Anda di halaman 1dari 8

KAJIAN KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT DESA TAWANG SARI

KECAMATAN PUJON KABUPATEN MALANG DALAM PELESTARIAN


MATA AIR SUNGAI KONTO SUB DAS BRANTAS

Novita Ratna Satiti1, Tatag Muttaqin2, Husamah3

1Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan, Universitas Muhammadiyah Malang, Malang


2Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan, Universitas Muhammadiyah Malang, Malang
3Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan, Universitas Muhammadiyah Malang, Malang

Alamat Korespondensi: Jl. Raya Tlogomas 246 Malang, Telp/Fax 0341-464318 psw 244
E-mail: 1) satiti@umm.ac.id; 2)pslkumm2015@gmail.com; 3)usya_bio@umm.ac.id

Abstrak
Upaya pengidentifikasian kearifan lokal masyarakat harus lebih difokuskan pada permasalahan
sistem mata pencaharian yang memiliki isu global dan sekaligus mempunyai pengaruh sangat
besar bagi keberlangsungan hidup masyarakat lokal. Daerah-daerah yang memiliki peran vital
seperti wilayah hulu sungai sangat tepat menjadi fokus perhatian. Penyelamatan mata air di hulu
sungai saat ini menjadi isu lingkungan yang penting dalam tataran masyarakat dan memiliki
korelasi yang signifikan dengan kesejahteraan masyarakat di wilayah DAS. Penelitian yang
bertujuan untuk mengkaji dimensi sosial dan budaya dari kearifan lokal masyarakat Desa
Tawang Sari Kecamatan Pujon dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam,
mengidentifikasi kearifan lokal apa saja yang pernah dijalankan dan yang masih berlangsung
dalam kehidupan masyarakat di Desa Tawang Sari dalam mempertahankan kelestarian hutan
“sengkeran” hingga saat ini (yang terdapat sumber mata air sungai Konto yang masuk dalam Sub
Das Brantas), mengkaji jenis-jenis kearifan lokal yang dapat menunjang penyelamatan mata air,
dan mengkaji kemungkinan untuk menggeser atau meningkatkan status kearifan lokal masyarakat
dari hukum normatif menjadi hukum legal formal (peraturan desa). Penelitian ini dilaksanakan di
Desa Tawang Sari Kecamatan Pujon Kabupaten Malang mulai Oktober 2015-Juli 2016. Penelitian
ini menggunakan metode survey. Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder.
Data sekunder dikumpulkan dari instansi pemerintah dan non pemerintah yang terkait dengan
topik penelitian ini. Data primer dikumpulkan dari masyarakat, tokoh masyarakat, aparat desa,
aparat kecamatan, dan aparat kabupaten. Data primer dikumpulkan dengan metode: Pengamatan
tak terlibat (nonparticipant observation), Wawancara terstruktur dan Focus Group Discussion
(FGD). Data kuantitatif yang telah terkumpul dan telah ditabulasi, selanjutnya dianalisis dengan
metode analisis etnografis. Hasil dari penelitian ini adalah diketahui Desa Tawangsari memiliki
kearifan lokal untuk pemeliharaan lingkungan hidup melalui pelestarian kawan hutan sengkeran
yang merupakan kawasan yang terdapat mata air sungai konto DAS Brantas. Kearifan lokal
tersebut di atas dapat menjadi cerminan pemeliharaan sumber daya alam kedepan, dalam bentuk
pembangunan yang berkelanjutan

Kata kunci: kearifan lokal, mata air, masyarakat lokal, etnografis

1. PENDAHULUAN
Desa Tawangsari adalah sebuah Desa kecil dilembah gunung Anjasmoro, di Desa tawangsari
inilah salah satu mata air atau hulu sungai Konto (DAS Brantas) berasal. Sungai konto adalah
bagian dari hulu sungai Brantas dimana sungai Brantas merupakan salah satu sungai Besar di
Indonesia. Sungai Brantas memiliki fungsi yang sangat penting bagi Jawa Timur mengingat 60%
produksi padi berasal dari areal persawahan di sepanjang aliran sungai ini sehingga bisa dikatakan
sungai Brantas adalah sungai kehidupan bagi masyarakat Jawa Timur.

