Anda di halaman 1dari 14

MASYARAKAT

DESA ADAT TENGANAN PEGRINGSINGAN

Dyah Respati Suryo Sumunar, Suparmini, dan Sriadi Setyawati


Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta
email: dyah_respati@uny.ac.id

Abstrak: Masyarakat Desa Adat Tenganan Pegringsingan. Tujuan penelitian


ini untuk mengetahui kondisi lingkungan isik dan sosial kemasyarakatan Desa
Adat Tenganan Pegringsingan, serta cara masyarakat Desa Adat Tenganan
Pegringsingan dalam mengelola lingkungan. Penelitian ini merupakan penelitian
deskriptif dengan pendekatan kualitatif dengan melakukan pengamatan dan
wawancara dengan beberapa tokoh masyarakat, kepala desa, kepala adat, dan
anggota masyarakat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa letak Desa Tenganan
berada pada kawasan perbukitan dengan topogra i kasar. Pemukiman Tenganan
dibagi menjadi tiga Banjar adat, yaitu Banjar Kauh, Banjar Tengah, dan Banjar
Kangin. Banjar Kangin disebut juga Banjar Pande, yang dibagi lagi menjadi dua
pemukiman, yaitu Pande Kaja dan Pande Kelot. Masyarakat tradisional Bali Aga
di Desa Tenganan masih sangat menjunjung tinggi adat istiadat dari leluhur yang
dilaksanakan secara turun temurun, termasuk dalam pengelolaan kawasan dan
lingkugannya. Masyarakat Desa Tenganan menjunjung tinggi Ajaran Tri Hita
Karana yang merupakan salah satu ajaran dalam agama Hindu yang pada intinya
mengajarkan tentang keseimbangan antara manusia dengan Tuhan, manusia
dengan manusia, dan manusia dengan lingkungannya.

Kata kunci: masyarakat tradisional, Bali Aga, Tenganan, pengelolaan lingkungan

TRADITIONAL AND INDIGENOUS SOCIETY OF TENGANAN PEGRINGSINGAN

Abstract: Traditional and Indigenous Society of Tenganan Pegringsingan.


This study was aimed at determining the physical environment condition, social
condition, and the environmental management of Tenganan Pegringsingan.
This study is descriptive qualitative research. The data were collected through
observation and interview with several community leaders, village heads,
customary heads, and community members of Tenganan Pegrisingan Village. The
results show that the location of Tenganan Village is in the hilly area with rough
topography. Tenganan settlement is divided into three Banjar adat, namely Banjar
Kauh, Banjar Tengah, and Banjar Kangin. Banjar Kangin is also called Banjar Pande,
which is divided into two settlements, namely Pande Kaja and Pande Kelot. The
Balinese Aga traditional community in Tenganan village still highly upholds the
customs of ancestors carried out from generation to generation, including in the
area and environmental management. The people of Tenganan village uphold
the Tri Hita Karana Teachings which is one of the teachings in Hinduism which
essentially teaches about the equality between man and God, man with man, and
man with his environment.

Keywords: traditional society, Bali Aga, Tenganan, environmental management

111
Jurnal Penelitian Humaniora, Vol. 22, No. 2, Oktober 2017: 111-124

PENDAHULUAN Di Indonesia, dikenal beberapa


Upaya pelestarian sumber daya daerah yang disakralkan dan disucikan
alam senantiasa berhubungan secara oleh masyarakat lokal, antara lain hutan
langsung dengan nilai dan tingkah laku keramat (HK) di Kampung Dukuh,
penduduk lokal. Karena itu, sungguh ironis Garut Selatan; HK di Kampung Naga,
apabila interaksi penduduk lokal dengan Tasikmalaya; HK Gunung Halimun
lingkungannya kerap kali diabaikan Masyarakat Kasepuhan, Sukabumi Selatan,
dalam upaya pelestarian alam. Selain itu, dan HK di Kawasan Baduy, Banten Selatan.
pada banyak kasus di berbagai negara Pada umumnya, berbagai kawasan hutan
berkembang dalam upaya pelestarian keramat tersebut masih terpelihara cukup
alam banyak kon lik dengan penduduk baik oleh masyarakat lokal. Padahal
lokal. Hal tersebut antara lain dikarenakan berbagai kawasan hutan di Jawa Barat dan
pada umumnya kegiatan pelestarian alam Banten, di luar kawasan hutan keramat
dilakukan secara over-protective terhadap tersebut telah banyak yang mengalami
kehidupan liar, mengingat para penyusun kerusakan parah (Iskandar, 2016). Oleh
konsep pelestarian alam dari ahli Barat karena itu, berbagai kawasan hutan
mengasumsikan bahwa perkembangan keramat tersebut mempunyai fungsi
kemajuan sosial ekonomi masyarakat penting bagi pelestarian keanekaragaman
negara-negara berkembang sama dengan hayati yang ada di dalamnya.
perkembangan kemajuan negara industri Keberadaan kawasan hutan di-
Barat. keramatkan hampir merata pada berbagai
Mengingat pentingnya peranan etnik Nusantara. Kelompok masyarakat
masyarakat lokal dalam pelestarian mengakui adanya nilai-nilai tidak terukur,
alam, maka tak heran apabila pada KTT nilai-nilai magis di balik fenomena
Bumi di Rio de Janeiro tahun 1992 telah alam hutan. Eksistensi kelompok ma-
dimunculkan wacana tentang ‘konservasi syarakat berkembang mengikuti dua
tradisional’, yang berlandaskan pada pola dasar. Pertama, pola alamiah.
kearifan budaya tradisional, berupa Masyarakat berdasarkan pengalamannya
praktik-praktik pemanfaatan sumber berinteraksi dengan lingkungannya dan
daya alam oleh masyarakat lokal yang mereka mengakui adanya kekuatan gaib
masih terikat pada pranata-pranata lokal yang mempengaruhi hidupnya. Kedua,
yang menyatu dalam keseharian hidupnya masyarakat lokal berinteraksi dengan
(Wiratno, dkk., 2001: 163). kelompok masyarakat pendatang dan
Dalam pengelolaan kawasan konser- mendapat pengetahuan tentang kekuatan
vasi alam, seyogianya selain aspek- magis dalam kehidupannya serta memiliki
aspek bio isik, perlu pula diperhatikan landasan sistem norma (Suryadarma,
aspek sosial, ekonomi dan budaya 2017: 50-56).
masyarakat lokal, termasuk praktik Di Provinsi Bali, di antara beberapa
pelestarian kawasan suci atau sakral desa adat yang ada, yakni Desa Adat
oleh masyarakat lokal. Sesungguhnya isu Bali Aga Tenganan atau yang lebih
tentang pelestarian daerah suci, daerah dikenal dengan Desa Adat Tenganan
sakral, atau daerah keramat dalam kaitan Pegringsingan, di Kecamatan Manggis,
pelestarian alam telah mendapat perhatian Kabupaten Karangasem sampai saat ini
UNESCO, dengan menjadikannya sebagai masih memelihara dan melestarikan
suatu kawasan Cagar Biosfer. kawasan dan lingkungannya menyatu
dengan masyarakatnya yang terikat dalam

