sebagai sistem hidrologi. Sebagai suatu sistem hidrologi, maka setiap
ada masukan (input) ke dalam sistem tersebut dapat dievaluasi proses yang
telah dan sedang berlangsung dengan melihat keluaran (output) dari sistem.
Dalam sistem hidrologi DAS, komponen masukan terdiri atas curah hujan
sedang komponen keluaran terdiri atas debit aliran dan muatan sedimen,
termasuk unsur hara dan bahan pencemar di dalamnya. DAS yang terdiri atas
komponen-komponen vegetasi, tanah, topografi, air/sungai, dan manusia dalam
hal ini berlaku sebagai prosesor.

Ekosistem DAS, terutama DAS bagian hulu merupakan bagian yang


penting karena mempunyai fungsi perlindungan terhadap keseluruhan bagian
DAS. Perlindungan ini, antara lain, dari segi fungsi tata air. Aktivitas
perubahan tataguna lahan dan/atau cara bercocok tanam yang dilaksanakan di
daerah hulu dapat memberikan dampak di daerah hilir dalam bentuk perubahan
fluktuasi debit air dan transpor sedimen serta material terlarut lainnya. Oleh
adanya bentuk keterkaitan daerah hulu- hilir seperti tersebut di atas, maka
kondisi biofisik dan sosek suatu DAS dapat dimanfaatkan sebagai variabel
monitoring dan evaluasi pengelolaan sumberdaya air. Lebih spesifik, hubungan
antara indikator masukan (a.l., curah hujan) dan indikator keluaran (a.l., debit
aliran, muatan sedimen, bahan pencemar) dari suatu DAS dapat dimanfaatkan
untuk analisis dampak suatu aktivitas pembangunan terhadap lingkungan
(hidrologi) di lokasi berlangsungnya aktivitas pembangunan (on-site) dan,
terutama pengaruhnya di daerah hilir (off-site).

Monitoring didefinisikan sebagai aktivitas pengamatan yang dilakukan


secara terus-menerus atau secara periodik terhadap pelaksanaan salah satu atau
beberapa program pengelolaan DAS untuk menjamin bahwa rencana-rencana
kegiatan yang diusulkan, jadwal kegiatan, hasil-hasil yang diinginkan dan
kegiatan-kegiatan lain yang diperlukan dapat berjalan sesuai dengan rencana.

Karena maksud dilakukannya monitoring adalah untuk memperoleh


kinerja pelaksanaan kegiatan secara efektif dan efisien, dalam hal ini
merupakan bagian dari keseluruhan sistem manajemen informasi. Sedangkan
evaluasi didefinisikan sebagai suatu proses yang berusaha untuk menentukan
relevansi, efektivitas dan dampak dari aktivitas-aktivitas yang dilaksanakan
untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan. Dengan demikian, evaluasi
kegiatan/proyek pengelolaan DAS merupakan suatu proses pengorganisasian
dan alat manajemen yang berorientasi pada aktivitas-aktivitas proyek yang
perlu dilaksanakan untuk memperbaiki kinerja kegiatan-kegiatan proyek yang
sedang berjalan serta memperbaiki perencanaan dan proses pengambilan
keputusan pada masa-masa yang akan datang.

Untuk memperbaiki kinerja proyek pengelolaan DAS, komponen-


komponen monitoring dan evaluasi perlu diintegrasikan dalam rencana
pengelolaan DAS karena dengan cara ini kelompok sasaran (target group)
dalam proyek diharapkan akan memperoleh keuntungan yang lebih besar pada
waktu yang telah ditentukan. Dengan kata lain, untuk memperoleh hasil
monitoring dan evalusi seperti yang diharapkan, maka kegiatan-kegiatan
monitoring dan evaluasi harus dapat memenuhi persyaratan-persyaratan
sebagai berikut: (1) tepat waktu, (2) efektif dalam pembiayaan termasuk
keterlanjutan dana, (3) mampu mencakup wilayah dan komponen kegiatan
proyek secara maksimum, (4) kesalahan dalam prosedur monitoring dan
evaluasi diusahakan seminimal mungkin, dan (5) mengurangi segala bentuk
subyektivitas dalam melaksanakan monitoring dan evaluasi.

Untuk memperoleh data dan informasi yang dapat memberikan gambaran


menyeluruh mengenai perkembangan keragaan DAS, maka diperlukan
kegiatan monitoring dan evaluasi DAS, yang ditekankan pada aspek tata air,
perubahan penggunaan lahan dan sosial ekonomi.

Contoh Kasus DAS Batanghari

Daerah aliran Sungai Batanghari di Sumatera Barat dan Jambi kini dalam
kondisi kritis. Laju sedimentasi makin tinggi dan frekuensi banjir meningkat.
Rehabilitasi DAS itu mendesak dilakukan guna menekan tingginya ancaman
bencana alam seperti banjir dan longsor.

Demikian dikemukakan Ketua Umum Pengurus Pusat Masyarakat


Konservasi Tanah dan Air (MKTI) Prof Naik Sinukaban dan Manajer
Komunikasi Komunitas Konservasi Indonesia Warsi Rudi Syaf, Senin (22/11).
Saat ini, dari luas daerah aliran sungai (DAS) Batanghari 4,5 juta hektar, 30
persen di antaranya terdegradasi akibat pembukaan lahan yang mengabaikan
kaidah konservasi.