88 SENASPRO 2016 | Seminar Nasional dan Gelar Produk


Sebagai desa hulu sungai, desa Tawangsari memiliki peran yang sangat penting dalam
menjaga kelestarian mata air sungai Konto karena dari Desa inilah kelangsungan dan keberlanjutan
sungai Konto berasal. Secara administratif Desa Tawangsari masuk wilayah Kecamatan Pujon
Kabupaten Malang. Sebagian besar masyarakat Desa Tawangsari berprofesi sebagai petani sayur.
Sebagai petani dan tinggal di desa hulu sungai Konto menjadikan masyarakat Desa Tawangsari
memiliki berbagai kearifan lokal dalam mengelola dan memanfaatkan sumberdaya alam terutama
tanah dan air.
Salah satu kearifan lokal masyarakat Desa Tawangsari dalam menjaga kelestarian
lingkungan adalah adanya “hutan Sengkeran”. Hutan Sengkeran yang ada di desa Tawangsari
secara ekologi tidak berbeda dengan hutan-hutan pada umumnya, yang membedakan adalah
pengelolaannya didasari kearifan lokal dengan “mitos hutan Sengkeran”. Mitos yang dipercayai
secara turun-temurun dan nilai mistisnya masih kuat sampai sekarang tersebut adalah kepercayaan
masyarakat bahwa hutan sengkeran adalah hutan yang angker dan dihuni mahluk halus. Barang
siapa mengambil kayu atau merambah hutan tanpa seijin sesepuh atau pamong setempat dimana
pun dia meletakan barang curiannya akan diikuti makluk halus penghuni hutan
sengkeran.Kepercayaan masyarakat desa dengan mitos turun-temurun tersebut terbukti membawa
dampak positif terhadap kelestarian hutan sengkeran dan mata air sungai Konto.
Kebijakan pengelolaan hutan sejauh ini lebih ditekankan pada aspek sipil teknis yaitu hanya
pembangunan fisik saja misalnya teknik silvikultur, pembuatan dam penahan. Penerapan teknologi
dengan melibatkan dan pemberdayaan masyarakat memang sudah dilakukan tetapi tidak bisa
menunjukan hasil yang positif karena orientasi program lebih pada aspek keproyekan yaitu ketika
rangkaian kegiatan selesai maka selesai pula programnya tanpa ada pengawasan dan pemeliharaan
kegiatan. Pelestarian dengan berbasis kearifan lokal di Tawangsari dalam memelihara hutan
Sengkeran yang didalamnya terdapat mata air sungai Konto menunjukan hasil yang postif dan
kelestariannya bisa terpelihara hingga sekarang. Pengelolaan hutan dan mata air berbasis kearifan
lokal di Desa tawangsari bisa dijadikan model kebijakan baru dalam pengelolaan hutan dan air
sehingga diperlukan disseminasi dan dipublikasikan model pengelolaan hutan dan air berbasis
kearifan lokal tersebut agar kedepan bisa diduplikasikan di daerah lain.
Kawasan DAS Brantas (Konto) memiliki luasan sekitar 23.700 ha, termasuk dalam dua
kecamatan Pujon dan Ngantang. Didalamnya terdapat 20 desa yang menggantungkan pasokan air
dari keberadaan aliran sungai. Namun beberapa tahun terakhir kondisi DAS Brantas mengalami
penurunan debit air akibat terjadinya deforestasi/ penurunan luasan lahan hutan dari awalnya 9000
ha (tahun 1990) menjadi 6000 ha (tahun 2010) dari pembukaan perkebunan, tegalan, sawah, dan
pemukiman baru. Melihat kondisi tersebut Pemerintah membuat kebijakan yang sejauh ini lebih
ditekankan pada aspek sipil teknis yaitu hanya pembangunan fisik saja misalnya teknik silvikultur,
pembuatan dam penahan dan sebagainya. Kebijakan-kebijakan ini sejauh ini masih bersifat parsial
dan berbasis aspek ke“proyek”an dengan tingkat keberlanjutannya rendah yang berakibat pada
belum maksimalnya penyelesaian persoalan penurunan debit air DAS Brantas.
Keberadaan kearifan lokal masyarakat setempat seperti yang dilakukan masyarakat desa
Tawangsari melalui pengelolaan hutan larangan/sengkeran, sejauh ini dapat dianggap sebagai
alternatif dan terbukti efektif dalam menjaga keberadaan debit air di hulu sungai Brantas. Sehingga
target kegiatan ini adalah adanya kolaborasi yang lebih komprehensif dan harmonis antara
perencanaan sipil teknis dari pemerintah dan kearifan lokal masyarakat dalam pengelolaan sumber
air dan hutan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dimensi sosial dan budaya dari kearifan lokal
masyarakat di Desa Tawang Sari dalam berinteraksi, pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya
alam, mengidentifikasi Kearifan lokal apa saja yang pernah dijalankan masyarakat di Desa Tawang
Sari dalam penyelamatan kelestarian hutan sengkeran dan mata air, mengkaji kemungkinan untuk
menggeser atau meningkatkan status kearifan lokal masyarakat dari hukum normatif menjadi
hukum legal formal (Peraturan Desa), dan mendesain model pengelolaan dan pemanfaatan
sumberdaya yang lestari bersumber dan berakar dari kearifan lokal masyarakat di Desa Tawang
Sari Kecamatan Pujon Kabupaten Malang.