112
Masyarakat Desa Adat Tenganan...(Dyah R. S. S., dkk.)

tata aturan yang disebut dengan Tri Hita permukiman tradisional (Mendra &
Karana (THK). Dengan THK tersebut, Wiriantari, 2016: 73-97).
segala tata aturan dikelola, diikuti, dan Oleh karena itu, pengelolaan kawasan
ditaati dengan baik sehinga kawasan dan lingkungan pada masyarakat Desa
dan lingkungan di Desa Adat Tenganan Adat Tenganan Pegringsingan dengan
Pegringsingan senantiasa lestari. berbagai kearifan budaya tradisional,
Interaksi an tara man us ia dan sangat penting dan menarik untuk dikaji.
lingkungannya tidak selalu berdampak Berdasarkan permasalahan yang telah
positif, ada kalanya menimbulkan dampak diuraikan di atas, penelitian ini difokuskan
negatif, yakni dengan munculnya bencana, pada pengamatan terhadap pengelolaan
malapetaka, dan kerugian-kerugian kawasan dan lingkungan Desa Adat
lainnya. Pada kondisi seperti itu, kearifan Tenganan Pangringsingan, di Kecamatan
lokal yang dimiliki oleh masyarakat dapat Manggis, Kabupaten Karangasem, Provinsi
meminimalkan dampak negatif yang ada Bali.
atau dengan kata lain, mitigasi bencana
atau pengurangan resiko terhadap METODE
bencana dapat dilakukan melalui keraifan Penelitian ini didesain sebagai pe-
lokal yang ada pada masyarakat setempat. nelitian deskriptif dengan pendekatan
(Sumunar, dkk., 2013: 739-751). Demikian kualitatif. Hasil penelitian ini berusaha
juga pada masyarakat Desa Adat Tenganan untuk menjelaskan secara rinci mengenai
Pegringsingan dengan mengikuti, melak- keadaan yang ada di lapangan. Dalam
sanakan, dan menyakini awig-awig penelitian ini, variabel yang diamati adalah
(undang-undang) yang dilakukan secara (1) kondisi isik lingkungan masyarakat
turun temurun, secara sadar atau tidak Desa Adat Tenganan Pegringsingan; (2) kon-
sadar, langsung atau tidak langsung, dan disi sosial, ekonomi, budaya masyarakat
hal itu merupakan wujud kearifan lokal Desa Adat Tenganan Pegringsingan;
yang dimilikinya mempunyai peranan (3) kearifan lokal masyarakat Desa
yang besar terhadap upaya mitigasi Adat Tenganan Pegringsingan; dan (4)
bencana. pengelolaan kawasan dan lingkungan
Bali sebagai destinasi pariwisata dalam masyarakat Desa Adat Tenganan
nasional yang menyediakan berbagai Pegringsingan.
fasilitas pariwisata dan berbagai keunik- Masyarakat Desa Adat Tenganan
an budayanya, menjadikan Bali salah Pegringsingan pada umumnya menjadi
satu sentra pariwisata di Republik subjek dalam penelitian ini. Beberapa
Indonesia. Tidak dapat dipungkiri, Bali narasumber atau key informan diperlukan
menerima terpaan arus globalisasi. dalam pemerolehan data dan informasi.
Wi sa t awan man ca ne ga ra ma upun Peneitian dilaksanakan pada bulan
domestik dipesonakan oleh keindahan Mei 2016 di Desa Adat Tenganan Pe-
alam dan budaya Bali. Fasilitas-fasilitas gri ngs i nga n , Ke cama ta n Ma nggi s ,
kepariwisataan berlomba- lomba membuat Kabupaten Karangasem, Provinsi Bali.
terobosan yang bertujuan untuk menarik D a l a m m e n g u m p u l k a n d a t a
wisman (wisatawan mancanegara). Oleh penelitian, digunakan teknik observasi,
karena itu, disesuaikanlah rumah-rumah dokumentasi, dan wawancara. Teknik
tradisional di Bali dengan selera para observasi yang dilakukan yaitu observasi
wisman. Implikasi dan implementasinya terstruktur, peneliti sudah menyiapkan
yaitu pada fungsi spasial bangunan pada pedoman observasi. Instrumen observasi

