Anda di halaman 1dari 6

 Pengelolaan DAS di Indonesia Studi Kasus DAS Kapuas

Disusun Oleh :

Arief Aryatama Harahap [M1D118007]

Rivai Sinaga [M1D118021]

Adelfa Afifah Putri [M1D118023]

Bela Piska [M1D118026]

Trendi Rizki Finanda [M1D118032]

Nurhaviza Dwi Ananda [M1D118033]

Refia Febri Zawarni [M1D118036]

Dosen Pengampu : Winny Laura Christina Hutagalung, S.T,.M.T.

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS JAMBI

2020

BAB I
GAMBARAN UMUM

Daerah Aliran Sungai atau sering disingkat dengan DAS adalah suatu wilayah yang
dibatasi oleh batas alam, seperti punggung bukit – bukit atau gunung, maupun batas batuan,
seperti jalan atau tanggul, dimana air hujan turun di wilayah tersebut memberi kontribusi aliran
ke titik kontrol (outlet) (Suripin, 2002).

DAS Kapuas yang berletak di daerah Kabupaten Senggau, memiliki luas wilayah 11.430
km². Secara geografis DAS Ensabal terletak antara 0˚8’48,62” - 0˚15’3,39” LU dan
110˚14’33,11” - 110˚23’33,8” BT. Pada wilayah DAS Kapuas memiliki rata-rata hari hujan
bulanan selama 10 tahun terakhir (2004-2013) adalah 15,26 hari. Hari hujan bulanan tertinggi
selama 22,2 hari yang terjadi pada bulan Desember. Sedangkan hari hujan terendah terjadi pada
bulan Agustus yaitu selama 9,1 hari (Sumber : Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika
Stasiun Klimatologi Siantan Pontianak).

Pada umumnya Kabupaten Sanggau merupakan daerah rawa-rawa dan dataran tinggi
berbukit-bukit yang dialiri beberapa sungai, salah satu diantaranya Sungai Ensabal. Secara
kuantitatif kondisi dan luasan topografi DAS Ensabal terdapat 2 kriteria topografi yaitu topografi
datar dengan kemiringan 0-8% seluas 10.754 Ha dan topografi berbukit dengan kemiringan 16-
25% seluas 676 Ha. Jenis tanah yang terdapat di wilayah DAS Ensabal meliputi: Asosiasi
Paleudults,Tropoquepts 10.754 ha jumlahnya 94% dan Asosiasi Paleudults, Tropohumults 676
ha jumlahnya 6% jadi luas tanahnya 11.430 ha. Penggunaan Lahan di DAS Ensabal terdiri atas
hutan sekunder 4.100,21 ha jumlahnya 35, 87%, pemukiman 2.626,79 ha jumlahnya 22,98%,
perkebunan 3.466,55 ha jumlahnya 30,33% , perkebunan kelapa sawit 1.235,50 ha jumlahnya 10,
81% dan tubuh air 1,14 ha jumlahnya 0,01%. Mata pencarian penduduk di daerah Sub DAS
Ensabal terdiri dari pegawai, wirausaha, petani perkebunan kelapa sawit dan karet. Aktivitas
yang dilakukan penduduk di daerah Sub DAS Ensabal adalah mandi, mencuci, menangkap ikan,
dan transportasi.

BAB II
PEMBAHASAN

“Peraturan yang terkait”

Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 mengamanatkan bahwa bumi, air dan kekayaan
alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat. Kekayaan alam berupa DAS merupakan satu kesatuan ekosistem alami
yang utuh dari hulu hingga hilir beserta kekayaan sumber daya alam dan sumber daya buatan
adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa, perlu disyukuri, dilindungi dan diurus dengan sebaik-
baiknya.DAS sebagai sumber daya alam menempati posisi strategis dalam rangka pembangunan
nasional/regional, wajib dikelola secara optimal, dijaga kelestariannya dan dimanfaatkan bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Fungsi DAS adalah sebagai pemasok air dengan kuantitas dan kualitas yang baik ,
sebagai pengatur tata air (hidrologis) di mana sangat dipengaruhi jumlah curah hujan yang
diterima. Sedangkan manfaat DAS adalah sebagai tempat berbagai aktivitas manusia antara lain
pertanian, perkebunan, pemukiman, pertambangan, industri, kehutanan, pariwisata, penyangga
kawasan bawahan dan lain-lain.

Pada saat ini menunjukkan bahwa pengelolaan dan pengendalian DAS belum
sebagaimana diharapkan karena beberapa faktor, antara lain: a). adanya kerusakan DAS di mana
berkaitan dengan tingkat sosial ekonomi masyarakat di daerah tengah hingga hulu DAS; b).
tingkat kesadaran dan kemampuan ekonomi masyarakat yang rendah karena mendahulukan
kebutuhan primer, yaitu sandang, pangan, dan papan, dan kebutuhan sekunder; c). masyarakat
belum sepenuhnya memberikan kepedulian terhadap lingkungan sehingga sering terjadi
penurunan kualitas ekosistem, misalnya praktik-praktik pertanian dan pembakaran hutan dan
lahan yang akan meningkatkan kekritisan DAS; dan d). penggunaan/pemanfaatan hutan dan
lahan yang tidak sesuai dengankaidah-kaidah konservasi dan melampaui kemampuan daya
dukungnya, akan menyebabkan terjadinya lahan kritis.