2. METODE

Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2016 89


Penelitian dilaksanakan di Desa Tawang Sari Kecamatan Pujon Kabupaten Malang. Adapun
waktu penelitian dilakukan pada bulan September 2015 sampai Juli 2016. Penelitian ini ialah suatu
studi etnografis yang berfokus pada interaksi manusia dengan ekologi yang ada disekitarnya.
Alasan pemilihan tempat ini adalah untuk mendapat pemahaman lebih jauh atas masyarakat di
Desa Tawang Sari karena masyarakat Tawang Sari memiliki kearifan budaya dalam menjaga dan
melestarikan sumberdaya alam dalam hal ini pelestarian mata air, selain itu Tawangsari merupakan
daerah yang terletak jauh dari perkotaan berada di wilayah pegunungan dan karakteristik alam yang
sesuai dengan kondisi pertanian serta masyarakatnya yang masih memiliki keyakinan akan
keberadaan makhluk gaib di sekitar tempat tinggal mereka sehingga dianggap sebagai desa
tradisional sehingga memiliki budaya yang diwariskan dari dahulu, terkhusus pada aktivitas
pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan yang mereka lakukan.
Alat yang digunakan adalah alat tulis menulis, tally sheet, panduan wawancara, tape
recorder, komputer beserta perlengkapanya, peta, dan kamera sedangkan bahan yang di gunakan
dalam penelitian ini adalah data-data dokumen pendukung penelitian seperti data demografi dan
lahan.
Penelitian yang dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengetahuan lokal yang
diterapkan masyarakat Desa Tawang Sari dalam pelestarian sumberdaya alam terdiri dari 3 tahap
terdiri dari tahap 1 yaitu studi pustaka/literatur, laporan penelitian, internet, dan data-data di desa
dan kecamatan, tahap 2 yaitu kajian lapangan etnoekologi masyarakat aspek yang diteliti yaitu
pengetahuan lokal yang diterapkan masyarakat Desa Tawang Sari dalam mengelola sumberdaya
ala, tahap 3 yaitu pengelolaan dan analisis data sesuai tahap 1 dan 2, pengelolalan data hasil dari
wawancara maupun kuisioner dilakukan dengan berpedoman pada metode dan tujuan penelitian
yang akan dicapai.
Pengumpulan data dapat penelitian ini melalui beberapa cara antara lain, yaitu kajian
literature yang bertujuan untuk mendapatkan data-data yang berkaitan dengan sejarah masyarakat
Tawang Sari secara umum, data mengenai penduduk atau demografi desa, luas Desa, data
mengenai lahan serta sejarah penggunaan lahan yang dilakukan oleh masyarakat Desa Tawang
Sari. Studi literatur ini dapat menggunakan buku, tulisan atau artikel, koran atau tulisan lainya yang
berkaitan dengan deskripsi masyarakat Tawang Sari, dan kajian lapangan yang dilaksanakan
melalui kegiatan wawancara dan pengamatan terlibat.
Analisis data dilakukan dengan analisis etnografis sesuia dengan pendapat Spradley [1] yaitu
pencarian makna budaya dengan menggunakan bahasa komunikasi atau istilah yang digunakan
oleh masyarakat setempat. Analisis data dilakukan dengan mengikuti sifat umum dalam tahapan
penelitian kualitatif menurut Usman dan Akbar [2] antara lain: mereduksi data, yakni merumuskan
secara singkat dengan klasifikasi tertentu sesuai dengan informasi/data yang ditemukan di
lapangan; penyajian data, yakni memaparkan informasi/data dalam sebuah tulisan sesuai dengan
data yang telah direduksi pada tahap analisis pertama, dan tahap terakhir adalah penarikan
kesimpulan, yakni menentukan pokok jawaban sesuai dengan sajian data dilakukan pada tahap
kedua.
Analisa data mengenai potensi pengetahuan lokal yang diterapkan masyarakat desa Tawang
Sari dalam mengelola sumberdaya alam ini antara lain peneliti menganalisis pembagian-pembagian
kawasan desa oleh masyarakat Tawang Sari dalam kehidupannya sehari-hari atau menjalankan
tradisi. Pembagian wilayah pemukiman, pertanian, ladang, sumber air, hutan, peternakan dan lain
sebagainya sesuai dengan informasi yang didapatkan pada saat penelitian melalui wawancara serta
pengamatan terlibat yang dilakukan. Data yang didapatkan tersebut kemudian direduksi sehingga
didapatkan rumusan dan klasifikasi informasi, setelah itu data tersebut disajikan atau
dideskripsikan dalam sebuah tulisan sehingga dapat menggambarkan pengetahuan masyarakat
Tawang Sari dalam yang Diterapkan Masyarakat Desa Tawang Sari dalam Mengelola Sumberdaya
Alam, langkah yang terakhir adalah menyimpulkan dari analisis tersebut sehingga diperoleh
gambaran yang jelas mengenai apa yang diteliti.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