113
Jurnal Penelitian Humaniora, Vol. 22, No. 2, Oktober 2017: 111-124

menggunakan daftar isian atau chek list. Pegringsingan, merupakan salah satu
Metode dokumentasi digunakan untuk dari sejumlah desa adat masyarakat Bali
melengkapi data dan informasi lain Aga yang ada di Pulau Bali. Iklim di Desa
yang diperoleh dari instansi terkait atau Tenganan adalah tropis, dengan curah
sumber referensi lain, termasuk studi hujan rata-rata 1.500-2000mm/tahun dan
pustaka. Lembar dokumentasi digunakan temperatur berkisar antara 28-30o C. .
sebagai instrumen dalam penelitian ini. Penduduk Desa Adat Tenganan Peg-
Wawancara merupakan suatu metode ringsingan hingga tercatat berjumlah
pengumpulan data atau fakta di lapangan. 232 kepala keluarga (KK) atau ±670
Prosesnya dapat dilakukan secara jiwa. Umumnya masih berpendidikan
langsung dengan bertatap muka langsung SD dan SMP. Namun, sudah banyak juga
(face to face) dengan narasumber atau key warga Tenganan Pegringsingan yang
informan. Pedoman wawancara digunakan mengenyam pendidikan tinggi dan meraih
sebagai instrumen untuk memudahkan gelar sarjana. Aktivitas keseharian warga
dalam proses wawancara dengan nara Tenganan Pegringsingan yakni bertani
sumber atau key informan. atau pun menekuni usaha kerajinan.
Analisis data dalam penelitian ini Desa Tenganan merupakan sebuah
menggunakan tiga alur kegiatan yang terjadi desa yang masih sangat konservatif dalam
secara bersamaan yaitu: reduksi data, menjaga warisan leluhur mereka. Desa
penyajian data, penarikan kesimpulan/ Tenganan merupakan salah satu Desa di
veri ikasi. Reduksi data diartikan sebagai kawasan Bali yang tidak terdapat kasta,
proses pemilihan, pemusatan perhatian karena kasta merupakan suatu budaya yang
pada penyederhanaan, pengabstakan, dibawa oleh kerajaan orang Hindu Jawa
dan transformasi data “kasar” yang yaitu dari Kerajaan Majapahit. Warga Desa
muncul dari catatan-catatan tertulis di Tenganan mengutamakan keseimbangan
lapangan. Reduksi data merupakan bagian dalam berbagai hal. Hal ini sesuai dengan
dari analisis. Reduksi data merupakan ajaran yang dianut mereka yaitu Hindu
suatu bentuk analisis yang menajamkan, Darma Sekte Indra yang disebut Tri
menggolongkan, mengarahkan, membuang Hita Karana yang menyatakan bahwa
yang tidak perlu, dan mengorganisasi data untuk menjaga hubungan keseimbangan
dengan cara sedemikian rupa hingga antara manusia dengan manusia, manusia
kesimpulan-kesimpulan inalnya dapat dengan alam, dan manusia dengan Tuhan.
ditarik dan diveri ikasi. Penyajian data Meskipun demikian, di Desa Tenganan
sebagai sekumpulan informasi tersusun terdapat struktur sosial adat berupa
yang memberi kemungkinan adanya 10 golongan yang membedakan peran
penarikan kesimpulan dan pengambilan seseorang terhadap desa dan tugas
tindakan. Penarikan kesimpulan, hasil pokok fungsi masing-masing, tetapi tidak
analisis ditampilkan secara kualitatif menjadikan adanya pembeda tingkat
dengan bentuk narasi. status sosial antargolongan. Golongan-
golongan tersebut yakni Sanghyang,
HASIL DAN PEMBAHASAN Ngijeng, Batu Guling Mage, Batu Guling,
Gambaran Umum Empak Buluh, Prajurit, Pande Mas, Pande
Desa Tenganan terletak di Kecamatan Besi, Pasek, dan Bendesa.
Manggis, Kabupaten Karangasem, Provinsi Pada berbagai Banjar yang ada di
Bali dengan luas wilayah 917,218 ha. Desa Desa Tenganan terdapat berbagai macam
Tenganan atau dikenal dengan Tenganan golongan yang tersebut di atas. Semua

114
Masyarakat Desa Adat Tenganan...(Dyah R. S. S., dkk.)

golongan dapat menjadi pemimpin gringsing mengandung nilai magis. Hal ini
adat, karena kepemimpinan terbentuk dikatakan demikian karena kata gringsing
berdasarkan senioritas pernikahan. berasal dari dua kata yaitu gering yang
Tetapi dalam golongan ini hanya dapat berarti “sakit” atau “penyakit” dan sing
dimiliki oleh keturunan saja. Pernikahan berarti “tidak” atau “menolong”. Dan
antargolongan diperbolehkan dan jika kedua akar kata tersebut yaitu kata gering
terjadi, golongan seorang perempuan dan sing disatupadukan akan menjadi
dan anak akan mengikuti golongan laki- kata gringsing yang dapat berarti tidak
lakinya (suami) sehingga yang mengalami sakit atau menolak penyakit yang dapat
perubahan golon gan ha nya pi ha k diperkirakan akan terhindar dari segala
perempuan karena di Desa Tenganan penyakit.
menggunakan sistem patrilinear. Orang Tenganan mempunyai pan-
Penduduk Desa Tenganan Pegring- dangan bahwa kain gringsing memiliki
singan belum merata secara ekonomi. Hal peranan atau fungsi yang amat penting
ini terbukti bahwa masih ada penduduk sebagai bagian dari kehidupan adat
yang masuk kategori miskin. Sebagian mereka. Kain ini sering digunakan pada
besar mata pencaharian masyarakat di saat diadakan upacara adat. Dalam
Desa Tenganan sebagai petani dalam pandangan masyarakat Desa Tengananan,
arti luas, di samping mata pencaharian kain tenun gringsing memiliki nilai magis
lainnya seperti pedagang, penjual jasa, dan dan membutuhkan waktu yang cukup lama
sebagainya. Dalam rangka meningkatkan dalam pembuatannya, kain gringsing tidak
hasil pertanian, masyarakat banyak hanya dibuat oleh golongan tertentu saja,
mendapatkan pembinaan dari instansi- tetapi semua orang atau golongan yang
instansi terkait melalui kelompok- mau belajar dan bisa membuat tenunan
kelompok seperti kelompok tani, kelompok kain gringsing diperbolehkan membuat
ternak, dan kelompok pengrajin. Adapun kain tenun gringsing yang memiliki nilai
hasil pertanian utama adalah buah kelapa magis bagi masyarakat Desa Tenganan
yang dikembangkan dari hasil kebun tersebut. Keahlian ini didapat secara turun
rakyat. Di samping itu, juga ada tanah temurun dari nenek moyang mereka. Kain
pertanian yang dikerjakan penggarap. gringsing dibuat dengan cara ditenun dan
Sedangkan hasil ternak yaitu babi, kerbau, waktu pembuatannya pun cukup lama.
dan ayam. Pembuatan satu lembar kain gringsing
Perekonomian masyarakat selain memerlukan waktu 6 bulan sampai 2
dari pertanian juga berasal dari kegiatan tahun, bergantung pada ukuran kain yang
menjual hasil kerajinan berupa kain dibuat.
gringsing yang harganya mahal, karena Dalam masyarakat Tenganan, kain
pengerjaannya memerlukan waktu yang gringsing ini boleh dipakai oleh siapa saja
lama. Ada pula masyarakat yang menjual tanpa membedakan status sosial orang.
kerajinan lain berupa kerajinan dari Selain itu, yang memakai kain gringsing
bambu, lukisan pada daun lontar, dan tidak dibatasi usia, dari anak-anak sampai
sebagainya. orang dewasa boleh memakainya. Akan
Ciri khas Desa Tenganan yakni kain tetapi, kain gringsing ini hanya dibuat oleh
tenun ikat yang disebut kain gringsing. para perempuan saja. Hal ini dikarenakan
Oleh karena itu, nama desa ini lebih dikenal perempuan sebagian besar waktunya di
dengan Desa Tenganan Pegringsingan. rumah, sedangkan laki-laki bekerja di
Menurut pandangan orang Tenganan, kain sawah. Di dalam keterkaitannya antara

