Disusun Oleh :
1. Cikal Putri Aisyah (G011191196)
2. Denada Idaswati (G011191267)
3. Fatimah tul ilyin (G011191310)
4. Muhammad Hasyim (G011191234)
5. Mutiara Nengsy L (G011191244)
6. Nurul Azizah Sarkun (G011191280)
7. Rosdiana (G011191239)
8. Vira Safitri (G011191264)
1. Kepadatan penduduk
2. Budaya
Konservasi sungai secara turun-temurun biasanya di atur dengan adanya hukum adat.
Hukum adat merupakan hukum asli bangsa Indonesia yang pada umumnya berbentuk
tidak tertulis. Hukum adat tumbuh dan berkembang serta tetap dipertahankan oleh
masyarakat adat, dan berpangkal dari kehendak nenek moyang yang mana hukum
adat itu berpegang erat dalam kebudayaan tradisional, sesuai dengan fitrahnya
sendiri, terus menerus dalam keadaan tumbuh dan berkembang seperti hidup itu
sendiri. Selain itu hukum adat dapat juga di artikan sebagai kebiasaan atau
kebudayaan masyarakat setempat di suatu daerah. Hukum adat adalah aturan
kebiasaan manusia dalam hidup bermasyarakat, yang pada intinya bermula dari nilai-
nilai yang tumbuh, berkembang dan diterima oleh masyarakat.
Salah satu contoh hukum adat untuk mengelola dan melindungi daerah sungai
yang di pegang oleh masyarakat di sekitar aliran sungai adalah hukum adat
masyarakat yang tinggal di sungai Tapung, desa Petapahan provinsi Riau. Masyarakat
Petapahan hidup dan berkembang tidak terlepas dari kebermanfaatan sungai Tapung.
Sebelum jalur darat di buka, satu satunya akses bagi masyarakat adat Petapahan untuk
bisa keluar dari kampung (desa) adalah dengan jalur perairan. Selain sebagai sarana
transportasi masyarakat Petapahan memanfaatkan sungai Tapung sebagai tempat
mata pencaharian, sebagian masyarakat menjadi nelayan. Sistem penangkapan ikan
masyarakat Petapahan ini menggunakan pancing, jala, tombak, pukek (alat tangkap
ikan tradisional khas Petapahan yang terbuat dari rotan) atau bahkan dengan
menggunakan tuba yang biasa di sebut manubo. manubo (bahasa daerah dari kata
menuba asal kata tuba) merupakan aktifitas menangkap
ikan secara bersama-sama oleh masyarakat asli Petapahan.
3. Nilai tradisional
Nilai tradisional atau kearifan lokal (local wisdom) pada dasarnya terkait
dengan pengetahuan dan pemahaman praktik manusia dengan alam dan hubungan
seluruh penghuni komunitas ekologi. Kearifan lokal sangat berharga dan memiliki
manfaat dalam kehidupan masyarakat. Kearifan lokal banyak memberikan
keberhasilan dalam mengonservasi atau mengelola sumber daya alam melalui
pengetahuan, pemahaman dan kebiasaan yang dimiliki, sehingga mampu mencegah
kerusakan fungsi lingkungan. Akan tetapi pada zaman sekarang sudah tidak ada nilai
tradisional atau kearifan lokal yang berkembang dalam kehidupan sehari-hari yang
turuntemurun diajarkan, dilaksanakan dan dilestarikan. Ketiadaan nilai tersebut
mengakibatkan masyarakat tidak lagi memiliki pengatur perilaku, sehingga
masyarakat tidak merasa bersalah secara moral saat melakukan tindakan yang
merusak.
Pasar terapung yang merupakan salah satu tradisi dan kearifan lokal masyarakat
Banjar saat ini sedikit demi sedikit tergerus oleh perubahan sosial baik secara
structural maupun fungsional. Perubahan pada satu aspek dalam masyarakat akan
berpengaruh pada aspek lainnya. Perubahan sosial terjadi sebagai konsekuensi dari
aktivitas manusia, inovasi, kemajuan sains dan teknologi
4. Tingkat Pendidikan
Prasetyo, K., Prayoga, G., Azhar, A. R., Permadi, T., & Pratiwi, D. (2020).
Kerentanan DAS Kali Bekasi ditinjau dari aspek sosial-ekonomi-
kelembagaan. Jurnal Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan (Journal of
Environmental Sustainability Management), 576-591.
Putra, T. P., Adyatma, S., & Normlenai, E. (2016). Analisis perilaku masyarakat
bantaran sungai martapura dalam aktivitas membuang sampah rumah tangga di
kelurahan Basirih kecamatan Banjarmasin Barat. JPG (Jurnal Pendidikan
Geografi), 3(6).
Salminah, M., Alviya, I., Arifanti, V. B., & Maryani, R. (2014). Karakteristik ekologi
dan sosial ekonomi lanskap hutan pada DAS kritis dan tidak kritis: studi kasus
di DAS Baturusa dan DAS Cidanau. Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi
Kehutanan, 11(2), 29112.
Suganda, E., Atmodiwirjo, P., & Yatmo, Y. A. (2011). Pengelolaan lingkungan dan
kondisi masyarakat pada wilayah hilir sungai. Hubs-Asia, 10(1).