3.1 Lokasi Penelitian
90 SENASPRO 2016 | Seminar Nasional dan Gelar Produk
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Tawangsari Kecamatan Pujon Kabupaten Malang.
Adapun waktu penelitian dilakukan pada bulan Desember 2015 sampai Juli 2016. Penelitan ini
adalah suatu studi etnografis yang berfokus pada interaksi manusia dengan ekologi yang ada
disekitarnya. Tawangsari memiliki kearifan budaya yang sampai sekarang masih terawat oleh
karena itu perlu untuk diteliti dan dipelajari, selain itu Tawangsari merupakan daerah yang terletak
jauh dari perkotaan berada diwilayah pegunungan dan karakteristik alam yang sesuai dengan
kondisi pertanian serta masyarakatnya yang masih memiliki keyakinan akan keberadaan makhluk
gaib disekitar tempat tinggal mereka sehingga dianggap sebagai desa tradisional sehingga memiliki
budaya dan adat yang diwariskan dari dahulu, terkhusus pada aktifitas memanfaatkan hutan dan
lingkungan yang mereka lakukan.

3.2 Kondisi Geografis desa Tawangsari


Secara geografis, Tawangsari termasuk wilayah yang memiliki pegunungan dan sebagian
besar dataran tinggi. Kondisi tanah dalam kawasan hutan tersebut pada umumnya memiliki solum
yang agak tebal dan sedikit berbatu. Ketinggian wilayah Tawangsari ±1.000 – 2.500 mdpl. Suhu
rata-rata 14-24˚C dengan rata-rata curah hujan dalam satu tahun 1.724 mm dan terbagi dalam
delapan bulan basah, tiga bulan kering dan satu bulan lembab. Jenis tanah, kelerengan dan curah
hujan mempunyai peranan penting dari segi konservasi lahan, karena kepekaan tanah, kelerengan
dan curah hujan memberikan indikasi tingkat bahaya erosi dimana semakin peka tanah, semakin
tinggi derajat kelerengan dan curah hujan, maka potensi terjadinya erosi akan semakin besar.
Penggunaan lahan di Desa Tawangsari adalah 5,0% dari wilayah berupa pemukiman
penduduk, 2,3% berupa lahan kering, 3,8% berupa lahan persawahan dan 88,9% berupa kawasan
hutan pangkuan desa (Tabel 4.1).