Berdasarkan data KKI Warsi, penyusutan hutan di DAS Batanghari paling


drastis tahun 1995 sampai 2000. Tutupan hutan menyusut 1 juta hektar dari 2
juta hektar hutan di Jambi.

Tahun 2000-2005, penyusutan berlanjut sehingga luas hutan tersisa


700.000 hektar. ”Pada saat itu, DAS Batanghari dinyatakan masuk 10 sungai
paling kritis di negeri ini,” ujar Rudi.

Penyebab kerusakan DAS adalah pembukaan hutan tanaman industri dan


perkebunan sawit. Pembangunan tersebut membutuhkan pembukaan hutan
yang masif. Akibatnya, fungsi kawasan itu untuk menyerap air merosot drastis.
Banjir menjadi kerap terjadi pada musim hujan dan kekeringan pada musim
kemarau.

Berdasarkan identifikasi Departemen Kehutanan pada tahun 1999, tercatat


458 DAS kritis di Indonesia, terdiri atas 60 DAS dalam kategori rusak berat
sampai sangat berat, dan 222 DAS masuk rusak sedang sampai berat, dan 176
DAS lainnya potensial rusak. Jumlah DAS yang telah rusak kondisinya bukan
membaik, tetapi malah bertambah buruk. Hal itu terbukti dengan
meningkatnya kejadian tanah longsor, banjir, dan kekeringan.

Upaya rehabilitasi DAS telah banyak dilakukan, tetapi hasilnya belum


signifikan. Bahkan, bencana tanah longsor, banjir, dan kekeringan meningkat
setiap tahun. Di beberapa wilayah, DAS yang biasanya tidak terjadi banjir dan
longsor malah muncul bencana baru dalam beberapa tahun terakhir. Itu
mengindikasikan kondisi DAS kian rusak.

Masalah lain adalah banyak pihak belum memahami manfaat DAS dan
implikasinya terhadap tata air dan bencana. Hal itu menyebabkan sering terjadi
kesalahan dalam menetapkan kebijakan dan program sektornya yang tidak
berbasis DAS.
Kongres MKTI yang digelar Rabu (24/11) direncanakan akan membahas
persoalan dan penanganan DAS sehingga ada satu langkah penanganan untuk
meminimalisasi bencana. Selain itu, akan dibahas pula berbagai persoalan yang
berkaitan dengan konservasi tanah mengingat makin luas dan cepatnya laju
degradasi tanah serta lemahnya implementasi konservasi tanah di Indonesia.

Pemerintah diharapkan segera mengupayakan terobosan yang efektif


untuk menyelamatkan lahan-lahan pertanian. ”Upaya konservasi tanah harus
mengarah pada terciptanya sistem pertanian berkelanjutan yang didukung
teknologi dan kelembagaan serta mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat
dan melestarikan sumber daya lahan dan lingkungan”. Untuk itu perlu pola
pertanian yang memperhatikan konservasi tanah sejalan dengan adaptasi
perubahan iklim”.

7.Jelaskan tentang istilah-istilah berikut:

a. water harvesting b. Perennial flow c. Landscape system


d. Sempadan sungai

A.Water harvesting Rain harvesting atau pemanenan air hujan adalah kegiatan
menampung air hujan secara lokal dan menyimpannya melalui berbagai teknologi,
untuk
penggunaan masa depan untuk memenuhi tuntutan konsumsi manusia atau
kegiatan manusia. Definisi yang lain pemanenan air hujan (rainwater harvesting)
adalah pengumpulan, penyimpanan dan pendistribusian air hujan dari atap, untuk
penggunaan di dalam dan di luar rumah maupun bisnis. Menurut peraturan
Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 12 tahun 2009 pasal 1 ayat 1:
Pemanfaatan air hujan adalah serangkaian kegiatan mengumpulkan,
menggunakan, dan/atau meresapkan air hujan ke dalam tanah. Sedangkan pada
pasal 3 disebutkan, kolam pengumpul air hujan adalah kolam atau wadah yang
dipergunakan untuk menampung air hujan yang jatuh di atap bangunan (rumah,
gedung perkantoran atau industri) yang disalurkan melalui talang.

B.Prennial Flow yaitu Aliran air yg mengalir permanen sepanjang tahun dan
Sumber airnya dari Hujan dan Air Tanah.
C. Landscape, atau bentang alam, adalah sistem sosio-ekonomis dan agroekologis
yang terdiri dari ekosistem alami maupun sudah dimodifikasi manusia, beserta
konfigurasi topografis, pertanian, perairan, tumbuhan, penggunaan lahan, dan
permukiman; yang dipengaruhi oleh proses dan kegiatan ekologis, historis,
perekonomian, dan budaya di area tersebut.