115
Jurnal Penelitian Humaniora, Vol. 22, No. 2, Oktober 2017: 111-124

kain gringsing dan strati ikasi sosial, kain campuran dengan orang luar desa sudah
gringsing tidak mencerminkan status relatif lebih banyak dilaksanakan.
sosial orang yang memakainya. Semua Bentuk perkawinan yang dianggap
dianggap sama oleh masyarakat Tenganan, pantang adalah perkawinan bertukar
meskipun harga kain gringsing itu jutaan antara saudara perempuan suami dengan
rupiah. Ini juga diperkuat oleh masyarakat saudara laki-laki istri (makedeng-anngad),
Desa Tenganan yang tidak menganut karena perkawinan yang demikian itu
sistem kasta. dianggap mendatangkan bencana (panes).
Secara umum, setiap keluarga Di beberapa daerah di Bali (tidak semua
pada masyarakat Desa Tenganan harus daerah), berlaku pula adat penyerahan
melaksanakan ritual tebenan sesuai dengan mas kawin (patuku luh), tetapi sekarang
urutan-urutan atau tata cara yang berlaku, adat ini terutama di antara keluarga-
tidak ada pembedaan antara masyarakat keluarga orang-orang terpelajar sudah
yang mempunyai kelas ekonomi tinggi atau menghilang. Serangkaian tata cara
seseorang yang dipandang mempunyai upacara perkawinan tersebut harus
kedudukan khusus dalam masyarakat. dilakukan oleh semua masyarakat Desa
Setiap keluarga melaksanakan upacara Tenganan tanpa memandang status sosial
tebenan sesuai dengan aturan- aturan individu tersebut dalam masyarakat,
adat yang ada. Perbedaan upacara yang kewajiban, dan tanggung jawab nilai-
dilaksanakan tertetak pada besar kecilnya nilai sosial. Dalam upacara perkawinan
acara yang dilaksanakan berdasarkan ini yang membedakan hanyalah tingkat
tingkat perekonomian mereka. perekonomian masing-masing keluarga
Ritual atau upacara adat yang dilaku- yang akan berpengaruh terhadap skala
kan oleh masyarakat Desa Tenganan upacara perkawinan yang dilaksanakan.
berikutnya adalah upacara perkawinan. Ritual atau upacara adat lainnya yang
Sistem perkawinan yang dianut oleh dilakukan oleh masyarakat Desa Tenganan
masyarakat Desa Tenganan adalah sistem adalah upacara kematian atau biasa disebut
parental, perempuan dan laki-laki dalam dengan luanan. Seseorang yang mati pada
keluarga memiliki derajat yang sama dan masyarakat Desa Tenganan diletakan di
berhak menjadi ahli waris. Hal ini berbeda Bale tengah (Madia Mandala), bale ini
dengan sistem kekeluargaan yang dianut biasa disebut Bale Duluan. Seseorang yang
oleh masyarakat di Bali pada umumnya. mati pada Masyarakat Desa Tenganan
Di samping itu, mereka juga menganut akan dikuburkan pada makam adat
sistem endogamy, masyarakat setempat setempat dalam kondisi telanjang bulat.
terikat dalam awig-awig (hukum adat) Hal ini sesuai dengan iloso i yang dianut
yang mengharuskan pernikahan dilakukan oleh masyarakat Desa Tenganan bahwa
dengan sesama warga Desa Tenganan. mereka lahir dalam keadaan telanjang
Apabila dilanggar, warga tersebut tidak bulat (tanpa pakaian dan segala macam
diperbolehkan menjadi krama (warga) unsur duniawi), maka mati pun mereka
desa. Artinya, ia harus keluar dari Desa akan kembali dalam keadaan tanpa
Tenganan dan secara isik suami-isteri busana dan unsur duniawi pula. Dalam
akan dihukum buang (maselong) untuk pelaksanaan upacara kematian, semua
beberapa lama ke tempat yang jauh masyarakat harus menjalani serangkaian
dari tempat asalnya. Semenjak tahun proses ritual sesuai dengan yang letah
1951, hukum semacam itu tidak pernah ditentukan dalam adat yang berlaku,
dijalankan lagi. Saat ini perkawinan tidak ada pengkhususan ritual tertentu