Tabel 4.l: Luas Desa Pujon Kidul berdasarkan penggunaan lahan


Penggunaan Lahan Luas (Ha) Persentase (%)
Pemukiman Penduduk 141 5,0
Lahan Kering 63 2,3
Persawahan 97 3,8
Hutan Produksi dan Lindung 2.399 88,9
Total 2.700 100
Sumber: Profil Desa Tawangsari Tahun 2015 [3]

3.3 Kondisi Demografis desa Tawangsari


Desa Tawangsari memiliki penduduk berjumlah 3.965 jiwa. Jumlah penduduk tersebut terdiri
dari laki-laki sebanyak 1.905 jiwa dan perempuan sebanyak 2.060 jiwa (Tabel 4.2).

Tabel 4.2: Jumlah penduduk Desa Tawangsari berdasarkan jenis kelamin


Jenis Kelamin Jumlah Penduduk (Jiwa) Persentase (%)
Perempuan 2.060 51
Laki-laki 1.905 49
Jumlah 3.965 100
Sumber: Profil Desa Pujon Kidul Tahun 2015 [4]

Jumlah penduduk di Desa Tawangsari sebagian besar berusia produktif (umur 15-64 tahun)
dengan persentase lebih dari 50% (Tabel 4.3). Jumlah usia produktif yang tinggi jika tidak
diikuti dengan ketersediaan lapangan pekerjaan yang layak akan menyebabkan pengangguran.
Tingginya angka pengangguran dapat memicu timbulnya berbagai persoalan sosial lainnya
seperti kenakalan remaja dan sebagainya.
Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2016 91
Tabel 4.3: Jumlah penduduk Desa Tawangsari berdasarkan kelas umur
Kelas Umur Jumlah Penduduk (Jiwa) Persentase (%)
0-4 474 11,6
5-9 524 13,8
10-14 479 11,7
15-24 737 18,0
25-64 1.640 40,1
>64 196 4,8
Jumlah 3.965 100
Sumber: Profil Desa Tawangsari Tahun 2015 [3]
Tingkat pendidikan di Desa Tawangsari seperti halnya sebagian besar desa-desa di Indonesia
masih tergolong rendah dimana lebih dari 90% penduduk hanya berpendidikan di sekolah dasar
(tabel 4.4)
Tabel 4.4: Jumlah penduduk Desa Tawangsari berdasarkan tingkat pendidikan
Tingkat Pendidikan Jumlah Penduduk (Jiwa) Persentase (%)
Buta Huruf 21 0,6
SD 3.273 90,6
SLTP 227 6,3
SMA 83 2,3
PT 7 0,2
Jumlah 3.611 100
Sumber: Profil Desa Pujon Kidul Tahun 2015 [4]
Sebagian besar penduduk di Desa Tawangsari yang berusia produktif bermata pencaharian
sebagai petani atau buruh tani yaitu mencapai lebih dari 95%. Dengan tingkat pendidikan yang
relatif rendah dan keterampilan yang terbatas bidang pertanian menjadi tumpuan sumber
penghidupan masyarakat di Desa Tawangsari (Tabel 4.5).

Tabel 4.5: Jumlah penduduk Desa Tawangsari berdasarkan mata pencaharian


Jenis Mata Pencaharian Jumlah Penduduk (Jiwa) Persentase (%)
Petani 1.841 71,6
Buruh Tani 707 27,5
PNS/Pegawai Pemerintahan 9 0,4
Pegawai Swasta 13 0,5
Usaha Sendiri 3 0,1
Tidak Bekerja 0 0
Jumlah 2.573 100
Sumber: Profil Desa Pujon Kidul Tahun 2015 [4]

3.4 Sarana dan Prasarana di Lokasi Penelitian


3.4.1 Sarana Jalan
Jalan yang ada di Desa Tawangsari terdiri atas jalan aspal, jalan makadam dan jalan tanah
(Tabel 4.6). Jalan merupakan salah satu infrastruktur transportasi yang mendukung
pemasaran produk pertanian dan pengembangan wisata alam.