Sehubungan dengan permasalahan tersebut di atas maka diperlukan adanya pengelolaan


DAS secara terpadu yang melibatkan pemangku kepentingan pengelolaan sumberdaya alam yang
terdiri dari unsur-unsur masyarakat, dunia usaha, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah dengan
prinsip-prinsip keterpaduan, kesetaraan, dan berkomitmen untuk menerapkan penyelenggaraan
pengelolaan sumberdaya alam yang adil, efektif, efisien, dan berkelanjutan.

“Pengelolaan DAS tetap terjaga”

Sub DAS Ensabal berada di Kecamatan Parindu Kabupaten Sanggau. Dengan banyaknya
perubahan vegetasi awal yang berupa hutan di Sub DAS Ensabal menandakan bahwa sudah ada
perubahan pada ekosistem yang asli, akibatnya timbul masalah degradasi lingkungan yang
berpangkal pada komponen daerah tersebut, dimana pertumbuhan manusia yang cepat
menyebabkan perbandingan antara jumlah penduduk dengan lahan pertanian yang tidak
seimbang (Rosita, 2011).

Masyarakat lokal adalah masyarakat yang mengelola lahan mereka dan berinteraksi
secara langsung dengan lingkungan di sekitar areal DAS nya. Kebijakan yang mereka buat
memiliki pengaruh yang kuat terhadap kondisi DAS baik sekarang maupun di masa mendatang.

Berikut beberapa cara yang dapat dilakukan masyarakat lokal dalam mengelola agar areal
DAS tetap terjaga :

(1) Meningkatkan tingkat penutupan lahan melalui usaha penanaman pohon.


Upaya penanaman pohon dapat memecahkan masalah erosi, sedimentasi dan
memberikan keuntungan secara ekonomis.
(2) Revitalisasi daerah sempadan sungai
Upaya ini dilakukan untuk mencegah dan mengurangi longsor tebing sungai,
sehingga dapat mengurangi sedimentasi di sungai. Untuk menjaga stabilitas tebing sungai
perlu ada kombinasi pohon yang memiliki struktur akar yang dalam (fungsi
mencengkeram ) dan akar dangkal (fungsi mengikat).
(3) Pengelolaan DAS berbasis komunitas dan pengawasan sungai
Skema yang dapat dikembangkan adalah kegiatan yang berbasis komunitas yang
difokuskan pada pengelolaan lahan yang baik dan pengawasan air. Dalam skema ini,
masyarakat lokal diberi imbalan dalam upaya melindungi daerah sempadan sungai dari
longsor. Pemberian imbalan dilakukan dengan perjanjian periode atau waktu tertentu,
dengan kondisi daerah sempadan dan tebing sungai tetap utuh ( Lusiana, 2008).
KESIMPULAN

Daerah Aliran Sungai atau sering disingkat dengan DAS adalah suatu wilayah yang
dibatasi oleh batas alam, seperti punggung bukit – bukit atau gunung, maupun batas batuan,
seperti jalan atau tanggul, dimana air hujan turun di wilayah tersebut memberi kontribusi aliran
ke titik kontrol (outlet). DAS Kapuas yang berletak di daerah Kabupaten Senggau, memiliki luas
wilayah 11.430 km². Pada saat ini menunjukkan bahwa pengelolaan dan pengendalian DAS
belum sebagaimana diharapkan karena beberapa faktor, adanya pengelolaan DAS secara terpadu
yang melibatkan pemangku kepentingan pengelolaan sumberdaya alam yang terdiri dari unsur-
unsur masyarakat, dunia usaha, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah dengan prinsip-prinsip
keterpaduan, kesetaraan, dan berkomitmen untuk menerapkan penyelenggaraan pengelolaan
sumberdaya alam yang adil, efektif, efisien, dan berkelanjutan. Masyarakat lokal adalah
masyarakat yang mengelola lahan mereka dan berinteraksi secara langsung dengan lingkungan di
sekitar areal DAS nya. Kebijakan yang mereka buat memiliki pengaruh yang kuat terhadap
kondisi DAS baik sekarang maupun di masa mendatang.
DAFTAR PUSTAKA

Lusiana. 2008. Kajian Kondisi Hidrologis DAS Kapuas Hulu, Kabupaten Kapuas Hulu,
Kalimantan Barat. Bogor : World Agroforestry Centre

Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Barat Nomor 2. Tahun 2018. Pengelolaan Daerah Aliran
Sungai Terpadu

Rosita. 2011. Studi Karakteristik Sub Daerah Aliran Sungai (SUB DAS) Ensabal Pada Daerah
Aliran Sungai (DAS) Kapuas Kabupaten Sanggau. Artikel Ilmiah Jurusan Budidaya
Pertanian. Pontianak : Universitas Tanjungpura.

Suripin. 2002. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Yogyakarta : Penerbit Andi.

Anda mungkin juga menyukai