116
Masyarakat Desa Adat Tenganan...(Dyah R. S. S., dkk.)

untuk golongan masyarakat tertentu. Nyoman Suarna digantikan oleh I Nyoman


Seluruh sistem ritual kematian ini harus Pasek (tahun 1972-1982), kemudian
dilaksanakan oleh masyarakat tanpa diganti oleh I Nyoman Sadra B.A (1983-
terkecuali, satu-satunya faktor yang 1993), kemudian Drs. I Nengah Wartawan
pembeda dalam pelaksanaan upacara (1994-1998), Plt. I Ketut Sudimbia B.A
kematian adalah tingkat perekomonian (1990-2001). Berdasarkan hasil pemilihan
keluarga. perbekel, sejak 1 Oktober 2002 dilantik I
Putu Suarjana, S.S sebagai Perbekel Desa
Perkembangan Wilayah dan Pemerin- tenganan Pegringsingan yang menjabat
tahan sejak tahun 2002-sampai sekarang dan
Pada sekitar abad VIII pada zaman sekaligus menjadi perbekel Desa Tenganan
Adat Bali ada pemerintahan yang disebut Pegringsingan.
manca, antara lain Manca Nyuhtebel,
Manca Tenganan, Manca Manggis. Kira- Pendidikan dan Kesehatan
kira 1906 manca-manca tersebut di atas Untuk meningkatkan pembangunan
dihapuskan digantikan dengan istilah di segala bidang, pendidikan mempunyai
Perbekel, di Tenganan ada perbekel yang peran yang utama, karena melalui pen-
pertama memimpin di Desa yang secara didikan sumber daya manusia dapat digali
berturut-turut dijabat oleh I Karti (alm) sekaligus sebagai insan pembangunan
(tahun 1933-1940). Sejak di bawah dapat ditingkatkan. Seperti orang
pemerintahan I Karti, Desa Tenganan bijak mengatakan bahwa kebodohan
terdiri dari tiga Desa Adat yaitu Desa adalah biang keladi kemiskinan dan
Adat Tenganan Pegringsingan, Desa Adat kemelaratan, maka tepat lah prasejarah
Tenganan Dauh Tukad, dan Desa Adat Kabupaten Karangasem memberikan
Gunung. Di samping itu, masing-masing segala prioritas terhadap peningkatan
desa adat tersebut memiliki wilayah yang mutu di bidang pendidikan, kesehatan,
terkecil di lingkungan pemerintahan desa dan pengentasan kemiskinan, yang dituju
yaitu dusun/lingkungan. Desa Tenganan adalah Karangasem Aman, Damai, Maju,
terdiri atas lima dusun yaitu Dusun dan Sejahtera. Dalam perkembangan
Tenganan Pegringsingan, Dusun Tenganan dunia pendidikan, di Desa Tenganan
Dauh Tukad, Dusun Bukit Kangin, Dusun memerlukan perhatian pemerintah dan
Gumung, dan Dusun Bukit Kauh. pihak komite/orang tua murid untuk
Kemudian I Karti digantikan oleh I dapat memberikan Tut Wuri Handayani
Nengah Suji (alm) (tahun 1941-1952). agar menjadi harapan bersama untuk
Pada saat itu pemerintahan berjalan meningkatkan bidang pendidikan. Serta
seperti biasanya, karena memang dari ikut mensukseskan program peme-
sebelumnya pelayanan administrasi rintah memberikan informasi kepada
dilaksanakan di rumah masing-masing masyarakat melalui rapat-rapat Desa guna
sampai terjadinya musibah Gunung mengantisipasi anak-anak yang putus
Agung meletus. Pada saat itu banyak sekolah baik di tingkat SD maupun SMP
pengungsi datang dari pelosok Kabupaten dan memberikan kesempatan kepada
Karangasem. anak-anak putus sekolah atau yang tidak,
Pemerintahan I Nengah Suji kemudian untuk melanjutkan ke sekolah nonformal
digantikan oleh I Nyoman Rumi (tahun seperti Kejar Paket B yang sudah dibuka di
1953-1962), kemudian I Nyoman Suarna Banjar Dinas Tenganan Dauh Tukad.
(tahun 1963-1971). Pemerintahan I

117
Jurnal Penelitian Humaniora, Vol. 22, No. 2, Oktober 2017: 111-124

Dalam rangka peningkatan derajat berikut. (1) Hak milik oleh desa/bersama/
kesehatan masyarakat dengan adanya komunal disebut Duwen Desa (Laba Pura,
SKBM, antisipasi perpaduan antara Duwen Sekeha) diatur dengan awig-awig.
program pemerintah dengan kesadaran (2) Hak kelola oleh pribadi warga desa
masyarakat sebab tanpa kesadaran (diwariskan), tidak dapat dialihkan kepada
masyarakat untuk mengikuti program orang lain dari luar desa. Hak-hak desa
pemerintah di dalam bidang kesehatan dalam pengelolaan hutan yakni Ngalang,
tentu tidak akan terwujud. Ngrampang, Ngambeng, dan Ngambang.
Adapun program yang tidak ber- Ngalang, hak untuk mengambil hasil
kembang dalam rangka meningkatkan hutan/tegal untuk keperluan upacara
derajat kesehatan adalah (1) dalam pada sebuah petak abian yakni: kelapa
rangka mengurangi resiko terhadap 7 buah, pisang 5 tandan, pinang 1 ijeng,
ibu yang akan melahirkan dibentuklah buah-buahan (Mangga, Wani, Kepundung,
suatu Gerakan Sayang Ibu-Bayi Baru Ceroring dan lain-lain) sebanyak 1 kise
Lahir (GSI-B); (2) untuk mengurangi roras (ukuran kise 12 helai), nangka
jika dapat meniadakan kematian bayi 1 buah, nenas 9 biji, dan sirih 3 cekel.
akibat kurang gizi, tanpa imunisasi dan Ngrampang, hak untuk mengambil hasil
sebagainya dibentuklah posyandu, dan (3) hutan/tegal untuk keperluan bahan
air bersih adalah kebutuhan yang paling bangunan milik desa/bersama: kayu lakar,
mendasar serta untuk meningkatkan ijuk/duk, lima kakab tiap pohon, pohon
kesehatan masyarakat memakai air bersih pinang, 1 pohon tiap petak abian, bambu,
bersumber dari PDAM yang dialirkan 1 batang a lingseh, dan pohon Kelapa.
melalui sumur bor yang terletak di wilayah Ngrambeng, hak untuk mengambil hasil
Banjar Dinas Tauman, Desa Nyuhtebel dan hutan/tegal untuk keperluan upacara
bak penampungan terletak di Banjar Dinas seperti Tuak, Durian. Ngrambang, hak
Kanginan, Desa Pekraman Pesedahan. untuk menangkap ayam yang masih ada
Di samping itu, penggunaan air bersih induknya untuk keperluan upacara
yang terlarik dari Tukad Buhu ke Gunung
Kaja dengan sistem gravitasi/perpipaan Pembagian dan Pemanfaatan Lahan di
dan ditempuh melalui Bukit Kangin, Desa Tenganan
Bukit Kauh, Banjar Dinas Tenganan Desa Tenganan Pegringsingan mem-
Pegringsingan, dan Tenganan Dauh Tukad. punyai lahan seluas 917,218 ha yang terdiri
Adapun air bersih yang dikonsumsi atas sawah seluas 255 ha, permukiman
masyarakat adalah dengan bantuan dan fasilitas umum seluas 78,23 ha,
pemerintah Australia yang dikelola oleh lahan kering yang terdiri atas hutan dan
Desa Dinas dengan Wadah UPS-AAB (Unit tegalan seluas 583 ha. Luas permukiman
Pengelolaan Sarana Air Bersih). hanya 8% dari seluruh luas lahan di Desa
Tenganan Pegringsingan. Kedudukan
Pengelolaan Kawasan dan Lingkungan tanah Desa Tenganan sangatlah penting
di Desa Tenganan dalam hukum adat. Ada dua hal yang
De s a Te n ga n a n te rle t a k p a d a menyebabkan tanah memiliki kedudukan
ketinggian 50 sampai 500 dpl, suhu 28- yang penting dalam hukum adat yakni: (1)
30 derajat celcius. Curah Hujan 620 mm/ merupakan satu-satunya benda kekayaan
tahun. yang meskipun mengalami keadaan
Klasi ikasi lahan di Desa Adat yang bagaimanapun juga, tetapi masih
Tenganan Pegringsingan adalah sebagai bersifat tetap dalam keadaannya. (2)