Tabel 4.6: Panjang jalan pada berbagai spesifikasi di Desa Tawangsari


Jenis Jalan Panjang (Km) Kondisi
Aspal 4 Baik
Makadam 2 Sedang
Tanah 2 Rusak

92 SENASPRO 2016 | Seminar Nasional dan Gelar Produk


Sumber: Profil Desa Tawangsari Tahun 2015 [3]

3.4.2 Sarana Pendidikan


Upaya peningkatan pendidikan masyarakat dilakukan dengan pembangunan sarana
pendidikan. Sampai 2014 tercatat jumlah gedung sekolah untuk TK sebanyak 4 unit, SD
sebanyak 2 Unit dan SLTP sebanyak 1 unit (tabel 4.7).
Tabel 4.7: Jumlah sarana pendidikan di Desa Tawangsari
Jenis Sarana Pendidikan Jumlah (Unit)
PAUD -
TK 4
SD 2
SLTP 1
SLTA -
Total 7
Sumber: Profil Desa Tawangsari Tahun 2015 [3]
3.4.3 Sarana Kesehatan
Sarana kesehatan yang ada di Desa Tawangsari berupa Posyandu sebanyak 2 unit dan
Polindes sebanyak 1 unit (Tabel 4.8)
Tabel 4.8: Jumlah sarana kesehatan di Desa Tawangsari
Fasilitas Kesehatan Jumlah (Unit)
Posyandu 2
Polindes 1
Total 3
Sumber: Profil Desa Tawangsari Tahun 2014 [5]
3.4.4 Sarana Ibadah dan Umum
Sarana ibadah yang ada di Desa Tawangsari meliputi Masjid sebanyak 5 unit dan Mushola
sebanyak 22 unit. Sedangkan sarana umum yang menunjang dalam peningkatan produksi
desa seperti pasar, Bank Perkreditan Rakyat (BPR) atau kredit usaha tani (KSU) belum
tersedia di desa ini (Tabel 4.9).
Tabel 4.9: Jumlah sarana ibadah dan umum di Desa Tawangsari
Jenis Fasilitas Jumlah (unit)
Masjid 5
Mushola 22
Pasar -
BPR/KSU -
Sumber: Profil Desa Tawangsari Tahun 2014 [5]

3.5 Keterkaitan Masyarakat Desa dengan Kawasan Hutan


Desa Tawangsari merupakan desa di sekitar kawasan hutan, dimana luas hutan pangkuan
desa mencapai 88% dari total wilayah desa, Hutan pangkuan desa tersebut berada di bawah
pengelolaan Perum Perhutani yang berupa hutan produksi dan hutan lindung, dengan persentase
lahan pertanian baik berupa sawah dan lahan kering yang hanya mencapai 6% dari luas wilayah,
sedangkan lebih dari 90% jumlah penduduk adalah petani. Dari kondisi inilah yang menjadikan
lahan hutan sebagai sumberdaya lahan alternatif bagi penduduk di Desa Tawangsari dalam
melakukan usaha di bidang pertanian.
Masyarakat bekerjasama dengan Perhutani melalui kegiatan PHBM melakukan usaha
agroforestri dan silvopasture baik berupa tumpangsari tanaman pertanian serta melakukan
penanaman rumput di bawah tegakan hutan. Aktivitas agroforestri ini telah menjadi sumber
penghidupan masyarakat di Desa Tawangsari.

