NIM : H1021051
Kelas : B
Daerah aliran sungai adalah suatu kawasan daratan yang merupakan satu
kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung,
menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut
secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai
dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. Salah satu contoh
DAS yang ada di Indonesia adalah sungai brantas yang terletar di Jawa Timur. Wilayah
sungai Brantas terdiri dari 4 DAS, antara lain DAS Brantas, DAS Tengah, DAS Ringin
Bandulan, dan DAS Kondang Merak (Astuti et al., 2017). Sungai Brantas merupakan
salah satu sungai yang berperan penting bagi masyarakat, khususnya masyarakat Jawa
Timur. Keberadaan Kali Brantas diakui sangat vital oleh masyarakat karena merupakan
pemasok bahan baku air terbesar untuk PDAM Kota Surabaya dan Malang. Pengelolaan
Daerah Aliran Sungai (DAS) pada prinsipnya bertujuan untuk melakukan pengelolaan
sumberdaya alam secara rasional agar dapat dimanfaatkan secara maksimal, lestari, dan
berkelanjutan sehingga terwujud tata air dan ekosistem yang baik untuk mendukung
kesejahteraan masyarakat, kelestarian, dan keberlanjutan konservasi DAS.
Peningkatan jumlah DAS yang kritis dari waktu ke waktu diduga memiliki
kaitan erat dengan deforestasi dan degradasi hutan. Sedangkan Jariyah (2019)
menyatakan bahwa peningkatan deforestasi sejak awal abad 20 diduga mempunyai
peranan yang besar dalam kerusakan DAS. Kondisi ini ditandai oleh kejadian banjir dan
kekeringan yang semakin ekstrim, terutama pada DAS-DAS yang berada di Pulau Jawa.
Pemilik lahan dan masyarakat di hulu DAS mempunyai keterkaitan erat dengan
keberadaan hulu DAS sebagai penyedia berbagai jasa lingkungan termasuk sumberdaya
air. Tetapi kenyataannya hutan di hulu DAS mengalami deforestasi dan degradasi. Hal
ini terjadi antara lain karena masyarakat di hulu tidak memperoleh kompensasi atas
manfaat (jasa lingkungan) yang dihasilkan. Mengingat eratnya kaitan antara wilayah
hulu dan hilir DAS dalam pengelolaan DAS secara lestari, diperlukan keterpaduan
pengelolaan DAS dari hulu sampai hilir. Aktivitas masyarakat di hulu DAS dalam
rangka konservasi sumberdaya hutan sebagai penyedia jasa lingkungan sepatutnya
mendapat penghargaan (imbal jasa) dari masyarakat di hilir sebagai pihak yang
memanfaatkan jasa lingkungan (Sudaryanti et al., 2021). Imbal Jasa Lingkungan (IJL)
merupakan transaksi sukarela untuk jasa lingkungan yang telah didefinisikan secara
jelas yang dibayarkan oleh pengguna (user) kepada penyedia jasa lingkungan atas jasa
lingkungan yang telah disediakan.
Monitoring dan evaluasi indikator jasa lingkungan DAS, seperti air, wisata alam,
iklim mikro, dan fungsi waduk, dihitung dengan melihat ada/tidaknya biaya internalitas,
eksternalitas, atau pengelolaan bersama (cost sharing), yaitu dalam bentuk retribusi atau
pajak untuk dana lingkungan (Basuki,2014). Perhitungan nilai jasa lingkungan untuk
nilai air, didasarkan pada seberapa besar nilai sumberdaya air yang ada di DAS
dimanfaatkan untuk berbagai keperluan per tahun, seperti rumah tangga, industri,
pertanian (irigasi), perikanan, peternakan, rekreasi, dan transportasi. Untuk ini perlu ada
identifikasi para pihak yang melakukan pengelolaan dan pemanfaatan, serta jaminan
ketercukupan antara debit pasokan air yang tersedia dari sumbernya dengan yang
dimanfaatkan. Perhitungan nilai jasa lingkungan wisata alam, didasarkan pada biaya
transport (pp) dan biaya tiket masuk dari pengunjung yang datang ke lokasi obyek
wisata yang ada di DAS per tahun. Dengan demikian, identifikasi terhadap jumlah dan
asal pengunjung bisa dilakukan baik dengan cara survei/wawancara secara langsung
dengan responden (wisatawan) yang datang, dan atau dengan menggunakan data
sekunder dari instansi terkait yang menangani obyek wisata tersebut di DAS.
Perhitungan nilai jasa lingkungan fungsi waduk, didasarkan pada manfaat waduk
tersebut untuk berbagai keperluan di DAS dibandingkan dengan jika waduk tersebut
berhenti fungsinya, seperti luas areal sawah yang bisa diairi (irigasi) per tahun, besar
energi listrik yang bisa dihasilkan per tahun, hasil ikan per tahun (perikanan), jumlah
dan asal wisatawan yang datang per tahun (pariwisata), dan lain sebagainya. Pada jasa
lingkungan iklim mikro sangat terkait dengan dampaknya terhadap pemanasan global.
Perhitungan nilai jasa lingkungan terhadap iklim mikro didasarkan pada peran DAS
dalam kemampuannya untuk menyerap (sequestration) dan mengendapkan (sink)
karbondioksida (CO2) dari udara ke tanah dan biomas tanaman di DAS. Dengan
menggunakan peta penutupan lahan aktual, nilai karbon yang ada didalam tanah dan
biomas tanaman di DAS dapat dihitung jumlahnya per tahun. Dengan mengacu pada
standar dan kriteria ”carbon trade” atau ”perdagangan karbon”, nilai karbon pada tanah
dan biomas tanaman yang ada di DAS bisa mendapatkan biaya kompensasi jika standar
dan kriterianya terpenuhi.
DAFTAR PUSTAKA
Astuti, P., Setyowati, N., & Affandi, M. A. (2017). Kajian Kebijakan Pemerintah daerah
berbasis partisipasi masyarakat DAS Brantas pada Pengelolaan Lingkungan
Hidup di Jatim. CAKRAWALA, 11(1), 67-81.
Basuki, T. M. (2014). Indikator dan parameter kriteria lahan untuk monitoring dan
evaluasi kinerja sub-das. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam, 11(3),
281-297.
Riskihadi, A., Rahadi, B., & Suharto, B. (2014). Penentuan Kinerja Sub Das Junggo
Dalam Pengelolaan Daerah Hulu DAS Brantas. Jurnal Sumberdaya Alam dan
Lingkungan, 1(2), 47-54.
Sudaryanti, S., Soemarno, S., Marsoedi, M., & Yanuwiadi, B. (2021). Landasan
Berpikir Dalam Perencanaan Pengelolaan Terpadu Daerah Aliran Sungai. The
Indonesian Green Technology Journal, 10(2).