118
Masyarakat Desa Adat Tenganan...(Dyah R. S. S., dkk.)

Gambar 1. Pembagian Kawasan di Desa Tenganan

Merupakan tempat tinggal persekutuan, A n t a r a p e r s e k u t u a n d e n g a n


memberikan penghidupan kepada tanah yang didudukinya itu terdapat
persekutuan, merupakan tempat dimana hubungan yang sangat erat, hubungan
para warga persekutuan yang meninggal yang bersifat religio-magis. Hubungan
dunia dikebumikan, dan merupakan yang erat dan bersifat religio-magis ini
tempat tinggal kepada dayang-dayang menyebabkan persekutuan memperoleh
pelindung persekutuan dan roh para hak untuk menguasai tanah dimaksud,
leluhur persekutuan. memanfaatkan tanah tersebut, memungut

119
Jurnal Penelitian Humaniora, Vol. 22, No. 2, Oktober 2017: 111-124

Gambar 2. Kawasan Desa Adat Tenganan Pegringsingan

hasil dari tumbuh-tumbuhan yang hidup bahwa di desa adat tenganan pegringsingan
di atas tanah tersebut, serta berburu wilayah perkampungan dibuat petak-
terhadap binatang-binatang yang hidup petak yang sama besar dengan bangunan
di tanah tersebut. Hak persekutuan atas berbentuk sama pula. Sementara hutan
tanah disebut hak pertuanan atau hak lindung yang mengelilingi perkampungan
ulayat, yang menggambarkan tentang juga menjadi milik bersama. Semua
hubungan antara persekutuan dan tanah hasilnya akan menjadi milik adat. Begitu
itu sendiri. Objek hak ulayat, yakni: tanah pula tanah pertanian yang tidak bisa
(daratan), air (perairan seperti sungai, menjadi milik pribadi. Status tanah adat
danau, pantai), tumbuh-tumbuhan yang di desa tenganan pegringsingan semua
hidup secara liar (pohon buah-buahan, milik pihak adat.Kemudian pembagian
pohon-pohon untuk kayu pertukangan tanah adat tersebut diberikan kepada
atau kayu bakar), dan binatang yang hidup sepasang suami istri yang tinggal di
liar. desa adat tenganan pegringsingan dan
Adapun cara persekutuan me- Satu kapling rumah ditempati oleh satu
melihara serta mempertahankan hak kepala keluarga. Luas petak sama besar,
ulayatnya yakni Persekutuan berusaha dan bangunannya pun sama, terdiri dari
meletakkan batas-batas di sekeliling bale meten, bale tengah, bale bunga, dan
wilayah kekuasaannya tersebut. Menunjuk paon, dan masing masing kepala keluarga
pejabat-pejabat tertentu yang khusus yang berhak atas tanah adat tersebut
bertugas untuk mengawasi wilayah tidak boleh menambah atau mengurangi
kekuasaan persekutuan yang bersangkutan luas dari tanah adat tersebut. Tanah adat
(pada Desa Adat Tenganan pejabatnya tenganan selain tidak boleh dijual atau
disebut lelipis lembukit). digadaikan kepada orang luar, pengelolaan
Kepala Desa Tenganan Pegringsingan semua tanah berada dibawah kekuasaan
yang sempat memberikan penjelasan desa adat.
di balai desa, Putu Yudiana mengatakan