3.6 Kearifan Lokal Desa

Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2016 93


Tawangsari merupakan salah satu desa yang terdapat di kecamatan Pujon Kabupaten
Malang, desa tersebut memiliki kearifan lokal yang digunakan untuk memelihara lingkungan hidup
dan peningkatan produksi hasil pertanian. Kearifan lokal atau dapat juga disebut kearifan
tradisional merupakan pengetahuan yang secara turun temurun dimiliki olah para petani dalam
mengolah lingkungan hidupnya, yaitu pengetahuan yang melahirkan perilaku sebagai hasil dari
adaptasi mereka terhadap lingkungannya yang mempunyai implikasi positif terhadap kelestrian
lingkungan hidup [6].
Kearifan lokal yang ada di Desa Tawangsari berupa sistem penanggalan dalam pertanian,
misalnya penanggalan musim tanam. Sistem penanggalan ini adalah sistem penanggalan jawa yang
dalam penentuannya dilihat dari perkiraan posisi bulan. Misalnya masa tanam “mlebu rendeng”
dilakukan pada saat sebelum musim hujan. Petani di Desa Tawangsari memiliki semacam “ilmu
batin” yang bisa menunjukkan kapan seharusnya menanam, dan kapan seharusnya tidak menanam.
Ketika pada waktunya tidak boleh menanam, berarti seluruh petani harus serentak tidak boleh
menanam, jika ada yang menanam umumnya terjadi “malapetaka” tertentu seperti lahan
pertaniannya terkena hama, atau tidak tumbuh dengan subur.
Selain itu pada saat panen, para petani biasanya membuat acara sedekah bumi. Ritual ini
biasanya dilakukan di pusat air yang sudah dibubuhi dengan doa-doa dengan tujuan mendapat
berkah dari Sang Khaliq. Tradisi yang juga biasa dilaksanakan oleh masyarakat Tawangsari adalah
ketika pertengahan musim tanam, dedaunan diikatkan ke pohon atau sajen disudut tegalan. Tradisi
ini dipercaya dapat menjaga pohon dari serangan hama dan pohon cepat berbuah.
Selain contoh kearifan lokal yang ada diatas, di Desa Tawangsari juga terdapat kearifan
lokal dalam pemeliharaan lingkungan hidup. Lingkungan hidup itu sendiri adalah apa saja yang
mempunyai kaitan dengan kehidupan pada umumnya dan kehidupan manusia [7]. Salah satu
contoh pemeliharaan lingkungan hidup yang ada di Desa Tawangsari adalah gotong royong.
Misalnya pada saat hari-hari besar seperti pada perayaan 17 Agustus masyarakat Cimanggu
melakukan gotong royong. Namun sekarang gotong royong tersebut sudah tidak lagi dilaksanakan,
karena tidak lagi diagendakan oleh kepala desa setempat. Sehingga sekarang pemeliharaan
lingkungan hidup dengan gotong royong tidak lagi dilaksanakan. Akibat dari pemeliharaan
lingkungan hidup yang tidak lagi dilaksanakan, keadaan kampung tersebut kurang terurus
kebersihannya. Meskipun begitu, masyarakat kampung tersebut membuat inisiatif sendiri dengan
membuat lubang di pekarangan rumah sebagai tempat pembuangan sampah, kemudian di bakar.

3.7 Peranan Kearifan Lokal terhadap pemeliharaan Sumber Daya Alam


Hutan Sengkeran atau hutan angker adalah kawasan hutan yang berada di pinggir desa
Tawangsari merupakan kawasan hutan yang didalamnya terdapat mata air sungai konto anak
sungai brantas. Kondisi hutan sengkeran yang di jaga oleh masyarakat dengan kearifan lokalnya ini
sangat terjaga kelestariannya. Hutan sengkeran digambarkan oleh mayarakat desa setempat sebagai
hutan “wingit” atau sangat angker banyak sekali cerita-cerita mistis yang selalu diceritakan
masyarakat desa Tawangsari misalnya pernah ada perambah hutan dari luar desa Tawangsari
mencoba mengambil kayu di hutan sengkeran kemudian kesurupan atau kemusakan roh penjaga
hutan dan baru bisa disembuhkan kalau pencuri kayu ini mengembalikan kayu hasil curiannya dan
berjanji tidak akan mengulang kembali. Cerita-cerita mistis ini ternyata membuat masyarakat
sangat percaya dengan roh penghuni hutan sengkeran ini sehingga masyarakat kemudian turut
menjaga hutan agar penghuni hutan tidak marah. Kearifan lokal masyarakat desa Tawangsari pada
hutan sengkeran ini menjadikan hutan sengekeran yang terdapat mata airnya ini bisa terjaga
kelestariannya (hasil wawancara dengan tokoh desa Tawangsasi, 20 Januari 2016).
Petani pada tahun 60-an selalu menggunakan “ilmu batin” ini dalam menentukan waktu
tanam, pengistirahatan tanaman, dan panen. Sehingga panen selalu memberikan hasil yang baik
dan lahan pertanian mereka tidak pernah terserang hama yang serius. Kearifan lokal ini
sesungguhnya berperan penting terhadap sistem pertanian berkelanjutan, melalui penghitungan
menggunakan “ilmu batin” tersebut, petani tidak pernah menggunakan pestisida untuk
memberantas hama, dan tidak menggunakan pupuk-pupuk kimia yang berdampak buruk bagi
kesuburan tanah kedepan, karena mereka sudah dapat memprediksinya. Sehingga hasil panen yang
94 SENASPRO 2016 | Seminar Nasional dan Gelar Produk
mereka hasilkan tidak mengandung residu kimia yang berbahaya bagi kesehatan konsumen, dan
tidak digunakannya pestisida, herbisida, maupun pupuk kimia berdampak langsung terhadap
terjaganya unsur-unsur hara tanah, sehingga tanah tetap subur dan produktif.
Keterjagaan tanah, tanaman, dan ekosistemnya menunjukkan bahwa kearifan lokal tersebut
berpihak pada pemeliharaan kelangsungan sumber daya alam, dimana tanah tidak terus
tereksploitasi untuk berproduksi menggunakan perangsang pertanian yang tidak bersahabat dengan
alam, ekosistem didalamnya tidak terganggu kehidupannya, begitu juga dengan manusia yang bisa
mengonsumsi pangan hasil panen dengan aman. Kearifan lokal ini sesungguhnya dapat menjadi
cerminan pemeliharaan sumber daya alam kedepan, dalam bentuk pembangunan yang
berkelanjutan. Pembangunan yang menghasilkan, namun tetap arif terhadap alam.
Kearifan lokal lainnya yang berdampak terhadap pemeliharaan sumber daya alam adalah
tradisi gotong royong untuk membersihkan kampung, dimana masyarakat sama-sama bahu
membahu mebersihkan lingkungan mereka sehingga tercipta lingkungan yang bersih dan kondusif
bagi kesehatan warga. Selain itu terdapat kearifan lokal seperti ritual-ritual seperti sedekah bumi
sebelum menanam, dan ketika panen. Hal ini memang tidak berdampak langsung terhadap
pemeliharaan sumber daya alam, namun kearifan lokal ini menimbulkan solidaritas antar warga
Desa Tawangsari yang semakin kuat.