D. Sempadan sungai (riparian zone) adalah zona penyangga antara ekosistem


perairan (sungai) dan daratan. Zona ini umumnya didominasi oleh tetumbuhan
dan/atau lahan basah. Tetumbuhan tersebut berupa rumput, semak, ataupun
pepohonan sepanjang tepi kiri dan/atau kanan sungai. Sempadan sungai yang
demikian itu sesungguhnya secara alami akan terbentuk sendiri, sebagai zona
transisi antara ekosistem daratan dan ekosistem perairan (sungai). Sempadan
sungai yang cukup lebar dengan banyak kehidupan tetumbuhan (flora) dan
binatang (fauna) di dalamnya merupakan cerminan tata guna lahan yang sehat
pada suatu wilayah.
8. Gambarkan komponen-komponen (Surface flow, Sub Sueface Flow dan
Base Flow) di dalam membangun hidrograp aliran dan jelaskan makna dari
sisi naik dan sisi turun hidrograph aliran tersebut.

Triadmodjo (2010) menjelaskan komponen hidrograf banjir seperti puncak

hidrograf, waktu capai puncak, sisi naik, sisi turun, akhir sisi turun dan
volume hidrograf. Puncak hidrograf adalah bagian dari hidrograf yang
menggambarkan debit maksimum. Waktu mencapai puncak adalah waktu yang
diukur dari waktu nol (debit normal) sampai waktu terjadinya debit puncak. Sisi
naik (rising limb) adalah bagian dari hidrograf antara waktu nol (debit normal)
dan waktu capai puncak. Sisi turun (recession curve) adalah bagian dari hidrograf
yang menurun antara waktu capai puncak dan waktu dasar. Waktu dasar adalah
waktu yang diukur dari waktu nol (debit normal) sampai waktu di mana sisi turun
berakhir. Akhir dari sisi turun ini ditentukan dengan perkiraan. Faktor – faktor
yang mempengaruhi setiap komponen pada hidrograf banjir adalah sebagai
berikut :

 Bagian rising limb sampai pada time to peak banyak dipengaruhi oleh
karakteristik curah hujan dan karakteristik DAS. Pada bagian ini aliran banyak
dipengaruhi oleh input yang berasal dari overland flow.

 Bagian recession curve lepas dari karakteristik hujan, bagian ini banyak
dipengaruhi oleh karakteristik pelepasan air dari simpanannya (storage) meliputi
pelepasan air dari simpanan air pada alur sungai, simpanan air pada lapisan antara
tanah dan simpanan air pada akuifer.

Baseflow atau aliran dasar merupakan komponen penting dalam hidrograf


yang berasal dari groundwater dan/atau penyimpanan subsurface yang merembes
ke saluran sungai, tanpa melihat variabilitas curah hujan. Jika pada musim kering,
aliran sungai hanya terdiri atas aliran dasar (Smakhtin 2001; Schilling 2001;
McCuen 1998).

Bentuk hidrograf dipengaruhi oleh faktor morfometri DAS (luas, bentuk,


kelerengan DAS, pola jaringan sungai, kerapatan drainase dan landaian sungai
utama) dan faktor tidak tetap (curah hujan, laju infiltrasi, evapotranspirasi dan tata
guna lahan) (Suyono 1986).
Rising limb menggambarkan karakteristik DAS terhadap hujan badai.
Karena laju infiltrasi masih tinggi pada saat awal hujan, menyebabkan debit naik
agak lambat. Semakin lama hujan terjadi, maka laju infiltrasi pun mulai
berkurang, dan runoff bertambah (Rakhecha dan Singh 2009). Air yang
berkontribusi terhadap jumlah debit pada tahap ini adalah precipitation channel
(hujan yang langsung jatuh diatas permukaan air dan mekanisme limpasan cepat
(Davie 2008)
Crest segment atau bagian puncak terjadi setelah hujan berhenti dan runoff
dari wilayah lain pada DAS tersebut menambah jumlah debit di tempat
pengukuran. Dua atau lebih puncak dapat terjadi apabila terjadi hujan lagi. Bentuk
puncak dipengaruhi oleh karakteristik hujan seperti durasi dan intensitas hujan)
(Davie 2008)
Falling limb/ recession limb menggambarkan adanya aliran subsurface dan
penarikan air dari penyimpanan yang ada di DAS. Falling limb dimulai dari titik
belok crest segment yang menandai waktu berhentinya aliran masuk ke sungai.
Ada dua faktor yang mempengaruhi pengurangan debit pada recession limb yaitu
sampainya air hujan dari bagian terjauh DAS hingga di mulut DAS, dan
sampainya air sebagai aliran bawah tanah yang lajunya lebih rendah dari aliran
sungai (Davie 2008). Bentuk dari falling limb tergantung pada karakteristik hujan
(Rakhecha dan Singh 2009) dan sifat basin (Viessman dan Lewis 1989).

Aturan:
Jawaban akan dicek dgn program, jika sama akan
dinilai hanya 50% Dikumpulkan paling lambat jam
16.00 wib pada hari Kamis, 23 MEI 2019
(Via email: aswandi.unja@gmail.com) dan print out jawaban di PSLH-LPPM,
Latai 2, atau di Ruang Dosen Ilmu Tanah Fak. Pertanian

Anda mungkin juga menyukai