120
Masyarakat Desa Adat Tenganan...(Dyah R. S. S., dkk.)

Tanah desa adat yang berupa hak utama dari daerah pemukiman penduduk
pakai/memanfaatkan dapat dijual asalkan karena hampir semua bangunan terletak
masih dalam lingkup adat tenganan. Misal pada bagian ini. Meliputi bangunan-
hak pakai seseorang atas sebidang sawah bangunan balai agung (balai suci), balai
hasil pencariannya sendiri, yang menurut petemu (balai pertemuan), balai kul kul
hukum barat berarti hak mutlak, di dalam (menara kentongan), pawon desa (dapur
hukum adat hak tersebut masih juga terkait desa), pawon teruna (dapur pemuda),
dengan kepentingan kekerabatannya. Jika wantilan (gedung pertemuan), balai
ia akan mentransaksikan sawahnya itu ia jineng (lumbung padi), dan bale kencan
harus bermusyawarah dengan keluarga/ (tempat bersantai). Selain itu, pada
kerabatnya, agar tindakannya tidak tercela. bagian awangan sebelah barat terdapat
Jadi hukum adat tidak membenarkan bangunan-bangunan khusus milik desa.
adanya hak pribadi yang mutlak, untuk Bale Agung, fungsi utamanya sebagai
kepentingan diri sendiri semata-mata. tempat sangkepan (pertemuan) krama
desa, baik setiap hari maupun pada
Pola Permukiman di Desa Tenganan saat upacara. Selain itu, juga sebagai
Pegringsingan tempat penyimpanan inventaris desa
Pemukiman Tenganan dibagi menjadi seperti selunding (gamelan). Bale Banjar,
tiga Banjar adat, yaitu Banjar Kauh (Barat), merupakan bale suci yang hanya digunakan
Banjar Tengah (Tengah), dan Banjar untuk sesuatu hal yang bersifat sakral dan
Kangin (Timur). Banjar Kangin disebut dilarang digunakan untuk pertemuan
juga Banjar Pande, yang dibagi lagi menjadi yang bersifat halangan atau kematian.
dua pemukiman, yaitu Pande Kaja (Utara/ Bale Kenca, berfungsi sebagai tempat
Gunung) dan Pande Kelot (Selatan/laut). membicarakan suatu perkara penting yang
Pada masing-masing banjar terdapat mengarah kepada jalannya persumpahan
dua deretan rumah penduduk, sebelah secara adat. Bale Patemon, merupakan
kiri dan kanan jalan desa (awangan) balai pertemuan yang berjumlah tiga buah.
yang dibangun diatas tanah ulayat desa Posisinya berderet di sebelah utara bale
yang disebut karang desa. Pemukiman agung. Bale patemon ini dipakai sebagai
di Tenganan menganut pola memusat. tempat pertemuan untuk organisasi
Membujur dari arah utara dan semakin pemuda.
merendah ke arah selatan. Masing-masing
banjar terdiri dari dua deretan rumah Penerapan Tri Hita Karana dalam Upaya
penduduk yang berapat alang-alang dan Konservasi Hutan di Desa Tenganan
pintu masuk yang menghadap ke jalan Konsep Tri Hita Karana telah diterap-
desa. Bangunan adat sebagian besar kan dalam upaya konservasi hutan di
terletak di tengah-tengah jalan desa. Desa Tenganan Pegringsingan terutama
Warga Tenganan hanya diperbolehkan bagian Palemahan. Desa Adat Tenganan
untuk tinggal dan memanfaatkan lahan Pegringsingan mempunyai aturan-
berdasarkan kesepakatan adat dan aturan untuk menjaga kelestarian hutan.
awig-awig kitab peraturan adat. Untuk Aturan tersebut terdapat dalam awig-
menggunakan rumah dan mengambil awig, diantaranya adalah aturan tentang
hasil hutan akan diputuskan melalui larangan menebang pohon sembarangan.
kraman desa atau rapat kolektif para Masyarakat di Desa Tenganan Pegringsingan
pemimpin desa. Pada bagian barat terletak tidak diperbolehkan menebang pohon
Banjar Kauh yang merupakan bagian sembarangan meskipun pohon tersebut

121
Jurnal Penelitian Humaniora, Vol. 22, No. 2, Oktober 2017: 111-124

milik sendiri. Setiap pohon yang akan itulah yang berhak. Bila memotong pohon
ditebang untuk bahan bangunan mesti larangan seperti nangka, cempaka, durian,
melalui rapat desa terlebih dahulu. Bila kemiri, pangi, teep, jaka (aren) di sebelah
rapat desa memutuskan pohon itu boleh barat sungai dan di utara desa, kayu
ditebang, baru bisa dilakukan. Bila pohon tersebut di-daut (diambil) kembali dan
masih dalam keadaan berdaun (hidup), harus dibayar seharga kayu ditambah
warga yang ingin menebang pohon mesti dengan denda. Bila orang dari luar desa
meminta pemeriksaan kepada Kelian Desa. memungut empat buah yang dilarang
Selanjutnya, Kelian Desa mengutus tiga didenda 10 catu (setara dengan 25
orang untuk memeriksa pohon tersebut. kilogram beras). Bila memetik didenda 10
Komposisi pemeriksa itu, seorang dari catu (setara 25 kilogram beras) ditambah
Bahan Luanan, seorang dari Bahan harga buah yang dipetik. Denda-denda
Duluan/Keliang Desa serta seorang dari tersebut akan didistribusikan dengan
Bahan Tebenan. Pohon boleh ditebang perhitungan, 50 persen ke desa dan 50
bila hasil pemeriksaan menyebutkan 80 persen lagi diberikan untuk si pelapor.
persen dari pohon itu sudah mati hanya Identitas si pelapor juga dirahasiakan.
20 persen masih hidup serta bukan poros B e r k a i t a n d e n g a n k e l e t a r i a n
kayu utama. Namun, harus disetujui lora, warga di Desa Adat Tenganan
oleh ketiga pihak tersebut. Jika salah Pegringsingan tidak diperkenankan
satu pihak/bahan tidak menyetuhi maka menjual atau memberikan ijuk kepada
penebangan ditangguhkan beberapa orang lain. Akan tetapi, bila menjual tali
bulan lagi. Namun, dibolehkan menebang ijuk dibolehkan. Larangan ini bertujuan
pohon bila diperuntukkan untuk membuat untuk tidak mengganggu kehidupan pohon
fasilitas umum. enau sebagai penghasil ijuk. Sementara
Hak tumapung merupakan hak pohon enau sendiri menjadi tanaman
istimewa yang diberikan kepada seseorang pokok di hutan Tenganan.
yang baru kawin. Menurut aturan di desa Warga Tenganan Pegringsingan juga
ini, tiga bulan setelah upacara pernikahan, dilarang membuat arak dan gula. Namun,
sang pengantin mesti berpisah dari bila membuat tuak atau air nira dibolehkan.
orangtuanya dan membangun rumah Membuat batu bata merah pun tak
tangga baru. Pihak desa memberikan diperkenankan. Larangan ini dimaksudkan
keluarga baru itu kapling tanah seluas untuk mencegah penggunaan kayu api
2,432 are. Untuk membangun rumah di yang berlebihan. Namun, yang cukup unik,
atas tanah itu, si pengantin dibolehkan awig-awig Desa Tenganan Pegringsingan
menebang pohon kayu tetapi hanya juga melarang warganya menanam pohon
secukupnya. tarum. Padahal, tarum merupakan bahan
Desa Adat Tenganan Pegringsingan yang digunakan untuk mewarnai kain
juga melarang empat macam buah-buahan gringsing khususnya warna biru. Karena
yang tidak boleh dipetik pemiliknya, baik itu, warga Tenganan Pegringsingan mesti
milik desa atau pun milik perorangan. mencari pohon tarum ini ke luar desa.
Keempat buah-buahan itu yakni durian, Makna larangan tidak boleh menanam
pangi, kemiri dan tehep. Hanya jika buah itu pohon tarum itu agar warga Tenganan
jatuh boleh diambil. Itu pun bukan harus Pegringsingan mau bekerja sama dengan
pemiliknya yang boleh mengambil, siapa warga luar desa.
pun pun boleh mengambil, khususnya Secara lebih rinci, berikut awig-awig
siapa yang datang dan rajin mencari, yang mengatur tentang pengelolaan hutan