4. KESIMPULAN
Desa Tawangsari memiliki kearifan lokal untuk pemeliharaan lingkungan hidup melalui
pelestarian kawan hutan sengkeran yang merupakan kawasan yang terdapat mata air sungai konto
DAS Brantas. Kearifan lokal tersebut di atas dapat menjadi cerminan pemeliharaan sumber daya
alam kedepan, dalam bentuk pembangunan yang berkelanjutan. Pembangunan yang menghasilkan,
namun tetap arif terhadap alam. Kearifan lokal yang ada di Desa Tawangsari berupa gotong royong
dapat dilestarikan dengan senantiasa menumbuhkan kesadaran masyarakat bahwa kebersihan
lingkungan adalah penting bagi kesehatan warga, apalagi mengingat dengan kebiasaan warga yang
membuang sampah diselokan. Sistem kearifan lokal yang berupa sistem penanggalan pertanian
sudah mulai ditinggalkan, terlihat dari semakin sedikitnya masyarakat yang menggunakan sistem
ini, hanya orang-orang tertentu saja yang menggunakan. Perlunya kelembagaan secara terstruktur
dengan baik untuk melestarikan pengetahuan-pengetahuan lokal dan perlunya mendeseminasikan
kearifan lokal ini agar pengetahuan tersebut tidak pudar dan hilang.

5. PERSEMBAHAN
Penelitian dan penulisan artikel ini merupakan bagian dari kegiatan penelitian yang didanai
Universitas Muhammadiyah Malang melalui Penelitian Unggulan Pusat Studi (PUPS), dalam hal
ini mewakili Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan Universitas Muhammadiyah Malang.
Dengan demikian, patutlah kami menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-
pihak tersebut.

6. DAFTAR PUSTAKA
[1] Spradley, J. P. 1997. Metode Etnografi. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya.
[2] Usman, H. & Akbar, R. P. S. 2006. Pengantar Statistika. Jakarta: Bumi Aksara.
[3] Profil Desa Tawangsari Tahun 2015
[4] Profil Desa Pujon Kidul Tahun 2015
[5] Profil Desa Tawangsari Tahun 2015
[6] Lamech, A. P. & Hutama, P. 1995. Kearifan Tradisional Masyarakat Pedesaan Daerah Irian
Jaya di Kabupaten Jayapura dan Biak Numfor dalam Pemeliharaan Lingkungan hidup.
Jayapura: Proyek Pengkajian dan Pembinaan Nilai-nilai Budaya Pusat.
[7] Sastrosupeno. 1984. Manusia, Alam, dan Lingkungan. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.

Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2016 95

Anda mungkin juga menyukai