122
Masyarakat Desa Adat Tenganan...(Dyah R. S. S., dkk.)

di Desa Tenganan Pegringsingan. (1) Tidak SIMPULAN


boleh menebang pohon dengan sehendak Masyarakat Desa Adat Tenganan me-
hati, tidak boleh menebang pohon yang rupakan salah satu dari masyarakat asli
masih hidup. Apabila melanggar dikenakan Bali atau disebut sebagai masyarakat “Bali
sanksi berupa denda uang sebesar 400 Aga”, yang tinggal di Bali pada kawasan
kepeng, dan kayu yang ditebang disita perbukitan. Pemukiman Tenganan dibagi
oleh adat. (2) Pohon boleh ditebang untuk menjadi tiga Banjar adat, yaitu Banjar
keperluan bangunan atau untuk kayu api Kauh (sebelah barat), Banjar Tengah
setelah pohon tersebut mati. (3) Pohon (sebelah Tengah), dan Banjar Kangin
yang sudah mati, jika ingin dipotong (sebelah Timur). Banjar Kangin disebut
harus dilaporkan kepada desa adat, yang juga Banjar Pande, yang dibagi lagi menjadi
kemudian memerika kebenarannya. (4) dua pemukiman, yaitu Pande Kaja (Utara/
Jenis pepohonan yang dilarang untuk gunung) dan Pande Kelot (Selatan/laut)
ditebang mislanya kemiri, tehep, durian, Masyarakat Tradisional Bali Aga di Desa
cempaka, enau, pangi dan nangka. (5) Tenganan masih sangat menjunjung
Dengan alasan tertenu, misalnya karena tinggi adat istiadat dari leluhur yang
menghalangi tumbuhnya pohon lain, atau dilaksanakan secara turun temurun,
jaraknya terlalu dekat dengan pohon lain, termasuk dalam pengelolaan kawasan dan
pohon-pohon yang terlarang tersebut lingkugannya. Masyarakat Desa Tenganan
boleh ditebang setelah mendapat ijin menjunjung tinggi Ajaran Tri Hita Karana
dari krama adat. (6) Penenbangan pohon yang merupakan salah satu ajaran dalam
yang masih hidup pada tanah sendiri agama Hindu yang pada mengajarkan
boleh dilakukan untuk keperluan bahan tentang keseimbangan antara manusia
bangunan rumah bagi keluarga yang dengan Tuhan, manusia dengan manusia,
baru menikah. Hal ini disebut dengan dan manusia dengan lingkungannya.
Tumapung. Penebangan boleh dilakukan Sebagai masyarakat tradisional, kearifan
dengan persetujuan desa adat. (7) lokal masih sangat kentara dan kearifan
Penebangan pohon utuk keperluan desa lokal yang berupa ajaran dan aturan
seperti untuk memperbaiki pura, boleh sangat dipegang teguh, bahkan dijadikan
dilakukan dengan pertimbangan krama dasar dalam menalani kehidupan sehari-
adat tanpa mempertimbangkan kondisi hari.
tumbuhan dan kepemilikan (rampangan).
(8) Buah-buahan tidak boleh dipetik dari DAFTAR PUSTAKA
pohonnya. Buahnya hanya boleh diambil Mendra, I. W., & Wiriantari, F. 2016.
jika sudah jatuh dari pohonnya. Hal ini Perubahan Spasial Permukiman
berlaku baik pohon buah tersebut terletak Tradisional di Desa Adat Tenganan
dalam tanah pribadi maupun dalam tanah Pegringsingan Bali. Jurnal Anala,
desa. Bagi yang melanggar dikenakan 1(15), 73-97.
25 kg beras ditambah dengan harga Iskandar, J. 2016. Etnobiologi dan
dari buah yang dipetik. Denda tersebut Keragaman Budaya di Indonesia.
50% diserahkan ke desa adat, dan 50% UMBARA: Indomesian Journal of
diserahkan ke pelapor yag identitasnya Anthropologi, 1(1), 25-41.
dirahasiakan. (8) Tidak boleh menjual/ Sumunar, D. R. S., Suparmini, & Setyawati,
menggadaikan tanah ke luar desa. Bagi S, 2013. “Kearifan Lokal Masyarakat
yang melangar tanah tersebut akan disita Baduy dalam Pengelolaan dan
oleh desa adat. Pembagian Tata Ruang”. Dalam

123
Jurnal Penelitian Humaniora, Vol. 22, No. 2, Oktober 2017: 111-124

Proseeding Seminar Nasional dalam Peranan Konservasi Flora Indonesia


rangka Dies Natalis Universitas dalam Mengatasi Dampak Pemanasan
Negeri Yogyakarta ke 49. Yogyakarta: Global diselenggarakan oleh Kebun
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Raya “Eka Karya” Bali - LIPI.
Masyarakat UNY Wiratno, Indriyo, D., Syarifudin, A., &
Suryadarma, I. G. P. 2016. “Peran Hutan Kartikasari, A. 2001. Berkaca di
Masyarakat Adat dalam Menjaga Cermin Retak: Re leksi Konservasi
Stabilitas Iklim Satu Kajian Perspektif dan Implikasi bagi Pengelolaan
Deep Ecology (Kasus Masyarakat Taman Nasional. Jakarta: The Gibbon
Desa Adat Tenganan Bali). Dalam Foundation Indonesia, PILI-NGO
P r o s e e d i n g S e m i n a r N a s i o n a l Movement.

124

Anda mungkin juga menyukai